Benar saja, perlahan namun pasti ustadz Irham berjalan dari kantor menuju ke
kelas IV. Hiruk pikuk dalam kelas menandakan kegelisahan mereka saat melihat
ustadz Irham berjalan menuju ke kelas.
Saya memandangi satu per satu siswa tersebut, tampak duduk mereka
sangat rapi melipat tangan dan tidak tampak satu orang pun yang bersuara,
semuanya tertekun diam seribu kata, tidak ada satu orang pun yang bergerak dari
tempat, bergeser, berjalan ataupun bersuara sehingga saat itu suasana kelas
menjadi hening. Andai saja ada satu pulpen atau pensil yang jatuh dari meja, maka
suara jatuhnya bend aitu terdengar amat jelas.
Perlahan saya menyapa barulah mereka bersuara dengan serentak, diawali
dengan memberikan beberapa candaan terhadap beberapa orang anak sehingga
tampak sedikit demi sedikit suasana kelas berubah yang tadinya tegang menjadi
cair. Dilanjutkan dengan menebar senyum dan saya pun membuka kelas dengan
sebuah permainan “Tepuk Tangan” yang sangat sederhana sebagai latihan fokus
untuk mengawali pelajaran.
Mereka saling sahut-sahutan atas kondisi yang sangat berbeda ini, saya hanya bisa
tersenyum menyaksikan situasi mereka yang tadinya tegang kini berubah menjadi
keceriaan dan penuh semangat. Sambil tersenyum memandang mereka, hati saya
berkata.
“kalian hanya belum merasakan seperti apa ustadz Irham di dalam kelas, kini
kalian sudah tahu bahwa ustadz Irham juga bisa seperti ini, ustadz yakin setelah
ini akan ada lagi komentar kalian?”
Setelah menjelaskan,Gambar
maka1.3. Menjelaskan aturan Game Tepuk Fokus
permainan pun dimulai. Tampak keceriaan mereka
selama permainan, seakan mereka sudah lupa sosok ustadz Irham yang mereka
sebut sebagai guru paling kejam dan mengerikan. Hanya bermodal permainan
tepuk tangan suasana kelas bisa berubah total, anggapan anak yang semula takut
kini beralih menjadi suka cita.