Anda di halaman 1dari 3

HEWAN LANGKA

1. BURUNG ELANG JAWA

Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) adalah salah


satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di
Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan
lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda

Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing,


dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung
paruh hingga ujung ekor).Kepala berwarna coklat
kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk
yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari).

Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap
coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di
tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat,
yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah
sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki.

Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap
dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna
serupa, sedikit lebih besar.Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal
paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh
berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis. Panduan lapangan pengenalan Burung-
burung di Jawa dan Bali.

Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata.
Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara
elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya .

2. HARIMAU SUMATERA

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae)


sudah lama menduduki puncak rantai
makanan tertinggi di Pulau Sumatera
sebelum populasinya menjadi sangat tertekan
di abad ini. Kharisma kucing besar ini
bahkan melebur dalam legenda-legenda
setempat.

Harimau sangat lekat dengan budaya tanah


Sumatera. Hubungan antara manusia dan harimau dalam kisah legenda di sumatera seringkali
mengandung dimensi spiritual. Masyarakat melihat satwa ini sebagai leluhur yang menjadi penjaga yang
membuat kehidupan mereka aman dan terjauh dari marabahaya.

Orang dulu berkeyakinan bahwa pantang bagi siapa pun menyebut “harimau”. Mereka harus
menyebutnya dengan panggilan yang dituakan dalam bahasa setempat ka rena harimau dianggap
makhluk yang telah lebih dulu menempati pulau ini jauh sebelum kedatangan manusia.

Di Tapanuli, Harimau Sumatera dipanggil “Ompung” yang berarti kakek atau buyut. Menurut
Budayawan Tapanuli Selatan, Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam, asal muasalnya dapat ditelusuri dalam
legenda Batak “Babiat Setelpang”. Legenda ini mengisahkan harimau pincang yang menjaga Boru
Pareme serta anaknya, yang diasingkan ke dalam hutan. Buah dari persahabatan tersebut, terdapat
semacam kesepakatan bahwa harimau tidak akan memakan keturunan Boru Pareme. Anak dari Boru
Pareme, yaitu Raja Lontung, kelak memiliki sembilan orang anak yang menjadi marga besar suku Batak.

“Zaman dulu kalau orang Batak ketemu harimau, cukup dengan mengatakan, Lontung do au Ompung!
(Aku ini Lontung Kakek), maka harimau tidak akan menyerang kita,” jelas Sutan Barani. Masyarakat
Batak Mandailing juga percaya bahwa bila ada harimau memasuki pemukiman, itu artinya ada larangan
adat dan hukum moral yang dilanggar di pemukiman tersebut. Legenda ini lalu mewujud menjadi nilai-
nilai sosial, budaya, dan kearifan lokal yang penting dalam pelestarian harimau sumatera.

3. ORANG UTAN

Orang utan adalah satwa primata yang memiliki


kekerabatan paling dekat dengan manusia. Menurut
penelitian, orang utan berbagi 96,4% materi genetik
yang sama dengan manusia. Orang utan dicirikan oleh
rambut di seluruh badannya yang berwarna kemerahan.
Satwa ini merupakan mamalia arboreal terbesar yang
menghabiskan hampir seluruh waktunya di pepohonan.
Lengannya yang panjang dan kuat serta tangan dan
kakinya yang dapat mencengkeram erat, membuat mereka dapat bergerak dengan lincah dari satu cabang
pohon ke cabang pohon yang lain. 

Pada awalnya, diketahui orang utan mencakup dua species, yaitu orang utan Sumatra (Pongo abelii) dan
orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus). Baru pada sekitar tahun 2017, ditemukan spesies ketiga, yaitu
orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Ketiga spesies tersebut masing-masing memiliki sedikit
perbedaan pada penampakan dan perilaku social.

Orang utan adalah satwa omnivora, namun mereka Sebagian besar hanya makan tumbuh-tumbuhan,
seperti buah-buahan liar, kulit pepohonan, dedaunan dan bunga. Minumannya adalah air yang mereka
seruput dari lubang-lubang di pepohonan. Orang utan membuat sarang-sarangnya di atas pohon untuk
tidur di malam hari dan beristirahat di siang hari.

Penyebab terancamnya populasi orang utan yang paling utama adalah faktor deforestasi dan kerusakan
habitat yang banyak terjadi karena konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit ataupun untuk lahan-
lahan pertanian lainnya. Orang utan juga merupakan target yang mudah untuk perburuan liar karena
badannya yang besar dan gerakannya yang lamban. Indukan orang utan yang ditemukan oleh pemburu
liar pada umumnya akan dibunuh dan anakan orang utan akan diambil untuk dijadikan peliharaan. 

4. ANOA

 Anoa merupakan megafauna endemik Pulau Sulawesi. Anoa


mengalami insular dwarfisme, yang berarti terjadi proses
evolusi dan kondisi pada hewan yang mereduksi ukuran
tubuhnya. Pengurangan atau reduksi bentuk tubuh
kebanyakan terjadi pada spesies yang ada di kepulauan.
 Anoa dataran rendah dan anoa gunung adalah spesies
berbeda. Namun dari hasil penelitian, terdapat satu
individu yang memiliki campuran genetik keduanya.
 Leluhur anoa bermigrasi ke Sulawesi melalui
“penyempitan” jalur laut yang terdapat di antara Jawa dan
Kalimantan serta Sulawesi.
 Sesungguhnya, keragaman spesies anoa lebih dari itu. Studi genetik anoa yang mendalam,
lambat laun menunjukkan bahwa anoa memiliki keragaman genetik lebih tinggi dari yang
diperkirakan sebelumnya.

Anoa [Bubalus spp.] atau yang sering disebut kerbau kerdil Sulawesi, merupakan megafauna endemik
Pulau Sulawesi. Populasinya mengalami tren penurunan. Penyebabnya, hutan yang merupakan habitatnya
dikonversi menjadi perkebunan, pertambangan, atau permukiman, serta perburuan ilegal yang masih
terjadi.

Anoa masuk daftar satwa terancam punah International Union for Conservation of Nature [IUCN] dan
Appendix 1 berdasarkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora [CITES]. Itu berarti selain dilindungi, anoa juga dilarang untuk diperdagangkan. Di Indonesia, anoa
termasuk daftar satwa liar prioritas konservasi nasional.

Anda mungkin juga menyukai