Anda di halaman 1dari 61

P

Siapakah Yang Akan Membunyikan Lonceng Itu?


Karya : Abdul Aziz (Kelas XII MIA 2)

Tahukah kau Jika didengar seksama, kau bisa mendengar berbagai bunyi dan suara di dunia ini.
Jika lebih fokus lagi, apakah kalian dengar semua keributan yang dilakukan oleh semua orang?
Kupikir mereka telah kehilangan hal yang berharga baginya. Mungkin..

Suara kelas yang berisik mengganggu otakku. Padahal ini hari pertama kembali bersekolah tapi
sikap para murid tak mendasari kelas buruk kepintaran itu. Suasana sangat menyeramkan buatku yang
mau fokus pada penyampaian materi berharga. Sang guru menatapi sekeliling pasrah pada apa yang
terjadi seolah ini rutinitas yang sering terjadi sambil dengan sesekali berkata “mohon diam”. Hei,
diamlah sebentar saja... Cukup untuk diam sebentar saja.. Cobalah dengarkan perkataan orang lain,
bukan egomu sendiri

“Mohon untuk tenang!” seorang lelaki berkacamata yang duduk di sudut depan dekat pintu kelas
berteriak lantang. Gemanya mampu mendominasi dan siapa yang mendengarkannya seolah terdiam.
Andai aku bisa memberikan pertanda seperti itu..

Dalam dekapan diam semua orang, bel istirahat berbunyi seolah merusak gejolak anak lelaki itu.
Anak-anak lain berlarian keluar kelas tetapi aku hanya ingat tatapan kecewa anak itu. Meski
memperebutkan kesempatan, bukankah pada akhirnya tak ada yang akan berubah? Jika di suatu
sudut bumi ini ada sebuah lonceng yang sangat besar, Maka suaranya pasti dapat terdengar di
seluruh dunia.. Tetapi masalahnya siapa yang akan membunyikan lonceng itu? Apa hanya tuhan
yang mampu membunyikannya?

Aku mendekati lelaki itu. Kesedihannya agak terpancar dari sikap putus asanya. Aku mulai
berbicara dengannya karena kuyakin sedikit semangatku mungkin bakal tersalur di gejolak sabuk
yang membara itu. “Kamu keren sekali dan aku mendukungmu.” Kataku sambil segera terburu keluar
kelas.

Bel Masuk kelas kembali berbunyi dan kini sesi wali kelas telah dimulai. Pemilihan organisasi
kelas baru juga tak mempengaruhi suasana keruh dan bising dari kelas itu. Sahut-sahutan sesama
manusia seolah menghempaskan wali kelas yang kini berjuang mencari ketua kelas terbaik baginya.
Kapankah saat lonceng itu akan berbunyi? Siapa yang akan membunyikan lonceng itu? Bisakah dia
membawa tanggung jawab seberat itu? Apakah pilihan terbaiknya kabur saja, iya kan? Bahkan
inisiatif untuk membunyikan lonceng sudah tiada maknanya. Meski pun kau mendominasi, kau takkan
bahagia. Sungguh Bodoh..

“Saya bersedia.” Anak lelaki berkacamata di penghujung sudut depan kelas itu menyahut keras
menyela kebisingan dan mengangkat tangannya.
P

Wajahnya berbinar-binar seolah berhasil memperebutkan sebuah sabuk kemenangan. Seluruh


orang yang mendengar gejolak tegas anak itu menutup mulut mereka dan membuat semua orang
diam. Sang wali kelas juga menatap kagum dengan wajah bangga seperti yang dirasakan olehku.
Keyakinannya mampu meruntuhkan dinding pertikaian itu. Aku terkesan dengannya. Kupikir
menyadarkan seseorang itu bukan dengan kata-kata, tapi dengan suara yang menggema agar
semuanya dapat tersadar. Bagai kita meletakkan lonceng yang sangat besar itu di gunung paling
tinggi, suaranya pasti terbawa angin atau melalui laut dan suaranya dapat meraih seseorang untuk
datang kepadanya. Aku terkagum dia berhasil membunyikan lonceng itu..
P

Berjuang
Oleh: Abyan Rabbah

Suara alarm dari HP berdering sehingga membuat seseorang terbangun dari nyenyaknya tidur yaitu
Abyan, Dia masih ngantuk dan malas sekali untuk bangun dari tempat tidurnya.

“Astagaaa!!” Seketika terkejut ketika melihat jam sudah menunjukan pukul 06:30. Abyan bergegas
mandi dan sarapan dengan nasi goreng yang sudah di buat oleh ibunya. Setelah itu, Abyan segera
pergi menggunakan sepedanya ke sekolah untuk persiapan berangkat ke turnamen bola voli antar
provinsi.

Sesampainya di sekolah, tiba tiba…

“Abyan cepet nanti kita di WO lohh!!” Teriak pak agus pelatih.

Setelah memarkirkan sepedanya, Abyan langsung bergabung bersama teman temannya untuk
memasuki mobil elf.

Sambil menikmati perjalanan ke tempat perlombaan voli. Pak Agus langsung menyusun strategi
untuk formasi kita di perlombaan nanti karena yang Abyan dan timnya lawan di final adalah juara
berturut-turut di lomba voli tersebut.

“Intinya kalian jangan takut! gak peduli kalian lawannya juara berturut turut yang jago bangetlah,
pokoknya kalian ikuti saja kata-kata saya dan dengarkan perintah-perintah saya!” Ucap Pak Agus.

Sesampainya di tempat lokasi perlombaan tersebut, Abyan bersama teman-temannya segera pergi
ke ruang ganti untuk mengganti pakaian dan persiapan untuk pergi kelapangan .

⁎⁎⁎

“Kita panggilkan tim dari sekolah SMP Subang untuk memasuki lapangan arena bola voli!!!”
Ucap komentator di tempat.

Seketika Abyan, Pak Agus dan teman-teman segera berjalan beriringan melewati lorong ruang
ganti dan menuju lapangan. Setelah itu, Abyan dan teman-teman segera berkumpul di pinggir lapang
untuk briefing dan mendengarkan kata-kata motivasi dari Pak Agus.

Serentak penonton ricuh dan bertepuk tangan karna pertandingan akan di mulai.
P

“PRITTTT” Suara peluit wasit.

Setelah memulai set pertama Abyan dan teman-teman nampak kewalahan melawan tim musuh
karna nampak tim musuh sangat mendominasi pertandingan sehingga membuat tim Abyan kalah di
set pertama.

Istirahat set pertama dimulai Pak Agus memberitahu Abyan dan teman-teman kelemahan tersebut
karna tadi pertandingan pertama, Pak Agus menganalisis pertandingan pertama tersebut sehingga
membuat Pak Agus mengetahui kelemahan tim tersebut.

Pertandingan ke dua dimulai.

Setelah di beritahu kelemahan tim tersebut oleh Pak Agus, nampaknya sekarang tim Abyan mulai
bangkit dan mulai memimpin poin sehingga membuat tim Abyan menang jauh unggul dari tim musuh
sehingga membuat kedudukan menjadi satu sama.

Istirahat kedua di mulai

“Intinya kalian main saja enjoy, jangan takut karna musuh juga sekarang sudah khawatir Karena
kita sudah tahu kelemahan mereka.” Ucap Pak Agus.

Lalu semuanya mengumpulkan tangannya di tengah dan;


“SMP SUBANG” Ucap Abyan.
“WIN” serentak.
Karena dengan semangat yang menggebu-gebu dan motivasi serta dukungan dari penonton
membuat Abyan dan teman temannya onfire sehingga membuat SMP Subang dengan mudahnya
memenangkan pertandingan tersebut.

Setelah pertandingan tersebut untuk pertama kalinya Abyan dan teman-temannya mengangkat
piala juara serta membanggakan nama sekolah.
P

Penyesalan Terbesar
Oleh : Alif Azhar

Apakah ada penyesalan terbesar dalam hidup kita?

Mungkin kita pernah berpikir, “Andaikan aku melakukan ini saat itu.” “Ah, andaikan aku
melakukan hal itu.” Penyesalan memang tidak lepas dari kehidupan kita. Ketika manusia diberikan
sebuah pilihan atau keputusan, ada kalanya keputusan yang kita buat saat itu berdampak buruk bagi
kita sendiri sehingga membuat kita sangat menyesalinya.

Penyesalan adalah sebuah pelajaran yang amat berharga. Namun, alangkah baiknya jika kita
memang berusaha sebaik mungkin agar kita tidak menyesal di kemudian harinya.

Sebelum semua itu terlambat..

Akan aku ceritakan kisahku ini, agar kalian semua bisa mengambil pelajaran berharga darinya, dan
tidak membuat kesalahan yang sama dengan aku..

⁎⁎⁎

Namaku Oks. Umur 16 tahun, dan mempunyai impian yang sangat tinggi. Mungkin impian ini
terasa seperti impian setinggi langit, hal yang hampir mustahil diraih. Namun, aku tidak peduli. Aku
akan terus berjuang agar bisa menggapai impian itu.

Impianku adalah bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’an ku di masa SMA ku ini, alias khatam Al-
Qur’an, 30 Juz ter hafal. Aku benar-benar ingin menjadi Hafizh Al-Qur’an, aku sangat ingin.
Bayangkan, memberi mahkota kepada kedua orang tua kita di surga kelak? Wah, hebat banget itu.
Aku memang ingin membuat kedua orang tuaku bangga, dan membahagiakan mereka.

Agar bisa mencapai mimpi itu, aku bersekolah di pondok pesantren terkenal, Pesantren An-Nas.
Motto sekolah itu adalah “Lahirnya Calon Barisan Al-Hafizh Disini” rasanya ini sekolah yang cocok
denganku, dengan impianku ini. Aku berdoa kepada Allah setiap waktu agar bisa keterima di sekolah
ini, bismillah.
P

Kemudian alhamdulillah, setelah tes dan wawancara, aku diterima di pesantren ini, aku langsung
sujud syukur, dan orang tuaku sangat bangga kepadaku, dan sedih disaat yang bersamaan, harus
berpisah dengan anak tunggal mereka yang merantau ke beda pulau. Aku tinggal di Sulawesi, dan
Pesantren An-Nas ada di Jawa. Aku juga sangat sedih harus berpisah dengan orang tuaku, namun
demi mimpiku ini yang akan membuat mereka bahagia, aku harus terus maju ke depan.

Impresi pertamaku saat sudah sampai di pesantren ini? Yah, sangat hebat sejujurnya. Lapangannya
luas, asrama yang kelihatan nyaman, dan masjidnya juga apalagi. Masjid nya besar banget, gila.
Masjid dari tempat tinggalku beneran kalah jauh dari masjid ini. Namanya Masjid Al-Fath, dan aku
sudah tidak sabar untuk menghafal Al-Qur’an disini.

“Masjidnya emang besar banget, yak? Aku baru pertama kali liat masjid kayak gini.”

Aku menoleh ke belakang. Ada murid seumuranku dengan rambut ikal dan gigi putih yang sedang
membawa koper sepertiku juga. Apakah dia murid baru sepertiku?

“Ah, maaf tiba-tiba ngomong. Harusnya salam dulu deh, Assalamualaikum, kenalan yuk.” dia
mengulurkan tangannya. “Namaku Roy, aku baru dateng kesini, dan kayaknya kamu juga murid baru
yak?” dia tersenyum.

Aku menjawab jabatan tangan itu, “Waalaikumusalam, senang kenalan sama kamu Roy, aku Oks,
semoga kita bisa akrab!” Aku tersenyum juga.

Aku dan Roy langsung saling bercerita. Dia bilang dia dari Padang, dan sangat tertarik untuk
bersekolah disini juga. Aku juga bercerita tentang diriku sendiri. Yang paling membuatku sangat
kagum dengan dia adalah, dia bilang hapalannya sudah 10 Juz saat SMP, MasyaAllah pikirku dalam
hati, apa daya yang diriku ini cuman hafal Juz 30 saat SMP. Namun aku tidak minder, justru itu
tambah membuatku lebih bersemangat untuk menghafal Al-Qur’an.

Aku dan Roy melangkah menuju asrama kami. Satu kamar ada sekitar 20 orang, rame banget. Aku
dan Roy tinggal di kamar yang sama, kamar Abu Bakar. Di hari pertama, kami diberi banyak
informasi oleh ustadz-ustadz kami tentang berbagai hal di sekolah ini seperti peraturan, tata tertib,
kegiatan sehari-hari, dan sebagainya. Kami semua di kamar saling kenalan, dan mereka semua orang
yang sangat baik-baik, Ustadz kamar kami yang bernama Ust Fukhri menyambut kami semua dengan
tangan terbuka, dan semoga bisa betah di kehidupan disini.

Di malam pertamaku disini, aku berdoa dalam hati, bismillah, semoga impianku tercapai di
kehidupan pesantren ini.

⁎⁎⁎

18 Desember 2018
P

Tanggal itu, adalah hari terbaik, terhebat, dan hari paling bahagia dalam hidupku.

Alhamdulillahi rabbil alamin, aku menyelesaikan hafalanku dan mengadakan acara khatam di sini.

Semua siswa hadir, semua guru hadir, Ust Fukhri, Ustadz kamarku dan sekaligus Ustadz
halaqohku sangat bangga kepadaku, beliau sampai menitikkan air mata.

Bahkan Roy sangat bangga dan kagum padaku, aku bisa menyusul dia yang sudah 10 Juz lebih
dengan perjuangan kerja kerasku dan berkat rahmat Allah dan doa orang tua. Sekarang dia sudah 20
Juz, dan dia bilang “Awas aja Oks, nanti aku nyusul kok, hehe.”

Tentunya yang mungkin lebih bahagia dariku saat ini adalah orang tuaku. Ibuku menangis sejadi
jadinya, dan ayahku terus tersenyum bangga kepadaku. Aku memeluk kedua orang tuaku dan
menangis juga. “Ibu pokoknya sangat bangga kepadamu, Oks.”

Impianku saat ini akhirnya tercapai, 3 tahun berjuang disini, dan alhamdulillah saat kelas 12 aku
bisa menggapai langit itu, yang dulunya aku kira sangat mustahil.

Saat itu sebelum pulang, Ustadz Fukhri menitipkan pesan kepadaku, dia bilang, “Ananda, di
kehidupan nanti, akan ada banyak tantangan yang tentu harus kamu lampaui, dan tentunya, akan ada
keputusan. Keputusan-keputusan penting.”

“Emangnya keputusan kayak gimana, Pak Ustadz?” aku heran.

“Tentunya untuk sekarang kita belum tahu” Ust Fukhri tertawa kecil. “Namun ingatlah, dalam
kehidupan fana kita ini, segala takdir telah ditetapkan oleh Allah. Manusia berencana, tetapi Allah
yang memutuskan. Meskipun begitu, ingatlah bahwa kita pasti akan selalu mempunyai pilihan.”

“Kitalah yang menentukan pilihan kita sendiri, keputusan-keputusan ada di tangan kita. Maka
ingatlah Oks, agar jangan sampai menyesal.”

“Jangan sampai membuat keputusan yang akan membuat kita menyesal nantinya. Pikirkanlah
matang-matang sebelum memulai sebuah tindakan. Tetaplah ingat kepada Allah dan minta
pertolongan-Nya, karena Allah lah yang tahu apa yang terbaik bagi kita, maka minta lah petunjuk
Allah.”

“Baik Ustadz, makasih pesannya.” Aku tersenyum. “Insya Allah akan kuingat.”

Oh, andaikan aku memang ingat tentang pesan Ust Fukhri.

⁎⁎⁎

Setelah lulus dari SMA, untuk kehidupan kuliah ku alhamdulillah aku bersama sahabatku Roy
diterima di kuliah terkenal, Universitas Al-Fatihah, berlokasi di Jakarta. Aku sangat bahagia bisa
P

menuntut ilmu disana, aku berpamitan kepada kedua orang tuaku, dan pesan ibuku hanyalah “Tolong
sekali-kali pulang ya nak.” Aku mengangguk dan tersenyum kepada ibuku.

Kehidupan disana sangat indah. Aku dan Roy tinggal di sebuah apartemen, dan kami setiap hari
menuntut ilmu dengan rajinnya. Kami beradaptasi, bersosialisai, dan terus belajar dan belajar.

Kami cepat menyesuaikan diri dengan kehidupan kuliah.

Namun, kehidupan disini mengundang sebuah kutukan dalam diriku. Sebuah sifat yang sangat
hina, suatu sifat yang terdengar sepele, namun sifat ini bisa menjadi cikal bakal akan dosa-dosa besar
yang biasa manusia perbuat. Sifat ini begitu hina sehingga Allah bahkan mengusir Iblis dari surga
karena sifat ini tertanam di dalam diri Iblis.

Sifat sombong.

Disini, aku mengumbar-ngumbar fakta ke kawan-kawan ku bahwa aku sudah menjadi Al-Hafizh.
Aku menceritakan perjuangan 30 Juz ku kepada mereka. Beberapa dari mereka kagum, ada yang
merasa termotivasi, namun ada juga yang iri denganku, dan ada pula yang benci denganku.

“Menurutku sih, kau tidak perlu sampai sengaja bercerita ke semua orang kayak gitu, Oks.” Ujar
Roy yang sedang memakan bakso nya dengan tenang.

“Lah, emangnya kenapa?” Aku memesan bakso yang sama juga dengan Roy.”Biarinlah, orang kan
harus tahu kalo aku Al-Hafizh. Perjuanganku itu berat banget loh. Kan bisa aja mereka semua itu
termotivasi kepadaku. Bukankah itu berarti aku mengajak kepada kebaikan?”

“Yah serah kau sih.” Roy menoleh kepadaku. “Cuman mikir aja sebenarnya gak perlu juga kan
sampai ngumbar-ngumbar gitu. Mending rendah hati aja.”

Hmph, aku mengabaikan omongan Roy, dan kembali memakan bakso ku.

Rasanya karena kehidupan yang sibuk disini, aku mulai lalai daripada rutinitasku di pesantren
dulu. Padahal dulu, aku tidak pernah bolong “One Day One Juz” ku, namun sekarang ngaji saja aku
hampir tak pernah. Sholat selalu tepat waktu di masjid saat adzan, tetapi sekarang biasanya aku
menunda-menunda sholat.

Ibuku rutin menelponku setiap akhir minggu, tapi sekarang seringkali aku selalu beralasan ke
ibuku bahwa aku sibuk, jadi aku tidak bisa menerima teleponnya. Awalnya aku memang merasa
sangat bersalah akan kesibukan yang tidak bisa dihindari ini, namun waktu berlalu aku berpikir lebih
baik aku mengerjakan tugas-tugas daripada menghabiskan waktu menelpon. Dulu aku di pesantren
aku sering meminta doa dari ibuku, tetapi sekarang aku berpikir aku tidak butuh doa dari orang tua
agar bisa menjadi sukses.
P

Suatu hari, seorang mahasiswa bernama Sugi mengajakku untuk nongkrong. Sugi ini terkenal di
kampusku sebagai anak keren dan beken, dan dia saat ini menawarkan aku apakah aku ingin ikut dia
dan kawan-kawannya. Aku antusias, sudah lama aku tahu siapa Sugi, dan diajak langsung dengannya
benar-benar menggiurkan, aku ingin jadi anak yang keren dan beken juga.

Sebenarnya, saat itu sudah adzan Ashar, dan Roy meneleponku untuk mengajak apakah mau ke
masjid bareng. Namun saat itu aku menolaknya, bilang ada urusan, karena rasanya gak mau aku
melewatkan kesempatan ini untuk nongkrong bersama Sugi dan gengnya. Ini kesempatan emas loh.
Gak apa-apalah telat sholat sebentar, sholat mah kan gak harus dilakukan segera juga kok, begitu
pikirku.

Itu adalah penyesalan pertamaku.

⁎⁎⁎

Namun ternyata, penundaan sholat itu malah menjadi “tidak sholat sama sekali”. Aku keasikkan
nongkrong sama Geng Sugi sehingga sholat pun aku lupa.

“Gapapa lahh sekali-kali gak sholat kok.” Sugi tertawa sambil menyodorkanku minuman. “Rajin
amat tiap hari sholat, sekali-kali istirahat bolehlah.”

Rasanya aku pun setuju dengan ucapan itu. Sial, harusnya saat itu aku tidak terhasut omongan dia.

Itu adalah kali pertama aku melewatkan sholat semenjak akil-baligh. Tapi aku malah merasa tidak
bersalah. Aku pulang ke apartmenku dengan perasaan senang telah berteman dengan Sugi, kemudian
aku langsung tidur karena kecapekan, dan melupakan sholat Maghrib dan Isya juga.

⁎⁎⁎

Akhir-akhir ini aku lebih sering nongkrong sama Geng Sugi daripada sama Roy.

Rasanya Roy merasa khawatir sama aku, “Oks, kau ngapain aja sih kalo sore-sore? Biasanya kau
kan suka ke masjid bareng aku, kok sekarang suka hilang mulu?”

“Lah, kenapa emang? Kan serah-serah aku mau ngapain?” cetus diriku.

“Ok, aku emang gak berhak ngurusin hidup kau.” campuran rasa khawatir dan kesal tersirat di
wajah Roy. “Tapi setidaknya kau jangan lupa ibadah, Oke? Aku akhir-akhir ini jarang lihat kau ngaji
Al-Qur’an tuh. Jangan lupain Allah dong. Padalah biasanya kau suka ngaji ba’da Subuh dan ba’da
Isya. Jaga hafalan yak? Jangan biarin amanah Allah yang sudah dititipkan kepadamu yaitu hafalan 30
Juz itu jadi hilang.”

Aku mendengus. Dih, ceramah Roy lagi dan lagi. Aku sudah mulai kesel dengan dia.

Itu adalah penyesalan keduaku.


P

Kenapa aku saat itu tidak mendengarkan nasihat dia dengan seksama? Dengan sombongnya aku
malah mengabaikan kebaikan hati sahabatku itu.

Di kampus, sifat sombongku sudah makin menjadi-jadi, apalagi setelah aku termasuk Geng Sugi.
Saat seorang kawan memanggil namaku, aku menyuruh mereka menyebut gelarku juga, “Al-Hafizh”.
Kan perjuanganku gak boleh dilupakan loh. Aku udah capek-capek menghafal Al-Qur’an, maka
orang-orang disini harus mengakuiku. Jadi mereka harus memanggilku “Oks Al-Hafizh”. Bahkan
dosen disini pun aku suruh mereka memanggilku begitu.

Aku juga semakin sering merendahkan orang lain. Jika ada orang yang kurang pintar, atau
mungkin dia memberitahuku bahwa hafalan Al-Qur’an nya masih sedikit, aku suka merendahkannya,
dan memberitahu dia bahwa aku lebih baik dari dia, dan orang itu haruslah belajar dariku dan
menjadikanku teladannya.

Dampaknya, beberapa kawanku menjauhiku. Bahkan aku sekarang sudah jarang mengobrol
dengan Roy. Sifat sombongku ini mengundang banyak kebencian, namun aku tidak peduli, karena
mereka yang benci padaku hanyalah yang iri padaku.

⁎⁎⁎

Di hari yang saat itu ditakdirkan Allah, Ayahku meninggal.

Ibuku meneleponku dan menangis saat mengabarkannya, dan meminta aku untuk pulang, untuk
men-sholati mayatnya. Namun, aku tidak mau..

Itu adalah penyesalan ketigaku.

Sekaligus itu bisa dibilang penyesalan terbesarku. Aku masih merasa bersalah sampai saat ini.

Hari pemakamannya itu bentrokan dengan jadwal biasa aku nongkrong dengan Geng Sugi, dan
sejujurnya, aku merasa sangat malas jika harus pulang ke rumahku. Saat ini aku kurang lebih sudah
tidak peduli lagi dengan kedua orang tuaku, bahkan sudah sebulan aku terakhir menelpon ibuku.
Untuk apa aku pulang kesana sekarang?

“Apa maksudnya Oks gak mau pulang !?” Ibuku kaget.

“Yaelah mak, besok gua ada urusan sama temen-temen, jadi gak bisa datang-“

“Masa Oks lebih priotaskan urusan kawan daripada Ayah Oks !?” Ibuku marah dan sedih. “ Ini
ayahmu, nak! Tolong pulanglah! Siapa lagi yang mensholati ayahmu ini?”

“Ya sudah sekalian aja gak usah disholatin !!” Aku membentak. “ Lagian gak usah nyuruh-nyuruh
gua deh! Kalo dibilang sibuk, ya sibuk! Gua gak ada waktu buat pulang !”
P

“Astagfirullahalazim!” Ibuku menangis. “Teganya kamu bilang gitu nak! Kok kamu bisa berubah
begini?? Kemana anak ibu yang nurut dan membahagiakan ibu saat itu?? Begitu durhakanya kamu
sampai tidak mau menghadiri pemakaman ayahmu sendiri!?”

“Demi Allah, Ibu sangat tidak ridho jika kamu menghadiri urusan dengan kawan kawan Oks
daripada menghadiri pemakaman Ayah!”

“Udah ah! !” Aku benar-benar kesal. “ Masa ibu tega nyuruh-nyuruh aku kayak gitu sih!? Udah
capek-capek gua jadi Al-Hafizh loh, udah bikin ibu bahagia, udah ngasih mahkota ke ibu di surga,
jadi ibu gak usah seenaknya merintah gua !”

Aku pun menutup teleponnya. Ibuku menangis sejadi-jadinya disana.

⁎⁎⁎

Pagi esoknya, Roy mendatangiku.

“Tolong pulanglah.”

“Lu gak berhak menyuruh gua, Roy!” Aku mendengus.

“Iya, tapi ibumu sudah amanahkan aku buat ngebujuk kau. Tolonglah, kenapa sih kau nggak mau
pulang? Ayahmu meninggal, beliau pasti ingin disholati anaknya.” Roy mengerutkan dahi.

“Karena itu repot.” Aku bahkan tidak ingin menatapi wajahnya. “Ngapain gua pulang? Toh gua
ada urusan jadi emang gak bisa hadir, gua udah gak peduli lagi sama orang tua.”

“Orang tua mu yang selama ini sudah membesarkanmu dan mendoakanmu-,“

“Mereka udah gak ada lagi urusannya sama gua.” Kenapa Roy sekarang hobi banget ceramahin
gua sih? “Gua udah bisa hidup sendiri, oke? Kenapa gua harus ngurusin orang tua gua juga kalo gua
lagi sibuk dengan kehidupan sendiri? Setiap orang ada kehidupannya masing-masing Roy, dan
sebaiknya lu juga gak usah ikut campur urusan gua!” Aku mengarahkan jari telunjukku ke Roy seakan
mengancam dia.

Roy menghela napas. Sangat berat baginya melihat sahabatnya sendiri, teman seperjuangan
penghafal Al-Qur’an nya sudah jatuh dalam kesesatan seperti ini. Campuran sedih, khawatir, marah
dan kesal terasa di hatinya.

“Kalo begitu baiklah.” Roy melangkah keluar dari apartemen Oks. “Aku sangat sedih denganmu
kawan. Kau sudah berubah sekarang.. aku hanya berharap semoga kau bisa kembali menuju jalan
Allah. Semoga Allah memberi hidayah kepadamu, amin.” Roy menutup pintu.

Aku menggaruk kepala, aku tidak peduli. Sudah waktunya aku pergi, Sugi mungkin menunggu
aku.
P

Aku menyalakan motorku, dan bergegas berangkat menuju tempatnya. Tetapi, ingatlah bahwa
ridho orang tua adalah ridho Allah. Perjalananku saat itu sangat berakibat fatal.

Sebuah kebetulan yang luar biasa terjadi. Namun bahkan rasanya tidak bisa disebut kebetulan,
melainkan takdir. Ya, takdir Allah telah ditetapkan saat itu. Roda gigi berputar, dan tidak ada yang
bisa menghentikannya.

Saat itu, seorang pengemudi mobil sedang mengantuk, dan dikarenakan itu dia tidak sengaja
menabrak sebuah tiang. Sang pengemudi pun turun dari mobilnya, namun mobil itu tetap berjalan
dikarenakan tanjakan yang menurun, mobil tanpa sopir itu terus menuruni tanjakan, tepat saat aku
disana. Seharusnya, aku bisa dengan mudah menghindarinya saat itu. Tetapi dikarenakan sebuah
kebetulan yang pas sekali, motorku mogok saat itu.

Padahal motorku baik-baik saja. Tidak ada rusak apapun. Bensin pun masih penuh. Wallahu alam,
motorku tiba-tiba mogok. Akhirnya aku menyadari, bahwa takdir Allah itu tidak bisa dihindari. Aku
berpikir untuk meloncat dari motor, namun terlambat.

Mobil itu meluncur dengan cepat.

⁎⁎⁎

Disaat aku membuka mataku, aku sudah berada di tempat lain.

Kepalaku sangat pusing, dan rasanya sakit banget. Seluruh tubuhku juga terasa nyeri dan kaku.
Aku melihat sekitar, dari ruangannya, aku bisa menyimpulkan bahwa ini ruangan di rumah sakit.
Kemudian aku sejenak bingung, kenapa aku tidak bisa merasakan kakiku dari tadi. Rasanya tidak ada
yang bisa digerakkan dari pusar sampai bawah. Akupun melihat tubuhku sendiri. Aku ngeri sendiri.

Kaki ku sudah tidak ada.

Tidak mungkin, baru tadi pagi aku sehat wal afiat, dan sekarang aku harus menerima kenyataan
bahwa aku tidak bisa lagi berjalan. Ini terasa kejam bagiku.

⁎⁎⁎

Beberapa saat setelah aku mengobrol dengan dokter dan suster, seseorang yang sangat aku kenal
memasuki ruanganku.

“Assalamualaikum..” Orang itu melihat ku dengan raut wajah sedih. “Kawan.”

“Ah...” Aku sedikit terkejut melihat dia disini, “Waalaikumussalam Roy.”

“Kondisimu.. mengenaskan,” Aku tahu yang dia maksud adalah kakiku. “Aku turut berduka.”
P

“Makasih..” Aku sebenarnya masih belum bisa menerima kenyataan ini. “Ngomong-ngomong
Roy, apakah lu tahu kabar Sugi dan yang lainnya?” Aku menoleh kembali ke Roy. “Aku dari tadi
mencoba mengabari mereka, tapi gak dijawab.”

“Oh, tentang itu…ehm…” Roy menggaruk kepalanya.

“Hm ?”

“Sebenarnya mereka udah tahu kok kalo kau ada disini ,”

“Hah ?” Aku tidak mengerti maksudnya.

“ya..” Raut muka Roy terlihat seperti dia merasa tidak enak mengatakan ini, mirip seperti raut
wajah saat seakan-akan dia mencoba memberitahuku suatu hal memalukan yang pernah aku buat. “
Sugi dan yang lainnya sudah dengar kabar kok, kalo kau kecelakaan. Bahkan beberapa teman kita
juga sudah tahu.”

“Eh ?” Aku masih tidak mengerti. “Lantas kalau begitu kenapa mereka tidak kesini-,”

“Ya tentunya karena mereka merasa tidak perlu,” Roy menjawab langsung. “Oks, kau harus
mengerti kalo Sugi dan yang lainnya sekarang meremehkanmu. Dulu kau mungkin sang Al-Hafizh
yang suka nongkrong dengan anak-anak keren dan beken, tapi lihatlah sekarang, kau bahkan tidak
bisa berjalan lagi. Setelah mereka tahu kabarnya, mereka bahkan sudah tidak peduli lagi dengan mu,
seakan-akan menganggap kau tidak ada lagi.”

Apa?

Tidak mungkin, pikirku. Bukankah mereka kawan-kawanku yang akrab? Kenapa mereka bisa
dengan mudahnya membuangku seperti itu?

“Orang-orang sudah tidak peduli lagi dengan mu Oks…” Roy juga terlihat sedih. “Aku juga tahu
semua ini karena tadi aku mengajak mereka untuk menjenguk mu. Namun mereka semua menolak.
Mereka bilang mereka tidak mau berurusan dengan orang cacat.”

“Lah woi !” Aku berusaha untuk tetap tenang, tapi tidak bisa. “Bagaimana dengan kawan-kawan
kita di kampus-,“

“Oks, dengan kelakuanmu yang sudah seperti itu tentulah mereka juga sudah tidak mau lagi
berteman dengan lu..” Roy menghela nafas. “Mereka tidak mau lagi bertemu dengan seorang Al-
Hafizh yang sangat sombong. Dulu mereka memang kagum sama kau, namun karena sifat sombong
mu yang menjelma itu mereka beneran kesal sama kau. Sadarlah Oks, tidak ada yang mau berteman
dengan orang sombong yang merendahkan orang lain.”
P

Aku menatap ke bawah. Astaga. Seberapa burukkah aku di mata mereka? Namun di lubuk hatiku
yang terdalam, aku tahu kalau Roy benar, meskipun aku masih belum mau mengakuinya.

Inilah akibat fatalnya. Semua teman-teman ku di kampus itu? Hilang sudah, hanya karena sifat
iblis ku. Aku termenung, Sejauh itukah aku sudah menyimpang dari jalan yang baik?

“Oh ya Oks, kita ada tamu. Harusnya beliau sudah datang sekarang.” Roy menoleh ke pintu.

“Assalamualaikum.” Pintu ruanganku terbuka. Seseorang dengan baju koko dan peci putih, serta
jenggotnya yang lebat dan terlihat halus itu memasuki ruanganku. Siapapun yang melihat raut wajah
nya selalu berpikir bahwa orang ini terlihat sangat bijaksana. ”Ustadz turut berduka, Oks.”

Aku menoleh ke sumber suara.

“U-ustadz Fukhri?” Aku terkejut.

Ust Fukhri mengangkat sebelah alis, “Jawab salam nya, nak.”

“Eh, Walaikumussalam.” Berbagai pertanyaan langsung muncul di kepalaku. Tapi aku pun
memutuskan untuk tenang dan menanyakan hal yang paling ingin aku ketahui. “Ustadz kenapa bisa
disini?”

“Kalo soal alasan, Ustadz disini karena amanah.” Beliau menyentuh jenggotnya yang lembut.
“Tapi secara pribadi ustadz juga menemui kamu karena khawatir.”

“Ustadz-”

“Coba Ustadz tanya Oks,” Sekarang beliau menatapku dengan dahi berkerut. “Apakah Oks telah
membuat kesalahan?”

Aku terdiam.

“Ustadz, saya rasa saya memang berbuat kesalahan, tapi-“

“Tidak ada tapi-tapian, nak.” Wajah Ust Fukhri masih terlihat marah. “Kesalahan adalah
kesalahan, tidak ada alasan apapun.”

Aku menghela napas.

“Hm? Jadi bagaimana?” Ust Fukhri mengangkat sebelah alis.

“Iya Ustadz... saya berlaku dzolim terhadap teman-teman saya.” Aku merasa sangat malu saat ini.
“Maaf.”

Ust Fukhri tampak lega melihatku meminta maaf. “Kesombongan adalah sifat sang Iblis, Oks.
Kamu tidak seharusnya membiarkan sifat itu menguasai dirimi.” Ust Fukhri menoleh ke Roy,
P

kemudian menatapku lagi. “Sifat itu hanya merugikan dirimu sendiri, dan membawa rasa tidak
nyaman bagi orang lain. Ingatlah, bahwa Allah lah yang Maha Agung. Kita ini hanya makhluk-
makhluk kerdil dihadapannya Oks. Masa kita membanggakan diri kita sendiri semudah itu?
Ketahuilah Oks, diatas langit masih ada langit. Kamu bukanlah yang terbaik. Kita semua ini sama rata
di hadapan Allah.”

Mataku mulai berkaca-kaca. Aku merenungkan ucapan Ust Fukhri, memasukkan nya ke dalam
hatiku dan memikirkannya ke dalam otak ku. Astagfirullahal azim.

“Ustadz memang kecewa terhadapmu Oks. Kenapa murid terbaik Ustadz bisa menjadi
menyedihkan begini?” Ust Fukhri juga terlihat sangat sedih.

“Maaf Ustadz…maaf Oks sudah mengecewakan Ustadz.” Aku menundukkan kepalaku.

“Minta maaflah...terhadap kawan setia mu, Oks.” Aku melihat Roy tersenyum dibalik Ust Fukhri.
“Sahabat mu ini tetap datang menjenguk mu kan? Bahkan jika kawan-kawanmu yang lainnya sudah
muak terhadapmu, namun Roy tetap tidak tega jika meninggalkanmu begitu saja. Bersyukur lah kamu
mempunyai teman semacam dia.”

“Tolong, maafkanlah aku Roy. Aku mengkhianatimu, aku menghancurkan kepercayaanmu


terhadapku. “Aku mengulurkan tanganku. “Maafkanlah aku, kawan.”

Roy menjabat tanganku, kemudian menepuk pundakku. “Aku pastinya memaafkanmu kawan.”
Roy tersenyum. “Aku lega kau bisa sadar akan kesalahanmu.”

Aku juga tersenyum. Aku memang harus bersyukur mempunyai teman yang sangat baik seperti
dia. “Terima kasih.” Bicara soal memaafkan seseorang, aku langsung mengingat orang nomor satu
yang benar-benar harus aku minta maaf. Berkat berbagai tragedi yang terjadi padaku sekarang ini, aku
baru sadar juga akan banyak nya kesalahan yang telah aku perbuat. Aku menyesal.

“Oh iya, aku juga harus minta maaf ke ibuku. Aku telah membuat kesalahan yang sangat besar,
aku harus segera minta maaf-“

“Tentang itu,” Ust Fukhri langsung menyela. “Ustadz kesini bukan hanya karena perasaan pribadi,
Oks. Tapi juga karena suatu amanah. Ustadz memiliki amanah untuk mengabarkan sesuatu
kepadamu..”

“Oh? Amanah apa Ustadz?” Tepat setelah aku menanyakan itu, wajah Ust Fukhri langsung
berubah pucat. Beliau sepertinya hampir tidak sanggup untuk memberitahukan hal ini.

“Meskipun Ustadz bisa saja menelfonmu Oks, tapi Ustadz memutuskan untuk menemuimu
langsung, itulah kenapa dari pagi Ustadz bergegas pergi dari pulau Jawa ke Jakarta.”
P

Mata Ustadz berkaca-kaca, dan beliau melihatku dengan tatapan seakan beliau sangat
mengasihaniku.

“Innalilahi wa inna ilaihi rajiun, ibumu meninggal tepat pada pagi ini, Oks.”

Hatiku bergejolak.

⁎⁎⁎

Butuh waktu lama bagiku untuk memproses semua ini.

Ustadz Fukhri dan Roy pamit setelah mengucapkan maaf dan turut berduka cita, meninggalkanku
sendirian di ruangan ini.

Aku menatap jendela kamar. Sedang hujan. Hujan turun deras tanpa ampun, tidak kenal waktu,
dan tidak ada yang bisa menghentikannya. Seperti air mataku yang berlinang deras saat ini. Bahkan
akupun tidak bisa menghentikannya.

Astagfirullahal adzim. Tolong maafkan aku, wahai ibu.

Itulah yang ingin aku sampaikan, namun takdir berkata kejam. Aku bahkan tidak sempat
mengatakan itu. Sungguh tidak sempat. Malaikat Izrail mendahuluiku.

Ust Fukhri bilang, ibuku meninggal karena mendadak sakit, mungkin karena depresi, lalu
meninggal dalam tidur. Beliau bilang, ibuku terus menyebut namaku bahkan di saat-saat terakhirnya.

Ya Allah, aku menyesal. Betapa durhakanya aku. Bahkan baru sekarang aku merasa sangat
bersalah karena aku memutuskan untuk tidak menghadiri pemakaman ayahku sendiri. Mengapa aku
bisa begitu kejam?

Aku menyesal. Aku menyesal. Aku menyesal.

Kenapa saat itu aku setuju ajakan Sugi untuk tidak sholat? Kenapa saat itu aku tidak
mendengarkan nasihat Roy? Kenapa saat itu hatiku begitu kejam sehingga ibuku saja aku bentak?

Aku memiliki banyak penyesalan.

Namun semua itu tidak ada artinya lagi. Kenapa? Karena terlambat. Aku sungguh terlambat. Aku
tidak sempat meminta maaf. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan.
P

Trouble Maker
Oleh: Azzam Marzuq Al Haq

Pada hari Senin di Sekolah Menengah Atas 11 kota hujan, Samsul bersama 2 temannya melakukan
aksi yang tidak patut ditiru. Ia dengan 2 temannya terlambat upacara kemudian memaksakan diri
untuk masuk dengan cara memanjat gerbang utama sekolah.

Dengan adanya kejadian itu, kepala sekolah menerima laporan dari bagian keamanan bahwasannya
terdapat 3 orang telah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh siswa. Setelah upacara
selesai kepala sekolah memanggil 3 orang tersebut untuk menemuinya di kantor kepala sekolah untuk
diberi surat peringatan.

Usai dipanggil kepala sekolah, Samsul mendapatkan sebuah pembelajaran dari peristiwa yang
telah dialaminya, namun hanya sesaat. Disaat jam pembelajaran dimulai, guru yang seharusnya
mengajar pada saat itu ternyata sakit, jadi kelas yang ditempati Samsul dan 2 temannya tersebut hanya
diberikan tugas namun tidak ada gurunya. Melihat waktu yang luang, mereka ber-3 manfaatkan untuk
kabur ke warung.

Mereka kabur melalui jalan belakang sekolah, melompati pagar, dan menuju ke warung yang
jaraknya tidak jauh dari sekolah. Disaat Samsul sedang asik tertawa dan bercanda dengan 2 temannya,
ia didatangi seorang pria paruh baya dengan seorang anak kecil. Pria itu meminta sumbangan dengan
tujuan agar anaknya bisa sekolah.

Melihat hal itu, Samsul langsung merasa tertampar atas perilakunya selama ini, ia kurang
mensyukuri atas nikmat yang ia miliki, ia tidak pernah menyadari bahwasanya banyak diluar sana
yang ingin bersekolah, tetapi yang dilakukannya selama ini hanya menentang aturan sekolah. Ia pun
memberikan uang sebesar Rp.100.000,00 dan mengucapkan,

“Semoga secepatnya bisa bersekolah.”

Setelah pria paruh baya itu pergi bersama anak nya, Samsul bersama 2 temannya kembali ke
sekolah, dan mulai pada saat itu Samsul bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan berhasil
menjadi lulusan terbaik di angkatannya.
P

First Wave
Oleh: Choirul Riezky

Aku seorang santri Daarut Tauhid Boarding School Putra saat ini aku termasuk gelombang
pertama kedatangan ke pesantren. Di asrama Al-Ikhlas kami hanya ber-8 Oks, Pakhri, Jaks, Ijul, Ical,
Zaidan, Liefs, dan Khaesank. Khaesank harus dikarantinakan lagi karena ada masalah dengan Ustad.
Sedangkan Jaks dan Ical sudah pindah ke Al-Qalam untuk sementara. Karena di asrama sepi, jadinya
kami tersisa ber-5. Malam hari pun tiba di hari kamis malam jum’at. Kami berencana untuk menonton
film horror berjudul “Alas Pati”. Di sepanjang menonton tidak terjadi apa-apa. Karena waktu tidur
telah tiba kita berhenti menonton saat di adegan si cewek kerasukan dan mati bunuh diri.

Setelah menonton kami tidak mengucap sepatah kata pun. Kami refleks bergerak bersama ber-5 ke
WC. Di WC, kami sedikit berbincang tentang film yang tadi kita tonton. Aku dan Pakhri bergegas
berjalan ke asrama untuk tidur. Setelah masuk, aku dan Pakhri melihat Liefs sudah tertidur sambil
tertutup selimutnya dan kacamatanya sudah di lepas. Aku dan Pakhri berbincang sebentar dan aku
bercerita tragedi yang menimpaku kemarin malam. Aku juga bercerita ke Zaidan dan Ijul.

Kita berempat ketakutan dan hendak pindah ke Al-Qalam. Pakhri berencana untuk membangunkan
Liefs tetapi aku menghentikannya karena tidak enak juga sudah tidur tapi disuruh pindah. Kita
berempat berbincang lagi. Ada rencana tidur dibawah, ada juga tidur satu deret agar tenang. Tetapi
kita sepakat untuk tidur di Al-Qalam tanpa membangunkan Liefs. Kita berjalan menuju pintu pelan-
pelan sambil membawa bantal dan selimut.

Kita semua terdiam membeku, merinding, bingung. Suara pintu terbuka terdengar seseorang
datang dari pintu tidak terlalu tinggi pakai kacamata. Kita tahu dia Liefs baru datang dari WC.
Wajahnya basah berdiri terdiam menatap kami balik sambil bertanya, “Kalian kenapa?”.

Pakhri sama Ijul sudah langsung pergi ke Al-Qalam. Aku dan Zaidan yang terdiam langsung
mengecek kasur Liefs. Selimutnya berantakan seperti ada yang baru saja tertidur dan pergi.

Zaidan setelah mengecek, langsung pergi ke Al-Qalam. Aku yang masih di tempat lemas
ketakutan. Liefs yang bingung terus bertanya, “Ada apa? Tadi ada apa? Kok pada lari?”.

Akhirnya aku panggil Ustad dan menceritakan semuanya. Ustad bilang, “Makanya kalau takut
jangan nonton film horror dan lagi tadi pagi bukannya kalian yang nantang-nantang hantu bahwa
hantu lebih rendah derajatnya”. Aku teringat itu kata-kata Jaks saat kita masih bercanda tadi pagi.
P

Karena Ustad mau tidur bareng di asrama jadinya aku tidur sederet ber-empat. Zaidan juga yang
tadi lari balik lagi ke asrama. Ada yang bilang ini tragedi First Wave ada yang bilang tragedi Liefs
jadi dua.

Lantai 7
Oleh: Faisal Rizki Rifaldi

Kisah ini menceritakan sebuah pengalaman dari seorang pegawai baru yang bernama Sabina. Kala
itu, dia mencari-cari pekerjaan hingga bertemulah ia di sebuah kantor tua. Ia pun melamar kerjaan di
tempat tersebut. Tak tunggu lama, ia pun dipanggil oleh bos di kantor tersebut. Setelah interview yang
tidak terlalu lama, Ia pun diterima untuk bekerja di kantor tersebut.

Tidak ada yang aneh baginya, hingga dia diminta tolong oleh rekan kerjanya untuk mengambil
dokumen-dokumen yang berada di lantai 7. Dia sedikit heran tetapi ia tetap pergi ke lantai tersebut
untuk mengambil dokumen-dokumen yang diminta rekannya.

Setelah menaiki lift, ia pun sampai di lantai 7 lalu mencari-cari dokumen yang di maksud. Setelah
menemukan dokumen yang dimaksud, ia melihat ke sekitar, tampak banyak jaring laba-laba dan
tulang-berulang berserakan. Ia mulai merasa aneh dengan lantai ini.

Lalu tak lama setelah mengamati sekitar, tampak sesosok pria bertubuh kurus, mengenakan kemeja
dan pakaian resmi namun lusuh, dan yang membuatnya terkejut adalah pria itu berucap kepada
Sabina, “Cepatlah pergi dari tempat ini sebelum terlambat.” Mendengar perkataan tersebut ia pun lari
terbirit-birit ke lift untuk bergegas menuju lantai satu.

Saat pintu lift terbuka, ia mendapati pemandangan yang tak sedap di pandang, sangat berbeda
dengan pemandangan saat ia masuk pertama kali ke tempat ini, bahkan banyak darah dimana-mana,
dan mayat-mayat berhamburan.
P

Sesungguhnya pemandangan yang sangat mengerikan. Ia pun tak tahan dengan pemandangan yang
dilihat dan akhirnya ia pingsa.

Tak lama kemudian, ia mendapati dirinya terbangun dipinggir jalan dan bergegas mencari
masyarakat sekitar untuk menanyakan hal yang baru saja ia alami, Jawaban dari masyarakat sekitar
membuat ia terkejut karena kantor tua dan lantai 7 yang dimasukinya tidak pernah ada di muka bumi
ini.

Castle
P

Oleh: M Farid Ammar

Suatu hari di Osaka, Jepang, terdapat seorang anak yang bernama Baek Sungjoo. Dia adalah anak
berdarah Korea dan Jepang. Baek Sungjoo sangat giat dalam berlatih judo.

Judo adalah bela diri asli dari Jepang yang sudah ada sejak 1882 oleh Jigoro Kano, Judo adalah
bela diri modern dari jepang yang menggunakan sistem grappling, berbeda dengan karate yang
bersifat bela diri striker. Oleh karena itu, banyak orang yang tidak suka melihat Baek Sungjoo berlatih
judo dan mengatakan bahwa dia tidak akan pernah menang dikarenakan dia adalah keturunan Korea
bukan keturunan asli Jepang.

Walaupun begitu Baek Sungjoo tidak pernah mendengarkan semua itu. Kepala pelatih Baek
Sungjoo pun berkata “Semua jerih payahmu itu membuahkan hasil disuatu hari”.

Tibalah suatu hari disaat umur Baek Sungjoo 17 tahun, Baek Sungjoo mendapatkan kesempatan
untuk bertanding di tournament paling berkesan di jepang yaitu JJC atau dikenal dengan Judo Japan
Championship, setelah mengalahkan lawan dibabak kualifikasi dan menjadi perwakilan kota Osaka
untuk bertarung di Tokyo.

Banyak orang yang mencaci Baek Sungjoo karena dia adalah darah keturunan Korea, tetapi Baek
Sungjoo tetap kuat terhadap pendiriannya, lawan demi lawan dia hadapi dari berbagai daerah. Banyak
lawan yang ingin menyingkirkan Baek Sungjoo dan menghabisinya dengan cara yang mematikan,
akan tetapi mereka tidak tahu yang mereka hadapi bukan hanya seorang Baek Sungjoo akan tetapi
mereka melawan seorang monster keturunan korea yang ingin membuktikan bahwa semua omongan
orang tentang dia salah.

Bantingan demi bantingan dia lontarkan kepada lawannya, sampai akhirnya dia berhasil membawa
namanya sampai ke partai final.

Sebelum laga final dimulai, ada seseorang dari kubu lawan yang masuk ke ruang ganti Baek
Sungjoo dan pelatih Song. Dia menawarkan sebuah kesepakatan dimana Baek Sungjoo harus kalah
melawan anak muridnya di final dan sebagai gantinya dia akan diberikan 2.000.000 yen. Tentu ini
adalah permintaan dari perusahaan dan orang-orang besar yang tidak ingin Baek Sungjoo, anak
keturunan Korea, memenangkan kejuaraan judo paling bergengsi di Jepang.

Disana pelatih Song memberikan nasihat kepada Baek Sungjoo yang sempat ragu kepada tawaran
tersebut, karena jika dia menolak tawaran tersebut orang-orang akan berusaha menjebak Baek
Sungjoo dan mengakhiri karir judonya.

“Sungjoo, semua ada ditanganmu tidak peduli jika kau memilih untuk menghabisi lawanmu di
final nanti. Sungguh aku akan sangat bangga kepadamu untuk pertama kalinya keturunan Korea
P

berhasil memenangkan kejuaraan judo paling bergengsi di Jepang, tapi jika kau memilih tawaran
mereka aku juga tidak akan kecewa kepadamu.” Ucap pelatih Song kepada Sungjoo.

Baek Sungjoo pun berjalan ke ring untuk memulai pertarungan terakhirnya. Disana terdapart
ribuan orang yang menyaksikan pertarungan final JJC, menunjukkan Baek Sungjoo dan Magami
Kenta yang akan saling menghabisi satu sama lain.

Disaat pluit mulai ditiup, Baek Sungjoo dan Magami Kenta mulai bertarung satu sama lain,
mereka berdua sama-sama mencari cela untuk saling membanting. Pertarungan sengit berlangsung
selama 2 menit pertama hingga akhirnya Baek Sungjoo berhasil melihat titik lemah dari Magami
Kenta. Kenta tidak sengaja membuka ruang lebah dikerah bajunya saaat dia sibuk melindungi
kakinya, Baek Sungjoo mengikat kerah Kenta dan membanting Kenta dengan keras.

Juara baru JJC pun keluar, Baek Sungjoo, anak keturunan Korea itu berhasil memenangi kejuaraan
judo paling bergengsi di jepang. Saat wasit mengangkat tangannya sebagai juara, Baek Sungjoo
menunduk dalam kepada para penonton sambil berkata, “Maaf keturunan korea ini berhasil
memenangkan kejuaraan ini, akan tetapi saya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa anak yang
dicaci ini bisa menjuarai kejuaraan ini dengan kerja kerasnya.” Para penonton pun tersentuh dengan
perkataan Baek Sungjoo dan bertepuk tangan apresiasi kepada Baek Sungjoo.

Jalan Yang Ditakuti


Oleh: M Fariz Alvacena

Sebuah jalan di kota Birmingham yang berada di negara Inggris dikuasai oleh sekelompok orang
yang bengis dan kejam, bernama Peaky Blinders. Tidak ada seorang pun yang berani melewati jalan
itu, ketika siang ataupun malam. Jika saja ada orang sengaja ataupun tidak sengaja melewati jalan itu
siap-siap saja orang itu keluar dengan babak belur atau tidak bernyawa.
P

Konon katanya jalan itu ditakuti karena ada banyak alasan, ada yang pernah dengar jalan itu
menjadi pusat perdagangan senjata api yang illegal dan juga banyak yang melakukan perdagangan
narkoba serta obat-obatan lainnya. Dan ada yang pernah mendengar juga jalan itu menjadi
perdagangan manusia yang diculik oleh kelompok Peaky Blinders.

Banyak orang yang sudah melaporkan kepada polisi tetapi polisi tidak menanggapi dengan serius.

Ternyata, setelah diusut oleh jurnalis yang telah menanyakan kepada orang yang sudah keluar dari
kelompok Peaky Blinders. Ternyata kelompok itu membayar banyak uang kepada polisi untuk
melakukan segala perdagangan illegal. Tidak heran melihat kelompok Peaky Blinders memakai jas
elegan berwarna hitam dan jam tangan terbuat dari emas atau perak.

Jurnalis itu juga menanyakan kepada orang tersebut tentang pemimpin dari kelompok mereka.
Setelah sekian lama berbicara, pemimpin kelompok mereka adalah anak dari gubernur kota
Birmingham yang dibuang oleh orang tuanya karena cacat tubuh. Dia menjadi benci kepada orang
tuanya dan orang sekitar yang melihat dia dengan sinis. Dia membangun kelompok itu dengan sendiri
dan sekarang menjadi kelompok yang paling ditakuti di kota Birmingham.

Ada cerita seorang gadis remaja sengaja melewat jalan itu karena penasaran dengan cerita yang
dikatakan masyarakat setempat. Gadis itu melewati jalan pada sore hari dan diapun tidak pernah
kembali, sampai saat ini ada yang bilang dia dibunuh karena tidak mendengarkan masyarakat, ada
juga yang bilang gadis itu disekap dan diperjual belikan. Sampai sekarang gadis itu entah dimana.
P

Balada Kembang Desa


Oleh: M Daffa Ramadhan

Pagi yang terik menyinari jendela kamar. cahayanya menerangi ruangan lebar 4x4 dengan Tempat
peraduan rapi yang di atasnya ada arloji, menunjukkan jarum panjang ke utara dan jarum pendek
berjalan menuju barat daya. Pelepah kayu jati menganga lebar seakan ada yang terjadi.

“Bleh liatlah tetangga baru kita.” Ujar Jamal tergesa-gesa.

“Maksud kamu wanita itu?” Kata Dobleh sambil menghirup Gudang garam, rokok kesukaannnya

“Iya, betull hoooh-huffft… Apakah kamu tidak tertarik mendekati wanita pirang itu.” Hembusan
tak terkandalikan.

“Aaaah aku sudah bosen dengan para wanita disini, paling ia hanya kupu-kupu malam.”

“Sembarangan aja kamu omong ,mana mungkin itu.”

“Apakah kau kenal?”

“Aku kenal dia dari sebelum pindah ke kontrakan ini, dulu aku sempat tinggal di rumah nenek ku
di kampung sebelah, ia seorang putri dari anak kepala desa sekaligus dia kembang desa bernama
Mawar.”

“Benarkah…”

Tiba-tiba terdengar suara yang melengking dari lantai bawah

“Le, mrene sedhela nulungi ibu.”

“Iya, mbo sebentar…..”


P

“Saiki, ora kanggo wayahe.... iku darurat”

Seketika Dobleh menghentikan mengasapnya, dan tergesa-gesa hampir terjatuh dari tangga dan
mempunyai firasat yang tak enak, Dobleh sampai di Dapur.

“Yess… Madame!”

“Delengen bahan ing pawon, tuku ing pasar lan ngajak warga anyar kene kanggo ngenalake dalan
ing kene lan ngganti kutukan sampeyan.”

“Sembarangan sawenang-wenang ibu iki, aku nggantheng, mung single.”

“Wis nang kono kunci motore nang nggon biasane, nek helm nang ngarep, cepet-cepet wis
ngenteni nang ngarep.”

“Iki duid lan daftar belanja, kunci sepedha motor ing panggonan biasa, yen helm ana ngarep,
cepet ngenteni ing ngarep.”

“Dhuwite arep menyang ngendi?”

“Gampang, sing penting tuku dhisik, dheweke wis ngenteni ing ngarep.”

“Ok Madame.”

Dobleh mengambil helm dan kunci pada tempat biasanya, Dobleh langsung menyalakan motor dan
memberikan helm kepada penumpangnya. Meninggalkan hamparan halaman yang penuh dengan
daun coklat ketuaan sehingga perlahan-lahan menaiknya besi tua hitam yang tegak kokoh berdiri
seakan memberinya lampu hijau untuk mereka jalan ,menikmati suasana indahnya burung berkicau
udara segar melawati pepohonan yang rindang hingga sampai di sebuah keramaian lautan manusia

“Neng ini kata mbok ini barang daftar belanjaannya ini duitnya, nanti abang tunggu di depan
parkiran.”

“Ok, kang.”

30 menit kemudian dering telepon Dobleh bersuara

“Assalamualaikum, ada apa bu.”

“Waalaikumsalam nak, ibu sudah tua masa kamu tidak punya pendamping hidup, sudah bertahun-
tahun loh. Ibu ingin sekali mempunyai malaikat mungil.”

“Eeeu….. itu…. Dobleh sudah ada, bu ” Terbata -bata

“Baiklah, besok ibu ke kosan kamu, ibu sudah tidak sabar melihatnya. Wassalamulaikum, sampai
jumpa disana.”
P

Pikiran Dobleh seketika bertumpuk menjadi satu namun tak lama kemudian menjadi hambur

“Kang! kang…Bantuin jangan melamun terus!!”

“Oh, iya neng maaf. Abang bantuin”

Waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan. Jalanan semakin tak ada celah. Kicauan burung
telah sirna digantikan bisingnya hasrat manusia tak terbendung dan udara segar yang kini menjadi
sarang penyakit.

Tak lama kemudian sampailah mereka di habitatnya masuk kedalam membawa harta persediaan
untuk hidup.

“Assalamualaikum, mbo ini kembaliannya barangnya ada di kang Dobleh”

“Iya Mawar makasih, yuk kemari kita makan bersama”

“Gak usah repot, mbo mawar sudah makan sebelum kepasar. mawar ijin pamit mau berangkat
kerja“

“Oh, yasudah. Silahkan.”

Tiba-tiba terdengar suara keras dari ujung ruangan menuju ruang makan

“HURAAAA”

“Punya bujang kok berasa punya anak kecil, biasa aja kali kayak gak pernah makan setahun.”

“Yakkk maaf.. Madame, banyak pikiran jadi datanglah lapar.”

“Pikiran? Paling juga ibumu telepon lagi menagih menantu.”

“Mbo ini tau aja. Apa mungkin mbo ini dulunya mbo dukun.”

“Sembarangan aja kalo ngomong. Mbo tau karena dulu mbo pernah seperti itu. Ketika anak
pertama mbo sudah umur kepala tiga belum kunjung kenalan menantu tapi malah mengenalkan mbo
dengan kenangan pahit.”

“Ohh.. Turut bela sungkawa atas kejadian mas Damar sungguh jika itu bukan hari sialku mungkin
kekeluargaan kita lengkap.”

“Sudahlah waktu terus berjalan tidak ada yang perlu disesali kita harus hidup sesuai apa yang
dihendaki tuhan. Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin.”

“Rasanya menjelajahi waktu dalam kurun detik. Tapi mbo, ibu besok datang kesini sementara aku
belum ada persiapan.”

“Akhh, Soal itu jangan khawatir.”


P

“Kok begitu, mbo.”

“Itu semua, bisa diatur! tenang. Mbo punya saran bagus sekaligus beban mbo menjadi ringan.”

“Seperti apa itu.”

“Lihat saja besok.”

Setelah itu Dobleh pun balik ke kamarnya yang didalamnya ada jamal bermain gitar sambil
bernyanyi

“Bleh, kenapa kamu? kulihat kamu murung terus.” Sambil mempelankan tempo nada gitarnya.

“Ini loh mal, besok ibuku mau datang tapi aku gak tau harus bagaimana?”

“Bagimana apanya, kan itu orang tuamu.” Menaruh gitar di tempatnya.

“Iya itu orang tuaku, tapi bukan itu masalahnya.”

“Terus kenapa”

“Jadi ibuku datang menagih janji.”

“Oh.. Soal itu-“

“Dan tadi sudah berdiskusi dengan mbo punya saran tapi lihat saja besok.”

“Kalau kata mbo seperti itu, yak tunggu saja.”

“Aahhh.. tidak membantuku, lebih baik aku pergi mencari udara segar.” Mendobrak pintu.

Dobleh pun keluar mengambil motor pergi tak tau tujuan. Petang pun tiba hingga Dobleh berhenti
di suatu tempat teduh sambil menikmati petang diiringi ramainya orang keluar dari kerja.

Sungguh malang nasib Dobleh. Impiannya dengan gadis berambut pirang itu telah sirna. Kini
deritanya atas ekspetasi calon mantu yang ditunggu ibunya berpacu mengejarnya.
P

Channa Auranti
Oleh: M Dzikri Annafi

Sangat cerah hari sore pada minggu ini. Senangnya pemuda 24 tahun ini saat memberi makan ikan
peliharaannya yang ia tinggalkan berhari hari saat keluar kota.

Tertawa kecil dan riang saat skala memberikan ikan mas kecil kepada peliharaan favoritnya,
dengan mengingat kenangan manis skala saat mencari keliling kota untuk mendapatkan ikan jenis
Channa Auranti tersebut. Sampai pada akhirnya skala menemukan toko ikan di perempatan yang ada
di pesisir kota

Dengan letih dan penuh harapan skala pun memakirkan motornya dan masuk toko itu

“Hmm, punten ada ikan Channa Auranti?” Kata Skala

“Ada mas.” Dijawabnya oleh gadis yang bertuliskan nametag Yunita dibajunya.

“Alhamdulillah.” dalam hati skala bernafas lega. “Hmm kalau disini Channa Auranti dipatok harga
berapa mba?” lanjut Skala
P

“Ooo kalau disini Channa Auranti dipatok harga 900rb mas, kalau mas-nya mau ada yang lebih
murah namun jenisnya Channa Barca.” Lanjut Yunita dengan senyum tipisnya.

“Hmm saya ambil Channa Auranti aja mba.” Kata Skala.

“Boleh mas ada tambahan lagi?” Kata Yunita.

Dengan niat iseng yang memang sudah dinanti-nanti, saatnya oleh skala ia pun berkata

“Hmm kalau sama nomor kamu boleh gak?” Kata yang entak akar belukarnya datang darimana.

“Hahaha boleh kok tapi nggak bisa dibeli.” Dengan suara sayunya Yunita

“Pake apa dong?” Lanjut Skala dengan semangat dan senyum manis nya

“Hmm pinter-pinter aja.” Jawabnya gadis itu.

“Hmm okey, kamu nantangin aku ya, hahaha.” Dengan semangat Skala melanjutkan, “Yaudah ini
uangnya pas ya. Habis ini aku pergi, kamu jangan lupain aku yah, ntar aku nangis loh.”

“Hahaha iya deh.” Jawabnya sangat senang.

⁎⁎⁎

Begitulah skala saat mengingat kenangan manis dengan ikannya itu sampai-sampai tidak terdengar
ada suara yang memanggilnya

“Skala sayang, malam ini mau makan malam diluar aja?” Suara perempuan dengan Sayu manja
datangnya.

“Boleh kok yunita cantik.”


P

Dear Diary
Oleh: M Himyar Hayya

Rintik hujan deras menyapu langit malam gelap nan sunyi kota Bandung ini. Udara dingin dan air
rintihannya memericik menampakkan sebuah rasa suram. Di malam kesuraman tersebut
mengisyaratkan rasa kesepian seorang pemuda. Keenan namanya, hatinya kini mungkin sedingin dan
segelap kota Pasundan itu.
Rasa malas menghampiri sebuah kesepian Keenan. Di atas sofa hijau di ruang tamunya, dia
merebahkan badannya tuk menenangkan hati kepasrahannya seraya memikirkan ingatan campur
aduknya tadi siang yang mampu meruntuhkan dinding hatinya dalam sekejap.
⁎⁎⁎

Halaman sekolah kini telah sepi hambatan para siswa-siswinya. Bel sekolah berbunyi menandakan
jam pelajaran baru telah dimulai. Mungkin bagi sebagian siswa, waktu terbaik di sekolah tersebut
berubah jadi malapetaka. Tetapi berbeda dengan Keenan, dia masih mengharapkan cinta terbalaskan
dari orang yang istimewa baginya.

“Kamu serius mau pacaran sama aku?“ sahut kaget seorang siswi berambut panjang kuncir kuda.
Melihat parasnya seolah terbayang seorang Ariana Grande yang memukau dalam berpenampilan.
Didukung hidung mancung dan badan gitar spanyolnya membuat ia semakin mempesona.

“Iya, kamu ragu sama aku?” jawab Keenan agak gagap. Puncak asmaranya telah meledak
bersamaan saat menembak cewek pujangga yang sudah di-idam-idamkan dari jaman MOS itu

“No, bukannya ragu.. tapi kita kan baru pertama kali bicara satu sama lain, aku belum terlalu kenal
denganmu.” jelas siswi itu yang bernama Haliza, Ia berusaha tetap sopan dan berbicara lemah lembut

“Tapikan kita bisa jauh lebih dekat, setelah hubungan pacaran inikan?” paksa Keenan dengan
ucapan agak egois.

“Bukan itu maksudku, yang jelas kita sudahi percakapan ini. Aku ingin kita berteman saja,
mungkin perasaan itu akan tumbuh sendirinya kan.” Jelas Haliza mencoba meyakinkan Keenan

Ditengah percakapan yang intensif itu, pak Hayya yang kebetulan melihat mereka di tepi lapangan,
berteriak menyela percakapan antar keduanya “HUSH yang disana! istirahat dah selesai, buruan
masuk kelas sana.”

“Dah yaa, sudah telat masuk kelas nih.” Ujar Haliza meninggalkan percakapan dengan Keenan.
Jelas muka Keenan tapak lesu, dia berdiam sebentar sambal menahan rasa berontak dan pijak-pijak
P

dari hati terkecilnya. Kasmaran seorang pemuda tersebut seolah berhenti meninggalkan jejak
kenangan dan berusaha melupakannya.

⁎⁎⁎

Pikiran Keenan masih penuh dengan kejadian tadi siang, perasaannya melebur saat fantasi otaknya
selalu berfikir tentang Haliza. Dalam keadaan rebahan tersebut, dia merasakan emosi tak karuannya
walau cuman melampiaskan di hati terdalamnya.

“Dari tadi murung mulu.. ka bantuin Ibu nih, siapin cemilan buat tamu di depan!“ Ibu Keenan
melewati Keenan, dia sedang membawa cangkir2 berisikan teh yang akan disajikan pada tamu
mereka.

“Ada tamu siapa, bu? Kok tumben datang waktu hujan-hujan gini.” Tanya Keenan.

“Oh Itu orang baru pindahan di samping rumah kita, kamu belum mengenalnya ya.. ngomong-
ngomong putrinya juga se-angkatan di SMA kamu loh.. Hhm kalau gak salah namanya Haliza.” Sahut
Ibu menjelaskan.

Seketika Keenan yang tampak kesepian dan terpikir tanpa arah kini menemukan senyumannya
kembali. Hatinya terhuyung-huyung tak tentu arah mendeskripsikan sebuah lentera kebahagiaan
baginya.

Bak si cepat kilat, dia mempersiapkan penampilan terbaik dengan niat bertemu gadis pujaannya
seolah ini sekadar ‘kebetulan’. Sayangnya yang bertamu kala itu hanya ayah dan ibu dari Haliza.
Walau tak tepat sasaran perkiraannya, hati kesepian pemuda itu mulai bercahaya lagi bersamaan
dengan redanya hujan. Kini indahnya bulan menampak dari sela awan gelap gulita seolah mewakilkan
hati Keenan dikala itu.

Kuhabiskan Petang Dengan Menyendiri


P

Oleh: M Kievlan Hakim

Senja menekuni seruan cakrawala, jingga kemerahannya menerangi ujung pandangan menunggu
tenggelamnya baskara dan hendak digantikan sebuah keremangan malam yang menyisakan harapan.
Sebuah sorak sorai itu menyemangati pelosok sebuah kampung di kaki gunung, terlihat para bocah
bertindak seraya merasakan kehidupan terindahnya yang akan digantikan sebuah ‘masa depan’.

Aku terbangun dalam tidur tak berarah itu. Entah kenapa, Hari ini aku tetap hidup, kali ini sudah
berapa tahun ya? Sebuah kebohongan keluar lagi dan lagi bagai bernafas menyembur ribuan kali.
Namun aku hanya dapat meringkuk melaksanakan kehidupanku yang menjadi sangat payah itu. Aku
merasa pusing

“Ke mana kau pergi dengan sepatu yang usang dan sobek itu ?” tanya seseorang yang paling
kubenci itu, sebut saja ayah namanya. Sorot matanya menatapku tanpa emosi seolah memupuk
banyak kebencian pada orang lain. Aku acuh padanya dan meninggalkannya untuk pergi menyendiri.

Kunikmati senja yang terasa menyakitkan itu seorang diri, dicemari asap rokok yang mengebul
atas linting yang baru saja kubakar. Kutatap langit dengan duduk menukuk menikmati tenggelamnya
mentari menunggu satu persatu bintang yang kesepian menunjukkan kerlipnya.

Seorang laki-laki yang tahu bahwa ia ingin dicintai ini sedang memandang langit petang.
Ungkapan ‘selamat tinggal’ keluar dari bibir keringku. Jelas sekali hatiku merindukannya. Angin
menghembus merasakan hati bunga yang sekilas itu. Debaran yang berdegup dengan kencang di saat
itu melelehkan hatiku yang telah membeku. Petang itu berubah menjadi redup tidak seperti biasanya
karena senja itu lebih terasa menyakitkan.

Sebenarnya, ada rahasia yang tak kukatakan ke siapa pun. Sebuah bayangan ada di balik
senyumanku. menyendiri, bukan berarti aku ingin menemukan diriku yang tak kuketahui. Tetapi Aku
ingin berdampingan dengannya. Aku ingin mengatakannya bahwa perasaanku sekilas terluka dan
dibuat menyedihkan olehnya. Kenangan itu mengejarku seolah tercetak ulang oleh waktu padahal aku
berusaha keras melupakannya. Kelopak bunga yang memekarkan cinta itu terus bertebaran hingga
saat terakhir dimana layu dan mati.

Sang baskara telah menghilang dari pandangan. Sebuah malam kini menari diatas perasaan luka
anak laki-laki haus cinta ini. Bintang yang kesepian kini telah bertaburan di cakrawala seolah
menemani kesepianku. Akupun memejam mata lemasku ini sambil meringankan badan dengan
berbaring di atas rerumputan halus melereng itu. Hanya menghebuskan masalah dalam sekejap, aku
membuka mataku.

“Hari ini aku tetap hidup, entah bagaimana perasaanku menjadi lebih baik.“ Kataku sambil
melempar senyum menyegani panorama angkasa elok milik sang pencipta.
P

Pahlawan Kota
Oleh: M Nofal

Hai, namaku Nova aku salah satu anak yang di anugerahi kekuatan super. Aku bisa terbang, bisa
mengeluarkan sinar cahaya, dan laser yang mematikan. Aku bersekolah di sekolah khusus yang dihuni
oleh anak-anak yang sama denganku yaitu dianugerahi kekuatan super.

Disekolahku, dari sekian banyak murid aku memiliki empat orang sahabat; mereka adalah Bee-bee
si manusia lebah, Aqua si pengendali air, Long si tubuh elastis, dan Electra si manusia petir.

Aku mengenal Bee-bee ketika ia berada di taman yang banyak bunga dan juga banyak lebah, aku
kagum ketika mengetahui ternyata ia adalah manusia pengendali lebah dan karena kemampuannya itu
banyak orang yang takut mendekatinya lantaran takut tersengat lebah, tapi aku memberanikan diri
untuk berteman dengannya hingga sekarang aku masih berteman dekat dengannya. Dan masih banyak
cerita lainnya mengapa aku bisa dekat dengan mereka berempat, yang tidak bisa aku ceritakan saat
ini.

Sekarang adalah hari yang mematikan bagi kami semua, karena hari ini adalah ujian bagi kami
yang ingin mendapatkan gelar Pahlawan Kota. Setiap siswa super harus melakukan satu kebaikan dan
jika telah melakukan tugas tersebut dan melaporkannya kepada pengawas ujian dan ia akan
mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Kota. Namun, kesulitannya adalah bukan dalam melakukan
tugasnya tetapi sulit dalam mencari tugasnya.
P

Hari ini Kota SevenLand tampak damai, tidak banyak kekacauan yang terjadi, dan hal ini membuat
aku dan keempat sahabatku sulit dalam mencari tugas kebaikan.

Kami pun memutuskan berpencar untuk mencari orang-orang yang sedang dalam kesulitan, tiba-
tiba TADAA!!! Hasilnya tidak sia-sia kami berhasil menemukan sebuah kekacauan di kilometer 8
terdapat segerombolan perampok sedang kabur setelah berhasil mencuri dari bank,

It’s time to show we’re power

Tanpa basa-basi lagi, kami langsung mengejar segerombolan perampok tersebut. Terdapat 3 buah
mobil hitam sedang dalam pengejaran kami, tapi ternyata mereka cukup pintar.

Para perampok tersebut berpencar ketika ada pertigaan di tengah kota, kami pun terpaksa
berpencar juga. Bee-bee dan Long mengejar ke jalur kanan sedangkan Aqua dan Elektra pergi ke jalur
kanan, dan aku sendiri akan mengejar yang di jalur tengah. Disaat itu pula aku mengeluarkan jurus
andalanku, ku ambil posisi ancang-ancang dan kubidik mobil yang menjadi targetku dan kuteriakkan

LASER BEAM!!!

Seketika mobil yang menjadi targetku hangus dalam sekejap. Selain itu, aku juga melihat pasukan
lebah yang mengejar mobil di jalur kanan, dan combo mengerikan air dan petir di jalur kiri, sungguh
sangat luar biasa.

Semenjak kejadian itu, kami memulai kehidupan baru kami yang dulunya hanya seorang anak
kecil super dan kini menjadi Pahlawan Kota.

Nilai 1 Dari Kejujuran


Oleh: M Rajendra Anindya Prawira
P

Kendari adalah sebuah kota kecil yang di kelilingi banyak pohon dan udara segar. Namun siapa
sangka di tahun 2020 bulan Maret, kota ini telah di masuki oleh makhluk kecil yang membuat onar
penduduk bumi.

“KRIIIING” Bunyi suara teleponku. “halo dengan siapa yaa?” Tanyaku.

”Haii aku Nico, temanmu.” Sapanya pagi ini.

”Ada apa gerangan menelponku pagi pagi sekali.” Tanyaku kepada Nico sambil meraih gelas
berisi air mineral.

“Aku ingin mengajaknyamu pergi wisata hari ini, ketempat wisata baru yang ada di kota kita.”
Sambil mengatakan dengan nada senang gembira.

“Aku tidak bisa cok.” Dengan nada menolak.

“Kenapa??kamu takut virus kecil itu, hahaha.” Dia tertawa terbahak bahak.

“Bukannya takut, tapi aku tidak diizinkan orangtuaku,” Aku sedikit menjelaskannya.

“Nanti, aku jemput kamu siapsiap tunggu di depan gang.” Dengan santainya di menyuruhku

“Yaa udah dehh, nanti aku tunggu disitu.” Aku mengiyakan ajakannya dengan ragu-0ragu

Setelah telepon selesai, aku langsung bergegas mengambil jaket, sepatu, dan tas kecil. Segera aku
mengendap-ngendap diruang tamu dan seketika aku kaget ada papahku yang memanggil dengan suara
lantang.

“Dilan mau kemana kamu.” dan kujawab,“Ga kemana mana paah, Dilan hanya mau menaruh
sepatu saja didepan.” Aku sebenarnya sedikit takut dengan berbagai alasan aku lontarkan.

“Bohong. Papah mendengar percakapan kamu dan Nico, kalian berdua ingin pergi ke tempat
wisata yang baru itu kan.” Seketika muka papah marah kepadaku.

“Iyaa pah, tapi itu baru wacana saja.” Aku berbohong yang ke2 kalinya.

“Papah tau kamu bohong, tapi papah ingin menjelaskan betapa pentingnya orang jujur di mata
manusia”

Seketika papah memanggilku di kursi ruang tamu dan berkata,

“Penilaian manusia berbeda beda tapi diantara semua penilaian manusia kejujuran yang paling
berharga.” Papah menjelaskan dengan begitu lembut kepadaku.
P

“Jika seseorang berkata jujur, maka dia mendapat nilai 1, serta jika dia mempunyai keahlian dia
akan mendapat nilai 0.” Seolah olah papah betul-betul meyakinkanku apa arti kejujuran itu kepadaku
dan sebenarnya aku sedikit bingung.

“Coba bayangkan jika kamu jujur, kamu akan mendapat nilai 1 dan jika kamu mempunyai ke
ahlian seperti: musik, foto, drama, mengaji kitab, dan semua itu bernilai 0. Namun semua digabung
menjadi angka maka akan mendapat banyak sekali digit, yang tadinya nilainya Cuma 0 jika di tambah
1 di depan angkanya makan akan mendapat nilai 1.000.000.000.000. bahkan lebih.” Dari situ aku
berbisik kepada hatiku “Waww banyak sekali angkanya, hihihi.” dengan senyum tipis.

“Baik pah, Dilan berjanji akan jujur sepanjang hari dan Dilan minta maaf atas semua kesalahan
Dilan.” Aku seketika berjanji kepada diriku sendiri dan ayahku.

“Baiklah papah maafkan.” Seketika aku kembali ke kamar dan menelpon Nico bahwa aku tidak
bisa pergi bersama hari ini mengingat ada virus kecil yang menyerang bumi. Aku tidak pernah
kecewa oleh apa yang terjadi sekarang tapi aku akan mengambil hikmah dari kejujuran itu.
P

Instropeksi Diri
Oleh: M Zidan Vialdi

Di Minggu pagi desa Cimanuk terdapat seorang anak yang masih duduk di sekolah menengah
pertama namanya adalah Dido. Bila ada masalah dia selalu menyalahkan orang lain. Orang tuanya
sudah mengingatkan jangan asal menyalahkan orang lain tetapi Dido menghiraukannya.

Besoknya dia berangkat sekolah dengan temannya yang bernama Banu. Sesampainya di kelas
uang Dido hilang.

“Kamu ambil uang aku ya, Nu?” Tanya Didi.

“Lah, gatau kok kamu jadi nyalahin saya!” Sahut banu dengan nada tinggi.

“Soalnya kita kan bareng tadi berangkat ke sekolahnya makanya aku kira kamu yang mengambil.”
jawab Dido Heran.

Dido terus mencari uang Rp. 5000 tersebut hingga sampainya di rumah ia menceritakan kejadian
tersebut kepada ibunya.

“Bu, uang jajan Dido hilang tadi di sekolah sampai sekarang belum ketemu.” Dido terheran-heran.
“Udah kamu cari lagi belum kamu tadi lewat mana saja dari rumah ke sekolah?” Tanya Ibu Dido.

“Udah bu, tetap gak ketemu juga hingga tadi sempat Dido kira Banu mengambilnya.” Jawab Dido
hampir pasrah.

“Eh gak boleh asal nuduh Dido. Kamu kan nggak punya bukti bahwa Banu mengambil uang
kamu. Abong kena biwir teu diwengku.” Jawab Ibu Dido dengan tegas.

Dengan uang jajannya tersebut belum ketemu, Dido keluar rumah untuk menyegarkan pikirannya.
Ketika sedang dijalan ia melihat bapak-bapak yang sedang mencari kacamatanya yang hilang. Beliau
terus mencari kacamatanya dan akhirnya ketemu ternyata kacamatanya tersebut jatuh di trotoar depan
toko bunga. Melihat kejadian tersebut hati Dido tersentuh untuk mencari kembali uangnya yang
hilang tersebut. Hingga akhirnya pun uangnya tersebut ketemu di tempat wudhu sekolah.

“Alhamdulillah ketemu uangkuuu.” Teriak Dido sambil loncat-loncat senang.

Ia pun pulang ke rumah dan memberitahu kepada ibunya.

“Ibu! uangku sudah ketemu ternyata ada di tempat wudhu sekolah. Ternyata Dido lupa sehabis
wudhu tidak mengambil uang Yang Dido simpan di atas kursi sebelah keran wudhu.”

“Alhamdulillah, lain kali jangan asal menuduh orang lain lagi ya. Akhirnya gara-gara keteledoran
kamu kan.” Jawab Ibu Dido sambil mengelus kepala Dido.
P

Akhirnya atas kejadian tersebut Dido menjadi sadar bahwa dia jangan asal nuduh orang lain tetapi
kita sendirilah yang harus mengintrospeksi diri terlebih dahulu.

Mengejar Mimpi
Oleh: Najmi Fairuz

Hari Ahad adalah hari yang libur yang di tunggu-tunggu para kaum rebahan, malas melakukan
aktifitas apapun. Ada yang hanya ingin rebahan di rumah dan menghilangkan rasa capek selama
sepekan penuh melakukan aktifitas dan ada pula yang berencana refreshing otak dengan cara berlibur,
dan ada salah satu anak yang bernama tom lebih memilih opsi yang pertama, ia lebih memilih
bersantai-santaian dan menghabiskan waktunya di kamar maupun di rumah, hari ahad pun berlalu
suara ayam berkokok matahari pun sudah mulai terlihat di bagian timur Di keesokan hari nya Tom
pun masih ingin bermalas-malasan.

“Tom bangun nak, sudah siang nanti kamu terlambat loh.” Tanya ibunya.

“Bu Tom masih capek masih ingin istirahat, Tom izin tidak sekolah sehari ya.” Tom memelas pada
ibunya.

“Jangan begitu nak, bayaran sekolahmu itu mahal jangan sepelekan ilmu.” Jawab ibu menyanggah.

“Sehari saja ya bu.” Ucap Tom sambal tertidur Kembali.


P

Melihat kelakuan Tom ibunya geram, hingga ibunya mengajak Tom untuk pergi ke suatu tempat
yang bisa merubah pola pikirnya.

“Nah sekarang coba kamu perhatikan buka mata kamu, mereka itu bisa masuk ke dalam akademik
militer karena mereka selalu bekerja keras, dan mereka jarang bermalas-malasan, ibu yakin kamu
pasti bisa seperti itu nak. Kamu menghalangi impianmu, ketika kamu mengizinkan ketakutan kamu
tumbuh lebih besar dari keyakinanmu.” Ucap ibunya, mereka masih di dalam mobil.

Dengan kejadian itu Tom pun mulai tersadar dan berangkat sekolah walaupun terlambat, Di
perjalanan menuju sekolah Tom melihat seorang anak yang memiliki kekurangan tetapi ia memiliki
semangat menuntut ilmu, sejak saat kejadian itulah Tom mulai merubah pola pikirannya, menjalani
hari demi hari dan tak terasa ia sudah mendapatkan banyak prestasi dan mendengar kabar itu ibunya
pun gembira dan terharu dengan sosok Tom yang baru.

Suatu hari Tom mengikuti organisasi yang ada di sekolah untuk menggapai mimpinya. Ia
mengikuti Latihan yang berada di bawah naungan atau bisa di sebut dengan SAKA WIRA
KARTIKA. Disana dia Tom belajar cara untuk menanggulangngi bencana alam, melatih mental serta
fisik, melatih kedisiplinan, dan masih banyak lagi. Tom merasakan adanya kekeluargaan, mereka
tidak membedakan satu sama lain meski berbeda tingkatan tapi mereka tetap merangkul kita yang
masih anggota baru.

Suatu ketika ada bencana alam di satu tempat banjir bandang dengan tinggi air 2 meter yang
berlokasi di Jakarta utara, Tom sebagai anggota wira ditugaskan untuk membantu para warga yang
kesulitan berjalan pada kedalaman 2 meter, lalu membawanya ke tempat pengungsian. Tak lama
setelah semua warga sudah diamankan perahu yang Tom gunakan untuk menolong warga terjungkal
karena tidak seimbang jadi Tom terjatuh dari perahu tersebut, lalu Tom berteriak meminta tolong
supaya regunya bisa menolong. Lalu lintas di pikiran Tom hanyalah “apakah saya masih bisa bertahan
hidup dan mengapai serpihan mimpi lainnya ?”
P

My Crush
Oleh: Nasheer Abi

Halo perkenalan aku salah satu siswa di sekolah favorit yang ada di Bandung. Disekolah, aku
bukanlah Dilan yang pandai berpuisi dan bukan juga Nathan yang pandai berkelahi. Tapi aku adalah
Vino pakai V bukan P. Mungkin Vierra tidak secantik Milea dalam berpenampilan dan tidak sepandai
Salma dalam pemikiran tapi dia mampu meluluhkan hatiku dalam pandangan pertamaku.

Saat ini, aku sedang mengendarai motor Vario 150 standar porting yang baru saja selesai ganti oli
dibengkel mang Ano. Setelah sampai di sekolah, seperti biasa aku langsung menuju parkiran untuk
menyimpan motor. Saat di jalan menuju kelas aku berpapasan dengan Vierra yang sedang berjalan
bersama Ryan. Belakangan ini aku mendengar angin-angin bahwa Vierra sedang dekat dengan Ryan,
hal itu membuat aku canggung untuk mengungkapkan isi hatiku.

Sore ini aku memutuskan untuk terlebih dahulu ke toko buku sebelum kembali kerumahku.
Sesampainya di toko buku aku melihat Vierra sedang memilih milih buku dan kabar baiknya dia
sedang tidak bersama Ryan. Aku mencoba untuk mendekatinya dan disitulah harapanku mulai timbul.
Aku memberanikan diriku untuk berbincang berdua dengannya,

“Hai ra, lagi nyarii buku apa nih?”


P

“Ehh vino, kamu disini?”

“Iyanih Raa, lagi cari kamu-ehh maksudnya bukuu hehe.”

“Haha apaansih Vino ada-ada aja.”

“Ehh kamu kesini naik apa ra?”

“Dianter temen sih tadi vin, kenapa?”

“Ryan?!”

“Bukan Vin, tadi dianter Amel tapi dia pulang duluan.”

“Oalah, kamu habis dari sini mau kemana lagi?”

“Langsung pulang sih kayaknya Vin, soalnya bunda udah nungguin aku.”

“Oh, gimana kalau kita pulang bareng kebetulan kita searah juga kan?”

“Ohh yaudah boleh boleh Vin.”

Dari situ aku langsung pulang bersama Vierra menaiki si Vario hitam 150 standar porting.
Diperjalanan, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatiku yang selama ini meng-genang
didalam jiwaku yang setiap malam selalu terbesit didalam pikiranku yaitu bobogohan. Lalu Vierra
menjawab hayuk,

gaskeun meluncur ngeng ngenggg~

Dan akhirnya merekapun menjadi pasangan yang selalu dikenal disekolah seperti Dilan dan Milea
juga Nathan dan Salma.
P

Ekspetasi Vs Realita
Oleh: Naufal Aqila

Matahari baru saja muncul di angkasa, seorang remaja yang saat itu baru saja masuk fase dewasa
pun terbangun dari tidurnya.

“Uh, baru bangun saja sudah bikin ga mood.” Anak tersebut bernama Muhammad Abi, umurnya
sekarang memasuki kepala dua yang kata sebagian orang saat kamu memasuki umur 20 tahun, disitu
lah kamu memasuki fase dewasa. Dimana semua masalah kehidupan akan kamu hadapi, mau itu
masalah kecil hingga masalah besar, yang bisa membuat kamu terkadang letih maupun stress dengan
hidu yang sekarang sedang kamu hadapi.

“Astaga!!! gue terlambat latihan pagiii!!!!” Abi pun segera mencuci muka dan menggosok gigi,
lalu bergegas berganti pakaian dan mengambil sepatu dan bola basketnya. Ia langsung pergi ke
lapangan tempat biasa dia dan timnya latihan sehari-hari. Ia pun berlari dengan sekuat tenaga, hingga
akhir nya ia pun sampai di lapangan.

“Huh, untung aja belom mulai Latihan nya, kalo udh mulai, abis dah gue sama coach El.”

Teman-teman abi pun melihat kearahnya yang sedang terengah-engah setelah dirinya harus berlari
dari asrama hingga tempat latihan yang lumayan jauh jaraknya. “Oi Bi, tumben lo kesiangan. Biasa
nya paling rajin buat Latihan.”

Abi pun menjawab, “Gatau nih, gue ngerasa capek banget hari ini.”

Lalu salah satu teman dekat Abi, Alfathir, pun menghampiri Abi. Ia bertanya “Lo pasti capek
banget gara-gara nganterin cewe yang semalem kan?”

Abi pun terbingung, alis nya melengkung, menandakan ia bingung maksud perkataan Fathir itu.

Fathir pun buka suara, “Itu lhoo cewe yang kita ketemu pas kita balik dari billiar, yang di taman
depan balai kota.” Abi mengangguk paham, lalu berkata “ohh cewe itu”. Fathir pun yang tadi nya
berniat untuk menggoda Abi karna temannya itu jarang sekali tiba-tiba menawarkan tawaran kepada
seorang wanita yang belum ia kenal sebelumnya untuk diantar pulang bersamanya, membuat Fathir
geram sebab jawaban yang di ucapkan oleh abi itu tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan.

“Ah lo mah ga asik Bi.” Ucap Fathir.

“Prittttt, ayo berkumpul anak-anak!!!!”, semua anggota tim pun segera memasuki lapangan untuk
memulai sesi latihan.
P

Latihan pun dimulai, Abi dan beberapa temannya termasuk Fathir adalah tim utama dalam bidang
bola basket yang seringkali membawa nama universitas mereka ke kancah nasional maupun
internasional. Karena itupun, mereka berlatih terpisah dari anggota tim yang lain karena mereka
sedang mempersiapkan diri untuk bertanding di turnamen yang dalam waktu dekat ini akan dimulai.
Abi pun selalu menjadi yang paling semangat dalam saat latihan, dan ditambah lagi Abi merupakan
kapten dari tim nya tersebut. Jadi Abi harus menjadi contoh bagi teman-temannya saat latihan agar
tidak mudah menyerah dan harus pantang menyerah.

Setelah 3 jam mereka semua latihan bersama, dari mengulang hal-hal dasar dalam bermain
basket hingga mempersiapkan strategi yang akan mereka gunakan saat turnamen yang akan dating,
akhir nya latihan selesai.

“Huhh, capek banget euyy”, “Iya capek banget”, itu lah kata-kata yang diucapkan oleh sebagian
besar anggota tim tersebut. Abi hanya tersenyum tipis, baginya latihan tersebut biasa saja karna ia
menganggap bola basket adalah bagian dari hidupnya. Ia melakukan apapun yang berhubungan
dengan bola basket dengan sepenuh hatinya.

Sehabis Abi selesai dengan pertandingannya, Abi pun bergegas kembali ke kamarnya untuk mandi
dan segera berangkat untuk kelas. Ia mengambil jurusan arsitektur di universitas tersebut. Dengan
banyaknya tugas-tugas dalam jurusan itu dan fokusnya Abi dalam bidang bola basket, membuat
waktu kuliah menjadi agak telat, yang biasa nya bisa diselesaikan dalam waktu 2-3 tahun, kini Abi
bisa sampai 4-5 tahun. Tetapi Abi akan tetap semangat berkuliah karna ia tahu bagaimana susah nya
masuk kedalam universitas tersebut.

Kelas pun selesai, Abi bergegas membereskan barang-barangnya dan menuju ke parkiran. Saat ia
berjalan melewati taman kampus, tiba-tiba.

BRUKKK

Ia menabrak seseorang. Saat ia melihat orang tersebut, ia seperti tidak asing dengan orang itu. Lalu
orang tersebut pun buka suara, “Sorry-sorry gue ga sengaja, eh tunggu…. Lo bukannya yang kemarin
nganterin gue pulang ya? yang di taman itu.”

“Oh iya, dia adalah orangnya.” gumam Abi. Abi pun berkata, “Iya itu gue.”,

Lalu dibalas oleh wanita tersebut “Oalah lo juga kuliah disini?”.

Abi pun mengangguk pelan.

“Jurusan apa?” Lanjutnya.

“Arsitektur” Tutur Abi.

“WIHHH sama dong, tapi kok gue gapernah liat lo ya?”


P

Abi pun mengangkat bahunya, menandakan ia tidak tahu. Setelah itu suasana hening, tidak ada
perbincangan diantara dua insan tersebut. Tiba-tiba satu tangan pun terjabat oleh wanita itu.

“Kenalin gue Amanda, salam kenal.”

Abi pun menjawab “Gue Abi, salam kenal juga”.

Wanita itu tersenyum, lalu berkata “Lo lagi kosong gak? Gue traktir makan mau kan? Itung-itung
bales budi gue karena lo udah nganterin gue pulang semalem”.

“Boleh, mau makan dimana emangnya?” Tanya Abi.

Amanda pun menjawab “Di café deket balai kota aja”. Lalu mereka berdua pun pergi ke café
tersebut.

Merekapun akhirnya tiba café tersebut. Mereka duduk di satu sudut yang agak sepi jadi leluasa
untuk saling mengenal satu sama lain. Setelah memesan makanan, merekapun akhirnya mengobrol.

“Lo tinggal dimana?” Tanya Amanda.

“Gue tinggal di asrama kampus.” Jawab Abi.

“Owh lu dari luar pulau ya?” Tanya Amanda lagi.

“Tidak, gue tinggal di asrama karena gue fokus ke basket, jadi kalau latihan gampang.” Ucap Abi.

“Oalahh anak basket..”.

Abi hanya tersenyum menanggapinya. Setelah itu, makanan pun datang, mereka makan dan
berbincang-bincang. Dari situ merekapun menjadi akrab dan menjadi teman.

Waktupun berlalu, Abi dan Amanda pun menjadi semakin dekat. Mereka menjadi sering bermain
bersama, mengerjakan tugas bersama, atau hanya sekedar jalan-jalan menikmati suasana.

⁎⁎⁎

“Bi! Ayo main ituu!” Ucap Amanda dengan girang.

Rupanya Amanda ingin naik komidi putar, Abi hanya mengangguk, artinya ‘ayo kita kesana’.
Mereka pun menaiki komidi putar tersebut dengan gembira sekali. Setelah itu, mereka menaiki
berbagai macam wahana lainnya. Hingga tak terasa langit mulai temaram hingga saatnya mereka
untuk pulang karna sudah mulai malam. Sebelum mengantar Amanda pulang, Abi mengajak Amanda
untuk makan terlebih dahulu, karna kebetulan mereka dari siang tadi belum makan sama sekali.

Abi mengajak Amanda untuk makan di makanan kaki lima di dekat rumah Amanda.

“Abi gue ngantuk lhoo.”


P

“Udah makan aja dulu, kan dari tadi kita belum makan, pasti lo laper kan?” Jawab Abi.

“Hehe iya si” Ucap Amanda dengan senyuman manis nya.

Makananpun datang, dua insan tersebut makan dengan lahap nya, terlebih lagi Amanda, dia yang
dari tadi sangat aktif saat bermain wahana pasti sangat kelaparan karena tidak makan dari siang tadi.
Namun saat mereka sudah selesai makan, saat Abi melihat ke sekeliling, ia melihat satu orang yang
tidak asing baginya. Ia teliti lagi,

“HAH! APA BENAR ITU DIA!” Gumam Abi. Melihat perubahan muka Abi, Amanda pun
bertanya pada Abi.

“Kenapa Bi?” Tanyanya.

“Engga kenapa-kenapa kok.” Amanda pun hanya mengangguk-ngangguk saja. Sehabis itu Abi pun
langsung mengantar amanda pulang.

Saat perjalanan pulang, Abi pun memikirkan kejadian tadi saat di makanan kaki lima tersebut.
Ia kenal betul orang tersebut. Dia adalah orang yang membuat Abi susah untuk membuka hatinya
untuk wanita lain. Namanya Tania Farasha, mantan kekasih Abi dulu saat dirinya SMA. Tetapi
mereka harus berpisah karena masalah dengan orangtuanya Tania. Walau begitu, saat awal-awal
mereka berpisah, mereka masih sering main bersama, chat-an, telfonan, dll. Tetapi, dengan
berjalannya waktu, Tania memberi jarak antara dirinya dengan Abi. Tapi disisi lain, Abi masih sangat
menyayangi Tania hingga ia susah untuk membuka hatinya untuk wanita lain.

Beberapa hari berlalu…

Abi sedang berada di kampusnya. Ia sedang mengerjakan tugas di taman kampus. Ia sangat
menyukai tempat tersebut. Tempatnya sepi, rindang, sunyi, pokoknya enak untuk mengerjakan tugas
bagi Abi. Beberapa menit kemudian…

“ABI!!!!!!”

Teriak Amanda dari kejauhan, Abi pun menengok kearah Amanda, lalu tersenyum. Jujur, bagi Abi
sekarang, Amanda adalah seseorang yang spesial di hidupnya. Namun, ia masih ragu, apakah
perasaan nya kepada amanda hanya sebatas pelampiasan saja dari Tania atau memang ia benar-benar
menyayangi Amanda dengan sepenuh hatinya.

Saat sore hari…

Pada sore itu, Abi mengajak Amanda ke taman depan balai kota. Karena mungkin saat itu hari
kerja, jadi taman tersebut sepi. Amanda dan Abi pun mengerjakan tugas mereka disana sembari
memakan es krim yang Abi belikan untuk Amanda.
P

“Eummm enakk” Ucap Amanda sembari memakan es krim vanilla kesukaannya itu.

Lalu tanpa disadari tangan Abi bergerak kearah mulut Amanda untuk mengelap sisa es krim yang
menempel pada bibir Amanda.

“Makan tuh yang bener napa! Kek bocil HAHAHAHAHA” Ucap abi.

Amanda pun hanya terdiam mendapat perlakuan seperti itu dari Abi. Jantungnya berdegup
kencang sekali. Sebenarnya, Amanda mempunyai perasaan lebih kepada Abi. Tetapi, ia belum berani
untuk mengungkapkannya kepada Abi. Karena ia belum tahu, apakah hatinya abi untuk dia atau untuk
yang lain.

Menjelang maghrib, Abi pun mengantar Amanda ke rumahnya. Setelah mengantar Amanda, Abi
mendapatkan chat dari Tania. Ia pun terkejut, “Ada apa ini??” Ucapnya dalam hati.

Ternyata tania mengajak nya untuk bertemu di café dekat dengan posisi Abi saat itu. Lalu Abi
mengiyakan ajakan Tania tersebut. Abi pun langsung menuju ke tempat yang sudah Tania kirim
alamatnya kepada Abi.

Sesampainya disana, ia menemukan seorang wanita duduk sendirian di suatu sudut di dalam café
tersebut. Ia yakin itu adalah Tania. Ia berjalan mendekati Wanita tersebut, dan benar saja itu adalah
tania yang Abi ingin temui.

“Apa kabar?” Ucap Tania membuka pembicaraan,

“Baik.” Jawab Abi.

“Gimana karier basket lo? Pasti makin bagus kan di univ itu?” Tanya Tania kepada Abi.

“Ya begitulah. Biasa saja.” Ucap Abi.

Sebetulnya Abi senang sekali bertemu Tania, tetapi ia harus menjaga imagenya karena mereka
sudah lama tidak bertemu dan Abi ingin terlihat baik-baik saja tanpa Tania. Setelah itu hening, tak ada
suara kecuali suara mesin kopi dan obrolan kecil dari kejauhan sana.

“Gimana tanpa gue? Apakah lebih lega atau tidak?” Akhirnya Tania membuka pembicaraan lagi.

Abi pun terdiam, ia bingung harus menjawabnya bagaimana. Jujur, ia masih mengharapkan Tania
yang dulu, saat mereka masih berpacaran. Tetapi mungkin sekarang dia bukan tania yang Abi kenal
dulu. Ia telah berubah.

Setelah pertemuan singkat itu, Abi Kembali patah hati seperti dulu kala. Ia sadar bahwa sekarang
Tania sudah tidak dapat bersatu lagi dengannya. Sekarang semua itu hanya khayalan semata, ia harus
menerima takdir bahwa Tania tidak dapat ia miliki seutuhnya lagi. Namun, ia tidak dapat menyangkal
bahwa pada kenyataannya ia masih sangat menyayangi Tania sepenuh hati.
P

⁎⁎⁎

Seharusnya aku sudah tahu, bahwa dia sudah berubah.

Hanya saja, aku sulit merelakan. Aku sulit untuk memberitahu diri sendiri bahwa semua orang bisa
berubah, dan aku harus menerimanya.

Namun, yang menyakitkan ternyata bukan kenyataan bahwa aku harus melupakan dia, tapi
mendengar dari mulutnya sendiri bahwa kami tidak ada apa-apa.

Dia sudah lama berhenti, sedangkan aku menyayanginya seperti tidak akan berakhir.

Tak Dapat Terhindarkan


Oleh: Rafa M Khairu A

Kutatap lemas sesaat melihat cermin di kamar mandi itu. Rasa temaramnya menyusuri hawa di
sekitarnya yang membuat bulu kudukku bergidik atas kengeriannya. Lampu kuning sesekali berkedip
padam menambah sebuah alur kelam di dalamnya. Sebuah bayangan hitam datang menguntitku dikala
raga belum sepenuhnya terisi, bentuknya tak terdefinisi bagai kabut berkondensasi. Dengan mata
merah seramnya, dia tertawa menyeringai seakan tau tubuh lemahku ini takkan kuat melerai deruan
hati.
P

Jam weker menunjukkan pukul 3 dini hari. Bayangan itu berhasil menjamah tubuh lemahku, dia
berusaha memanipulasi ragaku seakan tuk buat nirwana kelam atas hasratnya. Sebuah kalimat
melintas dalam bentakku, seruannya seakan menolongku di kala sekaratnya itu “Ambil tongkatmu dan
LARI!!”. Dalam sedetik, aku menuruti benak pikiranku di kalang kabut itu. Aku coba mengambil
tongkat pel dan mulai menerjang lautan bayangan-bayangan itu meninggalkan tempat mengharu biru.
Entah apa yang kuperbuat, aku menatap keheranan lunglai pada sekitar sampai akhirnya tubuh
lemahku ini pingsan ke dalam sugesti otak sebuah kegelapan.

⁎⁎⁎
Aku terjaga di pelukan bantal empuk yang segan menyambut. Sebuah lampu putih di langit-langit
kamarku terbayang di seruan otak waktu pertama kalinya aku mengejapkan mata berat ini. Dalam
balutan selimut putih, aku terbangun mengelepur. Menyadari itu tanganku bergetar menggerutu
hingga jelas membangunkan orang yang menjagaku, wanita yang kusebut Bunda.

“Akhirnya kau bangun.. kau baik-baik saja, kan.” tanya bunda dengan wajah kagetnya. Jelas saja,
aku terbangun dengan wajah merah padam dan nafas sesenggalan yang nampaknya buat dia khawatir.

“Bun, aku sangat takut.. bayangan aneh mengincarku,” cetus aku ketakutan,

“Tak apa Zakki, bunda ada disini bersamamu.” Kata bunda sambil sigap memelukku. Pelukannya
hangat seakan merapuhkan kejarnya hati milikku. Aku mulai seraya tenang berkatnya. “Iya bun.”
Kataku menanggapi sambil mengagukkan kepala.

“Maafin bunda ya kalau bunda banyak kekurangannya, percayalah bunda selalu ada di sisimu.”
Sahut bunda. Dia semakin memelukku lebih erat.

“Bunda kenapa sih, kok ngomong begitu?” Tanyaku heran

“Nggak kenapa-napa.. Sekarang ibu tinggal dulu ya.“ Cetus bunda, sepertinya dia mengusap air
mata kasihnya itu. Dia segera meninggalkanku dikala hatiku sudah lumayan tenang.

Hujan turun dengan derasnya, awan hitam mengepul keset di pakuan cakrawala. Petir menyambar
bak raungan naga yang siap turun ke bumi. Angin kencang meniup sambil mendengus rintihan
derasnya hujan hingga jendela kamarku berisik dibuatnya. Kibasan gorden mengelupai juga
membuatku geram. Sungguh hari yang benar-benar buruk bagiku. Tidakkah bisa keadaan tak
bertindak membuatku lelah?

Jarum pendek menunjukkan angka 9, aku bangun dari kasur empukku dan hendak menutup jendela
yang terbuka itu. Perlahan, aku mendekati jendela dan segera menutupnya barangkali keluh kesahku
tak mencuat lagi. Aku melihat keadaan diluar yang sungguh kacau disana. Rintih hujan deras disertai
angin kencang membasahi pekarangan taman sekitar, sampai mata dan hatiku seketika terpanggu
melihat sebuah bayangan hitam itu lagi.
P

Bayangan yang sebelumnya mengincarku menatapku sinis di ujung taman, sebelah pohon manga
besar berdiri. Bayangan itu mendekati dan dia semakin mendekat hingga tepat berada di depan jendela
kamarku. Tatapan empat mata itu menghantui gejolak hati rapuhku ini. Aku menganga lebar-lebar,
hatiku berdegup kenjang tak karuan, otakku belum siap menerima kejadian ini lagi, sampai akhirnya
aku berteriak sekencang-kencangnya.

“AKKKKHHHHH!!” Teriakku beberapa kali bak orang gila yang frustasi tak tau arah

Aku yakin teriakan itu sangat lantang tapi tidak ada yang menanggapinya termasuk bunda yang
belum 2 menit yang lalu keluar dari kamar. Aku tak sengaja menatap bayangan itu lagi, senyumnya
makin lebar diiringi dengan mata merah seolah menertawakan usahaku. Hujan makin deras disertai
angin yang lebih kencang, ruang kamarku seolah mendadak remang padahal aku yakin lampu putih
tadi sangat terang menerangi. Aku berusaha lari dari situasi parah ini, aku dengan sigap membuka
pintu kokoh kamarku itu. Lorong gelap nan misterius menyambutku dikala pintu berwarna coklat itu
terbuka. Namun, karena perasaan ngeri yang sudah melampaui batas, aku tidak memikirkannya dan
terus saja berlari tuk menghindar dari kejaran bayangan menyeramkan itu.

⁎⁎⁎
Epilepsi menyambut seorang pasien ruang sunyi salah satu Trauma Center. Sebuah monitor
defibrillator berbunyi lebih tergesa dari biasanya. Sebuah infus menggantung seakan memberitahu
keadaanya bahwa kondisinya jelas sangat tak baik-baik saja.

Aku terbangun dalam keadaan tergesa-tergesa layaknya orang yang kehilangan arah. Aku menatap
sekitar ruangan yang kuanggap asing itu. Sampai akhirnya seorang Wanita tak sengaja membuka
pintu dan berteriak kearah luar ruangan itu.

“Dok pasien kamar 105 sudah bangun dari komanya.” Sahut wanita berbaju merah muda itu

“Bagaimana keadaan si pasien ?” Seorang lelaki tua dengan setelan jas putih panjang masuk
dengan tergesa-gesa. Dia datang bersama 3 wanita berbaju merah muda lainnya. Tentu saja, aku bisa
mendefinisikannya sebagai dokter dan perawat.

“Hhmm Denyut nadinya 120, suhu tubuh tergolong rendah dan pupil matanya tak reaktif pada
cahaya.” Kata salah satu perawat sambil menerangi senter kecilnya ke mata layuku itu.

“Sekarang aku bersiap suntikan benzodiazepin terlebih dahulu, sepertinya pasien belum tenang.”
ungkap sang dokter, secara tak langsung salah satu dokter memberinya suntikan. Sang dokter bersiap
atas suntikannya dan kemudian menyuntikku. Anehnya aku tetap acuh di keadaan seperti itu padahal
aku saja takut pada suntikkan. Mungkin efek suntikan tersebut, aku seolah lebih tenang dan terlingkup
lemas sampai akhirnya mata lemahku ini mencoba menutup sendirinya
P

“Sungguh malang anak ini, kudengar ibunya meninggal seminggu lalu.. pasti kejadian itu
membuat mentalnya menderita, kudengar dia kini mengidap skizofrenia,” sahut seorang perawat
berbincang ke sesam perawat lainnya. Dalam pengaruh efek obat tidur itu, aku jelas melihat kedua
perawat itu. Mereka menatapku dengan tatapan sok empati sampai akhirnya kegelapan memenuhi
pengelihatanku dan kesadaranku lenyap dibawah pengaruh obat licik itu. Aku meneteskan air mata
disaat terakhirnya pejaman mata berat ini. Bukan karena kesal tapi aku rindu padanya, Ibu. Nasib ini
memang tak dapat terhindarkan karena segalanya ancaman bagiku.

Kasih Sayang Seorang Ayah


Oleh: Rifan Nugraha

Di suatu tempat di wilayah pedesaan ada seorang anak berumur 10 tahun bernama Rehan. Dia
anak yang sangat bandel dan susah di atur, dia suka membangkang kepada ayahnya.

Di pagi hari Rehan sedang bermain bersama teman-temannya di sebuah gubuk yang sudah tua dan
sedang asik bermain salah satu temannya yang bernama Joni.

Tak sengaja Joni menyenggol lilin dan lilin itu pun terjatuh ke tumpukan Jerami. Merekapun
berlari dengan panik dan Rehan gak sengaja terdorong oleh temannya dan diapun terjatuh sampai
kepalannya terbentur meja dan pingsan.

Di tengah jalan ayah Rehan gak sengaja berpapasan sama Joni yang sedang berlari dengan panik

“Nak Joni, kenapa kamu berlari, kemana Rehan?” Tanya ayah Rehan.

Joni menjawab, “Pak, Rehan terjebak di gubuk tua yang sedang terbakar.”

Ayah Rehan pun langsung berlari ke gubuk, ayah sampai di gubuk langsung menerobos api yang
ada di pintu, sesudah di dalam gubuk ayah melihat Rehan yang sedang pingsan berada di tengah
gubuk.

Dia pun mengendong Rehan sampai luar gubuk Rehan pun terbangun dan menangis serta meminta
maaf kepada ayahnya karna ia sangat menyesal atas perbuatannya kepada ayahnya yang suka
membangkang. Ayahpun memaafkannya.
P

Keesokan harinya Rehan menjadi anak yang baik dan penurut.

Kembali Ke Pondok
Oleh: Rafli Rabbani A

Pada pagi hari itu pada tanggal 14 Mei 2022 adalah hari dimana aku harus Kembali ke pondok
tercinta. Seperti biasanya aku menyiapkan semua barang-barang untuk kembali ke pondok, mulai dari
baju tidurku, buku buku, alat makan, alat mandi, dll. Setelah aku selesai menyiapkan semua barang
barangku untuk kembali ke pondok, aku pun mulai menyiapkan diri dengan mandi dan bersih-bersih.
Ketika semua persiapan sudah siap akhirnya aku pun berpamitan dengan keluarga dan balik ke
pondok.

Tidak seperti hari biasanya saat aku kembali ke pondok, hari itu tampak begitu ramai karena
banyak orang tua wali santri yang mengantarkan anaknya juga kembali ke pondok. Berbeda dengan
santri yang lainnya, aku kembali ke pondok hanya seorang diri karena kebetulan rumahku tidak terlalu
jauh letaknya dari pondok. Setelah sampai, aku pun melakukan pengecekan barang-barang oleh pihak
sekolah agar mereka tahu sekiranya jika aku membawa barang illegal ke pondok. Tetapi tentu saja
aku tidak membawa barang illegal ke pondok apapun itu karena untuk apa juga aku membawanya.

Setelah selesai melakukan semua pengecekan barang oleh pihak sekolah, aku pun langsung masuk
ke asrama untuk merapihkan barang-barangku di dalam lemari. Dan akhirnya semua sudah selesai,
aku pun sudah memasukkan semua barang barangku ke dalam lemari dengan rapih.

Entah mengapa biasanya setelah kembali ke pondok aku selalu teringat akan rumah betapa
rindunya aku dengan semua anggota keluarga, namun aku selalu berfikir bahwa bukan berarti mereka
P

memasukkanku ke pondok bukan karena mereka tak sayang namun mereka ingin aku belajar mandiri
dan tidak bergantung kepada siapa pun. Aku pun Kembali mengumpulkan niat untuk menuntut ilmu
disini dan tentu aku harus ikhlas dalam menjalankannya.

Khidmat Di Desa Melati


Oleh: Sagara Kurniawan

Di pagi jum’at yang cerah menjadi kabar gembira bagi anak-anak SMA kelas 12 MIPA A karena
mereka akan menjalani program khidmat masyarakat, program ini bertujuan untuk mengamalkan
ilmu-ilmu yang telah mereka pelajari selama 3 tahun, di desa yang masih kurang dalam bidang
pendidikannya. Setiap masing-masing kelompok terdiri 4 orang anggota kelompok .

“ Salsa, Alya, Raihan, dan Kevin kalian satu kelompok.” Ucap guru pembina Khidmat mereka

⁎⁎⁎

Setelah perjalanan selama 10 jam , akhirnya mereka sampai di desa Melati, desa tempat mereka
khidmat. Mereka berempat segera menemui kepala desa tersebut dan meminta izin untuk menginap
beberapa hari. Setelah mendapatkan izin, mereka mulai membereskan sebuah gubuk untuk mereka
tempati selama seminggu kedepan.

Mereka berempat beraktivitas seperti biasa. Salsa dan Alya membantu ibu-ibu untuk memasak
bagi para petani di rawa, Raihan mengajar anak-anak untuk mengaji di sebuah TPA, dan Kevin
membantu para petani menanam padi di rawa.

Hingga Suatu malam ada sebuah kejadian aneh yang mereka alami.

“Heh Kevin!” Teriak Raihan yang bingung alasan mengapa Kevin keluar dari gubuk malam-
malam.
P

“Alya, Salsa, bangun! Kevin pergi dari gubuk, sekara gak tau kemana.”

Mereka pun bergegas mencari Kevin.

Saat sedang dalam perjalanan, mereka mendengar teriakan seorang pria meminta tolong.

“Kayaknya itu teriakan Kevin deh.” Ucap Alya

“Yaudah kita kesana!”

Tak lama setelah mereka mencari sumber suara, mereka mendapatkan pemandangan yang tidak
enak dipandang. Tampak tubuh Kevin diikat di sebuah pohon beringin dan dibelakangnya tampak
seorang wanita bertubuh tinggi, kulitnya pusat pasi, dan memakai gaun berwarna merah.

Tanpa basa-basi, Raihan langsung membacakan ayat kursi dan ayat-ayat pulihat lainnya serta
melemparkan sebuah tasbih kea rah wanita ghaib itu, seketika wanita tua itu sirna.

Ternyata Kevin bisa mengalami kejadian ini disebabkan dia membuang air kecil sembarangan di
dekat pohon beringin tersebut.

Akhirnya, setelah seminggu di desa tersebut mereka berhasil Kembali ke rumah masing-masing
dengan selamat.

Perjalanan Ke Pasar
P

Oleh: Shalahuddin Ahmad Cahyoga

Pagi itu terasa sangat menyejukkan. Angin yang lewat membawa dan menghembuskan embun
pagi yang dingin, membuat udara di sekitar lebih menyegarkan. Matahari yang terbit memberikan
warna kepada langit dengan cahayanya yang cerah tetapi tidak menyilaukan. Suasana yang indah itu
memberikan semangat pagi kepada mereka yang merasakannya.

Di pagi yang indah itu, di halaman yang terdapat di depan sebuah bangunan yang sudah tua, ada
seorang lelaki muda yang berkulit coklat cerah dan berambut hitam. Lelaki itu sedang duduk
menggantung pakaian-pakaian yang sudah dicuci sambil merenungi kehidupannya,

“Huuuh, kenapa aku harus tinggal di rumah tua ini.” keluh lelaki itu. “Kalau saja aku menjadi
orang kaya, aku bisa tinggal di rumah mewah sambil bersenang-senang, pekerjaan rumah bisa
kuserahkan ke pembantu, pasti enak ya.”

Belum selesai lelaki itu berangan-angan, tiba - tiba ada suara “Budi!”, lelaki bernama Budi itu
langsung berbalik, ternyata suara itu datang dari ibunya.

“Iya ibu.” balas Budi, “Bisa tolong belikan ibu sayur di pasar.” ibunya meminta tolong, “Baik bu.”
jawab Budi yang langsung bersiap-siap.

“Kenapa harus aku yang membeli sayur, padahal kan Ali ada di kamar.”, tapi sebelum Budi
sempat mengeluh lagi ibunya berteriak “Kalau kamu tidak cepat nanti bisa-bisa kita tidak sarapan!”.

Mendengar teriakan ibunya, Budi segera bergegas pergi ke pasar. Dalam perjalananya ke pasar,
Budi melihat seorang perempuan tua dan anaknya yang tinggal hanya beralaskan kardus bekas dan
kain tipis, karena merasa iba, Budi memberi perempuan tua sedikit uang jajannya. Selain itu, Budi
juga melihat seorang kakek-kakek yang bekerja keras berjualan sayur walaupun sudah tua, ternyata
uangnya itu untuk cucunya bersekolah, akhirnya Budi membeli sayur kakek itu untuk membantunya.

Setelah membeli sayuran, Budi langsung berjalan pulang menuju rumah. Sambil berjalan pulang,
Budi mengingat kembali pelajaran apa saja yang sudah didapatkannya hari ini. Dia belajar bahwa
butuh kerja keras untuk mendapatkan hidup enak, dan bahwa hidupnya sudah lebih baik dibandingkan
orang yang bernasib lebih buruk darinya.

“Mulai sekarang, aku akan lebih bersyukur dengan apa yang kupunya, dan aku juga tidak akan
bermalas-malasan lagi agar bisa sukses.” kata Budi kepada dirinya sendiri.

Sesampainya di rumah, Budi langsung mengamalkan apa yang sudah ia dapatkan hari itu. Dan
semenjak saat itu, Budi terus tumbuh menjadi orang yang rajin, disiplin, pekerja keras, dan suka
bersyukur. Perubahan kebiasaan Budi membuat kedua orang tuanya bangga, bahkan Ali, adik Budi
P

yang pemalas, terinspirasi oleh perbuatan Budi dan mulai mengikuti jejaknya untuk berubah menjadi
pribadi yang lebih baik.

Empat Sekawan
Oleh: Wayan Adha H

Saat ini aku berada di kelas 3 SMA, setiap hari kujalani bersama dengan ketiga sahabatku yaitu
Iboy, Kiboy, dan Niki. Kita berempat sudah bersahabat sejak kecil.

Di saat itu kami berempat menulis di selembar kertas lalu di masukan ke dalam kaleng bekas,
kemudian kaleng bekas itu dikubur di bawah pohon samping kantin yang nantinya kertas selembar
tersebut akan di buka saat kami menerima hasil ujian kelulusan.

Hari yang kami tunggu-tunggu akhirnya tiba, akhirnya kami menerima hasil ujian dan hasil dari
ujian kami berempat lulus semua.

Kami Bersama sama langsung pergi berlari ke bawah pohon samping kantin yang pernah kami
kubur kaleng bekas dan menggali tempat di mana kaleng bekas yang kami kubur.

Kemudian, kami berempat membuka kaleng bekas tersebut dan membaca tulisan yang dulu pernah
kami tulis. Kertas yang kami tulis Bersama, bertulis “Kami akan selalu bersama untuk selamanya.”

Keesokan hari, Iboy berencana untuk merayakan kelulusan kami berempat. Malamnya kami
berempat pergi bersama ke suatu tempat dan di situlah saat-saat yang tidak bisa aku lupakan karena
Iboy berencana untuk menyatakan perasannya kepadaku. Akhirnya aku dan Iboy berpacaran. Begitu
juga dengan Kiboy, dia pun berpacaran dengan Niki.

Malam itu adalah malam yang istimewa bagi kami berempat. Tetapi kami pun bergegas untuk
pulang.

Ketika perjalanan pulang, entah mengapa perasaanku tidak enak.


P

“Perasaanku ngga enak banget ya?” Ucapku penuh cemas.

“Udahlah nda, santai aja, kita ngga bakalan kenapa-kenapa” Jawab Kiboy dengan santai.

Tidak lama setelah itu, hal yang dikhawatirkanku terjadi.

“Iboyyyy awasss! di depan ada jurang!” Teriak Nanda.

“Aaaaaaaaaa!!!”

Braaaakkk. Motor yang kami naiki tabrakan. Aku pun tak bisa menahan air mata yang terus
mengalir sampai aku tidak sadarkan diri.

Akhirnya aku buka mataku sedikit demi sedikit dan aku melihat ibu berada di sampingku.

“Nanda.. kamu sudah sadar, Nak?” Tanya ibuku.

“Ibu.. aku di mana? Di mana Niki, Kiboy, dan Iboy?” tanyaku.

“Kamu ada di rumah sakit nak, Kiboy dan Iboy tidak tertolong di lokasi kecelakaan, kamu yg
sabar ya nak.” Jawab ibu sambil menitikkan air mata.

Aku terdiam mendengar ucapan ibu dan air mataku terus mengalir, tangisku tiada berhenti
mendengar pernyataan ibu.

Lantas, 2 hari setelah aku keluar dari rumah sakit, aku berkunjung ke makam mereka, aku berharap
kita bisa menghabiskan waktu bersama sampai tua. Tetapi sekarang semua itu hanya angan-angan.
Aku berjanji akan selalu mengenang kalian.

Egoku Yang Tak Mau Diperintah


Oleh: Wirezky Syehu P

Dari pagar besi di atap bangunan besar itu kala sepulang sekolah, aku merobek lembar hasil ujian
dan membuangnya. Carikan kertas itu melayang-layang hingga angin menembusnya dan terbang ke
suatu tempat yang jauh, tempat yang tak mudah dijangkau oleh semua orang yang berekspetasi besar
kepadaku.
P

Aku heran kertas yang katanya dapat menentukan hidupku kelak itu, kalau itu segalanya berarti
tekad kuat kita tak memiliki arti apapun bagi yang memandang sebelah mata. Bahkan mimpi yang
ingin diraih bak daun-daun kering yang terlalu ringan bagi sebagian orang.

“ Padahal kau sebelumnya nilaimu tak seburuk itu, kenapa sekarang nilaimu turun sekali?” seorang
guru membentakku di ruang guru yang bergemericik suara tenang itu

Aku benci situasi ini. Aku tak mau diperintah orang dewasa. Aku akan menentukan jalanku
sendiri. Kenapa kita semua selalu dinilai melalui lembar hasil ujian dan diberi peringkat
berdasarkan jawaban benar...

“Ibu lakuin ini untuk masa depanmu juga, jadi tolong pengertiannya.” sambung guru itu,
ocehannya tidak membuatku bergeming dan tak membalas seruannya sama sekali

Omong kosong, Padahal kau sendiri tak mau mencoba mengerti perasaan muridmu. Memangnya
dengan pengetahuan melalui menghafal saja. Apa mau kau lakukan setelah aku dinilai?

“Murid disini semuanya juga nggak pernah mengeluh tuh, mereka duduk dengerin materi sampai
bel pulang sekolah berbunyi.”

Terus kau ingin mengatakan aku harus keluar kelas?

“Sudah cukup sampai disini, Ibu harap nilaimu lebih baik lagi.” ceramah guru itu berhenti sampai
disitu.

Ocehan kau sungguh menyebalkan..

Aku datang ke kelas tanpa siapapun itu, tumpukan kertas tugas tersusun menandai seluruh murid
telah mengumpulkan amanatnya. Dengan bodohnya, aku melempar tumbukan kertas itu ke langit-
langit. Konfeti lembar hasil itu terbang dan bertebaran seolah menanyaiku pertanyaan ‘untuk apa kau
belajar?’. Akupun termangu dan menatap matahari dari lapangan yang tak terlihat menyilaukan.
Hembusan nafasku meratapi gejolak ego manusia terlebih lagi orang dewasa yang hanya
membayangkan angka lebih dari apapun. Sungguh menyebalkan.
P

Sombong kok Menang


Oleh: M Fakhri

PRANG!
Terdengar suara botol pecah di sebuah terowongan saat aku sedang berjalan santai, karena
penasaran aku pun menghampirinya. Ternyata ada seorang mahasiswa tengah memukuli mahasiswa
lainnya dengan tangan dan botol kaca, hingga terlihat darah bercucuran melalui keningnya. Dengan
reflek aku melindungi mahasiswa tersebut.

“Siapa lu?! Rusuh aja.” Ucap si pemukul

“Lah? Lu ga liat darah dia bercucuran?!” Jawabku

“Suka suka gua lah!! Ngatur aja.” Jawab si pemukul marah

“Minta maaf lu sama dia, kalo ga mau sini gua kasih hadiah.” Kesal mendengarnya, si pemukul
mencoba untuk menonjokku dengan sekuat tenaga. Namun, dengan Teknik bela diri rahasia yang
tidak sengaja kupelajari akhir akhir ini, serangan tersebut hanya terlihat seperti sapu lidi yang
diayunkan oleh seorang bayi. Aku pun menepis tonjokkan tersebut dan mengembalikan kearah
mukanya.

“ARRGGGHHHHH! Sakit woi!!” Teriak si pemukul

“Bilang makasih dong, udah gua kasih hadiah juga.” Ucapku menyindir

“Tunggu pembalasan gua, gua tandain muka lu, nama gua Enyek BTW.” Jawabnya marah

“Hahaha… Tandain nih, muka gua yang paling ganteng”, Jawabku sambil mambanggakan
mukaku dihadapannya

Dia pun pergi dengan motornya ke suatu tempat nan jauh disana.
P

“Makasih banyak bang, kalo gaada abang saya gatau apa yang bakal terjadi” Ucap yang dipukul

“Santai aja cuy, oh iya nama lu siapa kalo boleh tau?”, Jawabku sambil bertanya

“Nama saya Pamuji bang.” Jawabnya

“Owhh, yaudah lap dulu darah lu tuh, terus balik ke rumah”, Ujarku.

“Tunggu bang saya mau jajanin abang minuman dulu”, jawab Pamuji

Sambil mengelap darahnya menggunakan baju yang dipakainya kami berjalan menuju vending
mechine yang ada di sekitar situ untuk membeli minuman. Aku ditraktir olehnya coca cola kaleng dan
dia membeli susu UHT. Dia membuka susu selayaknya orang lain membuka susu sedangkan aku
membukanya dengan cara yang unik. Aku dapat membuka segelnya hanya dengan menyentil bagian
bawah kaleng tersebut.

“Wahhh, kok bisa gitu bang?” Tanyanya terkejut

“Jurus rahasia, jangan kepo.” Jawabku

Dia hanya terdiam dan melanjutkan minumannya. Akhirnya kami mengobrol dan tanpa disadari
minuman kami habis dan aku bersiap-siap untuk melanjutkan jalan-jalan.

“Bang besok bisa ketemuan lagi ga?” Tanya si bocah

“Lu mau ngapain lagi emangnya, mau digebuk?” Tanyaku balik kepadanya

“Ngga bang, ajarin saya jurus yang tadi.” Jawabnya

“Oke, tapi lu harus dateng pas tengah malem.” Jawabku

“Oke aja saya mah bang.” Jawabnya

Keesokan harinya kami bertemu di tempat dan waktu yang sama. Dan dia sudah bersiap dengan
kondisi tubuh fit dan pakaian untuk berlatih, dia terlihat serius.

PLAK!
Dia terlihat tegang jadi aku menamparnya. Dia terdiam

“Baiklah mari kita mulai sesi latihannya, pertama-tama lu balik dulu kerumah terus ambil ember
berisi air, sikat, dan sabun.”

“Hah, emang buat apa?” Dia bertanya dengan muka heran

“Jangan banyak bacot, ambil ae dulu.”


P

Dia pun kembali ke rumah untuk mengambil barang-barang tersebut. Setelah dia kembali aku
berata kepadanya

“Lu cuci terowongan ini semuanya sampe bersih.”

“Sebesar ini sendiri? Gimana ceritanya?”

“Gua ga peduli mau lu bisa apa ngga, yang penting lu bersihin”

“Oke lah kalo ini bagian dari latihan mah.”

3 jam berlalu dan Pamuji mulai kecapekan

“Bang, ini kapan beresnya. Setengah terowongan aja belom.” Keluhnya

“Protes aja, mau jago ga? Kalo mau ya bersihin sampe bersih.”

“Iya bang, iya.”

Pagi hari tiba dan Mentari mulai menampakkan sinarnya. Pamuji sudah sangat kecapekan.

“Bang, capek banget bang, ga kuat lagi.” Keluhnya lagi

“Berisik woi, gua lagi tidur juga”

“T-Tapi bang sa-“

“Apa kabar kalian semua?” Tanya seseorang dari mulut terowongan

Aku dan Pamuji reflek menoleh kearah mulut terowongan. Tanpa kami sangka ternyata yang
menghampiri kami adalah Enyek dan gengnya

“Wow, aku terkejut.” Ucapku sambil meledek

“B-Bang, mereka ramean bang.” Ucap Pamuji takut

Secara tiba-tiba dengan kecepatan kilat aku menghampiri dan menonjok perutnya.

“UUUGGHHHH”

Enyek tersungkur kaku

“Mana lagi yang pengen gua tonjok?” Tanyaku

“Manusia apaan lu?” Tanya gangnya

BLAM!

“AARRRGHHH, s-sakit w-woi.” Ujar salah satu gangnya


P

“Cabut woi cabut, orang gila nih, bos sama wakilnya aja tumbang apalagi kita.” ujar teman gang
yang lain

Anak buahnya ketakutan dan lari terbirit-birit. Sementara kedua ketuanya kesakitan layaknya
orang sakaratul maut. Aku mengangkat mereka berdua ke hadapan Pamuji.

“Mau lu apain mereka berdua cil?”

“Bebasin aja bang, kasian.”

“Oi, Benyek minta maaf dulu ke bocil.”

“Ji, gua mau minta maaf soal kejadian yang kemarin.” Ujar Enyek

“Iya, saya maafin.”

Aku melempar keduanya dan menyuruh mereka pergi jauh-jauh.

“Pergi jauh-jauh lu jangan berani gangguin bocil lagi.”

“Awas aja lu Muji, nanti gua bales lu.” Ujar Enyek sambil berlari kesakitan

“Ohh, masih berani lu?” Tanyaku

Enyek dan temannya berlari semakin kencang dan meninggalkan wilayah tersebut.

“EZ”

“Bang, ajarin saya Teknik yang tadi bang.”

“Kapan-kapan aja lah, lu bersihin dulu yang bener.”

“Siap bang.”

Mereka pun melanjutkan latihannya dan Enyek belum pernah terlihat lagi.

“Lemah lu nyek.” Ledekku.

Anda mungkin juga menyukai