Anda di halaman 1dari 5

TOKOH PENDIDIKAN

KABUPATEN BENGKALIS

Taufik Ikram Jamil


 

TAUFIK IKRAM JAMIL lahir di Telukbelitung, Kabupaten Bengkalis, Riau,

pada 19 September 1963. Ia mengenyam pendidikan mulai dari Sekolah

Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Pendidikan Guru

(SPG) di Bengkalis. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Program Studi

Taufik Ikram Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Jamil Universitas Riau (PSBSI FKIP Unri), dan selesai tahun 1987.

Selain dikenal sebagai seorang cerpenis dan penyair, Taufik Ikram Jamil juga dikenal

sebagai jurnalis. Ia bahkan lebih dulu dikenal sebagai sastrawan berkat cerpen-cerpennya

yang dipublikasikan di media-media nasional, seperti Kompas, Berita Buana, majalah

Amanah dan sebagainya. Ia memulai karier kewartawanannya pada tahun 1983 sebagai

wartawan di mingguan Genta, Pekanbaru. Tahun 1988,  ia  pindah ke Kompas dan sempat

ditugaskan selama beberapa tahun di Jakarta.

Pada tahun 1991, ia mendirikan Yayasan Membaca yang bergerak di bidang kebudayaan.

Yayasan ini kemudian menerbitkan jurnal Menyimak yang memuat karya-karya sastrawan

setempat. Kemudian, tahun 1999, yayasan ini bermetamorfosis menjadi Yayasan Pusaka

Riau yang bergerak dalam berbagai bidang, di antaranya kebudayaan, penerbitan, dan

kesenian. Pada tahun 2002, ia berhenti menjadi wartawan di harian Kompas untuk
mencurahkan pikiran dan ide-ide kreatif demi kemajuan seni. Pada tahun itu juga ia

mendirikan dan mengetuai Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) di Pekanbaru, satu-

satunya akademi kesenian di Sumatera. Tahun 2002–2007 ia terpilih sebagai ketua Umum

Dewan Kesenian Riau (DKR).

Dalam dunia kesusasteraan, Taufik Ikram Jamil banyak menghasilkan karya yang telah

dimuat dalam berbagai media cetak seperti Riau Pos, Kompas, Berita Buana, Republika,

Suara Pembaruan, Kartini, Horison, Kalam, Jawa Pos dan Ulumul Qur‘an. Kumpulan puisi

sulungnya adalah Tersebab Haku Melayu, kemudian menyusul kumpulan cerita pendek

Sandiwara Hang Tuah, Membaca Hang Jebat, dan roman Gelombang Sunyi. Adapun karya

sastranya yang berisi tentang sejarah terhimpun dalam berbagai antologi di Pekanbaru,

Jakarta, Yogyakarta, Lampung, Makassar, Surabaya dan Kualalumpur, misalnya Negeri

Bayang-bayang dan Soeharto dalam Cerpen Indonesia, serta antologi cerpen dalam bahasa

Inggris Menagerie 4. Seorang pakar sastra Belanda, Dr Will Derks telah membahas karya-

karyanya dalam sebuah bunga rampai tentang pembangunan Asia yang diterbitkan di

London  tahun 1998.

Melalui karya-karyanya, Taufik Ikram Jamil semakin terkenal, sehingga ia sering mendapat

undangan untuk menghadiri berbagai event sastra di dalam dan luar negeri. Tahun 2001, ia

mewakili Indonesia untuk membaca sajak bersama penyair dari sepuluh negara dalam

International Poetry Festival yang diselenggarakan Majelis Sastra Asia Tenggara. Ia juga

pernah menjadi pembicara dalam berbagai seminar di beberapa kota besar, di antaranya

Jakarta, Bogor, Johor Baru, Kualalumpur dan Leiden.


Karya-karyanya, untuk buku puisi, adalah Tersebab Haku Melayu (Yayasan Membaca,

Pekanbaru, 1994), Negeri Bayang-bayang (antologi puisi, Pekanbaru, 1996). Sementara

untuk cerpen-cerpennya, ia mengumpulkannya dalam Sandiwara Hang Tuah (Grasindo,

Jakarta, 1996), Hikayat Batu-Batu (Kompas, Jakarta, 2005), Jumat Pagi Bersama “Amuk”

dan  Membaca Hang Jebat (Grasindo, Jakarta, 1995), antologi cerpen Soeharto dalam

Cerpen Indonesia (Penerbit Bentang, Jogyakarta, 2001), antologi cerpen dalam bahasa

Inggris Menagerie 4. Untuk roman, Taufik Ikram Jamil telah melahirkan Gelombang Sunyi

(Kompas, Jakarta, 2001), Hempasan Gelombang (Kompas. 1999). Satu bukunya yang lain,

Dari Percikan Kisah, Membentuk Propinsi Riau, merupakan buku sejarah (Yayasan Pusaka

Riau, Pekanbaru, 2001).

Atas karya dan jasa-jasanya pada sastra dan budaya, Taufik Ikram Jamil telah dianugerahi

beberapa penghargaan, di antaranya dari majalah Horison untuk kategori cerpen terbaik

berjudul Menjadi Ratu (1997), dari Yayasan Sagang untuk kategori karya budaya terbaik

berjudul Sandiwara Hang Tuah (1997), dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk kategori

cerpen utama Indonesia berjudul Jumat Pagi Bersama ”Amuk” (1998). Dari Dewan

Kesenian Jakarta (DKJ) sebagai juara harapan II dalam sayembara penulisan roman

berjudul Hempasan Gelombang (1998), dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

untuk kategori sastra terbaik berjudul Membaca Hang Jebat (1999), dari Yayasan Sagang

untuk kategori seniman terbaik (2003).


Ia menikah dengan Umi Kalsum dan dikaruniai tiga orang anak, Tuah Kalti Takwa (sulung),

Megat Kalti Takwa dan Nadim Kalti Takwa. @

Musa Ismail lahir di Pulau Buru Karimun, Kepulauan Riau, 14

Maret 1971. Menamatkan SD di kampung halaman, SMPN 3 Tanjung Balai Karimun, SPGN

Tanjungpinang (1990), dan Universitas Riau, FKIP Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

(1994) Aktif menulis sejak duduk di bangku kuliah. Tulisannya berupa cerpen, esei   

sastra/budaya, dan artikel/opini  tersebar  di  Harian Riau Pos, Majalah Budaya Sagang,

Majalah Sastra Berdaulat, Majalah Sastra  Budaya Tepak, Harian Riau Mandiri, Harian Pagi

Riau Tribune,  Harian Batam Pos, Bulletin Annida (Jakarta), dan Republika. Kumpulan

cerpen perdananya berjudul ‘’Sebuah Kesaksian’’ diterbitkan oleh Yayasan Pusaka Riau 

pada Oktober 2002. Pernah berkhidmat sebagai wartawan Harian Riau Pos. Kini, dia

mengabdi sebagai Guru SMA Negeri 3 Bengkalis. Sebelumnya, pernah bertugas sebagai

Guru SMPN 1 dan SMPN 2 Merbau. Cerpen dan esainya terangkum dalam beberapa

ontologi Anugerah Sagang 2000 dan antologi Cerpen pilihan Harian Pagi Riau Pos 2002

(Terbang Malam), (Magi dari Timur, 2003), (Satu Abad Cerpen Riau, 2004), (Tafsir Luka,

2005), (Jalan Pulang, 2006), dan (Keranda Jenazah Ayah, 2007). Pada tahun 2003,

memperoleh Juara Harapan Lomba Menulis Cerpen Umum dengan judul ‘’Kemerdekaan’’

yang ditaja oleh Majalah Budaya dan Sastra Tepak.


Tahun 2005, esainya yang berjudul ‘’Novel Upacara Korrie Layun Rampan: Deskripsi

Belenggu Adat: Spiritisme-Mitos dan Kemerdekaan’’ memperoleh penghargaan urutan 6 dari

20 besar dalam Lomba Mengulas Karya Sastra (LMKS) Guru Bahasa dan Sastra Indonesia

se-Indonesia yang ditaja oleh Dirjen Manajemen Dikdasmen, Depdiknas. Tahun 2006,

novelnya yang berjudul ‘’Cinta, Che Sera Sera’’ memperoleh Juara Harapan Sayembara

Penulisan Naskah Buku Bacaan yang ditaja oleh Pusat Perbukuan, Depdiknas. Tahun 2006,

dia terpilih sebagai Guru Berprestasi Tingkat Kabupaten (Peringkat I) dan Tingkat Provinsi

Riau (Peringkat I). Tahun 2007, cerpennya Hikayat Kampung Asap meraih Juara Harapan di

Laman Cipta Sastra Dewan Kesenian Riau (DKR).  Pada tahun yang sama juga, terbit buku

kumpulan esainya berjudul ’’Membela Marwah Melayu’’ (UIR Press dan BKKI). Tahun 2008,

novel Tangisan Batang Pudu (Gurindam Press, Pekanbaru) masuk nominasi Ganti Award.

Tahun 2009, terbit kumpulan cerpen Tuan Presiden, Keranda, dan Kapal Sabut (Seligi Press,

Pekanbaru). Tahun 2010, terbit kumpulan cerpennya berjudul Hikayat Kampung Asap

(Seligi Press, Pekanbaru) dan di tahun yang sama, terbit pula novelnya Lautan Rindu

(Mujahid Press, Bandung).  Tahun 2010, kumpulan cerpen Tuan Presiden, Keranda, dan

Kapal Sabut memperoleh Anugerah Sagang Kategori Buku Pilihan. Berkat pernikahannya

dengan Isnawati, S.Pd., kini telah dikaruniai 3 putra: M. Iqbal Al-Raziq, M. Syazily Al-Raziq,

dan M. Qushairie Assiddiqqie. Ingin terus menulis sebelum sampai ke batas.

Anda mungkin juga menyukai