Anda di halaman 1dari 2

 Pada bulan November 1958, selama bekerja sebagai dosen di LSE, ia menerbitkan

artikelnya yang paling terkenal "The Relation Between Unemployment and the Rate of
Change on Money Wage Rates in the United Kingdom 1861-1957" di "Economica". Ia
memaparkan ada dalam bentuk grafik (saat ini disebut Phillips Curve) hubungan terbalik
antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi dalam suatu perekonomian. Korelasi
empiris antara indikator ekonomi makro secara teoritis ditafsirkan oleh Samuelson dan
Solow.

Artikel Phillips adalah dorongan untuk memulai diskusi apakah akan membatasi tingkat
pengangguran atau lebih tepatnya bertujuan untuk menurunkan tingkat inflasi, karena
tidak mungkin untuk mendapatkan kedua gol secara bersamaan. Teorinya sangat
populer pada tahun 60-an dan merupakan salah satu dari prinsip-prinsip ekonomi makro
modern. Kemudian menjadi dasar untuk penjelasan teoritis penyebab stagflasi.
 Faktor utama yang menentukan pergeseran atau perubahan pada Kurva Phillips adalahtingk
at Inflasi dan Tingkat Pengangguran. Tinggi rendahnya tingkat Inflasi dan Penganggurandapa
t merubah arah dari Kurva Phillips itu sendiri. Tetapi selain tingkat Inflasi dan Pengangguran,
pergeseran Kurva Phillips juga dapat di sebabkan oleh beberapa hal lain meski faktor tersebu
t jugatidak terlepas dari masalah Inflasi dan Pengangguran. Faktor tersebut antara lain :

1. DemografiMasalah Kependudukan atau tinggi rendahnya jumlah penduduk di suatu negara akanm
empengaruhi tingkat pengangguran yang pada akhirnya berdampak pada pergesern KurvaPhillips.

2. Keseimbangan Pasar Tenaga KerjaDalam kondisi keseimbangan pasar kerja, secara alamiah akan s
elalu terdapat pengangguran. Dalam Kurva Phillips, pengangguran alamiah tersebut di buktikan deng
an adanyatitik potong antara Kurva Phillips dan sumbu horizontal

 Pergeseran Kurva Phillips dapat di jelaskan melalui beberapa tahapan periode berikut :

1. Periode AwalPada periode ini, tingkat pengangguran berada pada tingkat normal dan tidak terdap
at permintaan atau penawaran yang moncolok.

2. Periode KeduaPeningkatan yang cepat pada output selama ekspansi ekonomi menurnkan tingkat
pengangguran. Seiring menurunnya pengangguran, perusahaan cenderung merkrut pekerja lebih ba
nyak lagi dan memberikan peningkatan upah yang lebih besar dari biasanya. Saat outputmelebihi po
tensinya, utilitas kapasitas meningkat dan penggelembungan dana meningkat, upahdan harga mulai
naik.

3. Periode KetigaDengan naiknya inflasi maka perusahaan dan pekerja akan mengharapkan inflasi ya
nglebih tinggi. Harapan inflasi yang lebih tinggi tampak dalam keputusan upah dan harga. Tingkateks
petasi inflasi lalu meningkat. Tingkat ekspetasi meningkat diatas Kurva Philips awal yangmenunjukka
n tingkat ekspetasi inflasi yang lebih tinggi.

4. Periode Akhir

Pada periode akhir, dengan melambatnya perekonomian, kontraksi pada kegiatan ekonomimembaw
a output kembali ke potensinya semula dan meningkatkan pengangguran kembali ketingkat wajar di
titik D. Karena tingkat ekspektasi inflasi mengingkat, tingkat inflasi pada periode4 menjadi lebih besa
r dari periode 1, meskipun tingkat penganggurannya sama.

 Sebagai contoh, tingkat harga awal adalah 100. Kemudian pada tahun berikutnya permintan
aggretmengalami peningkatan. Sehingga kurva permintaan aggregat bergeser ke kanan, hin
gga mencapai keseimbangan baru di titik B. Titik B ini juga berhubungan dengan titik B di
kurva Phillips. Jadi, ketika permintaan aggregat meningkat,tingkat inflasi relatif tinggi dan tin
gkat pengangguran relatif rendah.
 Fakta empiris menunjukkan bahwa terdapat tradeoff antara inflasi dan pengangguran, di
mana penurunan jumlah pengangguran atau meningkatnya pertumbuhan output cenderung
di ikuti oleh meningkatnya tingkat inflasi. Tradeoffantara tingkat inflasi dan tingkat
pengangguran pertama kali ditunjukkan oleh A.W. Phillips (1958) pada perekonomian Inggris
periode 1861-1957. Dari hasil pengamatannya memperlihatkan korelasi negatif antara
tingkat inflasi upah dan pengangguran yang digambarkan oleh Kurva Phillips (Phillips, 1958).
Studi empirisa yang mendukung mengenai tradeoff antara tingkat inflasi upah dan tingkat
pengangguran dikemukakan oleh Samuelson dan Solow (1960). Samuelson dan Solow (1960)
juga menemukan korelasi negative antara tingkat inflasi upah dan tingkat pengangguran
pada data di Amerika Serikat.
 Negara-negara maju cenderung memiliki sistem kebijakan moneter yang stabil, sehingga
tingkat pengangguran juga cenderung konsisten (Debelle dan Laxton, 1997). Salah satu studi
di negara maju yang dilakukan Fuhrer (1995) menyatakan bahwa Kurva Phillips masih
berlaku di Inggris. Sementara itu, Malinov dan Sommers (1997) juga menemukan bahwa
Kurva Phillips masih berlaku di negara-negara anggota OECD.
 Kesimpulan
 Kurva Phillips memiliki peranan penting karena sering dijadikan pemerintah sebagai
landasan pengambilan kebijakan. Seiring perkembangan zaman, relevansi kurva Phillips
perlu dipertanyakan kembali agar pemerintah tidak mengambil kebijakan yang salah.
Kegagalan kurva Phillips terjadi karena 2 asumsi yang gagal. Pertama, turunnya daya tawar
pekerja dan ekspektasi inflasi oleh pelaku pasar. Amerika Serikat, Brunei Darussalam,
Indonesia, Korea Selatan dan Vietnam adalah contoh negara yang tidak ditemukan bukti
adanya kurva Phillips. Kedua, para pelaku pasar saat ini cenderung memiliki ekspektasi
terhadap tingkat inflasi. Meski begitu, kurva Phillips justru masih dapat ditemukan di
beberapa negara. Ke depannya, diperlukan studi lebih lanjut mengenai keberadaan dari
kurva Phillips. Yang jelas, kurva Phillips belum sepenuhnya mati.

Anda mungkin juga menyukai