Anda di halaman 1dari 10

Tugas

CERPEN
“GURU”
“PAHLAWAN TANPA TANDA JASA”

NAMA : NOPRA DWI SAPUTRA ANDA


KLS : X.2

SMA NEGERI 1 MASAMBA


TAHUN 2011
“TERIMA KASIH GURUKU”
Di sebuah sekolah, terdapat 18 siswa anak laki-laki dan 10 siswa perempuan. Kelas yang
di huni 28 siswa ini adalah kelas yang dikenal dengan anak-anak yang badung, memiliki nilai di
bawah rata-rata bisa dikatakan siswa yang sangat bermasalah. Banyak guru yang tidak ingin
mengajar di kelas ini, namun dari beberapa guru yang ada hanya 1 orang guru yang bersedia
menjadi wali kelas mereka. Guru itu bernama Faisal. Faisal adalah seorang guru yang dikenal
sebagai guru yang penyabar, tegas, dan sederhana. Faisal seorang guru yang berumur 30 tahun.
Faisal sudah cukup lama bekerja sebagai guru di sekolah ini. Dari beberapa tahun ia mengajar
sebagai guru, baru kali ini ia menghadapi siswa-siswa yang bermasalah. Banyak permasalahan
yang ia hadapi dari siswa-siswa itu, seperti tidak pandai membaca, ada yang tidak bisa menulis
karena malas, ada yang memiliki masalah keluarga, ada yang orang tuanya terlalu over protectif
terhadap anaknya, sehingga anak-anak mereka memiliki niai jeblok yaitu dibawah 10.
Kebanyakan siswa-siswa dari kelas lain yang selalu dibanggakan nilai mereka paling rendah
sekitar 70 atau 80. Sehingga banyak guru yang angkat tangan untuk menghadapi kelas ini. tapi
tidak dengan Faisal.

Perkenalkan nama saya adalah Faisal. Aku seorang guru yang sudah lama mengajar di
sekolah ini. Aku adalah wali kelas dari siswa-siswa di kelas XII D. Yah…bisa dikatakan kelas
itu adalah kelas buangan, karena tidak ada guru yang mau mengajar di kelas itu. aku terenyuh
saat mendengar bahwa kelas itu memiliki siswa-siswa yang bermasalah. Banyak guru yang
angkat tangan dalam menghadapi mereka. Tapi menurutku pendidikan haruslah ditegakkan
walau bagaimanapun rendahnya nilai mereka. aku tidak ingin siswa-siswa itu diremehkan. Oleh
sebab itu aku memberanikan diriku untuk mengajar mereka. Hari ini adalah hari pertamaku
mengajar di kelas ini, dan sebagai wali kelas mereka.

Pagi-pagi sekali aku sudah berangkat dari rumahku setelah mengantar anakku ke
sekolahnya. Sekolah ini masih sepi, burung-burung berkicau dengan merdunya, matahari
bersinar dengan indahnya. Aku melangkahkan kakiku menuju kelas XII D ini, ketika aku masuk
ke dalam kelas ini, aku hanya bisa menggeleng-gelegkan kepalaku ketika melihat berbagai
macam coretan terpampang di dinding kelas ini. Begitu juga dengan meja dan kursi yang tidak
tersusun rapi. Aku hanya bisa menghela napas ku. Akupun kemudian merapikan kembali kursi
dan meja yang berserakan ini. Aku membersihkan kelas ini, setelah semuanya selesai, akupun
berdiri di depan kelas untuk menyambut siswa-siswa baruku. Sekitar 10 menit kemudian
beberapa siswa hadir ia menuju kelas ini, dan akupun sudah menyiapkan senyumku untuk
mereka.
“Selamat pagi…” sapaku pada beberapa siswa yang baru masuk “selamat pagi pak….”
sahut mereka, tidak berapa lama siswa-siswa yang lainpun datang, namun mereka hanya cuek
pada ku ketika aku menyapa mereka. Saat lonceng sekolah berbunyi akupun segera masuk ke
dalam kelas. Aku menyapa mereka semua, namun mereka tidak begitu menghiraukanku.

“Selamat pagi anak-anak………” mereka masih saja ribut dengan obrolan mereka.
hingga akupun beberapa kali menyapa mereka, hingga salah satu dari mereka celetuk dengan
ketusnya…… “kami sudah dengar pak…. kami tidak tuli” sahutnya, aku mengusap dadaku agar
aku dapat lebih bersabar dalam menghadapi mereka. “terima kasih, kalau kalian mendengar
bapak…baiklah bapak akan mengabsen kalian, tolong jawab jika nama kalian saya panggil”
ujarku kepada mereka. “Joni..” “hadir pak”sahutnya “Jimy” ia hanya mengangkat tangan tanpa
menjawabnya “Rudi...” iapun sama dengan siswa tadi… aku terus mengabsen mereka hingga ku
sebut nama salah satu dari mereka “Jacky…”tidak ada sahutan sama sekali… hingga akupun
mengulang kembali untuk memanggilnya. “Jacky…”ujarku lagi, tiba-tiba… BRAKKKK……..
pintu kelas ini didobrak oleh seorang siswa yang pakaian seragamnya tidak rapi, dengan baju
seragam yang keluar, dan dengan cueknya melewatiku begitu saja. Dan ia duduk paling
belakang. Akupun kemudian memanggil kembali nama itu… “Jacky..” ujarku lagi, iapun
kemudian menyahutnya “apa bapak tidak cape memanggil nama saya terus…”sahutnya ketus.
“ternyata kamu yang namanya Jacky” sahutku “iya…kenapa?” tantangnya “tidak apa-apa…”
sahutku dan mencoba untuk tersenyum kepadanya. Aku terus mencoba untuk bertahan demi
mereka.

Sudah 5 bulan lamanya aku mengajar di kelas ini, hingga tibalah keputusan dari sekolah
yang mengatakannya di kelas ini. “1 bulan lagi adalah bulan dimana kalian semua akan
menghadapi ujian nasional. Jika kalian memiliki nilai di bawah 5, maka kalian akan mengulang
kembali meskipun kalian mengulang kembali tapi kalian tetap tidak akan kami luluskan karena
prilaku kalian itu” ujar kepala sekolah kepada mereka. “tapi pak…kenapa harus seperti itu?”
tanyaku “ini sudah keputusan sekolah…. jadi kamu juga tidak berhak membantah perintah ini,
dan kamu juga Faisal, jika sampai semua siswa mu ini nilainya dibawah 5, maka kamupun akan
kami pecat” ujarnya dan menatapku tajam.

Aku merasa keputusan ini tidak adil buat mereka. Mereka hanyalah anak-anak, tapi
kenapa mereka harus mendengar ini semua. Aku takut mereka akan tambah bermalas-malasan
dalam belajar karena mereka menganggap sia-sia mereka sekolah jika keputusannya seperti ini.
setelah wakil kepala sekolah itu keluar dari kelas ini, akupun berkata pada semua siswa-siswaku.
“bapak tahu, kalian pasti merasa kecewa dengan perkataan pak Syamsul tadi” ujarku kepada
mereka. “kami tidak peduli jika kami harus tidak lulus, karena kami juga tidak mampu mencapai
nilai di atas 5” ujar Jacky kepadaku “iya pak…lagian juga kami sudah cape di sekolah ini, kami
selalu di ejek siswa-siswa lain karena kami tidak pandai” sahut Amir “tapi kalian tidak boleh
pesimis seperti itu, kalian harus yakin bahwa kalian bisa” sahutku kepada mereka “hah…bapak
akan rugi jika bapak berkata kami bisa” ujar Boy “bapak yakin kalian bisa, jika kalian ada
keinginan untuk merubah nilai kalian” sahutku kepada mereka “memangnya bapak mau
mengajari kami sampai kami bisa?” tanya Maulana “iya…bapak akan mengajari kalian, karena
bapak yakin, kalian pasti bisa mencapai nilai yang terbaik” sahutku semangat kepada mereka.
“sudahlah pak…bagaimanapun bapak mencoba mengajari kami, kami tetap tidak akan berhasil
untuk lulus ujian nasional itu.” ujar Hengky kepadaku “ kenapa kalian semua mudah menyerah
seperti itu?” ujarku kepada mereka “karena kami tidak seperti siswa-siswa yang lain” sahut Tejo
“jika kalian belum mencobanya, maka kalian tetap tidak akan pernah berhasil mencapai nilai
baik seperti siswa yang lain” ujarku kepada mereka, akupun berjalan dan berdiri ditengah-tengah
mereka. “pak…jujur, saya tidak yakin akan berhasil ujian ini” ujar Iwan lesu “kenapa Iwan?”
tanyaku “saya kan belum terlalu pandai pak” sahutnya “tulisan saya juga tidak bisa dibaca pak”
sahut Sulpikar “dan masih banyak pelajaran dari guru-guru lain yang tidak mereka ajarkan
kepada kami” sahut Junair “Junair benar pak, kami memang bermasalah, tapi kenapa guru-guru
yang lain tidak pernah mengajarkan kami pelajaran seperti yang mereka ajarkan kepada siswa di
kelas yang lain” ujar Achoy. “Kami seperti dibedakan pak” sahut Azis “iya pak…” sahut siswa
yang lain. hatiku terasa sakit ketika mendengar unek-unek dari mereka.

Memang benar mereka bermasalah, tapi tidak harus sampai membedakan mereka seperti
ini. Akupun kemudian keluar dari kelas ini, dan aku mempercepat langkahku untuk menuju
ruangan kepala sekolah yang menjadi satu dengan ruangan guru. Aku masuk keruangan itu, dan
aku berdiri di depan kepala sekolah Arifin. “ada apa pak Faisal?” tanyanya “saya merasa
keputusan yang sekolah ini berikan untuk siswa-siswa saya adalah keputusan yang tidak adil”
ujarku kepadanya “tapi ini sudah kesepakatan bersama dengan dewan direksi sekolah lainnya”
sahutnya “mereka memang bermasalah dalam nilai dan prilaku mereka, tapi kenapa mereka
harus mendengar keputusan seperti ini?” ujarku “kalian semua…apakah kalian pantas dipanggil
sebagai guru?, dimana moral kalian?” ujarku berteriak kepada guru-guru yang lain yang ada
diruangan itu. mereka hanya diam. “bukankah sering dikatakan… guru adalah pahlawan tanpa
tanda jasa. Lalu dimana letak diri kalian sebagai guru, apakah pantas kalian disebut sebagai
guru” ujarku lagi dengan emosi yang memuncak. “Apa kalian tidak pernah tahu isi hati dari
siswa-siswa yang kalian anggap adalah siswa buangan, siswa yang selalu membuat onar,
membuat malu sekolah. apakah kalian tidak pernah tahu itu?” mereka masih saja diam “mereka
iri….mereka selalu dibedakan dengan siswa-siswa yang lain. Mereka putus asa, ketika melihat
kalian lebih memilih mengajar siswa yang lain dari pada mereka”. “Apakah kalian tidak pernah
menyadari bahwa kalian terlalu pilih kasih?” “apakah kalian tidak menyadari bagaimana
perasaan para orang tua mereka, ketika mereka tahu kalian hanya terobsesi oleh siswa-siswa
yang pandai?” aku menangis di depan mereka dan mereka masih saja diam. “Meskipun kalian
tidak mau mengajar mereka, biarlah aku yang akan mengajar mereka… aku tidak akan
membiarkan siswa-siswa ku tidak lulus dari sekolah ini” ujarku tegas kepada mereka, akupun
kemudian menyeka air mataku, dan aku melangkahkan kakiku dengan cepat dan keluar dari
ruangan itu. Akupun kembali ke kelasku dan menemui murid-murid tercintaku.

Mereka diam ketika aku datang, wajah mereka tampak lesu. Akupun kemudian berkata di
depan mereka dengan semangat. “Baiklah… meskipun guru-guru yang lain tidak mau mengajar
kalian, tapi…bapak akan mengajarkan kalian sampai kalian berhasil ujian nanti” ujarku kepada
mereka, mereka hanya diam saja “mulai besok…waktu belajar kalian akan bapak tambah. Dan
kita tidak akan belajar di kelas ini” ujarku yang membuat mereka bingung. “maksud bapak?”
tanya Haerul “kita akan belajar di alam bebas” sahutku, aku tahu mereka bingung. Tapi tekadku
sudah kuat untuk mengajar mereka. setiap pulang dari sekolah, aku selalu mengajak siswa-siswa
ku untuk belajar terkadang di ditaman, pantai, danau, bahkan aku sering sekali mengajak siswa-
siswa ku untuk rekreasi agar mereka tidak bosan. Sudah 2 minggu kami belajar, dan kemampuan
mereka masih belum terlalu terlihat.

Saat kami belajar di ditepi danau, tiba-tiba saja beberapa guru yang mengajar di
sekolahku, mereka menghampiri kami. “maaf jika kedatangan kami mengganggu” ujar Ahmad
kepadaku “tidak apa-apa” sahutku dan beranjak bangun dari dudukku. “sebenarnya kami kemari,
karena kami ingin bergabung bersamamu untuk mengajar mereka” ujar Ahmad kepadaku, aku
terharu ketika mereka mengatakan hal tersebut. “benarkah?” tanyaku tidak percaya “benar…
kami ingin mereka lulus pada ujian nanti” sahut Ahmad “terima kasih…. terima kasih…” ujarku
kepada mereka, air mataku menetes karena terharu akan mereka. Setelah mereka bergabung
bersamaku, akhirnya kamipun dapat mengajar siswa-siswa ku seperti yang lainnya. siswa-
siswaku tampak bersemangat dalam belajar. Hingga ketika 5 hari sebelum ujian ada masalah
yang harus ku hadapi. Beberapa siswaku memiliki masalah. Mery lari dari rumah karena ibunya
yang membawa laki-laki ke rumahnya dan hampir memperkosa Mery. Hengky yang masuk
rumah sakit dan kritis karena ayahnya memukul nya dengan keras, karena Hengky tidak mau
mencuri. Adi yang selalu menjadi bulan-bulanan preman di dekat rumahnya, karena Adi selalu
menolak diajak menjadi pengemis di jalanan, Ria yang tidak mau pulang ke rumah, karena kedua
orang tuanya yang selalu bertengkar dan Ria selalu menjadi korban ketika orang tua mereka
bertengkar. Dan Amir yang tidak pernah ke sekolah karena bekerja mengangkat barang-barang
untuk bangunan karena ingin mengobati ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit.

Setiap pulang sekolah aku selalu mencari Mery kemana-mana, tapi belum ketemu juga.
Aku juga menyempatkan diriku untuk menjenguk Hengky dirumah sakit yang sampai sekarang
ia belum sadar juga. Ibunya selalu menangis melihat anaknya yang terbaring lemah tak berdaya.
“sabarlah bu…saya yakin Hengky pasti sembuh” ujarku kepadanya “ini semua adalah salahku,
jika saja dari dulu aku bercerai dari ayahnya, Hengky tidak akan mungkin disiksa seperti ini”
sahut ibunya Hengky “ayahnya Hengky di mana sekarang?” tanyaku “entahlah…tapi aku bisa
tenang sekarang, karena aku telah bercerai darinya, dan tidak akan ada yang bisa menyiksa
anakku lagi” sahutnya. Ibunya Hengky menangis saat mengatakan hal itu. aku mengerti
bagaimana perasaan ibunya. Setelah aku menjenguk Hengky aku pergi ke rumah Adi, dan saat
itu aku melihat Adi dipukuli oleh beberapa orang preman. Akupun berlari dan menjauhkan
preman-preman itu dari Adi. “apa yang kalian lakukan pada anak sekecil dia” ujarku membentak
mereka “hei…jangan jadi sok pahlawan ya, dia itu tidak pernah mau mendengarkan kami
makanya ia pantas kami hajar seperti ini” sahutnya “memangnya kau siapa nya Adi?” tanyanya
ketus kepadaku “aku…aku adalah ayahnya Adi…kenapa?” sahutku “apa………hah…tidak
mungkin. Karena Adi tidak punya ayah…” sahut salah satu dari mereka “memang benar Adi
tidak punya ayah, tapi mulai sekarang aku adalah ayahnya Adi, dan aku juga adalah gurunya
Adi” sahutku dan masih melindungi Adi di belakang punggungku “apakah kalian tidak punya
anak?” tanyaku kepada mereka “ada…kenapa?” sahut mereka “jika anak kalian mengalami
seperti yang kalian lakukan pada Adi, apakah kalian akan senang?” tanyaku “ya tidaklah…
karena kami tidak suka jika anak kami dipukuli” sahut salah satu dari mereka “kalau begitu
kenapa kalian melakukannya pada Adi. Apakah kalian tidak tahu, bahwa anak sekecil ini harus
dilindungi, anak seperti Adi harus mendapat kenyamanan” ujarku tegas kepada mereka “coba
kalian bayangkan… anak kalian tidak memiliki ayah, dan anak kalian diperlakukan seperti Adi
atau bahkan lebih parah. Apakah kalian akan merasa tenang?” ujarku lagi, mereka hanya diam
“kalian tidak pantas dipanggil seorang ayah oleh anak kalian, karena kalian bukanlah ayah yang
baik untuk mereka.” “seorang ayah…adalah melindungi anak-anak mereka” “karena aku seorang
ayah…aku akan melindungi Adi. Aku tidak akan membiarkan kalian melakukan kekerasan
padanya lagi” ujarku kepada mereka. mereka terdiam. Akupun kemudian menggenggam tangan
Adi dan aku membawanya pergi dari para preman itu. Adi hanya bisa menangis. aku mengajak
Adi untuk pergi ke rumahku. Karena ibunya Adi tidak ada di makassar saat ini. Namun di jalan
aku melihat siswiku Mery. Ia duduk di pinggir jalan dengan memeluk kedua lututnya. Akupun
menghampirinya sambil menggandeng Adi. “Mery…” ujarku dan memegang pundaknya, iapun
menoleh kearahku. Matanya sembab, wajahnya pucat. “pak guru…”ia menangis, akupun
kemudian memeluknya. “bapak sudah tahu Mery… ibumu menyesal karena perbuatannya itu.
ibumu selalu mencarimu Mery… pulanglah sayang…” ujarku kepadanya ‘’tidak mau…karena
ibu aku hampir diperkosa oleh laki-laki itu” sahutnya sesenggukkan. “Mery… apakah Mery tahu,
ibunya Mery sekarang sakit karena terus-terusan memikirkan Mery” ujarku kepadanya “ibuku
sakit?” sahutnya dan melepaskan pelukanku darinya. “iya…Mery pulang ya… jangan buat
ibunya Mery khawatir…” ujarku kepadanya “iya pak… Mery pulang” sahutnya “baiklah…
bapak akan mengantar Mery pulang” ujarku kepadanya. Akupun mengantar Mery untuk pulang
ke rumahnya. Setelah Mery pulang, aku dan Adipun pulang ke rumahku. Istriku dan anakku
yang sudah SMP kelas 3 sudah menungguku di rumah. Syukurlah mereka mengerti, dan Adipun
dengan tenang dapat menginap di rumahku.
Malam harinya, aku sengaja keluar untuk mencari Amir. Dan kebetulan… malam ini aku
bertemu dengan Amir yang bekerja mengangkat barang-barang untuk dimasukkan kedalam truk.
Akupun berlari dan menghampirinya “Amir…” panggilku, iapun menoleh kepadaku “pak
guru…’’sahutnya terkejut “iya ini bapak. Kenapa Amir tidak masuk sekolah?” tanyaku “Amir…
Amir tidak bisa pak. Ibunya Amir sakit parah…dan Amir harus mencari uang untuk operasi kista
nya ibu Amir” ujarnya lesu “ Amir tenang saja… Amir tidak perlu khawatir soal uang operasi
ibunya Amir yang penting Amir harus fokus pada sekolah Amir. Demi ibunya Amir, karena
ibunya Amir ingin melihat Amir berhasil” ujarku sambil mengelus-elus kepalanya. “tapi
pak…”sahutnya “Amir tenang saja, serahkan semuanya pada bapak” sahutku, akupun mengajak
Amir ke rumah sakit untuk menemui dokter rumah sakit itu. setibanya di rumah sakit, wakil
kepala sekolah pak Syamsul, Ahmad, dan changmin pun sudah berada dirumah sakit itu.
“bapak…” ujar Amir yang menatap mereka karena bingung “hari ini ibunya Amir akan
dioperasi, dan Amir tidak perlu memikirkan biayanya karena bapak dan guru-guru yang lain
akan membayar uang operasi ibunya Amir” Amir menangis mendengar perkataanku “terima
kasih pak… terima kasih…” sahutnya, akupun memeluknya “mulai besok Amir kembali sekolah
lagi ya, dan belajar seperti yang lainnya” ujarku kepadanya “iya pak…”sahutnya.

Beberapa masalah telah selesai. Dan keesokkan harinya Ria datang ke sekolah dengan
wajah yang membiru. Akupun panik… dan menghampirinya “Ria~ah…wajahmu kenapa?”
tanyaku “tidak apa-apa pak” sahutnya berbohong “Ria…katakan pada bapak, siapa yang
melakukan ini pada Ria?” tanyaku “…”ia hanya diam, lalu tangisannya pun pecah di kelas ini. ia
menangis sesenggukkan. “Ria…”ujarku “ayah…. ayah memukulku… ayah…juga memukul
ibu… ayah jahat… ayah jahat…”ujarnya sambil menangis sesengukkan. Aku terenyuh saat
mendengarnya. Akupun mengadukan perbuatan ayah Ria pada pihak yang berwajib. Ria dan
ibunya kini bisa hidup dengan tenang, karena ayahnya ditahan di penjara selama beberapa tahun.

~ Ujian Nasional ~ Hari ini adalah hari dimana semua siswaku berjuang, semua berada
dalam satu kelas untuk ujian saat ini, terkecuali Hengky yang mengerjakan soal ujiannya di
rumah sakit, karena pihak rumah sakit melarangnya keluar dari rumah sakit. Jantungku berdegup
tak karuan, karena aku memikirkan siswa-siswaku, apakah mereka akan berhasil ujian nasional
ini?, aku berharap mereka semua berhasil.

~ 3 Minggu Kemudian ~ Hari ujian telah usai. Dan kini adalah saat-saat yang ditunggu-
tunggu, karena hari ini adalah hari pengumuman hasil ujian mereka. aku menerima sebuah
amplop dari pihak sekolah. dan isi dari amplop itu adalah nilai-nilai mereka. semua siswaku
terdiam dan berharap cemas. Akupun membukanya perlahan-lahan,saat aku melihat hasilnya…
akupun langsung membacanya….di depan semua siswaku. “ anak-anakku….nilai
kalian……..”aku sengaja diam di depan mereka, merekapun tertunduk saat aku melihat mereka.
“nilai kalian semua di atas rata-rata…” ujarku yang membuat mereka terkejut.
“maksud bapak?” ujar Nair “kalian lulus semua….” sahutku dan tersenyum kepada mereka,
mereka menangis karena merasa tidak percaya dengan yang kukatakan. “apakah itu benar pak?
… bapak tidak bohongkan?” ujar Simon “untuk apa bapak berbohong pada kalian…nih lihat saja
nilai kalian” ujarku sambil memberikan hasil nilai ujian mereka kepada mereka. merekapun
berkumpul dan melihat hasil nilai mereka. “horeeeee………..kita lulus……..”ujar mereka
kegirangan. Aku tersenyum bahagia, ketika melihat mereka yang tersenyum lebar. Akupun
mengajak mereka untuk merayakan keberhasilan mereka dengan mengajak mereka ketaman
hiburan.

~ 28 Siswa ~ Ketika Faisal pulang, ke 28 siswapun berkumpul dan berembuk untuk


merencanakan sesuatu. “1 minggu lagi acara perpisahan…bagaimana jika kita memberikan
sesuatu untuk pak Faisal” ujar kibum kepada teman-temannya “apa yang harus kita berikan pada
pak guru?” tanya Iwan “iya… kita juga tidak tahu pak guru suka apa?” sahut Jacky
“bagaimana jika kita patungan” sahut Jimmy “kita belikan apa?” tanya Anhi
“mm……baju saja bagaimana?” ujar Nhiar “boleh juga tuh…” sahut Ria “tapi apakah tidak lebih
baik, kita memberikan sesuatu dari buatan kita sendiri” ujar Amir kepada yang lain “memangnya
kita bisa buat apa?” tanya Rifky dan Putra bingung “Junair kamu kan pandai membuat prakarya,
enaknya kita buat apa?” tanya Hengky “benar Junair, sebaiknya kita buat prakarya apa untuk pak
Faisal?” tanya Maulana “ bagaimana jika kita buat lampion saja, tapi dari bahan bekas saja”
sahut Hengky ‘boleh juga tuh…”sahut mereka “ apa kalian punya kain polos sisa berwarna
putih?” tanya Junair “aku punya…”sahut Iwan. “baiklah, malam ini kita berkumpul di taman
untuk membuat lampion” ujar Junair “Ok...” sahut mereka serempak “Nair~ah…”ujar Hengky
“iya..ada apa?” sahut Nair “kamukan pandai melukis, kamu nanti melukis di kain polos itu ya”
ujar Hengky “melukis gambar apa?” tanya Nair “ melukis gambar kegiatan kita di sekolah
bersama pak Faisal” sahut Junair “Ok lah…”sahut Nair. Bukan hanya sebuah lampion yang ingin
mereka persembahkan untuk guru mereka, tapi masih ada sesuatu yang akan mereka
persembahkan untuk Faisal.

~ Saat Perpisahan ~ Hari ini adalah hari dimana sebuah acara perpisahan dilaksanakan.
Beberapa siswa memberikan persembahan mereka di atas panggung. Ada yang melakukan aksi
band mereka, ada yang bermain drama, ada yang menyanyi baik solo maupun grup, ada yang
bermain pantomime. Setelah beberapa siswa itu selesai melakukan aksi mereka, tibalah ke 28
siswa itu berdiri di atas panggung. Mereka mengenakan baju seragam sekolah mereka. Amir
sebagai ketua kelas mereka, Amirpun maju beberapa langkah kedepan. Faisal duduk diantara
guru-guru yang lain. Amirpun mengatakan sesuatu yang membuat Faisal dan yang lain terharu.

“Guruku idolaku”
Ketika engkau pertama kali mengajar kami
Kami hanyalah sekumpulan anak buangan yang tidak berarti
Hari demi hari engkau mengajar kami dengan penuh kesabaran
Engkau seperti seorang ayah yang selalu melindungi anak-anaknya
Engkau tak pernah lelah untuk membuat kami optimis
Engkau selalu adil pada kami
Engkau tak pernah membedakan kami seperti guru-guru yang lainnya
Engkau adalah pelita kami
Engkau adalah idola kami
Terima kasih…guruku
Terima kasih…karena engkau kami bisa berhasil
Kami sayang padamu pak Faisal…

Faisal menangis, begitu juga guru yang lain yang merasa diri mereka tidak adil pada
siswa-siswa itu. dan Faisal tidak bisa berhenti menangis saat siswa-siswanya menyanyikan
sesuatu untuknya…

“Lagu ini kami persembahkan untuk guru kami tercinta” ujar Amir di atas panggung.
Musikpun mulai memainkan melodinya. Merekapun mulai menyanyi…

Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Ku gendong tas merahku…dipundak

Slamat pagi semua


kunantikan dirimu
Di depan kelasmu
menantikan kami

guruku tersayang
guru tercinta
tanpamu apa jadinya aku

tak bisa baca tulis


mengerti banyak hal
guruku terima kasihku

nyatanya diriku kadang buatmu marah


namun segala maaf kau berikan….

guruku tersayang
guru tercinta
tanpamu apa jadinya aku

tak bisa baca tulis


mengerti banyak hal
guruku terima kasihku
Setelah ke 28 siswa itu selesai menyanyi, merekapun turun dari panggung, dan mereka
menghampiri Faisal, ketika Faisal berdiri, semua siswanya pun memeluk Faisal, Faisal
menangis karena terharu.. “bapak sayang kalian….”ujar Faisal dengan suara yang bergetar.
“kami juga sayang pada bapak…” sahut siswa-siswanya yang menangis dalam pelukan Faisal.
Ketika acara perpisahan usai, ke 28 siswanya pun mengajak Faisal untuk pergi ke kelas mereka.
dan merekapun memberikan lampion itu kepada Faisal. Ketika lampion itu diputar, Faisal lagi-
lagi terharu… karena lampion itu bergerak dan bayangan dari gambar yang terdapat pada
lampion memenuhi seisi kelas. Lampion itu terlihat gambar-gambar aktifitas Faisal dan ke 28
siswanya. “terima kasih….”ujar Faisal sesenggukkan “terima kasih guruku” sahut ke 28
siswanya.

* SELESAI *

Anda mungkin juga menyukai