2.2.1. Pendekatan IS – LM
Pada kajian ini, bahasan digunakan dengan menggunakan pendekatan
Investment Saving–Liquidity Monetary. Pendekatan ini menggunakan
pendekatan 4 kuadran, dan terbagi 3 bahasan lebih lanjut..
I (Rp) D I =I S B
(Rp)
S=So+SY
45Derajat C A
I (Rp) Y
(Rp)
r r (%)
(%)
F a
G
b
I (Rp) Y
(Rp)
I=Y- Y=C+I H
C
Dengan tujuan agar supaya fungsi IS yang nantinya terlukis pada
kuadran Tenggara dapat memenuhi syarat kesamaan nilai S dengan
nilai I, maka pada kuadran Barat Laut, digunakan gambar garis
pertolongan bersudut 45 derajat yang ditandai dengan tanda I=I.
Dengan demikian titik a yang diturunkan dari ttik A pada fungsi saving
SS melalu garis pertolongan 45 derajat I=I dan melalui fungsi
investasi I=Y-C merupakan titik yang menghubungkan tingkat bunga
dengan tingkat pendapatan nasional yang memenuhi ketentuan
samanya S dan I. Sebagai syarat ekuilibriumnya pasar komoditi. Ini
mempunyai makna bahwa titik a merupakan salah satu titik pada
kurva IS
Dengan demikian pula perlakuan sama dengan titik lainnya pada garis
Saving S=So+SY, maka terbentulah pada kurva Tenggara Kurva IS.
Baik fungsi saving maupun juga fungsi investasi masing-masing
berbentuk garis lurus, maka dengan hanya mengambil 2 titik, yaitu
titik A dan B pada kurva saving S=So+SY, dengan mana dihasilkan
dua buah titik IS, yaitu titik a dan b, maka garis yang ditarik melalui
titik a dan b akan merupakan kurva IC yang akan dianalisis
Dari sudut pandang ekonomi makro, pasar uang terdiri dari jumlah
penawaran dan permintaan. Pernawaran uang adalah jumlah uang
yang beredar dalam masyarakat, terdiri dari uang kartal dan giral.
Permintaan akan uang adalah kebutuhan masyrakat akan uang tunai.
Ahli ekonomi AS John Maynard Keynes mengemukakan adanya tiga
motif.
Lt
Pendapatan
Nasional
L1=b2 Y
Lt=b1 Y
Lj=b3 Y
Pendapatan
Nasional
r: Tingkat
Bunga A
L2
r0
B
.r1
Jumlah
Uang
:Spekulasi
M0 M1
B
r (%) A LM r (%)
A
L2
B B
L2 (Rp)
Y(Rp
)
L1 M, C
L D
E
M
L1
45 derajat
F
Y a b
(Rp)
Asumsi Analisa IS LM
Untuk analisa IS LM, asumsi-asumsi sebagai berikut:
Penawaran uang adalah uang kartal dan giral .
Bank Sentral mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar
di masyarakat
Dalam Kebijakan pengawasan devisa, masyarakat tidak
mempunyai kebebasan menggunakan valuta asing.
Tingkat surplus dan defisit neraca pembayaran
Diasumsikan tidak adanya perubahan harga.
I (Rp) I =I S S0
(Rp)
45Derajat
I (Rp) Y
(Rp)
r r (%)
(%)
I (Rp) Y
(Rp)
I=Y-C Y=C+I
r (%) LM r (%)
L2
L2 (Rp)
Y(Rp
)
L1 M,
L
L1
45 derajat
Y M,L
(Rp)
2.3 Tujuan Serta Manfaat Kebijakan Perekonomian
IS
EQ 0 r (%)
L M1
L M0
EQ1
Y
Yo Y1 (Rp)
M1
Mo
1oo
r (%) LM o r (%)
(Rp
)
L2
LM 1
L2 (Rp)
Y(Rp
)
L1 M, M1
L
L1
M2
45 derajat
Y (Rp)
M,L
I+G+c(
I,G,T, T-Tx) S,I,G
Tx I =I T,Tx
45Derajat
I (Rp) Y
(Rp)
r r (%)
(%) B
I (Rp) Y
(Rp)
I=Y-C Y=C+I
r (%) I S1
EQ1
LM
EQ o (Rp)
I S0
Y
Y0 Y1 (Rp)
LM1
rr Klasik r
IS
IS
LM
LMo
e
Y
a b c m B Y
a b f g B
Jerat Likuiditas Tengah c
Keb.Moneter
Keb.Fiskal
BAB IV
4.3. Inflasi
Tatkala terjadi surplus NPI yang besar dan ditunjang oleh surplus
transaksi berjalan pada 2007, sebagian pihak telah mengingatkan
tetap adanya kerentanan terhadap gejolak eksternal. Alasan dari
sisi penerimaan devisanya adalah karena surplus transaksi modal
dan keuangan didominasi oleh aliran dana berjangka pendek atau
investasi portofolio. Dari sisi pengeluaran devisa adalah
meningkatnya porsi utang jangka pendek korporasi yang
mendorong kenaikan kerentanan NPI terhadap risiko gejolak
eksternal dan perubahan sentimen investor.
Ada baiknya jika kita memeriksa secara lebih cermat dan kritis
mengenai berbagai perkembangan angka-angka indikator ekonomi.
Pada sektor riil, salah satu yang menjadi kunci utama adalah soal
pasokan energi yang cukup dan dengan harga yang memungkinkan
dunia usaha menjadi motor penggerak perekonomian domestik.
Sekalipun telah ada blue print pengelolaan energi nasional,
masalah kelangkaan pasokan dan harga yang tinggi masih
menghantui kalangan bisnis. Selain penanganan terhadap pasokan
energi final, diperlukan pencermatan sejak di sektor hulu,
diantaranya berkenaan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam
(SDA).
3) Perpajakan.
Rendahnya suku bunga jangka pendek terlihat jelas pada suku bunga
riil di AS yang negative dari tahun 2002 hingga tahun 2005.
sedangkan suku bunga jangka panjang untuk periode 2002–2007
meskipun positif tetapi sangat rendah. Ini berlaku juga di Japang dan
Eurozone.
3. Proses sekuritisasi
Dalam proses ini bank investasi yang membeli hak tagih dan banyak
bank hipotik mengumpulkan semua asset tersebut untuk dijadikan
basis penerbitan sekuritas, dengan nilai kelipatan dari nilai asset yang
dipegang. Sekuritas tersebut dijual dipasar modal atau over the
counter. Dalam proses ini bank-bank investasi mendistribusikan resiko
kepada para pembeli sekuritas yang akan menguangkannya waktu
jatuh tempo atau menjual kembali sebelum itu. Karena itu teknik
sekuritisasi ini juga disebut sebagai original to distribute model.
Melalui sekuritisasi resiko yang semula ada di bank hipotik setelah
pindah ke bank investasi yang menerbitkan sekuritas terbagi kebanyak
pembeli sekuritas. Karena resiko ini akhirnya dipegang oleh pembeli
sekuriti di pasar modal yang jumlahnya banyak. Maka memang terjadi
distribusi resiko dan dengan demikian resiko menjadi kecil, sebesar
kepemilikan sekuriti tadi.
4. Peran derivatives
Jadi dari bank hipotik yang memberi pinjaman jangka panjang dengan
jaminan asset yang dibeli dengan pinjaman tersebut (tanah, rumah,
dan property), karena adanya sekuritisasi. Untuk manajeman resiko
sekuritisasi menumbuhkan suatu mata rantai proses teknik keuangan
yang mengikutsertakan peran bank investasi, lembaga pemeringkat
dan lembaga asuransi. Mata rantai ini memungkinkan distribusi
resiko,berarti penurunan resiko karena bertambahnya pemikulnya. Di
pihak lain, meningkatkan terjadi kerugian membagi kerugian kepada
banyak pihak. Ini yang mempertajam contagion.
Salah satu yang paling tajam memperoleh sorotan dalam hal ini adalah
otorita pengawasan pasar modal di AS, Securities and Exchange
Comission (SEC). Ada beberapaperturan yang sangat teknis, yang
pada umumnya terus menerus mengalami pengendoran sehingga
memberi keleluasaan bagi bank investasi dan lembaga-lembaga
keuangan non bank melakukan kegiatan yang pada dasarnya
Salah satu latar belakang timbulnya krisis adalah operasi finansial dari
lembaga-lembaga keuangan yang semakin besar mengandalkan
pinjaman (higly leverage). SEC mulai tahun 2004 memperbolehkan
kelima bank-bank investasi raksasa Bear Sterm, Goldman Sachs,
Lehman Brothers, Merrill Lynch, dan Morgan Stanley meningkat dua
kali lipat rasio pinjaman terhadap equity, yang dalam neraca
menghapus ketentuan tentang diskon atau haircut dari capital yang
dimilikinya.
Rasio antara pinjaman dan equity menjadi sangat besar. Dalam hal
Merrill Lynch, misalnya pernah mencapai 40:1, artinya keseluruhan
asset/pinjaman adalah 40 kali lipat besar equity pemegang saham.
Jadi bank yang memiliki asset dalam berbagai bentuk sekuriti ini
melaksanakan operasinya melalui conduit dan SIVs karena itu tidak
tercatat dalam neraca bank, tetapi diluar atau off balance sheet,
artinya bahkan untuk lembaga yang dibawah supervisi tertentu
kegiatan ini tidak termasuk diawasi. Semua ini menunjukan lemahnya
supervisi terhadap kegiatan yang berkaitan dengan subprime loans.
Krisis financial tahun 2008 ini ditandai dengan dampak krisis yang
menjalar begitu cepat serta dana bailoat yang dikeluarkan negara
episentrum krisis (AS dan negara-negara eropa) dengan nilai hingga
USD ratusan milyar. Amerika Serikat sebagai negara pusat krisis telah
mengalokasikan dana sebesar USD 700 milyar yang diperuntukan bagi
penyelamatan system keuangan dan pembayaran nasionalnya yang
dikenal dengan kebijakan Troubel Assets Relieved Program (TARP).
Langkah kebijakan dalam rangka menyelamatkan system keuangan
serta mendorong pemulihan pasar kredit melalui penjualan bank
investasi bermasalah (Bear Stean), penyelamatan lembaga keuangan
non bank (Freddie Mac dan Fannie May serta IAG) serta membiarkan
bangkrut bank investasi lainnya (Lehman Brothers).
juta pada tahun 2008. Dengan kebijakan sunset policy yang akan
diperpanjang hingga Februari 2009 ini, akan semakin meningkatkan
jumlah penduduk yang memiliki NPWP. Kebijakan ini bukan hanya
diharapkan akan meningkatkan penerimaan negara tetapi mengurangi
risiko fluktuasi penerimaan pajak dengan meluasnya basis pajak.
Dewasa ini penerimaan pajak sangat tergantung pada sedikit
pembayar pajak saja.Misalnya pada tahun 2007 sebesar 56%
penerimaan pajak penghasilan perorangan disumbangkan oleh hanya
1% pembayar pajak.