Disusun Oleh :
Berbicara mengenai lembaga sastra dan karya sastra pertama-tama yang harus kita
ketahui ialah pengertian sastra itu sendiri. Sastra merupakan suatu bentuk kegiatan
kreatif dan produktif dalam menghasilkan sebuah karya yang didalamnya terdapat nilai
estetis serta mencerminkan realitas sosial masyarakat (Teeuw, 2013: 20). Wellek dan
Warren (2014: 3), menyatakan bahwa sastra merupakan suatu kegiatan kreatif, sebuah
kegiatan yang menghasilkan karya seni.
Sementara itu, menurut Semi (1988: 7) Bahwa pada kata sastra atau kesusastraan
dapat ditemukan dalam macam-macam pemakaian yang berbeda-beda. Tentu saja hal
ini menandakan bahwa sastra bukanlah suatu hal yang terbilang sederhana. Dalam sastra
terdapat sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita juga dapat membicarakan tentang
sastra sebagai sesuatu yang dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik sebuah
bangsa dan negara, atau kelompok manusia, seperti saat kita mendengar adanya istilah
kesusastraan Arab, kesusastraan Melayu, Kesusastraan Amerika dan sebagainya.
Pembicaraan mengenai definisi sastra tidak akan pernah habis untuk terus digali.
Suatu teks dapat dikatakan sebagai suatu karya sastra jika teks tersebut telah memenuhi
beberapa kriteria. Fananie (2002: 2) mengatakan bahwa suatu teks dapat menjadi teks
sastra apabila di dalamnya mengandung nilai-nilai estetika. Lebih lanjut Fananie
mengatakan bahwa hakikatnya suatu teks sastra setidaknya dapat memenuhi tiga aspek
utama yaitu ecore (memberikan sesuatu kepada pembaca), delectare (memberikan
kenikmatan melalui unsur estetik), dan movere (mampu menggerakkan kreativitas
pembaca) (Fananie, 2000: 4).
Karya sastra sendiri lahir dari sebuah renungan seorang pengarang yang ingin
mengungkapkan isi dalam pikirannya tentang pandangan yang ideal terhadap dunia.
Karya sastra akan berisi mengenai pandangan seorang pengarang yang diilhami oleh
imajinasi, intelektual, dan realitas sosial dari sang pengarang. Pradopo (2002: 61)
menyatakan bahwa karya sastra lahir ditengah-tengah masyarakat sebagai hasil
imajinasi sang pengarang beserta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di
sekitarnya. Akan tetapi, karya sastra tidaklah lahir dari kekosongan budaya. Pradopo
juga mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan bagian dari budaya itu sendiri.
Dalam kehidupan sastra, terdapat lembaga-lembaga yang berperan memberikan
apresiasi terhadap karya-karya sastra yang memang dipilih dengan berbagai keputusan
dari tiap-tiap pihak yang terlibat. Penghargaan tersebut bertujuan untuk menumbuhkan
rasa semangat para pengarang dalam menciptakan karya sastra yang bermutu dan juga
sebagai bentuk rasa hormat kepada para sastrawan yang telah banyak berjasa bagi
pengembangan bahasa dan Sastra Indonesia .
PEMBAHASAN
Penerima penghargaan tahun 1989, yaitu (1) Gerson Poyk dengan karyanya Sang Guru
(novel, 1971); (2) Danarto dengan karyanya Berhala (novel, 1987); dan (3) Ahmad
Tohari dengan karyanya Jantera Bianglala (novel, 1988). Penerima penghargaan tahun
1990 ialah (1) Arifin C. Noer dengan karyanya Sumur Tanpa Dasar (drama, 1989); (2)
Zawawi Imron dengan karyanya Nenek Moyangku Air Mata (puisi, 1985); dan (3) Beny
Setia dengan karyanya Dinamika Gerak (puisi, 1988). Penerima penghargaan tahun
1991, ialah (1) Subagio Sastrowardojo dengan karyanya Simponi Dua (puisi, 1990); (2)
Wisran Hadi dengan karyanya falan Lurus (drama, 1986); dan (3) Saini K. M. dengan
karyanya Ken Arok (drama, 1989). Penerima penghargaan tahun 1992 ialah (1) A. A.
Navis dengan karyanya Hujan Panas dan Kabut Musim (cerpen, 1990), (2) Darman
Moenir dengan karyanya Dendang (novel, 1988), dan (3) Edijushanan dengan karyanya
Jantan (novel, 1988). Penerima penghargaan tahun 1993 ialah (1) Ramadhan K. H.
dengan karyanya Ladang Perminus (novel, 1990), (2) Emha Ainun Nadjib dengan
karyanya Cahaya Maha Cahaya (puisi, 1992), dan (3) Linus Suryadi AG. dengan
karyanya Rumah Panggung (novel, 1987). Penerima penghargaan tahun 1994 ialah (1)
Taufiq Ismail dengan karyanya Tirani dan Benteng (puisi, 1993), (2) Kuntowijoyo
dengan karyanya DilarangMencintai Bunga-Bunga (cerpen, 1994), dan (3) N.
Riantiarno dengan karyanya Konglomerat Burisrawa (drama, 1990). Penerima
penghargaan tahun 1995 ialah (1) Ahmad Tohari dengan karyanya Bekisar Merah
(novel, 1995), (2) Seno Gumira Ajidarma dengan karyanya Saksi Mata (cerpen, 1994),
dan (3) P. Rahardi dengan karyanya Tuyul (puisi, 1990). Penerima penghargaan tahun
1996 ialah (1) Rendra dengan karyanya Orang-Orang Rangkas Bitung (puisi, 1993), (2)
Satyagraha Hoerip dengan karyanya Sarinah Kembang Cikembang (cerpen, 1993), dan
(3) Ensiklopedia Sastra Indonesia Modem 121 Afrizal Malna dengan karyanya
Arsitektur Hujan (puisi, 1995). Penerima penghargaan tahun 1997 ialah (1) Seno
Gumira Ajidarma dengan karyanya Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi(cerpen, 1995),
(2) Piek Ardiyanto dengan karyanya Biarkan Angin (puisi, 1996), dan (3) Rusli Marzuki
Saria dengan karyanya Sembilu Darah (puisi, 1995). Penerima penghargaan tahun 1998
ialah (1) N. Riantiarno dengan karyanya Semar Gugat (drama, 1995), (2) Titis Basino P.
I. dengan karyanya Dari Lembah ke Coolibah (novel, 1997), (3) Wingn Kardjo dengan
karyanya Fragmen Malam: Setumpuk Soneta. Penerima penghargaan tahun 1999 ialah
(1) Kuntowijoyo dengan karyanya Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (cerpen, 1992)
serta beberapa cerpennya yang dimuat dalam Kompas pilihan tahun 1995 yang berjudul
"Laki-Laki yang Kawin dengan Peri", "Pistol Perdamaian" 1996, dan "Anjing-Anjing
Menyerbu Kuburan" 1997, (2) Hamid Jabbar dengan karyanya Super Hilang:
Segerobak Sajak (puisi, 1998), dan (3) Taufik Ikram Jamil yang berjudul Membaca
Hang Jebat (cerpen, 1998). Penerima penghargaan tahun 2000 ialah (1) Wisran Hadi
dengan karyanya Empat Sandiwara Orang Melayu (drama, 2000), (2) Acep Zamzam
Noor dengan karyanya Di Luar Kata (puisi, 1996), (3) S. N. Ratmana dengan karyanya
Asap Masih Mengepul (puisi, 1998).
Beberapa karya sastra serta pengarangnya yang mendapat hadiah tersebut, di antara
lainnya; Karya Trisnoyuwono (Pagar Kawat Berduri), Toha Mohtar (Daerah Tak
Bertuan); Pramoedya Ananta Toer (Orang-orang Baru dari Banten Selatan); dan Bur
Rasuanto (Mereka Akan Bangkit).
Pengarang dan karya yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama di antara lainnya; 1)
Danarto kumpulan cerpen Berhala tahun 1982; 2) Wildan Yatim Pergolakan; 3) Iwan
Simatupang Koong: Kisah tentang Seekor Perkutut; 4) Mochtar Lubis Harimau!
Harimau!; 5) W.S. Rendra Tentang Bermain Drama : Catatan Elementer bagi Calon
Pemain; 6) Ahmad Tohari Kubah; 7) Danarto Adam Ma’rifat; 8) Korrie Layun Rampan
Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, Manusia Langit
Beberapa karya serta para sastrawan yang dianugerahi The S.E.A Award
1. Iwan Simatupang, “Ziarah”, 1977
2. Putu Wijaya, “Telegram”, 1980
3. Y.B. Mangunwijaya, “Burung-Burung Manyar”, 1983
4. Budi Darma, “Olenka”, 1984
5. Umar Kayam, “Sri Sumarah dan Bawuk”, 1987
6. Sutardji Calzoum Bachri, “ Amuk”, 1979
7. Goenawan Mohamad, “Pariksit”, 1981
8. Abdul Hadi W.M. ,“Meditasi”, 1985
9. Danarto, 1988
10. Leila S. Chudori, “Laut Bercerita”, 2020
11. Eka Kurniawan, “O: Tentang Seekor Monyet yang ingin Menikah dengan Kaisar
Dangdut”, 2019
12. Nirwan Dewanto, “Satu Setengah Mata-Mata”, 2018
13. Yanusa Nugroho “Setubuh Seribu Mawar”, 2016
14. Joko Pinurbo, “Baju Bulan (kumpulan puisi)”, 2014
15. Oka Rusmini,” Tempurung (novel)”, 2002
16. W.S. Rendra, “Orang-Orang Rangkas Bitung “, 1996
17. Ahmad Tohari, “Bekisar Merah“, 1995
18. Taufiq Ismail “Tirani dan Benteng”, 1994
19. A.A. Navis, “Hujan Panas dan Kabut Musim”, 1992
20. Subagio Sastrowardoyo, “Simfoni Dua”, 1991
21. Arifin C. Noor, “Sumur Tanpa Dasar (Naskah Drama) “, 1990
22. Gerson Poyk, “Sang Guru”, 1989
8. Hadiah Ramcage
Hadiah Sastra Rancage adalah hadiah sastra yang diberikan Ajip Rosidi kepada para
sastrawan Sunda, Jawa, Bali dan sebagainya yang dianggap berjasa dalam
mengembangkan serta memperkenalkan sastra daerah kepada khalayak luas. Ajip
Rosidi sendiri ialah seorang sastrawan yang berasal dari Jatiwangi yang memiliki minat
besar terhadap perkembangan bahasa dan sastra Sunda. Ketika ia tinggal di Osaka dan
menjadi guru besar tamu di Universitas Bahasa Asing Osaka tahun 1981, ia prihatin
dengan nasib para sastrawan Sunda yang senantiasa berkarya dalam bahasa daerah
meskipun hanya mendapat honor yang sedikit. Padahal karya sastra Sunda tidak kalah
dengan sastra Indonesia yang juga menghasilkan karya sastra yang bermutu tinggi. Oleh
karena itu Ajip Rosidi ingin sedikit memberikan apresiasi serta pernghargaan terhadap
para sastrawan daerah yang berprestasi.
Hadiah Sastra Rancage (rancage yang berarti kreatif) dengan tetap diberikan setiap
tahun sejak tahun 1989. Setiap tanggal 31 Januari akan diumumkan para pemenang dan
beberapa bulan kedepan baru akan dilaksanakan upacara penyerahan hadiah. Ajip
Rosidi lah yang menentukan siapa yang berhak mendapat penghargaan serta menjadi
juri. Sejak tahun berikutnya penghargaan ini bukan hanya diberikan kepada karya sastra
Sunda terbaik, tetapi juga kepada pengarang yang dianggap berjasa besar terhadap
perkembangan sastra Sunda. Seiring berjalannya waktu Hadiah Sastra Rancage
dilembagakan ke dalam bentuk yayasan, menjadi Yayasan Kebudayaan Rancage.
Yayasan ini bertujuan untuk membina serta mengembangkan kehidupan kesusastraan,
kehidupan keseninan, dan kebudayaan daerah maupun nasional. Mulai tahun 1994
Hadiah Sastra Rancage juga memberikan penghargaan kepada para sastrawan bahasa
Jawa, dilanjut pada tahun 1998 juga diberikan kepada sastrawan Bali.
Berikut daftar beberapa karya sastra daerah serta pengarangnya yang menjadi pemenang
serta mendapat Hadiah Sastra Rancage dan Hadiah Samsudi:
(1) Tahun 1989 adalah Yus Rusyana untuk buku kumpulan cerpen Jajaten Ninggang
Papasten; (2) Tahun 1990 adalah Iskanwassid untuk kumpulan cerpen Halimun Peuting
'Kabut Malam', dan Sjarif Amin untuk jasa; (3) Tahun 1991 adalah R.A.F (Rahmatullah
Ading Affandi) untuk buku roman pendeknya Nu Kaul Ku Lagu Kaleon 'Yang Bernazar
dengan Lagu Kaleon', dan Ki Umbara untuk jasa; (4) Tahun 1992 adalah Yoseph
Iskandar untuk roman sejarahnya Tanjeur na Juritan Jaya di Buana, dan Muh Rustandi
Kartakusuma untuk jasa; (5) Tahun 1993 adalah Godi Suwarna untuk kumpulan
sajaknya Blues Kere Lauk 'Blues Selai Ikan', dan Kis.Ws. untuk jasa; (6) Tahun 1994
adalah pengarang Sunda Tatang Sumarsono untuk roman Demung Janggala 'Demung
Jenggala', Sayudi untuk jasa, pengarang Jawa adalah Naniek P.M untuk novel
Sumpahmu Sumpahku, dan H. Subagjo untuk jasa; (7) Tahun 1995 adalah Etti RS
(Sunda) untuk kumpulan sajak Maung Bayangan 'Harimau Terluka', Rusman
Sutiasumarga untuk jasa, sedangkan hadiah untuk karya tidak ada, dan H. Karkono
Partokusumo untuk jasa; (8) Tahun 1996 adalah Godi Suwarna (Sunda) untuk kumpulan
cerpen Serat Sarwasatwa, Satim Kadaryono (Jawa) untuk romannya Timbreng
'Mendung', dan Muryalela untuk jasa penulisan kritik sastra Jawa; (9) Tahun 1997
adalah Yoseph Iskandar (Sunda) untuk romannya Prabu Jaya Dewata dan Tri Tangtu
di Bumi 'Tiga Hukum di Dunia', Wahyu Wibisana untuk jasa, Djalmin K. (Jawa) untuk
Siter Gadhing 'Kecapi Gading', dan Tajib Ermadi untuk jasa; (10) Tahun 1998 adalah
Tjaraka (Sunda) untuk cerpen Awewe Dulang Tinande, R.A.F untuk jasa, Esmiet (Jawa)
untuk Nalika Langite Obah, Anjar Any untuk jasa, Made Sanggra (Bali) untuk
kumpulan sajak Kidung Republik, dan I Nyoman Manda untuk jasa.
Penghargaan ini adalah penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada kelompok,
individu, dan atau lembaga yang berperan dalam melestarikan serta memajukan bidang
bahasa, kesusastraan, cagar budaya, permuseuman, sejarah, tradisi, dan perfilman.
Kegiatan tahunan ini merupakan pemberian penghargaan kepada para tokoh yang telah
banyak berkontribusi secara nyata dalam bidang kebudayaan seperti budayawan,
seniman, sejarawan, kritikus/pengamat, antroplog, arkeolog, penggagas. Penghargaan
ini memiliki kategorisasi, kriteria, dan juga persyaratan.
Pemenang cerita pendek 1967 adalah Seribu Kunang-Kunang di Manhattan karya Umar
Kayam yang dimuat dalam Horison, No. 4, Tahun 1966, "Si Kakek dan Burung Dara"
karya M. Fudoli dalam Horison, No. 1, Tahun 1966, dan "Penjual Kapas" karya M.
Abnar Romli dalam Horison, No. 2, Tahun 1967. Hadiah Horison 1968 direbut oleh
"Rintrik" karya Danarto dalam Horison, No. 2, Th. 1968, Cerita pendek pujian adalah
"Larut Malam" karya Julius J. Sijaranamual dalam Horison, No. 7, Th. 1968 dan
"Sebelum yang Terakhir" karya Satyagraha Hoerip dalam Hon'son, No. 12, Th. 1968,
serta "Oleng Kemoleng" karya Gerson Poyk dalam Horison, No. 7, Th 1968. Hadiah
Horison 1966/1967 dalam bidang puisi diberikan kepada Subagio Sastrowardoyo
dengan puisinya "Dan Kematian Makin Akrab: Sebuah Rekwim" dalam Horison, No. 2,
Tahim II, Februari 1967 dan "Laut" karya Sanento Juliman dalam Horison, No. 12,
Tahun II, Desember 1967.
Hadiah Horison 1968 diberikan kepada W. S. Rendra atas puisinya "Nyanyian Angsa",
"Pesan Pencopet kepada Pacamya", "Bersatulah Pelacur-Pelacur Jakarta", dan
"Khotbah" dalam Horison, No. 1, Tahvm III, Januari 1968 dan "Madura" karya Abdul
Hadi W. M. dalam Horison, No. 8, Tahvm III, Agustus 1968. Hadiah Horison 1968
diberikan kepada Sanento Juliman dengan esainya "Dalam Bayangan Sang Pahlawan"
dalam Horison, No. 3, Tahvm III, Maret 1968.
Hadiah Horison 1966/1967 kategori ilustrasi diberikan kepada Djufri Tannisan sebagai
ilustrasi cerita pendek "Telefon" dalam Horison, No. 3, Tahvm III, Maret 1968. Pujian
dari redaksi diberikan kepada Sri Widodo, sebagai ilustrasi cerita pendek"Pada
Terangnya Bulan" dalamHorison, No. 6, Tahvm I, Juni 1966.
Hadiah Horison 1968 kategori ilustrasi diberikan kepada penggambar kulit dalam
Horison, No. 3, Tahun III, Maret 1968. Pujian dari redaksi jatuh pada ilutrator Djufri
Tannisan untuk cerita pendek "Sebelum yang Terakhir' dalam Horison, No. 12, Th. Ill,
Desember 1968. Hadiah Horison 1969 kategori cerita pendek jatuh pada cerita pendek
"Surau Baru" karya Wildan Yatim dalam Horison, Ensiklopedia Sastra Indonesia
Modem 119 No. 11, Tahun IV, November 1969. Hadiah kategori esai diberikan kepada
Goenawan Mohamad untuk esainya yang berjudul "Seks, Sastra, Kita" dalam Horison,
No. 10, Tahun IV, Oktober 1969.
AFTAR PUSTAKA
Astuti, Novi Fuji. 2020. Mengenal Jenis-Jenis Korupsi yang Sering Dilakukan,
Lengkap dengan Contohnya. 13 Maret 2021.
https://www.merdeka.com/jabar/mengenal -jenis-jenis-korupsi-yang-sering-
dilakukan-lengkap-dengan-contohnya-kln.html
Hadiyanto, Andi dkk. 2020. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Fikra Publika. 175.
Hasan, Khairuddin. 2019. Peran Pendidikan Islam terhadap Pencegahan Korupsi. At-
Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam 11(1).
Mulyono, Herri dan Nurhasanah Halim. 2015. Literasi Informasi dan Kritis: Urgensi,
Perspektif Islam, dan Integrasi dalam Kurikulum Pendidikan. Jurnal Tarbiyah
22(2): 316.
Muthi’ah, Alya dkk. 2020. Memilah Informasi Berdasarkan Nilai-Nilai Islam. Al-Afkar
(3)2: 105.
Salama, Nadiatus. 2015. Motif dan Proses Psikologis Korupsi. Jurnal Psikologi 41(2).
Setiadi, Wicipto. 2018. Korupsi di Indonesia (Penyebab, Hambatan dan Upaya
Pemberantasan, serta Regulasi. Jurnal Legislasi Indonesia 15(3).
Utomo, Teguh Prasetyo. 2020. Literasi Informasi di Era Digital dalam Perspektif Ajaran
Islam. Buletin Perpustakaan Universitas Islam Indonesia 3(1): 62.
https://repository.unja.ac.id/14938/4/BAB%20I.pdf
http://repositori.kemdikbud.go.id/3534/1/Sastrawan%20indonesia%20indonesian
%20writer.pdf
https://rumahpusbin.kemdikbud.go.id/penghargaan/penghargaan8_detail.php?
id=161
https://rumahpusbin.kemdikbud.go.id/penghargaan/penghargaan8.php