Anda di halaman 1dari 8

NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER:

ANALISIS HEGEMONI *)
(A Novel Gadis Pantai by Pramoedya Ananta Toer: an Hegemony Analysis)

Oleh/By:
Moh. Muzakka Mussaif
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro
Jalan Prof. Soedharto, S.H., Tembalang, Semarang 50269
Telepon 024-76480619; Faksimile 024-7463144
Pos-el: muzakkamoh@yahoo.co.id
*) Diterima: 24 Januari 2017, Disetujui: 11 Maret 2017

ABSTRAK
Karya sastra merupakan sarana pengarang untuk menawarkan beragam ideologi kepada pembacanya.
Melalui karya sastra, pengarang dapat memengaruhi pandangan hidup dan atau ideologi pembaca.
Melalui konflik antartokoh yang dibangun dalam struktur karya sastra, pengarang dapat memperjuangkan
ideologi yang dianutnya. Artikel ini bermaksud untuk mengungkap pertarungan ideologi dalam novel
Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dengan menggunakan analisis hegemoni Gramsci. Hasil
analisis menunjukkan bahwa novel Gadis Pantai menawarkan tiga ideologi yakni ideologi feodalisme
(yang menguasai), ideologi primitif kultural pesisiran (yang dikuasai), dan ideologi realisme sosialis
(yang diperjuangkan). Dalam novel itu kedua budaya kontras dipandang sebagai budaya yang kurang
baik maka budaya realisme sosialislah yang paling ideal.
Kata kunci: ideologi, pesisir, priyayi, hegemoni, realisme sosialis.

ABSTRACT
A literary work used by author in offering some ideologies to the readers. Through this literary work,
especially the conflict between characters, an author can influence reader’s view and ideology. This
article tends to explore ideology contention of the novel Gadis Pantai by Pramoedya Ananta Toer used
Gramsci hegemony analysis. The result of this analysis is novel Gadis Pantai offers three ideologies:
feudalism, coast cultural primitive, and socialist realism. In this novel, the two contrast cultures viewed
as a quiet enough culture so that the ideal culture is socialist realism.
Keywords: ideology, coast, gentry, hegemony, socialist realism.

PENDAHULUAN
Novel Gadis Pantai karya Pramoedya bahwa novel itu dapat terbit atas jasa
Ananta Toer adalah novel buntung atau Australia National University (ANU) di
novel yang tidak selesai (unfinished). Canberra yang mendokumentasikannya.
Novel tersebut merupakan bagian Melalui Sawitri P. Scharer, mahasiswi
pertama dari novel trilogi Pramoedya yang menulis tesis tentang seputar
berbentuk buku yang bagian kedua kepengarangan Pramoedya di tengah
dan ketiganya telah raib diambil oleh golak budaya dan penguasa, draf novel ini
penguasa waktu itu (Orde Baru). pun akhirnya sampai ke pengarangnya.
Dalam pengantar buku yang berjudul Setelah dikoreksi Arina Ananta Toer,
“Dari Lentera Dipantara” disebutkan novel tersebut dapat diterbitkan dan

1 Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Hegemoni (Moh. Muzakka Mussaif) 1
disebarluaskan oleh penerbit Lentera inspirasi.co/forum/post/3652/
Dipantara Jakarta (2003). kritik_sastra_gadis_pantainya_
pramoedya_ananta_toer).
Mussaif dalam tulisannya yang
berjudul “Pandangan Pramoedya Ananta
Selain itu, ditemukan pula tulisan
Toer Terhadap Priyayi-Santri” (2014)
Siminto yang dimuat dalam Jurnal Studi
mengemukakan bahwa novel (roman)
Agama dan Masyarakat, volume 5/2008
Gadis Pantai itu, sekalipun merupakan
yang berjudul “Novel Gadis Pantai
novel buntung, sangat populer dalam
Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis
khazanah sastra dunia. Novel tersebut
Struktural Levi-Strauss”. Di samping
diterjemahkan dalam beberapa bahasa
tulisan itu, ditemukan pula tulisan lain
asing dan diterbitkan di luar negeri. Anita
seperti tulisan Supriadi dalam Jurnal
Puspitasari dalam tulisan pendek yang
Humaniora volume 17/2005 yang
berjudul “Gadis Pantainya Pramudya
berjudul “Novel Gadis Pantai Karya
Ananta Toer” (2014) menjelaskan
Pramoedya Ananta Toer: Analisis
sejarah perkembangan teks novel Gadis
Berdasarkan Androgini”, Skripsi Nisya
Pantai sebagai berikut.
Nurhanifah dari Fakultas Ilmu Budaya
Novel karya Pram ini pernah Universitas Padjajaran yang berjudul
diterbitkan oleh Lentera pada tahun “Representasi Unsur Religi dalam Novel
1962 dalam edisi bersambung, pada Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta
tahun 1987 diterbitkan oleh Hasta Toer: Sebuah Kajian Sosiologi Sastra
Mitra, pada tahun 1989 diterbitkan dengan Penekanan Teori Sosiologi
oleh Unieboek dan De Geus dengan Agama Clifford Geertz)”, dan masih
judul Meisje Van het Strand dalam
ada beberapa tulisan lainnya. Terkait
edisi Belanda, pada tahun 1990
dengan novel itu pula Mussaif (2014)
Manus Amici menerbitkannya
dengan judul Meisje Van het Strand dalam makalahnya yang dimuat dalam
dalam edisi Belanda, dilanjutkan Prosiding Seminar Internasional PIBSI
oleh Select Book pada tahun 1991 XXXVI “Membangun Citra Indonesia
dengan judul The Girl From The di Mata Internasional Melalui Bahasa
Coast dalam edisi Inggris, empat dan Sastra Indonesia” mengkaji dari
tahun kemudian yakni pada tahun perspektif sosiologi sastra, khususnya
1995 Horlemann menerbitkannya pandangan subjektif pengarang terhadap
dengan judul Die Braut des Bendoro, dunia santri-priyayi (dalam KBBI,
pada tahun 1996 diterbitkan oleh kata priyayi merupakan bentuk tidak
Bastei Lubbe dengan judul Die baku dari priayi). Dalam makalah itu,
Braut des Bendoro, pada tahun 2001
Mussaif mengatakan bahwa Pramoedya
diterbitkan kembali oleh Destino
Ananta Toer dalam novel itu seakan
dengan judul La Joven de la Costa,
pada tahun 2002 diterbitkan secara “berteriak” dan mengkritik tajam
bersamaan oleh La Magrama (La masyarakat santri-priyayi dengan nada
Noia de la costa), Hyperion (The Girl sinis. Selain itu, Mussaif menjelaskan
from The Coast), Quetzal Editores (A bahwa pengarang memandang dunia
Ravariga de Java), RBA Libros (La priyayi-santri itu sangat feodalis.
Joven de la Costa), dan pada tahun Meskipun pengarang menyebutkan
2004 diterbitkan oleh Amber dengan banyak indikator kekurangan dan
judul Dziewczynaz Wybrzeza (http:// kelemahan dunia priyayi-santri,

2 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—8


Mussaif mengelompokkan pandangan juga dapat ditelusuri apakah kemunculan
pengarang itu menjadi tiga bagian, yaitu ideologi yang diperjuangkan pengarang
(1) antikesetaraan kelas dan gender, itu disebabkan oleh ideologi residual
(2) otoriter dan antidemokrasi, dan (3) yang pernah berlaku di masyarakat
religiusitas semu dan hipokrit. ataukah karena faktor-faktor luar lain
Terkait dengan tulisan Mussaif yang memengaruhinya. Terkait itulah,
itulah, penulis mengkaji lebih dalam dalam mengkaji novel Gadis Pantai
novel Gadis Pantai dengan pendekatan ini penulis menggunakan pendekatan
hegemoni. Hal ini sangat penting untuk hegemoni Gramsci dan atau pendekatan
diteliti karena gagasan dan pandangan hegemoni Gramscian (pengikut
pengarang dalam karya sastra itu sangat Gramsci).
terkait dengan ideologi yang diikuti Karya sastra merupakan sebuah
dan diyakininya. Melalui karya sastra, dunia gagasan yang ditulis oleh
pengarang memperjuangkan ideologi pengarang yang hidup dalam suatu
yang dianutnya melalui konflik-konflik zaman dan tempat. Sebagai pribadi
antartokoh dalam struktur cerita. sosial yang kompleks, secara otomatis
Pramoedya Ananta Toer adalah gagasan yang diekspresikan dalam
sastrawan Indonesia yang sangat bentuk karya itu sangat dipengaruhi
konsisten dengan ideologi yang oleh ideologi yang diikuti dan atau
dianutnya, yaitu realisme sosialis. diyakininya. Di samping itu, gagasan
Dengan kekonsistensiannya itulah ia pengarang yang dituang dalam karya
menjadi pengarang yang kontroversial, itu lebih merupakan reaksi dan atau
yakni selalu melawan ideologi dominan, respon pengarang terhadap persoalan
ideologi yang berkuasa di masyarakat masyarakat yang melingkunginya.
dan negara. Karena memperjuangkan Gramsci menganggap bahwa dunia
ideologi yang dianutnya, ia sering gagasan, kebudayaan, superstruktur
dipenjara sejak era rezim Bung Karno tidak hanya sebagai refleksi atau ekspresi
sampai rezim Soeharto. Meskipun dari struktur kelas (infrastruktur) yang
waktunya banyak dihabiskan di penjara, bersifat material, tetapi menjadi salah
ia tetap produktif menulis novel dan satu kekuatan material itu sendiri.
menerbitkannya. Meskipun novel- Dalam kedudukannya sebagai kekuatan
novelnya dinyatakan sebagai bacaan material, dunia gagasan (ideologi)
terlarang pada era Soeharto, novel- berfungsi mengorganisasikan manusia
novelnya malah banyak diterbitkan di di dunia ini untuk bergerak dan
luar negeri dan diterjemahkan dalam beraktivitas (Gramsci dalam Faruk,
beberapa bahasa asing. 1994:61—62). Dalam bekerja konsep
Pertarungan ideologi yang sangat hegemoni ini sangat halus, yakni melalui
menarik dalam karya sastra itu perlu konsensus-konsensus bukan dengan cara
dikaji secara mendalam dengan pemaksaan. Dengan kata lain, konsep
pendekatan hegemoni sebab dari kajian hegemoni bekerja atas dasar tawar-
itu dapat diidentifikasi ideologi-ideologi menawar dunia gagasan atau ideologi.
apa yang diperjuangkan pengarang Senada dengan Gramsci,
untuk melawan ideologi dominan yang Raymond William menegaskan bahwa
berkuasa. Selanjutnya, dari kajian itu hegemoni merupakan suatu proses,

Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Hegemoni (Moh. Muzakka Mussaif) 3
bukan suatu bentuk dominasi yang dalam novel tersebut tidak dilakukan
ada secara pasif, melainkan sesuatu wawancara dengan pengarang maupun
yang harus terus menerus diperbarui, pembaca, tetapi hanya digunakan teknik
diciptakan kembali, dipertahankan, dan simak dan catat.
dimodifikasi. William menyebutkan Berkenaan dengan hal itu, metode
bahwa ideologi dalam sastra (budaya) pengumpulan data dalam penelitian
dapat dikategorikan menjadi tiga, ini adalah studi pustaka, yaitu
yaitu ideologi dominan yakni ideologi mengumpulkan data primer dan sekunder
yang berkuasa; ideologi bangkit yakni yang terkait dengan pertarungan
ideolog yang diperjuangkan pengarang; ideologi dalam karya sastra. Data primer
dan ideologi residual atau endapan diperoleh dari objek materialnya yaitu
yakni ideologi yang pernah ada sebelum novel Gadis Pantai karya Pramoedya
dikuasai ideologi dominan (William Ananta Toer, sedangkan data sekunder
dalam Faruk, 1994:78—79).
diperoleh dari sumber kepustakaan lain
Konflik yang terjadi dalam karya yang membicarakan objek material.
sastra lebih merupakan penawaran
Setelah data-data terkumpul,
ideologi baru yang diperjuangkan
data-data tersebut dianalisis dengan
pengarang untuk menyerang ideologi
cermat menggunakan pendekatan
hegemonik yang dominan. Penawaran
sosiologi sastra yaitu pendekatan yang
ideologi yang diperjuangkan pengarang
memandang karya sastra mempunyai
itu sering kali dilatarbelakangi oleh
hubungan erat dengan masyarakat
benturan ideologi residual dengan
ideologi hegemonik yang berkuasa. (Wellek dan Warren, 1990; Faruk, 1995;
Bertolak dari pemikiran tersebut, Ratna, 2004; Damono, 2010). Karena
tulisan ini mencoba mendeskripsikan karya sastra ditulis oleh pengarang yang
pertarungan ideologi yang muncul juga anggota masyarakat, apa yang
dalam Novel Gadis Pantai. ditulis pun tidak sekadar mengangkat
persoalan masyarakat. Akan tetapi,
Objek material penelitian ini adalah
hal itu merupakan solusi ideal yang
novel Pramoedya Ananta Toer yang
ditawarkan pengarang terhadap
berjudul Gadis Pantai, dengan objek
persoalan masyarakat dari sudut
formalnya adalah pertarungan ideologi
pandang pribadinya. Bahkan bisa jadi,
dalam novel tersebut. Adapun perspektif
kajiannya bertolak pada pendekatan hal itu merupakan pandangan kritisnya
sosiologi sastra, yaitu pendekatan yang terhadap persoalan-persoalan yang
menitikberatkan hubungan karya sastra terjadi dalam masyarakat.
dengan nilai-nilai sosial yang berlaku Terkait dengan pengkajian aspek
pada pengarang dan pembaca (Damono, pertarungan ideologi dalam novel Gadis
2010 bdk. Faruk, 1995). Karena Pantai itulah penulis menggunakan
penelitian ini hanya fokus pada karya perspektif hegemoni Gramscian.
sastra, yaitu novel Gadis Pantai dan tidak Sebab, perspektif ini memandang
melakukan penelitian langsung terhadap bahwa karya sastra adalah alat untuk
pengarang dan pembaca, penelitian ini mengampanyekan ideologi yang
tergolong penelitian kepustakaan. Dalam diyakini, diidealkan, dan diperjuangkan
mengungkap pertarungan ideologi pengarang. Dari kajian hegemoni ini

4 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—8


dapat diungkap ideologi apa yang interpersonal tidak nyaman. Kondisi
diperjuangkan Pramoedya Ananta Toer semacam itu mengakibatkan benturan
untuk melawan ideologi dominan yang antarbudaya. Karena budaya priyayi
menghegemoninya. lebih berkuasa atas budaya masyarakat
pesisir, pelaku budaya pesisir mencoba
mengikuti kultur priyayi. Semakin
HASIL DAN PEMBAHASAN kultur pesisir bergerak mengikuti kultur
priyayi, kultur itu menjadi kehilangan
Berdasarkan teori hegemoni Gramscian, jati dirinya. Sebaliknya, ketika kultur
konflik yang dibangun Pramoedya priyayi makin kuat, kultur itu makin
Ananta Toer dalam novel Gadis Pantai mendominasi hubungan antarkultur
bertolak pada pertarungan tiga ideologi, tersebut. Karena terjadi kontak budaya
yaitu ideologi primitif (residual) yakni yang menguasai dan dikuasai itulah,
kulturalisme (kebudayaan pesisiran terjadilah pertarungan antarbudaya.
dan budaya keraton), ideologi dominan
(yang berkuasa) yakni ideologi priyayi
santri (feodalisme), dan ideologi bangkit Ideologi Dominan: Feodalisme
(yang diperjuangkan) yakni ideologi
Ideologi dominan (yang berkuasa) dalam
realisme sosialis. Dalam tulisan ini,
novel Gadis Pantai adalah feodalisme.
penulis mendeskripsikan ketiga ideologi
Ideologi itu disuarakan dan diperankan
dan pertarungannya dalam novel Gadis
oleh seorang penguasa Kadipaten
Pantai.
Rembang yang disebut dan dipanggil
Bendoro. Ia berkuasa atas “Kraton”
Ideologi Primitif: Kulturalisme dan wilayah kerjanya. Menurut, tata
Ideologi primitif atau residual yang aturan sistem kerajaan (monarchi
muncul dalam novel Gadis Pantai absolut) yang berlaku, seorang raja
adalah ideologi kulturalisme, yakni (baca: priyayi/pemimpin), terlebih
ideologi yang telah berlangsung lama yang menjadi kepala wilayah (misalnya
dan bersifat turun temurun. Karena adipati/bupati), harus berwibawa di
tokoh Gadis Pantai hidup di kalangan hadapan masyarakat yang dipimpinnya.
masyarakat pesisir, ideologi kultural Ia harus mempunyai berbagai kelebihan
yang berlaku cenderung egaliter, dari seluruh anggota masyarakat yang
transparan, menggunakan bahasa yang dipimpinnya. Kelebihan itu sekurang-
cenderung kasar, dan suka bergotong kurangnya adalah kelebihan intelegensi
royong. Di sisi lain, kultur yang berlaku (berilmu/pendidikan tinggi), kelebihan
pada tokoh Bendoro sangat berbeda. Ia manajerial (sosial), kelebihan spiritual
terlahir dari golongan priyayi-santri. (laku), serta kelebihan raga (kanuragan).
Ideologi primitif yang mendasarinya Terkait dengan masalah kelebihan
yakni feodalisme, individualisme, dan pemimpin atas rakyatnya itu adalah
elitis dengan penggunaan bahasa yang keniscayaan. Dengan kelebihan atas
halus sebagaimana yang berlaku dalam rakyatnya, pemimpin merasa berkuasa
kultur keraton. atas rakyatnya sehingga berubahlah
Ideologi primitif kultural yang hubungan pemimpin dengan rakyatnya
berbeda itulah menjadikan hubungan menjadi hubungan antara yang pandai

Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Hegemoni (Moh. Muzakka Mussaif) 5
dan yang bodoh, yang tinggi dan yang yang menganut paham feodalisme dan
rendah, yang khusus dan yang awam, otoriarianisme. Tokoh itu ditampilkan
yang kaya dan yang miskin, yang priyayi sebagai tokoh yang harus dipuja
dan yang abdi, serta yang berkuasa dan dan disanjung serta harus diikuti
yang dikuasai. Hal itulah yang secara kemauannya. Dalam hal manajerial pun
kultural dan genealogis menumbuhkan sosok priyayi itu digambarkan sangat
paham feodalisme dan otoritarianisme otoriter. Kebijakan atau keputusan yang
dalam sistem kenegaraan (kerajaan). dikeluarkannya atas siapa pun yang
Dalam novel Gadis Pantai, dikuasainya, termasuk kepada Gadis
Pramoedya Ananta Toer secara lugas Pantai yang dijadikan “garwa ampil”
mendeskripsikan paham feodalisme harus dilaksanakan dan tidak boleh
dan otoritarianisme sebagai paham dilanggar.
yang dominan (yang berkuasa) dalam
sistem pemerintahan (raja/priyayi) di Ideologi Bangkit: Realisme Sosialis
Jawa. Melalui tokoh priyayi (Bendoro)
yang pandai, alim, kaya, dan berkuasa Ideologi yang diperjuangkan (bangkit)
itulah, Pramoedya menunjukkan bahwa dalam novel Gadis Pantai ini adalah
priyayi itu ditampilkan sebagai sosok ideologi realisme sosial. Secara
yang “angker” dan sangat berkuasa atas umum, realisme sosialis menginginkan
rakyatnya. Sosok tersebut menempati keharmonisan antara kenyataan dan
kelas sosial yang tinggi sebagaimana ide. Kenyataan harus dinyatakan apa
posisi raja dengan hambanya atau adanya, menurut proposisi aslinya. Ide
juragan dengan buruhnya. harus disandarkan pada konteks kondisi
objektif. Hal yang paling prinsip dari
Posisi yang demikian tinggi ini,
semuanya adalah semangat ideologi
menjadi kian kuat dan dominan ketika
terhadap perjuangan kelas bagi kaum
sosok priyayi tersebut ditampilkan
tertindas.
dengan balutan kekuatan spiritual
keagamaan. Pramoedya melengkapi Dalam upaya membangkitkan
sosok priyayi itu dengan karakter seorang ideologi realisme sosialis, Pramoedya
santri yang agamis, yakni berilmu dan Ananta Toer menyuarakannya lewat
beramal agama Islam dengan baik. tokoh marginal, anak nelayan miskin,
Priyayi itu digambarkan sebagai sosok tidak terpelajar dan atau terdidik, yaitu
yang rajin salat, berkhalwat, mengaji, Gadis Pantai. Gadis yang ditampilkan
gemar bersedekah, mengajar ilmu dalam novel itu awalnya gadis kecil belia
agama, bahkan disebutkan sudah dua yang masih polos dan kekanak-kanakan.
kali naik haji. Sosok priyayi yang santri Setelah disunting dan dinikahi seorang
itu digambarkan semakin lengkap Bendoro yang belum pernah dilihat dan
kekuasaannya atas rakyat, para pegawai dikenalnya (karena dalam pernikahan
“keraton”, dan para pekerja di rumah itu ia diwakili sebilah keris), ia pun
dan perusahaannya. akhirnya diantar keluarga dan kepala
kampungnya ke “istana” Bendoro di
Penampilan sosok priyayi yang
Rembang.
dibalut santri yang agamis itu di dalam
novel tersebut selalu ditampilkan Setibanya di lingkungan “istana”,
sebagai tokoh antagonis, yakni tokoh Gadis Pantai seakan terasing dengan

6 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—8


aturan dan sistem tata krama yang pembunuhan terhadapnya, dengan
berlaku di dunia priyayi-santri. Ia tidak kecerdasannya Gadis Pantai dengan
bisa langsung bertemu dengan suaminya bantuan beberapa nelayan dapat
(Bendoro), tetapi harus dididik dan melawannya dengan rekayasa sehingga
didandani dahulu oleh seorang pembantu. mata-mata dan utusan yang mestinya
Ia harus belajar tata berbusana, tata membunuhnya, malah justru terbunuh
krama, cara berbicara, cara makan- dengan rekayasa perampokan bajak laut.
minum, dan hal-hal kecil lain ala Begitu juga ketika ia diceraikan tanpa
priyayi yang belum pernah ia dapatkan alasan yang realistis oleh Bendoro karena
di kampungnya. Ia tidak boleh bergaul sudah melahirkan anak perempuan. Ia
dan berbicara dengan siapa pun karena pun melawan ketika diperintahkan harus
ia sudah menjadi istri (mas nganten) segera pergi dari rumah Bendoro dan
bagi Bendoro serta harus menghamba dilarang kembali ke rumah itu. Melihat
kepadanya. Dalam kondisi demikian, kondisi ini, ia semakin menentang
ia merasa sangat terkekang dan sangat perintah Bendoro, terlebih ketika ia harus
terbatas dalam berkomunikasi kepada berpisah selamanya dengan anaknya.
siapa pun, terlebih kepada suaminya. Meskipun Gadis Pantai belum berhasil
Ia juga tidak boleh berkomunikasi melawan feodalisme dan otoritarianisme,
dengan para abdi dalem, pembantu, dan perjuangannya merupakan tanda bangkit
karyawan lain. Yang sangat ia herankan dan ditawarkannnya paham realisme
adalah ke mana pun suaminya pergi ia sosialis oleh sang pengarang.
tidak tahu karena tidak sopan bertanya Dalam novel Gadis Pantai terlihat
tentangnya. Menghadapi persoalan yang bahwa ideologi feodalisme, priyayi
sangat mengekangnya itu, Gadis Pantai santri yang menghegemoni masyarakat
sadar terhadap posisi dan gendernya. Ia ditampilkan sangat tidak baik. Ideologi
sadar bahwa meskipun sebagai wanita itu ditampilkan sebagai ideologi yang
utama (mas nganten) dari seorang otokratis, antikesetaraan kelas dan
Bendoro, ia tidak lebih hanya seorang gender, serta tidak religius. Dalam
sahaya yang harus selalu melayani menampilkan budaya pesisir, novel
majikannya. Begitu juga dalam persoalan ini juga mendeskripsikannya kurang
harta-benda, keluarga, pengambilan baik, yakni diidentikkan dengan
keputusan, dan persoalan seks, ia harus kemiskinan, kebodohan, dan pasrah
mengikuti keinginan Bendoro. Gadis kepada nasib (nrima ing pandum).
Pantai menganggap dunia priyayi bias, Karena kedua ideologi kulturalisme
tidak adil, dan memandang rendah tersebut dideskripsikan sebagai ideologi
rakyat jelata. Melihat ketimpangan ini, yang kurang baik, novel Gadis Pantai
Gadis Pantai memberontak melawan mengusung ideologi yang ideal bagi
ketidakadilan dan ketidaksetaraan oleh masyarakat luas, yakni ideologi realisme
kaum priyayi yang feodalis dan otokratis sosialis.
itu.
Ketika Bendoro terpaksa
mengizinkan Gadis Pantai pulang SIMPULAN
dengan pengawasan Mardinah (kerabat Dari analisis hegemoni Gramscian
Bendoro) dan merencanakan rekayasa terhadap novel Gadis Pantai karya

Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Hegemoni (Moh. Muzakka Mussaif) 7
Pramoedya Ananta Toer, dapat Toer, Pramoedya Ananta. 2011. Gadis
disimpulkan bahwa novel itu Pantai. (cetakan ke-7). Jakarta:
mengungkapkan tiga ideologi yang Lentera Dipantara.
kontras, yakni ideologi primitif Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori,
(residual) yakni ideologi kultural yang Metode, dan Teknik Penelitian
dikuasai (budaya pesisiran), ideologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
dominan yang mengusai (budaya priyayi Pelajar.
santri), dan ideologi yang diperjuangkan
Siminto. 2008. “Novel Gadis Pantai
(realisme sosialis). Karena kedua
Karya Pramoedya Ananta Toer:
budaya (masyarakat pesisir dan santri
Analisis Struktural Levi-Straus”.
priyayi) dalam novel ini digambarkan
Dalam Jurnal Studi Agama dan
sebagai budaya yang tidak ideal,
Masyarakat. Vol. 5, No.1. Juni
pengarang menawarkan ideologi
2008.
yang terbaik yakni ideologi realisme
sosialis. Menurut pengarang, realisme Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990.
sosialis itu mengusung kesetaraan kelas Teori Kesusastraan. Diindonesiakan
dan menolak paham feodalisme dan oleh Melani Budianta. Jakarta:
otoritarianisme. Gramedia.

DAFTAR PUSTAKA
Faruk H.T. 1994. Sosiologi Sastra
Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Manshur, Faiz. 2002. “Realisme Sosialis
2” diunduh dari https://faizmanshur.
wordpress. com/2002/06/22/
realisme-sosialis-2/.
Mussaif, Moh. Muzakka. 1998. “Kuli
Kontrak” Karya Mochtar Lubis:
Analisis Hegemoni”. Dalam Jurnal
Kajian Sastra. Vol. XX/1998.
_______. 2014. “Pandangan Pramoedya
Ananta Toer Terhadap Priyayi
Santri: Kajian Sosiologi Sastra
terhadap Novel Gadis Pantai”.
Dalam Prosiding Seminar
Internasional PIBSI XXXVI
“Membangun Citra Indonesia
di Mata Internasional melalui
Bahasa dan Sastra Indonesia”
diselenggarakan oleh Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta.

8 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—8

Anda mungkin juga menyukai