Anda di halaman 1dari 10

Legenda dan mitos mengenai anoa

Oleh:Abdul Haris Mustari


Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB
Kampus IPB Dramaga, Bogor (haris.anoa@yahoo.com)

Kalau di Sumatera ada harimau sumatera Panthera tigris sumatrae dan beruang madu Helarctos
malayanus, di Kalimantan ada macan dahan Neofelis nebulosa, serta di Jawa ada macan tutul Panthera
pardus, maka di Sulawesi ada anoa yang disegani. Anoa dikenal sebagai satwa penghuni hutan sejati.
Satwa ini telah menjadi flagship spesies konservasi di Sulawesi dan menjadi duta untuk pulau di kawasan
Bio-region Wallace itu. Mendengar nama anoa, segera ingatan tertuju pada pulau di kawasan timur
Indonesia, Sulawesi.

Anoa menjadi maskot fauna Propvinsi Sulawesi Tenggara dan Pemprov serta masyarakatnya
dengan bangga menyebut daerah mereka sebagai Bumi Anoa. Dan untuk memperkuat legitimasi dan
klaim itu, logo daerah ini menggunakan kepala dan tanduk anoa, bahkan di setiap baju pegawai Pemda,
terdapat logo kepala anoa. Sigkatnya anoa menjadi simbol dan inspirasi mereka, semoga hal ini dapat
diwujudkan juga dalam aktivitas nyata melestarikan anoa.

Di Sulawesi Tengah pun demikian, di Km Nol di Palu terdapat Tugu dengan mosaik anoa
menandakan identitas diri dan keinginan kuat menjadikan anoa sebagai simbol atau emblem mereka.

Anoa dengan sifat-sifatnya yang berani, ksatria, petarung sejati, pantang menyerah sering
diasosiasikan dengan sifat-sifat orang Sulawesi dan mereka bangga dengan sifat-sifat mulia itu. Anoa
tidak pernah bertarung sistem keroyokan; mereka bertarung satu lawan satu dan pertarungan akan
berakhir setelah salah satu dari mereka terluka parah bahkan tidak jarang sampai hembusan napas
terakhir.

Anoa memilki ingatan yang tajam, tidak jarang satwa ini menunggui berjam-jam di bawah pohon
ketika seseorang yang dianggap mengganggunya memanjat pohon menyelamatkan diri dari serangan
anoa. Ini berkaitan dengan harga diri dan rasa percaya diri yang tinggi pada satwa ini. Keberanian anoa
terpancar dari sorot matanya yang sangat tajam, bening berkaca-kaca. Para pemburu malam hari sering
menemukan ketika lampu sorot mengenai mata anoa, terpancar warna biru agak kemerahan dari mata
satwa yang dikenal pemberani ini, berbeda halnya dengan sorotan mata rusa dan babi hutan yang biasa
juga diburu di Sulawesi. Dari sorot matanya saja ketika terkena lampu sorot, pemburu yang
berpengalaman sudah tahu satwa yang ada di depannya itu sebelum melihat sosok satwanya yang utuh,
itu pasti anoa. Dan ketika itu si pemburu manapun pasti sudah mengmabil ancang-ancang ekstra, tahu
satwa itu bukan satwa sembarang, si pemberani dari Sulawesi, dialah anoa.

Namun demikian, anoa ternyata lebih dikenal nama daripada satwanya itu sendiri. Hanya sedikit
orang yang pernah melihat langsung anoa di habitatnya, yaitu mereka yang berdomisili di sekitar hutan
dimana mereka masuk hutan mengambil kayu, rotan atau hasil hutan lainnya secara kebetulan bertemu
anoa. Anoa sangat pemalu dan sensitif akan kehadiran manusia terutama karena ketajaman indera
penciumannya sehingga anoa lebih sering menghindar dari pertemuan dengan manusia. Anoa sangat
sensitif terutama bau manusia dan apabila mencium sesuatu yang asing, anoa akan segera menghindar
dari tempat itu.

Tidak jarang kita


menemukan feses atau air seni anoa yang masih sangat baru di hutan, namun satwanya sudah beberapa
ratus meter lati meninggalkan tempat itu

Seorang yang ingin melihat langsung anoa sebaiknya tahu perilaku dan habitat kesukaan anoa,
sabar berhari hari tinggal di hutan, mengendap dan mengintip anoa, berjalan perlahan, menggunakan
pakaian berwarna samar dengan lingkungan hutan agar bisa melakukan kamuflase dengan baik, tidak
merokok serta tidak menggunakan parfum atau bahan kimia tertentu seperti sunblock karena akan tercium
anoa. Dan ketika melakukan pengintaian, seseorang harus menempatkan diri di bawah angin dari posisi
anoa, sehingga bau tidak tercium oleh satwa ini.

Anoa ditakuti karena dikenal ‘ganas dan buas’. Hampir semua orang yang pernah penulis ajak
bicara mengenai anoa meyakinkan bahwa anoa termasuk binatang ganas, buas dan sangat berbahaya
karena tanduknya sangat tajam sehingga sering melukai bahkan membunuh orang. Akan tetapi kisah
mengenai keganasan anoa seringkali dibesar besarkan karena satwa apapun tidak akan menyerang apabila
tidak dalam keadaan terdesak.

Sejak tahun 1994 sampai sekarang tercatat lebih lima puluh kali penulis bertemu langsung anoa di
habitat aslinya. Bahkan pernah mendekatinya sampai jarak kurang dari lima meter di hutan Tanjung
Amolengo, ketika itu penulis berada di bawah angin dan sedikit terlindung sehinga anoa muda itu tidak
merasa terganggu. Kesan yang saya peroleh bahwa anoa bintang yang sangat tenang ketika tidak merasa
terancam.

Di beberapa desa di pinggir hutan di lingkungan etnis Tolaki, anoa dipercayai sebagai tunggangan
jin. Dikisahkan bahwa jin bertengger di ujung tanduk yang tajam itu dan akan melukai siapa saja yang
dijumpainya. Orang Tolaki sangat menghargai anoa.

Ketika menanduk, anoa memiliki ketepatan yang sangat tinggi. Beberapa orang yang pernah
melihat langsung anoa dan sering masuk hutan meriwayatkan bahwa anoa berlatih menanduk pada batang
dan buah tumbuhan onena Donax cunnaeformis, ukurannya kecil bulat, warna hijau, seperti kelereng.
Batang tumbuhan ini sebesar jari tangan, bulat dan licin sehingga sulit di tanduk demikian pula buahnya.
Sang induk anoa melatih anak menanduk batang dan buah tumbuhan itu, dan kalau si anak berhasil
membelahnya berarti sudah lulus dan mulai saat itu perlahan anak disapih oleh induknya.
Kemampuannya menanduk dan membelah buah onena yang kecil, keras dan licin pertanda bahwa si anak
sudah mahir mempertahankan diri karena memiliki ketepatan dalam menanduk lawannya.
Seorang kawan penulis pernah melihat seorang lelaki tua ditanduk oleh anoa betina yang sedang
memiliki anak di pinggir sungai dekat danau Poso, Sulawesi Tengah. Ketika sedang mengganas
menanduk, tubuh orang tua itu tidak sempat menyentuh tanah, ditanduk dan ditadah lagi dipermainkan
oleh anoa, sampai akhirnya si oarng tua malang itu mengembuskan nafas terakhir. Orang-orang yang
kebetulan ada di situ hanya bisa menonton karena tidak mampu menolong, takut juga ditanduk, mereka
mendekat ketika semuanya sudah terlambat, orang itu meninggal dunia.

Di Desa Amolengo di pantai selatan Sulawesi Tenggara, beberapa penduduk desa pernah
mengalami dikejar atau ditanduk oleh anoa ketika waktu itu anoa sering melintas kampung. Saat ini anoa
sudah jarang dijumpai melintas kampung Amolengo yang terletak diantara SM Tanjung Amolengo dan
SM Tanjung Peropa.

Namun sekali bahwa cerita mengenai keganasan anoa selalu dibesar-besarkan, anoa pada dasarnya
selalu menghindar kontak langsung dengan manusia, kecuali dalam keadaan terpaksa, anoa dengan naluri
liarnya harus membela diri. Selagi anoa bisa melarikan diri anoa akan menghindar.

Anoa biasa ditangkap untuk dimakan dagingnya, diambil kulitnya dan disimpan tanduknya sebagai
trophy. Seorang penduduk yang bermukim di dekat hutan Amolengo di bagian Selatan Kendari dikenal
sebagai pawang anoa menceritakan

bahwa sejak masih muda hingga dia berumur sekitar 60 an tahun telah menangkap ratusan ekor anoa. Dan
ini mungkin betul karena ketika larangan berburu satwa dilindungi ini belum intensif dilakukan oleh
pihak berwenang, daging anoa biasa dihidangkan dalam pesta pesta perkawinan di kampung pinggiran
hutan layaknya daging sapi atau kerbau.

Anoa diburu dan ditangkap menggunakan tombak, jerat kaki atau dengan bantuan anjing buru.
Selain itu beberapa pemilik kebun di dekat hutan memasang bambu runcing, panjang setengah meter di
bagian dalam kebun dan ditaman condong ke luar dimana anoa atau rusa yang meloncat masuk kebun
karena tertarik tanaman jagung dan palawija lainnya dapat terbunuh tertusuk bambu runcing di bagian
perutnya. Sangat mengerikan, dan anoa yang tertangkap dengan cara ini pasti merasakan sakit luar biasa.

Mereka yang pernah mengkonsumsi daging anoa dengan sangat bersemangat menceritakan bahwa
cita rasa daging anoa mirip daging kerbau, agak berbau rumput atau daun segar yang diremas, warnanya
lebih merah dan seratnya agak kasar. Bahwa daging anoa berwarna lebih merah kemungkinan disebabkan
oleh jenis tumbuhan makanan anoa yang lebih bervariasi di hutan daripada jenis makanan kerbau dan
satwa peliharaan lainnya yang terbatas jumlah jenisnya karena hanya mengkonsumsi hijauan di
lingkungan budidaya manusia.

Setelah menyantap daging anoa ‘badan terasa hangat dan berkeringat dan dapat menyembuhkan
berbagai jenis penyakit’ kesan mereka yang biasa makan daging anoa. Akan tetapi tidak dijelaskan jenis
penyakit apa yang bisa disembuhkan dengan makan daging anoa. Ini hanya sughesti. Secara umum
masyarakat sebenarnya lebih menyukai daging sapi atau rusa, karena seratnya lebih halus serta aroma
daging tidak tajam seperti bau daun atau rumput pada daging anoa.
Selain daging, tanduk anoa juga dikatakan memiliki khasiat tertentu. Ketika ditangkap kemudian
tubuhnya dipotong menjadi beberapa bagian, tanduk diambil bersama dengan tengkoraknya. Agar tidak
membusuk, tengkorak plus tanduk diawetkan secara tradional, caranya diberi garam lalu disimpan di atas
tungku beberapa hari atau beberapa minggu agar sisa daging yang masih melekat mengering. Tanduk
anoa diambil untuk berbagai keperluan seperti untuk hiasan, obat tradisional dan untuk senjata tajam.

Di Tanah Toraja, pesta adat kematian dilakukan secara besar-besaran, mewah dilihat dari jumlah
hewan, dalam hal ini kerbau yang dikorbankan. Jumlah ini dapat mencapai seratus ekor bahkan lebih
untuk menghormati arwah seorang bangsawan atau orang yang sangat dihormati dalam adat Toraja.
Penyembelihan kerbau yang jumlahnya mencapai angka seratus atau lebih belumlah dianggap sempurna
apabila belum disertai penyembelihan anoa, karena anoa dianggap sebagai satwa yang istimewa, harus
ada untuk melengkapi jumlah kerbau yang fantastis jumlahnya itu. Harganya pun sangat tinggi untuk
keperluan ini, dapat mencapai Rp 5 juta bahkan lebih karena itu dianggap sebagai simbolik pelengkap
jumlah jerbau yang banyak itu.

Tanduk anoa lurus, tajam, panjangnya mencapai 35 cm untuk anoa dataran rendah dan 25 cm
untuk anoa gunung. Tanduk anoa disukai sebagai hiasan karena bentuknya khas dan merupakan satwa
langka khas Sulawesi. Tanduk anoa sebagai pajangan di ruang tamu biasa dijumpai di rumah penduduk
kota, sedangkan penduduk desa yang mengetahui bahwa anoa adalah satwa dilindungi tidak memasang
tanduk anoa di ruang tamu. Tanduk anoa juga biasa dipasang pada pahatan kayu jati lalu dipernis
menyerupai kepala anoa sebenarnya, ada telinga, hidung dan matanya dibuat dari kelereng.

Tanduk anoa juga biasa digunakan oleh petani untuk menghindari serangan hama di ladang mereka
seperti hama babi hutan, tikus dan wereng. Caranya, tanduk anoa dikerik dan hasil kerikan berupa serbuk
tanduk yang terdiri dari zat khitin dibakar di dekat kebun. Asap yang timbul dari pembakaran serbuk ini
memiliki aroma khas dan petani percaya bahwa asap ini dapat mengusir hama dari ladang mereka.

Serbuk kerikan tanduk biasa juga digunakan untuk mengobati ternak yang sakit. Caranya kerikan
tanduk anoa dimasukkan ke dalam air minum ternak, diaduk lalu diminumkan kepada ternak yang sakit.
Bukan hanya untuk ternak akan tetapi juga untuk manusia caranya ramuan serbuk tanduk dimasukkan ke
air minum dan diberikan kepada anak yang sakit perut. Ramuan ini mereka percayai dapat
menyembuhkan sakit perut si anak.

Selain digunakan untuk ramuan obat tradisional, tanduk anoa juga dipakai sebagai senjata tajam.
Seorang tokoh masyarakat di dekat hutan Amolengo menceritakan bahwa apabila sedang melakukan
ronda malam di kampung, dia lebih suka membawa tanduk anoa sebagai senjata untuk bela diri karena dia
percaya bahwa senjata tajam dari besi masih dapat ditaklukkan oleh ilmu tertentu, sedangkan tanduk anoa
tidak mengenal ilmu kebal.

Ada beberapa penduduk di sekitar hutan Amolengo yang percaya bahwa ada ‘kerajaan anoa’ di
hutan tersebut. Salah seorang sesepuh kampung menuturkan kepada penulis bahwa ketika anoa masih
banyak, ada satu ekor anoa putih yang merupakan pemimpin dari semua anoa yang ada di hutan
Amolengo dan hutan di sekitarnya.

Ini mungkin hanya cerita rakyat. Anoa dataran rendah berwarna hitam kecoklatan dan anoa gunung
berwarna lebih cerah, yaitu coklat kemerahan. Pada anoa dataran rendah kadang ada garis putih melintang
di bagian bawah leher berbentuk bulan sabit dan kebetulan warna putih ini yang dilihat orang tua tersebut.
Bisa juga yang dilihat adalah anoa yang baru berkubang dan lumpur yang menempel di tubuhnya
mengering dan berubah warna menjadi putih keabuan sehingga berkesan seperti warna putih. Dalam
keadaan setengah takut melihat anoa biasa saja warna abu abu dikatakan warna putih.

Sebagai kesimpulan, anoa memiliki legenda dan mitos tersendiri dalam kehidupan masyarakat,
khususnya mereka yang bermukim di sekitar hutan. Adanya legenda dan mitos tersebut disebabkan
karena anoa termasuk satwa langka, dianggap ganas dan buas dan telah menghuni daratan Sulawesi jauh
sebelum manusia pertama menginjakkan kaki di pulau ini. Beberapa khasiat daging dan tanduk anoa
seperti yang dikemukakan di atas lebih banyak bersifat sugesti, sulit dibuktikan secara ilmiah. Yang jelas
cerita tersebut ada di masyarakat

Kharakteristik Habitat Anoa


Abdul Haris Mustari
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan IPB, Kampus IPB Dramaga, Bogor.Email:haris.anoa@yahoo.com

Anoa sangat peka akan gangguan manusia. Gangguan yang sedikit saja terhadap

habitatnya menyebabkan satwa ini menghindar mencari tempat yang lebih aman. Karena itu
anoa mendiami habitat yang jauh dari pemukiman dan aktivitas manusia, dan itu adalah hutan

yang memiliki aksesibilitas rendah. Anoa cenderung menghindari kontak langsung dengan
manusia dan segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia seperti adanya

ternak sapi atau kerbau. Kecuali pada beberapa kawasan hutan dimana anoa tidak punya
pilihan untuk menghindar karena habitatnya terisolir, anoa dapat saja ditemukan mendatangi

areal perkebunan yang berbatasan dengan hutan atau kawasan konservasi.

Seiring pertambahan penduduk dan terbukanya akses oleh berbagai kegiatan seperti

pemukiman, transmigrasi, perkebunan dan pertambangan, habitat anoa yang dahulunya sulit
terjangkau, aksesnya semakin terbuka, akibatnya habitat satwa ini semakin berkurang dan

terkotak-kotak yang pada akhirnya menyebabkan populasinya menurun. Banyak kawasan


hutan yang dahulunya dikenal sebagai habitat anoa tidak lagi dijumpai satwa tersebut seperti
yang terjadi di CA Tangkoko Batuangus di Bitung Sulawesi Utara, anoa punah secara lokal.
Habitat anoa terfragmentasi, populasi kecil terisolir sehingga diantara individu tidak terjadi

perkawinan dan pertukaran genetik yang pada gilirannya akan membawa masalah serius
inbreeding, perkawinan antar kerabat dekat yang mana akan menyebabkan terjadinya erosi

genetik seperti yang terjadi pada kawasan hutan yang relatif sempit misalnya SM Tanjung
Amolengo dan CA Lamedai di Sulawesi Tenggara dan banyak kawasan hutan lainnya yang

dihuni anoa telah terfragmentasi seperti ini.

Sebagai ungulata penghuni hutan sejati, anoa membutuhkan tempat mencari makan,
minum, berlindung serta melakukan interaksi sosial berupa hutan primer yaitu hutan yang
belum terjamah manusia; mulai dari hutan pantai, hutan rawa, hutan dataran rendah, dan

hutan pegunungan. Semakin jauh kawasan hutan dari lingkungan manusia semakin disukai
anoa sebagai habitat. Hal ini terkait dengan naluri dasar anoa sebagai satwa yang sangat

peka yang telah beradaptasi selama jutaan tahun di hutan alam Sulawesi, jauh sebelum
manusia pertama menginjakkan kaki di pulau ini

Secara umum anoa dataran rendah ditemukan mulai dari hutan pantai sampai hutan
pada ketinggian sekitar 1000 m dpl, dengan kisaran suhu udara harian 22-27 derajat celcius.

Anoa dataran rendah menyukai hutan di sepanjang aliran sungai yang disebut hutan riparian.
Demikian pula hutan bambu sangat disukai anoa. Sedangkan hutan dengan karakteristik

berbatu dan bertebing curam dimana banyak terdapat formasi gua bebatuanlim es tone juga
dapat dijadikan anoa sebagai habitat, namun dengan tingkat okupansi yang lebih rendah.

Anoa juga menyukai tegakan bambu sebagai tempat berlindung dan mencari makan.
Bambu menyediakan makan berupa daun dan pucuk serta rebung bambu. Kotoran serta

tempat istirahat anoa banyak dijumpai di bawah tegakan bambu. Fisiognomi tegakan bambu
memberikan perlindungan yang efektif bagia anoa dari terik matahari dan terpaan hujan dan
angin yang terlalu deras. Tegakan bambu banyak terdapat di hutan hutan Sulawesi mulai
dari hutan pantai sampai hutan pegunungan, membentuk tegakan murni bercampur dengan

jenis tumbuhan lainnya. Habitat yang disukai bambu adalah yang tanahnya relatif lembab
baik pada tanah datar, tebing bahkan pada tanah marjinal dapat dijumpai tegakan bambu.

Hutan bakau pun, ketika air laut surut, menjadi habitat yang baik bagi anoa. Hutan
yang dipengaruhi pasang surut air laut ini disukai anoa karena menyediakan tempat

berlindung serta makanan berupa daun, pucuk dan buah tumbuhan bakau diantaranya yang
paling disukai yaitu daun buah peropa Sonneratia alba serta buah api-apiAvicennia spp.
Hutan bakau menjadi habitat sekaligus koridor yang sangat penting bagi anoa.

Anoa menyukai hutan riparian, yaitu hutan di sepanjang aliran sungai atau di sekitar
rawa dan danau. Hutan riparian menyediakan makan berupa daun dan buah yang berlimpah
bagi anoa serta menjadi tempat yang sempurna untuk berlindung dan istirahat pada tengah
hari. Selain itu air menjadi alasan utama anoa menyukai tipe hutan semacam ini.

Hutan yang berbatasan dengan kebun penduduk pun menjadi habitat yang sangat ideal
bagi anoa. Di beberapa lokasi dimana banyak kawasan hutan yang dikonversi menjadi areal
perkebunan, anoa sering masuk kebun terutama kebun-kebun yang baru dibuka atau
dibersihkan dimana muncul tunas-tunas baru terubusan yang menjadi makanan kesukaan
anoa. Tunas-tunas baru disukai anoa karena memiliki kandungan nutrisi khususnya protein
yang tinggi.

Padang rumput alami yang dikelilingi pepohonan yang rapat jauh di tengah hutan,

jarang dikunjungi manusia, tepi danau serta rawa merupakan habitat kesukaan anoa, makan
berbagai jenis rumput air, minum, dan berkubang. Kondisi habitat seperti ini dapat dijumpai

2
di Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo. Namun seiring dengan semakin banyaknya
penduduk yang tinggal di desa Amolengo, perubahan lambat laun terjadi, manusia mengusik

tempat yang tenang itu, akibatnya anoa makin sulit dijumpai.

Habitat anoa dataran rendah di sekitar danau-danau fosil Sulawesi yaitu Danau
Matano, Towuti dan Mahalona di daerah Malili, Luwu Timur, terdiri dari hutan primer,
hutan riparian dan hutan di sekitar danau dengan tumbuhan khas akar nafas adaptasi
ekosistem tua, ciri khas ekosistem di sekitar danau fosil itu. Hutan riparian sepanjang Sungai
Petea yang menghubungkan Danau Matano dan Danau Mahalono merupakan habitat penting
anoa. Jenis tumbuhan dominan diantaranya kaleuju Carallia brachiata, nyamplung

Calophyllum inophyllum, dan kenari Canarium commune.

Anoa gunung menghuni hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas, bahkan
sampai pada ketinggian lebih 3000 m di atas permukaan laut seperti di Pegunungan

Latimojong dan Lompobattang. Akan tetapi sering juga anoa gunung turun ke pantai mencari
garam mineral yang dibutuhkan untuk proses metabolismenya. Sebaliknya anoa dataran

rendah kadang melintasi ketinggian di atas 1000 m dpl, tetapi akan kembali ke hutan dataran
rendah. Jenis anoa ini memiliki adaptasi untuk menjelajahi topografi yang sangat curam,

berbukit dan suhu yang relatif dingin di bawah 20 derajat celcius. Dan ini direspon anoa
gunung dengan rambut atau bulu yang lebih tebal dibandingkan anoa dataran rendah.

Secara teratur anoa mengunjungi tempat tertentu di hutan seperti tempat mengasin yang
disebuts alt- lick. Disebuts alt- lick karena berbagai jenis satwa terutama ungulata secara

sering mendatangi tempat ‘istimewa’ ini untuk mendapatkan garam mineral yang sangat
diperlukan dalam proses metabolisme pencernaan makanannya. Salt lick dapat berupa mata

air mengandung garam, mata air hangat mengandung sulfur seperti yang terdapat di blok
hutan Adudu, Suaka Margasatwa Nantu berlokasi di hulu Sungai Paguyaman, Gorontalo.

Salt-lick dapat juga berupa batu tertentu yang secara teratur didatangi satwa untuk dijilat
karena kandungan garamnya yang tinggi. Anoa, babirusa, babi hutan Sulawesi, monyet
hitam Sulawesi Macaca heckii adalah diantara satwa pengunjung tetapsalt- lick di SM
Nantu.Anoa membutuhkan air setiap hari baik untuk minum maupun untuk berendam ketika

terik matahari menyengat. Karena itu aktivitas anoa tidak jauh dari sumber aumber air
berupa sungai, mata air, rawa dan danau, terlebih dalam musim kemarau dimana persediaan

air di dalam hutan terbatas. Jejak-jejak anoa berupa jejak kaki dan kotoran banyak

ditemukan di sekitar sumber air dalam musim kemarau. Berbeda halnya ketika musim hujan
dimana air tersedia relatif merata di seluruh kawasan hutan, anoa juga tersebar merata.
Pada suatu cuplikan analisis vegetasi yang dilakukan di Tanjung Peropa Sulawesi
Tenggara, jenis-jenis tumbuhan yang dominan di habitat anoa diantaranyaD ios pyr os

malabarica, Ficusspp. Dracontomelon mangiferum, Octomelos sumatrana, Pometia

pinnata, Pangium eduledan Artocarpus sp. Jenis bamboo Schizostachyum limaand


Schizostachyum cf. brachycladum. Tumbuhan bawah Calamusspp., Elastotema rostratum.

Secara umum, karakteristik habitat anoa yaitu terdapatnya hutan yang rapat terdiri dari beberapa
strata tajuk, kombinasi dari pohon tinggi, perdu, semak belukar, tegakan bamboo. Komposisi jenis
tumbuhan yang ada merupakan jenis-jenis hyang dapat dimakan oleh anoa baik daun, pucuk, terubusan,
bungan bahkan buahnya. Pada habitat itu, terdapat sumber air baik berupa air yang mengalir seperti
sungai, danau dan rawa atau berupa cerukan-cerukan air.

Habitat anoa dapat dengan mudah diketahui berdasarkan jejak-jejaknya yang khas

terutama jejak kaki dan kotorannya. Jadi selain melalui perjumpaan langsung, kehadiran
anoa dapat diketahui di suatu kawasan hutan dari jejak yang ditinggalkannya baik berupa

jejak kaki maupun kotorannya serta tempat anoa berkubang dan berendam. Pada beberapa
batang pohon, sering terdapat lumpur gesekan badan anoa setelah berkubang. Selain itu anoa

memiliki kebiasaan mengasah tanduknya dengan cara menggosokkannya pada batang pohon
tertentu. Bekas renggutan makan anoa pada tumbuhan bawah juga dapat menjadi petunjuk

keberadaannya. Jejak anoa juga dapat berupa tulang belulang yang ditinggalkan oleh anoa
yang mati secara alami pun menjadi bukti bahwa ada anoa di hutan itu. Akan tetapi dari
sekian banyak tanda atau jejak yang ditinggalkan satwa ini, jejak kaki dan kotoranlah yang
paling mudah dikenali. Kotoran anoa serupa kotoran sapi atau kerbau yaitu berupa

compokan, menyatu, berbeda dengan kotoran rusa atau kambing yang berupa butiran.

Pengukuran yang dilakukan di Tanjung Amolengo dan Tanjung Peropa menunjukkan


bahwa habitat anoa memiliki kelembaban udara yang tinggi pada siang hari berkisar 82
sampai 89% (rata-rata 85%), dan pada pagi hari kelembaban mencapai 100%. Temperatur
udara berkisar 22.50C -31.40C, rata-rata sekitar 250C .

Penyebaran anoa di habitatnya ditentukan oleh keberadaan sumber-sumber air berupa sungai,

mata air, cerukan terutama pada musim kemarau. Karena itu pada musim kemarau dimana air terbatas,
anoa dapat dijumpai di sekitar sumber air yang ada di dalam hutan.

Meskipun anoa dapat dijumpai pada radial yang agak jauh dari sumber air namun anoa akan
selalu mempertimbangkan bahwa wilayah jelajah hariannya tetap ada air.

A
noa membutuhkan air setiap hari, baik untuk minum maupun untuk berkubang. Sementara pada musim

hujan, air relatif tersedia merata di dalam hutan, baik berupa sumber air yang permanen maupun
musiman. Selama musim hujan, anoa juga dapat dengan mudah memperoleh air dari dedaunan tumbuhan

yang basah. Air juga terdapata pada cerukan- cerukan sungai. Pada kawasan hutan pegunungan dimana
sumber air banyak, anoa tidak mendapatkan masalah dalam hal kebutuhan akan ai

Anda mungkin juga menyukai