Anda di halaman 1dari 15

ccc 


 

Berdasarkan hasil studi literatur muncul informasi bahwa sebagian besar

peneliti memandang bahwa aspek ekonomi memiliki kekuatan yang besar untuk

mendorong kepatuhan atau ketidakpatuhan nelayan terhadap regulasi perikanan,

disamping faktor moral, sosial dan legitimasi. Bab ini menyajikan kerangka

pemikiran penelitian dari sudut pandang ilmu ekonomi untuk menjelaskan

mengapa nelayan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat

tangkap terlarang. Bagian awal menampilkan kerangka pemikiran dasar,

sedangkan bagian kedua menampilkan pengembangannya. Pengembangan

tersebut dilakukan oleh Sumaila dan Keith (2006) dari kerangka dasar yang

dibangun oleh Charles et al.(1999) dengan menambahkan faktor moral dan sosial

dalam menjelaskan kepatuhan nelayan terhadap regulasi perikanan. Kerangka

pemikiran tersebut berguna untuk menggali hipotesa mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi nelayan untuk menggunakan atau tidak menggunakan alat tangkap

destruktif di Kabupaten Indramayu. Penyederhanaan dari kerangka pemikiran

tersebut disajikan pada bagian terakhir.

  c   

Charles et al.(1999) telah menyajikan kerangka kerja ekonomi R 

RR. Kerangka tersebut dikembangkan dari kerangka dasar Kuperan dan

Sutinen (1998) yang menjadi  


 dalam awal studi mengenai ekonomi

R  RR atau model pencegahan. Secara umum mereka membangun

kerangka kerja ekonomi produksi nelayan di bawah regulasi input dan output

yang bekerja secara terpisah. Mereka menggunakan dua bentuk fungsi : umum
v1


(  ) dan khusus (  RR ). Fungsi tersebut mencakup fungsi produksi, biaya,

peluang tertangkapnya nelayan atas R  RR dan besarnya denda atas

tindakan R  RR. Melalui kerangka kerja tersebut Charles et al.(1999) dapat

menjelaskan : (1) kondisi ekonomi yang mendorong nelayan untuk melakukan

R  RR, (2) respon nelayan terhadap upaya penegakan yang dilakukan oleh

pengelola perikanan, (v) target tingkat konservasi sumberdaya ikan, dan (4) upaya

penegakan yang diperlukan untuk mencapai target tingkat konservasi tersebut.

Keempat macam penjelasan tersebut dibedakan menurut dua macam regulasi :

input dan output. Regulasi input fokus dengan bagaimana meredam input

destruktif dalam usaha perikanan. Sedangkan regulasi output fokus dengan

bagaimana meredam hasil tangkapan nelayan agar tidak melebihi kuota yang

ditetapkan.

Dalam bentuk model yang spesifik, Charles et al.,(1999) menggunakan

asumsi bahwa fungsi produksi nelayan memiliki bentuk linear dan separabel.

Ekspresinya disajikan pada persamaan (v.1) :

h = q x B + qRxRB ................................ ................................ .............. (v.1)

dimana :
h = Hasil tangkapan ikan
q = Koefisien kemampuan tangkap
x = Beragam jenis input perikanan
B = Ketersediaan biomassa ikan
l = Legal
i = Terlarang (R  )

Input perikanan dan biomassa ikan bersifat variabel, sedangkan koefisien

kemampuan tangkap merupakan sebuah konstanta.

Berawal dari bentuk fungsi produksi tersebut, berikutnya diasumsikan

bahwa biaya penangkapan ikan terdiri dari biaya untuk pengadaan input  dan
v2


terlarang, serta ditambah dengan biaya tindakan penghindaran aturan. Komponen

biaya tindakan penghindaran tersebut muncul sebagai konsekuensi dari tindakan

R  RR. Dimana dalam mengoperasikan input terlarang, nelayan harus

menyusun upaya agar terhindar dari kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh

pengelola perikanan. Tindakan ini dianggap akan menimbulkan biaya tambahan

bagi nelayan.

Dalam kerangka kerja dasar ini, Charles et al.(1999) menggunakan fungsi

biaya dengan bentuk linear-kuadratik. Ekspresinya disajikan pada persamaan

(v.2) :

C = c x 2 + cRxR2 + cA2 ................................ ................................ ...... (v.2)

dimana :
  = Total biaya variabel
A = Tindakan penghindaran terhadap regulasi
 cl = Biaya per unit penggunaan input legal
ci = Biaya per unit input terlarang
cA = Biaya per unit tindakan penghindaran

Dalam bentuk linear-kuadratik, fungsi biaya tersebut merefleksikan biaya marjinal

yang timbul sebagai akibat dari penggunaan input.

Selanjutnya, untuk mengantisipasi kegiatan R  RR, diasumsikan

pengelola perikanan telah menyusun upaya penegakan regulasi perikanan, .

Karena itu nelayan akan menghadapi peluang untuk tertangkap ( ) dan

dihukum ( R ) bila melakukan R  RR, à, sebagai konsekuensi dari

adanya upaya penegakan tersebut. Di bawah regulasi input perikanan, peluang

tersebut diekspresikan pada persamaan (v.v) :

à = àc(xR, E, A) ................................ ................................ ................. (v.v)

dimana :
‰àå‰xR
0, ‰àå‰Ec
0, ‰àå‰A < 0, dan à 0 bila xR = 0
vv


Persamaan (v.v) menunjukkan peluang tertangkapnya nelayan di bawah

regulasi alat tangap. Peluang tersebut diasumsikan sebagai fungsi dari

seperangkat input terlarang, ‰i, upaya penegakan regulasi input perikanan, , dan

tindakan penghindaran terhadap regulasi oleh nelayan, . Upaya pengendalian

input perikanan dapat meningkatkan peluang nelayan untuk tertangkap dan

dihukum, ‰àå‰xR
0 dan ‰àå‰Ec
0. Sebaliknya, peluang tersebut akan menurun

bila nelayan melakukan tindakan penghindaran, ‰àå‰A < 0.

Dalam hal penghukuman terhadap R  RR, berikutnya diasumsikan

bahwa bila nelayan tertangkap melakukan R   RR, maka mereka akan

terkena denda (R). Karena itu, dalam proses pengambilan keputusan untuk

melakukan R  RR, nelayan akan mempertimbangkan perkiraan nilai denda

(‰       R). Besaran tentatif perkiraan denda dalam kasus regulasi

alat tangkap disajikan pada persamaan (v.4) :

àFc = A    ................................ ................................ .............. (v.4)

dimana :
F = Besaran denda atas tindakan R  RR.


A    merupakan faktor yang dapat mengurangi peluang tertangkapnya

nelayan oleh upaya penegakan regulasi. Dimana Ê merupakan sebuah konstanta

yang di  hingga satu. Simbol tersebut diterjemahkan Charles et al.(1999)

sebagai tingkat efektifitas tindakan penghindaran nelayan, sedangkan notasi ‰R

jadi diartikan sebagai perkiraan denda per unit R  RR bila nelayan tidak

melakukan penghindaran,  = 0.

Berikutnya diasumsikan bahwa nelayan memiliki tujuan untuk

memaksimisasi keuntungan dari usaha perikanan, ›‘ Di bawah regulasi input,

ekspresi masalah ekonomi nelayan tersebut disajikan pada persamaan (v.5) :


v4


'       [pq Bx + pqR BxR ± c x 2 ± cRxR2 ± cA2 ±(1 - Ê A)ExR ; ....... (v.5)

Notasi pada persamaan tersebut menunjukkan harga per unit ikan. Keuntungan

tersebut merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Melalui

penjelasan sebelumnya, keuntungan tersebut merupakan komposisi dari

persamaan (v.1), (v.2) dan (v.4). Peubah keputusan bagi nelayan adalah input

 , ‰ , bundel input R  , ‰R, dan tindakan penghindaran, .

Turunan persamaan (v.5) dengan tanggap terhadap tiga macam peubah

keputusan tadi disajikan pada persamaan (v.6) :

‰›å‰x = pq B ± 2c x = 0, atau pq B = 2c x ................................ ........ (v.6a)

‰›å‰xR = pqR B ± 2cR xR ± (1 - ÊA)Ec = 0, atau pqR B ± (1 - ÊA)E = 2cRxR ... (v.6b)

‰›å‰A = 2cA ± ÊExi = 0, atau 2c A = ÊExR ................................ ....... (v.6c)

Sisi kiri persamaan (v.6a) dan (v.6b) merupakan nilai penerimaan produk marjinal

 dan terlarang. Perbedaannya, dalam pengambilan keputusan untuk

mengalokasikan input terlarang, perkiraan dena menjadi faktor pengurang

terhadap penerimaan produk marjinalnya, yang besarannya meningkat seiring

dengan tingkat penegakan regulasi input, , dan menurun terhadap tindakan

nelayan untuk mengindari aturan, . Tindakan penghindaran tersebut proporsional

terhadap tingkat seperangkat input terlarang dan upaya penegakan regulasi input.

Tindakan tersebut akan meningkat seiring dengan tingkat efektifitasnya, Ê, dan

menurun seiring dengan perubahan biayanya, .

Pemecahan persamaan (v.6) secara simultan dengan menggunakan

 
    akan menghasilkan tingkat peubah keputusan yang optimal, baik

 maupun terlarang. Hasilnya disajikan pada persamaan (v.7) :

x = pq Bå2c ................................ ................................ ...................... (v.7a)


v5


A
A 

xR = ................................ ................................ ........... (v.7b)
A 

  

A A 

A= ................................ ................................ ........... (v.7c)
A 

  

Terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi terkait tiga macam peubah

keputusan tersebut agar secara ekonomi memiliki makna. „ 


, pembagi pada

persamaan (v.7b) dan (v.7c) harus positif. , pembilang pada persamaan

(v.7b) dan (v.7c) harus positif untuk menjamin nilai input yang positif. R,

pemecahan persamaan (v.7c) harus memenuhi syarat logis dimana   Ê > 0.

Kondisi solusi interior maksimum tersebut disajikan pada persamaan (v.8) 1:

E < (4cicAåÊ2)1å2 ................................ ................................ .................. (v.8a)

E < pqi B ................................ ................................ ............................ (v.8b)

E < (cAåÊ2)(4ciåpqi B) ................................ ................................ .......... (v.8c)

Mengacu pada persamaan (v.8), R  RR, yaitu ‰R > 0, akan terjadi

hanya jika upaya penegakan tidak terlalu tinggi untuk meredam insentif atas

tindakan tersebut. Kemudian, parameter Êð menunjukkan bahwa R  RR

akan terjadi meski tingkat penegakan regulasinya tinggi, dan bila biaya atas

tindakan penghindaran terhadap regulasi tersebut tinggi, danåatau jika tindakan

tersebut secara relatif tidak efektif.

1
Berikut disajikan bagaimana kondisi (v.8) diturunkan. „ 
, mengacu pada
denominator persamaan (v.7b) dan (v.7c), kondisi yang diperlukan agar denominator
tersebut positif adalah : E I2Ê2 = 4cicA EI2 = 4cicAåÊ2 c  Ê!" !. , mengacu
pada nominator persamaan (v.7b), kondisi yang diperlukan agar nominator tersebut positif
adalah : 2cA pq iB ± 2cAEI = 0 2cA pqiB = 2cAEI c  #$%. R, kondisi yang
diperlukan adalah (1 - ÊA) > 0. Hasilnya diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan
(v.7c) ke dalam faktor tersebut.
A  A 
    A 
    A 
 
(1 - ÊÂ A  
  
)
 >0 (1 - Â A  
  
)
 >0 Â
A  
  
<1
MA  A     < 4cicA - Ê2EI2 pqiB ± E I < (4cicAåÊ2E I) ± EI PqiB < (4cicAåÊ2EI )
2 !
Ê E I < (4cicAåpqiB) c Ê " #$%".
v6


Dalam model dasar ini, keputusan nelayan untuk menggunakan alat

tangkap terlarang dapat ditelusuri secara logis dari persamaan (v.7b). Melalui

persamaan tersebut, ketidakpatuhan nelayan yang diwujudkan dengan

mengalokasikan input terlarang secara potensial dipengaruhi oleh peubah harga,

upaya penegakan, biaya pengadaan input R  dan biaya penghindaran sebagai

konsekuensinya. Tingginya harga dapat diprediksi memiliki potensi untuk

mengurangi kepatuhan nelayan terhadap regulasi alat tangkap. Kemudian,

semakin tinggi upaya penegakan dan tingginya biaya input R  serta biaya

penghindaran berpotensi untuk mendorong kepatuhan nelayan terhadap regulasi

tersebut.

Peubah upaya penegakan secara konseptual nampak abstrak. Para peneliti

sebelumnya memandang bahwa upaya penegakan tersebut merupakan bagian dari

aspek legitimasi. Secara empiris Kuperan dan Sutinen (1998) serta Eggert dan

Lokina (2008) memproksinya dengan beberapa peubah 

 yang digali dari

informasi nelayan, yaitu penilaian nelayan terhadap efektivitas tindakan

pemerintah dalam menegakan regulasi perikanan, penilaian terhadap konsistensi

pemerintah dalam menegakan regulasi tersebut, dan persentase nelayan lainnya

yang dipandang nelayan tidak dapat terdeteksi oleh pemerintah.

 ! 
& c   

Mengacu pada Becker (1968), Kuperan dan Sutinen (1998), dan Charles at

al.(1999), Sumaila dan Keith (2006) secara eksplisit menganggap bahwa

pertimbangan nelayan untuk melakukan kegiatan terlarang atau tidak tergantung

pada pertimbangan sebagai berikut :

1. Manfaat dari kegiatan terlarang,


v7


2. Peluang tindakan terlarang akan diketahui,

v. Denda yang yang harus dikeluarkan nelayan bila tertangkap,

4. Biaya atas tindakan penghindaran, dan

5. Derajat moral dan tekanan sosial nelayan;

Argumentasi logis mengenai efek pertimbangan pertama hingga keempat telah

dijelaskan secara konseptual dalam model dasar yang dikembangkan oleh

Charles et al.(1999).

Untuk mengabstraksi perilaku nelayan dalam merespon regulasi perikanan,

diasumsikan bahwa keputusan untuk terlibat atau tidak dalam kegiatan perikanan

terlarang tergantung pada potensi manfaat bersih (NB) dari kegiatan tersebut yang

dimoderasi oleh pertimbangan moral dan pendirian sosial. Fungsi NB disajikan

pada persamaan (v.9) :

NB = f[h(A, xR, x), ș(xR, A, R), F, m(xR), s(xR); ................................ ...... (v.9)

dimana :
NBh>0; NBș<0; NBF<0; NBm<0, dan NBs<0.

dimana  adalah hasil tangkapan dari perikanan terlarang oleh nelayan tertentu; ‰R

menunjukkan input perikanan terlarang; ‰ adalah biomassa ikan yang tersedia; 

menunjukkan tingkat kegiatan penghindaran yang ditentukan nelayan;  adalah

aturan perikanan;  adalah peluang tertangkap; adalah denda yang dihadapi

pelanggar ketika tertangkap;


menunjukkan pendirian moral individu yang

diasumsikan berhubungan terbalik terhadap input perikanan terlarang; dan 

menunjukkan pendirian sosial dalam masyarakat. Peubah tersebut tergantung juga

secara terbalik pada derajat perikanan terlarang yang dilakukan oleh nelayan.

Supaya lebih spesifik, persamaan (v.9) dapat ditulis kembali seperti

disajikan pada persamaan (v.10) :


v8


NB = [ph(A, xR, x) ± T(xR, A); ± ș(xR, A, R)F ± m(xR) ± s(xR) ............... (v.10)

dimana :
p = Harga ikan per unit yang ditangkap

Kemudian diasumsikan bahwa ‰ > 0, xR > 0;  < 0. 


pertama dan kedua

pada sisi kanan persamaan secara berurutan menunjukkan penerimaan total dan

biaya total perikanan terlarang. Simbol (xR , ) menunjukkan biaya total

perikanan terlarang. Pada 


ketiga sisi kanan diasumsikan bahwa xR > 0;  <

0;  > 0, dan peluang nelayan untuk tertangkap dan dihukum bila ditemukan

melakukan penangkapan ikan secara terlarang berada pada besaran 0 ”  ” 1.

Simbol menunjukkan denda yang bisa dikenakan kepada pelanggar, dan untuk

mencapai harapan denda total yang harus dibayar oleh pelanggar, maka peluang

tertangkap harus dikalikan dengan denda.

Selanjutnya diasumsikan bahwa tujuan nelayan adalah memaksimisasi

manfaat potensial dari perikanan terlarang yang dimoderasi oleh pertimbangan

moral dan sosial. Jika nelayan memilih untuk tidak melakukan penangkapan ikan

dengan cara terlarang, maka NB dalam persamaan (v.10) sama dengan nol. Hal

inilah yang diharapkan oleh setiap pengelola perikanan. Akan tapi, jika nelayan

memilih untuk melakukan penangkapan ikan secara terlarang, dalam situasi

dimana tidak ada peraturan, maka peluang nelayan untuk tertangkap sama dengan

nol. Dalam situasi ini akan ada sedikit tindakan kegiatan penghindaran, dan

karenanya (xR, ) direduksi menjadi (xR ), dan (, xR , ‰) direduksi menjadi (xR ,

!). Kondisi turunan pertama ketika tidak ada penegakan aturan disajikan pada

persamaan (v.11) :

phxR = TxR + mxR + sxR ................................ ................................ ........... (v.11)


v9


Persamaan (v.1v) menampilkan sebuah solusi optimum yang menjelaskan bahwa

nelayan yang melakukan penangkapan secara terlarang akan memilih tingkat

kegiatan terlarang dalam keadaan dimana penerimaan marjinal dari kegiatan

terlarang sama dengan biaya marjinal dari kegiatan terlarang itu. Persamaan (v.11)

menjelaskan bahwa bagi nelayan yang patuh (-R  ),


xR dan xR akan

cukup tinggi bagi mereka untuk mengimbangi penerimaan marjinal dari

penangkapan ikan secara terlarang.

Jika nelayan melakukan penangkapan secara terlarang, dan pada pihak lain

terdapat upaya penegakkan regulasi, yang ditunjukkan oleh  > 0, > 0, dan

dengan implikasi A > 0, maka kondisi optimalitas dapat dikaji dari persamaan

(v.12) :

phxR = șxRF + TxRmxR + sxR ................................ ................................ (v.12a)

-șAF = TA - phA ................................ ................................ .............. (v.12b)

Persamaan (v.12a) menyatakan bahwa dalam kondisi optimum, nelayan

akan memilih tingkat penangkapan R  ketika penerimaan marjinal sama

dengan jumlah biaya marjinal akibat penangkapan R  dengan potensi denda

marjinal bila tertangkap. Persamaan (v.12b) menyatakan bahwa manfaat marjinal

bagi nelayan ketika melakukan tindakan penghindaran harus sama dengan biaya

marjinaldari tindakan penghindaran tersebut, , yang ditambah dengan kerugian

marjinal akibat kegiatan penghindaran tersebut, . Dengan perkataan lain,

nelayan akan menimbang resiko tertangkap dan didenda, xR , resiko kehilangan

moral,
xR , dan social, xR , ketika memutuskan untuk melakukan penangkapan ikan

secara R  .
40


Berdasarkan model konseptual tersebut, ditunjukkan bahwa faktor moral

dan pendirian sosial memiliki potensi untuk mendorong dan meredam kepatuhan

nelayan terhadap regulasi alat tangkap. Kuperan dan Sutinen (1998) serta Eggert

dan Lokina (2008) memproksi faktor sosial dan moral dengan beberapa peubah



, seperti keterlibatan nelayan dalam pembuatan regulasi perikanan,

penilaian nelayan terhadap sisi keadilan regulasi, persentase nelayan yang terlihat

melanggar regulasi, dan sikap sesama nelayan terhadap pelanggaran regulasi

perikanan.

  '()
(*

Kerangka kerja ekonomi R  RR merupakan piranti deduktif untuk

menjelaskan masalah ketidakpatuhan nelayan terhadap aturan alat tangkap di

Kabupaten Indramayu. Kerangka kerja tersebut dapat disederhanakan lagi

penjelasannya melalui bagan seperti ditampilkan pada Gambar v. Pada gambar

tersebut diilustrasikan bahwa pilihan nelayan terhadap alat tangkap legal dan

terlarang, secara konseptual, tergantung pada tiga pertimbangan. Pertimbangan

tersebut terdiri dari perbandingan harapan keuntungan bersih dari alat tangkap

legal dan terlarang, tekanan atau ancaman sosial dari nelayan lain, dan

pertimbangan moral nelayan.

Apabila harapan keuntungan bersih dari alat tangkap legal lebih tinggi dari

alat tangkap terlarang, maka nelayan akan cenderung memutuskan untuk

menggunakan alat tangkap legal. Kondisi sebaliknya, berpotensi mendorong

nelayan untuk menggunakan alat tangkap terlarang. Potensi tersebut tergantung

pada tiga pertimbangan lainnya : tekanan sosial dari masyarakat nelayan lain,
41


pertimbangan moral serta resiko pidana dan denda bila tertangkap menggunakan

alat tangkap terlarang.

Peraturan Alat Tangkap

Pertimbangan
Legal Terlarang
Ekonomi

Keuntungan
Biaya Penerimaan
Kotor

Bahan Bakar Potensi


Produksi

Konsumsi ABK Harga Ikan

Reparasi
Skema Bagi Hasil

Es dan Garam

Keuntungan Bersih
Penyusutan

Retribusi
Penegakan dan Pengawasan
Ekonomi
Keluarga

Pilihan Alat Peluang


Tekanan Sosial
Tangkap Tertangkap

Pertimbangan Resiko Pidana


Moral dan Denda

Gambar 2. Abstraksi Pertimbangan Nelayan atas Alat Tangkap Legal dan


Terlarang
42


Di luar ketiga pertimbangan tersebut terdapat satu pertimbangan yang

ditemukan secara empiris, yaitu kondisi ekonomi rumahtangga nelayan. Secara

empiris, tekanan sosial tersebut dapat berupa konflik horizontal antar nelayan dan

menurunnya status sosial nelayan pengguna alat tangkap terlarang. Pertimbangan

moral adalah penilaian nelayan terhadap baik buruknya keputusan menggunakan

alat tangkap terlarang.

Apabila nelayan memperhitungkan ketiga pertimbangan tersebut, dan

dianggapnya akan merugikan usahanya ke depan, maka mereka akan cenderung

menghindari penggunaan alat tangkap terlarang, dengan asumsi kondisi ekonomi

rumahtangganya cukup baik, dalam pengertian kebutuhan keluarganya sudah

cukup terpenuhi. Namun, apabila mereka tidak sedikitpun memperhitungkan

ketiga pertimbangan tadi, kemudian peluang tertangkapnya sangat rendah, dan

kebutuhan rumahtangganya belum cukup terpenuhi, maka mereka akan terdorong

untuk menggunakan alat tangkap terlarang. Intensitas peluang tertangkap nelayan

ketika menggunakan alat tangkap terlarang sangat tergantung pada efektivitas

lembaga penegak hukum yang tersedia. Semakin efektif lembaga penegak

hukumnya, semakin besar peluang nelayan pengguna alat tangkap terlarang untuk

ditangkap.

Harapan keuntungan kotor muncul setelah ada perhitungan biaya dan

penerimaan dari setiap jenis alat tangkap. Penggunaan alat tangkap legal dan

terlarang, masing-masing memiliki konsekuensi biaya dan penerimaan. Biaya

penangkapan ikan secara umum terdiri dari biaya tetap dan variabel. Biaya

variabel sekurang-kurangnya mencakup kebutuhan bahan bakar, es dan garam,

konsumsi Anak Buah Kapal (ABK), reparasi kapal dan alat tangkap, penyusutan
4v


dan retribusi. Sementara itu, penerimaan dari setiap alat tangkap tergantung dari

kemampuan produksi dan harga ikan. Setiap jenis alat tangkap memiliki

kemampuan produksi yang berbeda-beda. Nelayan mungkin mengetahuinya dari

pengalaman sendiri atau dari pengalaman nelayan lain.

Harapan keuntungan bersih akan muncul setelah memperhitungkan

proporsi bagi hasil antara nelayan pemilik dengan ABK. Persentase bagi hasil

antara nelayan ABK dengan pemilik kapal atau perahu merupakan kelembagaan

ekonomi nelayan yang secara empiris sudah melekat dalam ekonomi nelayan.

Persentase bagi hasil merupakan sebuah konstanta, dan bila dimasukan ke dalam

persamaan v.12, maka tidak akan mengubah proposisi dari solusi model

matematik tersebut. Proporsi bagi hasil mungkin bisa bervariasi antar nelayan.

Proporsi bagi hasil yang lebih besar bagi nelayan pemilik secara linear akan

memberikan keuntungan bersih yang lebih besar bagi nelayan pemilik. Dimana

nelayan pemilik menempati posisi penting dalam pengambilan keputusan untuk

memilih jenis alat tangkap.


44


III. KERANGKA KONSEPTUAL ................................ ................................ ............... v0

v.1. Kerangka Kerja Dasar Ekonomi c   RR v0

v.2. Pengembangan Kerangka Kerja Ekonomi Illegal Fishing ................................ .. v6

v.v. Kerangka dan Alur Penelitian ................................ ................................ ........... 40

Gambar 2. Kerangka Pemilihan Nelayan atas Alat Tangkap Legal dan Terlarang.......... 41

Anda mungkin juga menyukai