Anda di halaman 1dari 10

Hubungan Antara Inflasi

Dengan Tingkat
Penganggurani
Pengujian Kurva Phillips
Dengan Data Indonesia,
1976-2006
Oleh:
Irdam Ahmad"

Abstract
The objective of this research is to find out
whether the relationship between inflation and
unemployment rate as shown by Phillips' curve
exists using Indonesian data during the period of
1976-2006. The results show that there is no trade
off between inflation and unemployment rate,
indicating that Phillips' curve does not exist using
Indonesian data under the observation period. In
fact, there is positive relationship between inflation
and unemployment rate, where unemployment
rate in year t is influenced by inflation in year t-l,
and this occurs in the long run. The regression
coefficient is 2,72 means that if inflation in year t-l
increase by one percent, then unemployment rate
in year t will increase by 2,72 percent The
implication of this research is that in order to avoid
the increase of unemployment in the future, the
government should control inflation rate through
price stabilization policy.

Key words : Inflation, Unemployment, Phillips'


Curve

•. Dosen Tetap STEKPI


http://www.univpancasila.ac.id 7/31
Hubungan Antara InHasi dengan Tingkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia,
1976 -2006

I. PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Hubungan antara inflasi dan pengangguran mulai menarik perhatian para ekonom pada
akhir tahun 1950 an, ketika A W Phillips dalam tulisannya dengan judul The Relationship
Between Unemployment and The Rate of Change of Money Wage Rate in the United Kingdom
yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan adanya hubungan negatif antara kenaikan
tingkat upah dengan tingkat pengangguran (yang kemudian dikenal dengan nama kurva
Phillips). Penelitian Phillips yang menggunakan data laju perubahan upah dan pengangguran di
Inggris selama tahun 1861-1913, menunjukkan bahwa jika terjadi inflasi yang tercermin dari
kenaikan tingkat upah yang tinggi akan menyebabkan menurunnya tingkat pengangguran.
5ebaliknya, tingkat pengangguran yang tinggi akan disertai dengan menurunnya tingkat upah
(upah menjadi rendah).

Penelitian yang sama kemudian dilanjutkan dengan menggunakan data periode tahun
1948-1957 yang juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya. Setelah itu
penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran semakin banyak
dilakukan dan hasilnya menunjukkan adanya trade off antara tingkat inflasi dengan
pengangguran, yang mempunyai implikasi bahwa jika laju inflasi ditekan menjadi lebih rendah
maka tingkat pengangguran cenderung semakin tinggi, dan sebaliknya.

Keadaan ini berarti penciptaan kesempatan kerja dan kestabilan harga tidak dapat
terjadi bersama-sama. Kalau pemerintah menghendaki kestabilan harga, maka harus bersedia
menanggung beban tingkat pengangguran yang tinggi. Demikian pula sebaliknya, jika
pemerintah ingin menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas, maka konsekuensinya angka
inflasi akan cenderung lebih tinggi. Kedua pilihan tersebut tentu saja sama-sama sulit untuk
dilakukan. Padahal tingkat inflasi yang rendah bersama-sama dengan tingkat pengangguran
yang rendah, disamping pertumbuhan ekoriomi yang relatif tinggi, merupakan tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap negara, dan selalu menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi.

1.2 PertanyaanPenelitian
Ada beberapa pertanyaan penelitian yang muncul berkaitan dengan latar belakang
telah diuraikan diatas, diantaranya adalah: apakah secara empiris tingkat pengangguran
mempengaruhi inflasi ? atau inflasi yang mempengaruhi tingkat pengangguran ? atau tingkat
penggangguran dan inflasi saling mempengaruhi ? Atau tingkat pengangguran dan inflasi tidak
saling mempengaruhi ? Dengan mengetahui perilaku hubungan antara kedua variabel ini,
tentunya akan bermanfaat bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang bertujuan untuk
mengurangi pengangguran dan menstabilkan inflasi.

1.3 TujuanPenelitian
Tujuan penelitian adalah mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat
pengangguran dan inflasi selama periode 1976-2006.

1.4. Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah bahwa tingkat pengangguran
dipengaruhi oleh inflasi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

II. PenelitianTerkait
Penelitian yang membahas tentang hubungan antara inflasi dan tingkat pengangguran
telah banyak dilakukan oleh para peneliti di berbagai negara, dengan menggunakan jenis data
(panel maupun time serieS) dan metode yang berbeda. Beberapa hasil penelitian tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut.

62 JURNAL EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007


http://www.univpancasila.ac.id 7/31
Hubungan Antara Innasi dengan nngkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia,
1976 -2006

Dalam artikelnya yang berjudul ••Testing of the Phillips Curve', Arnson (2002)
melakukan kajian untuk menguji eksistensi teori kurva Phillips di Jepang, Jerman dan Amerika
5erikat, dengan menggunakan model regresi linear sederhana. 5edangkan series data yang
digunakan adalah tahun 1960-2000. Ternyata dari tiga negara yang diteliti, hanya Jepang dan
Jerman yang menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara tingkat
pengangguran dengan intlasi, sedangkan untuk data Amerika Serikat, koefisien regresinya
ternyata positif atau bertentangan dengan teori kurva Phillips.

Berikut ini adalah hasil selengkapnya model persamaan regresi linear dan uji hipotesis
terhadap koefisien korelasi populasi (Ho : p = 0) yang dibuat oleh Arnson untuk negara Jepang,
Jerman dan Amerika (dimana Y = intlasi dan X = tingkat pengangguran) ;
a. Jepang;
Persamaan regresi ; Y = 10,892 - 2,9912 X, R2 = 0,3424, nilai t = - 4,45, tolak Ho,
atau signifikan untuk a = 5 persen (t tabel = -1,833).
b. Jerman;
Persamaan regresi ; Y = 3,9998 - 0,2122 X, R2 = 0,1339, nilai t = - 2,42, tolak Ho
atau signifikan untuk a = 5 persen (t tabel = - 1,833).
c. Amerika 5erikat;
Persamaan regresi ; Y = 1, 2322 + 0,5427 X, R2 = 0,0681, nilai t = - 1,67, tidak
menolak Ho atau tidak signifikan untuk a = 5 persen (t tabel = - 1,883).
Penelitian lainnya dari Atkeson dan Ohanian tahun 2001 (Lansing, 2002) yang
bertujuan untuk mengetahui apakah Kurva Phillips bisa digunakan untuk memperkirakan data
intlasi, menggunakan dua macam data short-run, yaitu data tahun 1960-1983 dan data tahun
1984-2002. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa data short run tersebut tidak dapat
digunakan untuk memprediksi inflasi. Hubungan antara inflasi dengan pengangguran hanya
terjadi dalam jangka pendek, dan tidak terbukti terjadi dalam jangka panjang.

Hasil regresi dengan menggunakan data 1960-1983 menunjukkan adanya hubungan


negatif yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran, tetapi untuk periode 1984-
2002, ternyata koefisien regresinya hampir mendekati nol, yang berarti tidak ada hubungan
antara tingkat pengangguran saat ini dengan angka inflasi pada waktu yang akan datang. Oleh
karena itu, trade-off antara inflasi dengan tingkat pengangguran yang terjadi dalam jangka
pendek tersebut tidak bisa digunakan untuk memprediksi nilai nominal angka inflasi tetapi
mungkin hanya bisa digunakan untuk memprediksi arah perubahan inflasi dimasa yang akan
datang.

III. METODOLOGI PENELmAN


3.1 KerangkaBerpikir
Salah satu faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi (output)
adalah tenaga kerja. Secara teori, produksi merupakan fungsi dari faktor produksi dan
hubungannya bersifat positif. Artinya jika tenaga kerja ditambah maka produksi juga akan
bertambah. Jika tenaga kerja bisa diserap sebanyak mungkin untuk kegiatan produksi, maka
dampaknya adalah tingkat pengangguran akan berkurang, dan sebaliknya. 5ebaliknya jika
perekonomian dalam kondisi lesu, maka para pelaku produksi akan mengurangi outputnya dan
terjadi pengurangan tenaga kerja dan secara makro penawaran total (aggregate supplYJ akan
berkurang. Dampak yang akan terjadi adalah harga-harga akan naik sehingga akan memicu
tingkat intlasi bergerak naik (lihat Gambar 1).

http://www.univpancasila.ac.id
JURNAL EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007 7/31
63
Hubungan Antara Inflasi dengan Tingkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia,
1976 -2006

Gambar 1. Kerangka Pikir

Produksi
(Output)

Aggregate
Demand 1
Aggregate
Supply

Tingkat Tingkat
Inflasi Pengangguran

3.2 Pendekatan Pemodelan


5eluruh variabeJ dalam penelitian ini menggunakan data time series, dan uji yang
dilakukan adalah uji stasionaritas untuk masing-masing varia bel, uji kausalitas antar variabel, uji
kointegrasi, dan uji error correction model(ECM).

Uji Stasionaritas (Unit-root Test)


5ebelum menggunakan data time series untuk penelitian in;, perlu dilakukan pengujian
stasionaritas terhadap masing-masing varia bel untuk menghindari timbulnya regresi lancung
(spurious regression). Menurut Gujarati (2003), data yang tidak stasioner tidak dapat diterapkan
dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), karena bisa memberikan hasil yang
menyesatkan. Uji stasionaritas pertama kali dilakukan terhadap data awal (data tingkat level).
Jika data awal bersifat stasioner dituliskan dengan 1(0), tetapi jika tidak stasioner, dilakukan uji
stasionaritas dengan menggunakan data difference tingkat pertama. Pada umumnya, data yang
tidak stasioner pada data level, akan stasioner pada data difference tingkat pertama, yang
ditulis dengan notasi 1(1).
5ecara operasional suatu data series dikatakan stasioner apabila data tersebut tidak
mengandung unsur trend (tidak ada auto korelasi antara error term tahun t dengan error term
tahun t-1). Pengujian stasionaritas dilakukan menggunakan metode unit root test, yaitu metode
Augmented Dickey-Fu/lerjADF test

64 JURNAL EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007


http://www.univpancasila.ac.id 7/31
Hubungan Antara Innasi dengan Tingkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia,
1976 -2006

Uji Kausalitas (Granger causality Test)


Uji ini ditakukan untuk melihat apakah inflasi memperngaruhi tingkat pengangguran
atau sebaliknya tingkat pengangguran yang mempengaruhi inflasi.
Yt = a1 + /311 Yt-1+ /321Xt-1
Xr = a2 + /312Xr-1 + /322Yr-1
Hipotesa untuk uji kausalitas adalah sebagai berikut:
Ho : X does not granger cause Y (Ho : /321 = 0)
Ho : Y does not granger cause X (Ho : /322 = 0)

Uji Kointegrasi (Cointegration Test)


Jika series data dari variabel-variabel yang diteliti memiliki unit roots pada data level,
maka perlu ditakukan uji kointegrasi, untuk mengetahui apakah variabel-variabel tersebut saling
terintegrasi dalam suatu hubungan. Dengan kata lain, uji kointegrasi ditakukan untuk
mendeteksi stabilitas hubungan jangka panjang antara dua variabel atau lebih. Jika di antara
variabel-variabel terkait terdapat kointegrasi, berarti terdapat hubungan jangka panjang di
antara variabel-variabel tersebut.
Jika variabel X dan variabel Y terintegrasi, maka hasil regresi antara variabel X dan Y
akan menghasilkan residual yang stasioner. Adapun dua series yang terintegrasi akan memiliki
hubungan jangka panjang yang stabil. Menurut Gujarati (2003), pengujian ini hanya valid jika
ditakukan pada data asli yang nonstasioner.
Enders (2004) memberikan catatan penting tentang definisi kointegrasi sebagai
berikut:
1. Kointegrasi merupakan kombinasi linear dari variabel-variabel yang seriesnya non-
stasioner.
2. Semua variabel yang diuji harus terintegrasi (stasioner) pada order yang sama (first
difference).

Error CotTeCtion Model (ECM)


Analisis ECM dilakukan pada variabel yang masing-masing series datanya tidak
stasioner pada data level (data awal) dan terintegrasi antara kedua variabel tersebut (ditunjukan
oleh error term nya yang stasioner).

3.3 Metoda Estimasi


Untuk mencapai tujuan penelitian, maka estimasi model dilakukan sebagai berikut:
1). Series data level (data awal) tingkat pengangguran dan inflasi masing-masing diuji
stasionaritasnya. Jika data level tidak stasioner, maka lakukan uji pada tingkat
differenanya.
2). Lakukan uji kausalitas antara variabel tingkat pengangguran dengan inflasi, untuk
memastikan apakah tingkat pengangguran yang mempengaruhi inflasi, atau inflasi
yang mempengaruhi tingkat pengangguran, atau keduanya saling mempengaruhi, atau
keduanya tidak saling mempengaruhi (saling independent).
3). Jika data level (data awal) tingkat pengangguran dan inflasi stasioner, lakukan
regresi antara kedua variabel tersebut.
4). Jika data level (data awal) tingkat pengangguran dan inflasi tidak stasioner, selanjutnya
ditakukan uji kointegrasi, yaitu melakukan regresi antara tingkat pengangguran dan
inflasi sehingga diperoleh nitai estimasi error term, dimana selanjutnya nilai error term
ini akan diuji stasionaritasnya.
5). Jika error term terbukti stasioner (tingkat pengangguran dan inflasi terkointegrasi),
selanjutnya melakukan uji error correction mode/(ECM).

3.4 Varlabel, Sumber Data dan Software Yang Digunakan


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat inflasi, data Indeks Harga
Konsumen (IHK) dan data tingkat pengangguran terbuka (open unemp/oyment), yang
http://www.univpancasila.ac.id
JURNAl EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007 7/31
65
Hubungan Antara Inflasi dengan Tingkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia,
1976-2006

semuanya adalah data tahunan yang bersifat nasional untuk periode waktu 1996-2006. Semua
data tersebut berasal dari publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Disamping data inflasi yang dihitung setiap tahun oleh BPS, penelitian ini juga
menggunakan data logaritma natural dari data IHK (In IHK) sebagai pendekatan terhadap data
inflasi, karena inflasi yang merupakan perubahan dari IHK, juga bisa ditulis sebagai berikut ;

In IHK( = olHK, dimana 8HK adalah perubahan dari IHK.


IHK'_I

Sedangkan software yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah
software Eviews S.

IV. PEMBAHASANHASIL
4.1 Ujl Staslonaritas
Uji stasionaritas masing-masing varia bel, yaitu varia bel inflasi, In IHK, dan tingkat
pengangguran, baik untuk data level maupun data difference dilakukan berdasarkan tiga
alternatif model, yaitu tanpa trend dan intercept, dengan trend, dan dengan trend dan intercept
Dari hasil uji stasionaritas terhadap ketiga variabel tersebut dengan menggunakan metode
Augmented Dickey-Fuller (ADF), diperoleh hasil sebagai berikut.

4.1.1 Uji stasioner Untuk Data level


Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa data inflasi pada tingkat level sudah menunjukkan
stasionaritas (Ho ditolak, pada tingkat signifikansi 5 % dan 1 %), baik pad a model 1 (tanpa
intercept dan trend), model 2 (dengan trend), maupun model 3 (dengan trend dan konstanta).
5ementara itu, hasil pengujian untuk variable In IHK dan varia bel tingkat pengangguran
menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak stasioner pada data level.

.
Ta bell HaSI"I U""
IJI ADF Da ta Leve
VARIABEL Tanpa Intersep Dengan Intersep Dengan Trend dan
dan Trend InterseD
Intla5i -2.130736 ** -4.116920 *** -4.107166 **
Ln IHK 6.850319 -0.079133 -1.676683
Pengangguran 1.363803 0.204332 0.204332
Catatan : *) Signifikan (stasioner) pada critical value 10 %
**) Signifikan (stasioner) pada critical value 5 %
***) Signifikan (stasioner) pada critical value 1 %
Tanpa tanda *, berarti Ho diterima (data level bersifat tidak stasioner)

4.1.2 Uji Stasioner Untuk Data Difference


Karena hasil pengujian terhadap ketiga variabel tersebut memberikan hasil yang
berbeda pada data level (data inflasi stasioner, sedangkan data Ln IHK dan data pengangguran
tidak stasioner), maka harus dilakukan pengujian tahap berikutnya, yaitu terhadap data
differencetingkat pertama (lag satu tahun) untuk variabel yang belum stasioner pada data level,
yaitu data In IHK dan data pengangguran. Karena kalau dipaksakan melakukan regresi antara
varia bel inflasi yang stasioner pada data level, dengan variabel pengangguran yang tidak
stasioner pada data level, akan menghasilkan regresi yang menyesatkan (spuriouS).

66 JURNALhttp://www.univpancasila.ac.id
EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007 7/31
Hubungan Antara InRlISi dengan Tingkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia-
1976-2006

Tabel 2. Hasll U i ADF Data First Difference


VARIABEL Tanpa Intersep Dengan Intersep Dengan Trend dan
dan Trend Interse
Ln IHK -2.208622 ** -4.445009 *** -4.361956 ***
Pen an uran -5.619956 *** -6.022792 *** -5.264737 ***
catatan : *) Signifikan (stasioner) pada critical value 10 %
**) Signifikan (stasioner) pada critical value 5 %
***) Signifikan (stasioner) pada critical value 1 %

Hasil pengujian ADF terhadap variabel In IHK dan variabel pengangguran untuk data
difference dengan menggunakan tiga model, yaitu tanpa intersep dan trend, dengan intercept
serta dengan intercept dan trend, dapat dilihat pada Tabel 2. Temyata, baik variabel In IHK
maupun variabel pengangguran, signifikan pada tingkat 5 persen dan 1 persen, yang berarti
kedua variabel tersebut sudah stasioner pada data difference tingkat pertama atau ditulis I (1),
dan hal ini terdapat pada ketiga model yang digunakan. Berikut ini adalah model stasioner atau
model simetris pada data difference tingkat pertama untuk variabel In IHK dan variabel tingkat
pengangguran untuk ketiga alternatif model yang digunakan.

• Model Untuk Varia bel In IHK adalah :


~ .110 IHK, = -0.30492610 IHK,_I , model tanpa intersep dan trend
(-2.209)
~ .110 IHK, = 0.090272 - 0.86366810 IHK'_I , model dengan intersep
(3.572) (-4.445)
~ .1lolHK, = 0.086602 + 0.000243/ - 0.86453310 IHKI-I , model dengan
(2.248) (0.128) (-4.362) trend dan intersep

• Model Untuk Variabel Tingkat Pengangguran (UNMP) adalah :


~ .1UNMp' = -1.l080926UNMp,_1' model tanpa interceptdan trend
(-5.6199)
~ .1UNMp' =0.326707-1.164163UNMp,_1' model dengan intercept
(1.6440) (-6.0228)
~ .1UNMp' = -0.433688 + 0.0561361 -1.65068OUN Mp,-I , model dengan
(2.248) (0.128) (-4.362) trend dan intercept

4.2 Ujl Keu.lb.


Ujl kausalltas antara variabel pengangguran terbuka (unemployment) dengan variabel
inflasi (pendekatan In IHK), dilakukan dengan menggunakan metode Granger test of causality,
dengan model persamaan sebagai berikut :
1r, = al + PIJ1r -1 + PI2UNM~_)
'
UNM~ = a2 + P2)UNM~-1 + P221r,-l

dimana n = inflasi dan UNMP = unemployment (tingkat pengangguran), dengan menggunakan


hipotesis sebegal berlkut ;
=
Ho: PI2 0 (pengangguran tidak menyebabkan terjadinya inflasi)
Hi: f1J2 *' 0 (pengangguran menyebabkan terjadinya inflasi)
diperoleh nilai F statistic sebesar = 0.03471, dengan probability = 0.85365. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, yang berarti pengangguran bukanlah varlabel yang
menyebabkan terjadinya inflasi.

http://www.univpancasila.ac.id
JURNAL EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007 67
7/31
Hubungan Antara Inflasi dengan 7ingkat Pengangguran; Pengujian KUfVa Philips dengan Data Indonesia,
1976-2006

5ebaliknya jika dilakukan uji hubungan kausalitas dengan menggunakan hipotesis


sebagai berikut :
Ho: Pn = 0 (inflasi tidak menyebabkan terjadinya pengangguran)
Ho: Ih2 '* 0 (inflasi menyebabkan terjadinya pengangguran)
diperoleh nilai F statistic sebesar = 8.02017 dengan probability = 0.00881. Dengan demikian
dikatakan bahwa Ho ditolak, yang artinya adalah inflasi merupakan salah satu variabel yang
menyebabkan terjadinya pengangguran.

Dengan demikian, berdasarkan uji kausalitas diatas diperoleh. hasil bahwa infJasi
merupakan salah satu variabel yang menyebabkan terjadinya pengangQuran,' sebaliknya
pengangguran ternyata tidak menyebabkan terjadinya inflasi. Jadi hubungan kausalitas antara
varia bel inflasi dan pengangguran hanya satu arah, yaitu infJasi sebagai varia bel bebas
(independent variable) menjadi penyebab terjadinya pengangguran sebagai variabel tidak bebas
(dependent variable).

4.3 Uji Kointegrasi


Berdasarkan hasil uji stasionaritas terhadap varia bel pengangguran dan variabel infJasi
(pendekatan In IHK) serta uji kausalitas, maka selanjutnya akan dilakukan uji kointegrasi antara
kedua varia bel terse but. Untuk itu langkah pertama adalah melakukan regresi antara infJasi (n)
tahun t-1 sebagai variable bebas dengan varia bel tingkat pengangguran (UNMP) tahun t sebagai
variable tidak bebas dengan menggunakan metode OLS, yang hasilnya adalah sebagai berikut:

UNMPt = -7,326 + 2,722Jr(-I


(6,493) (10.499)
dengan nilai adjusted R square = 0,790218

Dari hasil persamaan regresi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat pengangguran pada tahun t adalah angka infJasi
pada tahun t-1 (Ho: P = 0 ditolak) dan signifikan secara stastistik pada tingkat alpha 1 persen,
dengan nilai adjusted R square = 0,790218, yang I;lerarti infJasi pada tahun t-1 mempunyai
kontribusi terhadap besar kecilnya tingkat pengangguran pada tahun t sebesar 79,02 persen,
sedangkan sisanya (20,98 persen) dipengaruhi oleh faktor lainnya. Tanda koefisien regresi dari
variabel infJasi yang positif juga sekaligus menunjukkan bahwa teari kurva Phillips yang
menyebutkan adanya hubungan negatif (trade off) antara infJasi dengan tingkat pengangguran,
ternyata tidak terbukti dengan menggunakan data Indonesia tahun 1976-2006.

Untuk menunjlikkan bahwa variabel inflasi mempengaruhi variabel tingkat


pengangguran dalam jangka panjang, perlu dilakukan uji stasionaritas terhadap variable error
term (e't)
\. '" . ~. ~
dipe~oleh hasil seperti pa'da label
..
dari perSamaan regresi terse but diatas. Dari hasil pengujian
~ '-,\

3 berikut:.
terhadap error term
.

.
Ta bel 3 HaSI.1U.. • fl, oot D.arl EJ
III U.'I7it tTOr 71
erm
ADF Test Statistic -2.850632 1% Critical -2.647120
Value*
5% Critical -1.952910
Value
10% Critical -1.610011
Value

68 JURNAL EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007


http://www.univpancasila.ac.id 7/31
Hubungan Antara Inflasi dengan 77ngkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia,
1976 -2006

Tampak bahwa residual (error term) dari persamaan diatas bersifat stasioner dan
signifikan pada alpha 1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel inflasi dan pengangguran
mempunyai hubungan dalam jangka panjang (ditunjukan oleh variable residual yang stasioner)
yang berarti ada long run relationship antara kedua varibel tersebut. Dengan kata lain, variabel
inflasi dan tingkat pengangguran juga dapat disebut terkointegrasi dalam jangka panjang,
sehingga pengujian dapat dilanjutkan dengan melakukan uji Error Correction Model (ECM) untuk
mengetahui apakah ada ECM dalam jangka panjang untuk mencapai keseimbangan antara
inf/asi dengan tingkat pengangguran.

4.4 Uji Error Correction Mode/(ECM}


Dari hasil uji ECM aritara variabel inf/asi dengan variabel tingkat pengangguran,
diperoleh model persamaan sebagai berikut.
!J.UNM~ = 0.120638+ 1.255234Mnjlasi, - 0.349974e'_1
(0,4131) (0.55548) (-2.4412)
dengan menggunakan hipotesis
Ho : P2 = 0 (tidak ada error correction mechanism dalam jangka panjang)
HI : P2 < 0 (ada error correction mechanismdalam jangka panjang)
temyata Ho ditolak, yang berarti ada error correction mechanism dalam jangka panjang antara
variabel inflasi dengan variabel tingkat pengangguran, yang besamya adalah 35 persen. Dengan
demikian, setiap ada shock pada masa lalu (t-l), misalnya dalam bentuk kebijakan pemerintah
yang bisa mempengaruhi inf/asi, dalam jangka pendek akan memperkecil t:. tingkat
pengangguran pada tahun t sebesar 35 persen, dan adanya shock pada tahun t akan
memperkecil tingkat pengangguran pada tahun t+ 1 dan seterusnya, sedemikian rupa sehingga
intlasi dan tingkat pengangguran dalam jangka panjang akan mencapai keseimbangan.

V. KESIMPULAN DAN IMPUKASI KEBDAKAN


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teori kurva Phillips yang menyebutkan adanya
trade off atau hubungan negatif antara inflasi dengan tingkat pengangguran ternyata tidak
terbukti dengan menggunakan data Indonesia tahun 1976-2006. Hubungan antara intlasi
dengan tingkat pengangguran di Indonesia justru positif dan satu arah, dimana besar kecilnya
tingkat pengangguran saat ini (tahun t) dipengaruhi oleh besar kecilnya angka intlasi pada
tahun sebelumnya (t-l), dan signifikan pada alpha 1 persen, dengan adjusted R-square
0,790218, yang berarti bahwa sekitar 79,02 persen dari besar kecilnya tingkat pengangguran
pada saat ini (tahun t) dipengaruhi oleh besar kecilnya angka intlasi pada tahun sebelumnya (t-
1). Hasil koefisien regresi dari penelitian ini menunjukkan bahwa untuk setiap satu persen
kenaikan angka jnflasi pada tahun t-1 akan mengakibatkan kenaikan tingkat pengangguran pada
tahun t sebesar 2,72 persen

Hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran pada penelitjan inj bersifat
jangka panjang dengan nilai error correction model sebesar 35 persen, yang berarti setiap ada
shockpada masa lalu (tahun t-1) dalam jangka pendek akan memperkecil pertambahan tingkat
pengangguran pada tahun t sebesar 35 persen, dan seterusnya sedemikian rupa sehingga
akhimya pengangguran dan inflasi dalam jangka panjang akan mencapai keseimbangan.

Mengingat hasil penelitjan inj menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan
antara angka inflasi pada tahun sekarang dengan besarnya tingkat pengangguran pada tahun
yang akan datang, maka untuk mencegah pertambahan tingkat pengangguran pada tahun yang
akan datang, pemerintah harus dapat menjaga agar angka inflasi bisa terkendali, dengan
menjaga kestabilan harga berbagai kebutuhan masyarakat.

JURNAl EKUBANK, Volume 1 EdiSi Maret 2007 69


http://www.univpancasila.ac.id 7/31
Hubungan Antara Inflasi dengan Tingkat Pengangguran; Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia,
1976 -2006

Daftar Pustaka

Ahmad, Irdam, 1997, "Fenomena Tingkat Pengangguran di Indonesia I dan II", Business News,
7 Juli 1997 dan 14 Juli 1997

Arnson, Thomas Gunner, 2002 ,"Testing of the Phillips Curve", 11 Desember, !:!ttQ1L
econ 10. bU.edu/ ec305/papers/Arnson/htm.

Atkeson, A., and L.E. Ohanian. 2001. "Are Phillips Curves Useful for Forecasting Inflation?" FRB
Minneapolis Quarterly Review (Winter). http://www.mplsJrb.org/research/gr/
. qr2511.html .

BPS, Berbagai Publikasi Angkatan Kerja dan Inflasi

Enders, Walter, 1995, Applied Econometric Time Series, John Wiley & Son, INC.

Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hili International Editions. Singapore

Pindyck, Robert S. dan Daniel L. Rubinfeld, 1991, Econometrics Models & Economic Forecasts,
Singapore: McGraw-Hili International editions.

70 JURNAL EKUBANK, Volume 1 Edisi Maret 2007


http://www.univpancasila.ac.id 7/31

Anda mungkin juga menyukai