NIM : 1205030151
Kelas : 2D
Karya sastra tidak lepas dari perkembangan kultur sosial yang ada dalam
masyarakat. Sastra mencatatnya dalam bentuk prosa maupun puisi. Pertanyaan
sekarang adalah apakah masyarakat saat ini telah benar-benar vulgar? Ketika sastra
mencatat kehidupan dengan kevulgaran yang bagi mereka itu merupakan realita.
Demikianlah, sastra wangi yang kemudian muncul di dekade angkatan 2000 ini.
Sebagaimana internet menjadi revolusi media kedua setelah penemuan mesin cetak
Guttenberg dan ketiga setelah kehadiran televisi. Dan saat itulah munculnya sastra
cyber yang menjadi kekhasan terkait dengan keberadaan teknologi media.
Kesusastraan seperti dalam sebuah pentas terbuka dan luas. Para pemainnya
boleh berbuat dan melakukan apa saja namun ada suasana tertentu yang
mematangkannya. Angkatan 2000 adalah nama yang diberikan oleh Korrie Layun
Rampan. Ada sejumlah pengarang yang melahirkan wawasan estetik baru pada tahun
1990-an dan tokoh-tokoh Angkatan ini adalah
1) Afrisal Malna
2) Seno Gumira Ajidarma
3) Ayu Utami
Sastra wangi adalah istilah yang muncul pada sekitar awal tahun 2000-
an. Istilah ini memberi label pada karya sastra yang ditulis oleh penulis
perempuan muda, dengan tema yang dianggap tabu dan vulgar, seperti seks
dan tubuh. Sastra wangi bukan merupakan genre atau aliran dalam sastra.
Istilah ini sengaja diada-adakan dan dibuat-buat. Tercatat penulis-penulis
perempuan banyak yang mengumbar tentang seksualitas yang bagi Taufiq
Ismail sudah kelewat batas. Mencermati nama-nama pengarang yang terlibat di
dalamnya, kita tahu dari karya-karya Djenar Maesa Ayu lewat kumpulan
cerpennya Jangan Main-main dengan Kelaminmu dan novelnya Nayla, Ayu
Utami lewat Saman dan Larungnya yang belakangan dari karya tersebut ia
mendapat penghargaan dan sejumlah nama lainnya seperti Dinar Rahayu dalam
novelnya Ode untuk Leopold von Sacher Masoch, Ana Maryam dalam novelnya
Swastika, Ratih Kumala dalam novelnya Tabularasa dan Maya Wulan dalam
novelnya Swastika. Karya-karya tersebut terkesan mengumbar persoalan seks
dari segala sudut pandang dan alasan yang membuntutinya.
Sastrawan yang ada pada angkatan ini sangat mengalami banyak perkembagan
dari angkatan-angkatan sebelumnya. Dimulai dari tahun 2001 hingga sekarang.
6. 2005: Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata terbit. Novel ini dan
novel Ayat-ayat Cinta menjadi novel paling laris (best seller) dalam
sejarah penerbitan novel di Indonesia. Kedua novel ini juga
ditransformasi ke film.
8. 2007: Novel Kalatidha karya Seno Gumira Ajidarma terbit. Buku kumpulan
puisi Otobiografi karya Saut Situmorang terbit. Saut adalah salah satu
sastrawan yang menggerakkan sastra cyber, sastrawan Ode
Kampung, dan majalah Boemipoetra.
9. 2008: Buku-buku Pramoedya Ananta Toer yang dicetak ulang dan buku-
buku korban tragedi 1965 yang ingin meluruskan sejarah marak di
toko-toko buku, dan menjadi buku laris. Misalnya, Suara Perempuan
Korban Tragedi 65 karya Ita F. Nadia
Cerpen yang terkenal pada angkatan 2000
1) Eka Kurniawan dalam karya pertamanya, antologi cerpen Corat-Coret di Toilet
(2000), Cantik itu Luka (2002), Harimau (2004), antologi cerpen Cinta tak Ada
Mati (2005)
2) Teguh Winarsho (Bidadari BersayapBelati, 2002), Hudan Hidayat (Orang Sakit,
2001; Keluarga Gila, 2003) Maroeli Simbolon (Bara Negeri Dongeng, 2002; Cinta
Tai Kucing, 2003), Satmoko Budi Santoso (Jangan Membunuh di Hari Sabtu,
2003), Mustofa W Hasyim (Api Meliuk di Atas Batu Apung, 2004), Kurnia Effendi
(Senapan Cinta, 2004; Bercinta di Bawah Bulan, 2004), Moh. Wan Anwar
(Sepasang Maut, 2004), Yusrizal KW (Kembali ke Pangkal Jalan, 2004), Isbedy
Stiawan (Perempuan Sunyi, 2004; Dawai Kembali Berdenting, 2004), Triyanto
Triwikromo (Anak-Anak Mengasah Pisau, 2003), Damhuri Muhammad (Laras,
Tubuhku bukan Milikku, 2005).
3) Cerpenis wanita yang muncul dalam lima tahun terakhir ini, juga tidak dapat
diabaikan kontribusinya. Selain Linda Christanty, masih ada deretan cerpenis
wanita yang sebenarnya lebih kuat dan matang. Oka Rusmini (Sagra, 2002),
Djenar Maesa Ayu (Mereka Bilang Saya Monyet, 2002; Jangan Main-Main
(dengan Kelaminmu, 2004), Maya Wulan (Membaca Perempuanku, 2002),
Intan Paramadhita (Sihir Perempuan, 2005), Nukila Amal (Laluba, 2005), Weka
Gunawan (Merpati di Trafalgar Square, 2004), Labibah Zain (Addicted to
Weblog: Kisah Perempuan Maya, 2005), Ucu Agustin (Kanakar, 2005), Evi
Idawati (Malam Perkawinan, 2005). Mereka berpeluang mengikuti jejak
seniornya, Nh Dini, Titis Basino, Leila S. Chudori, Ratna Indrswari Ibrahim atau
Abidah el-Khalieqy.