Anda di halaman 1dari 3

MENCARI BINTANG YANG JATUH

Suara lantunan al quran sudah terdengar sedari pagi , petanda awal waktu
kegiantanku di pondok pesantren segara dimulai , di sini aku akan menceritakan
kisah kehidupanku yang masih saja mecari bintang untuk menggantikan matahari di
saat petang , kadang kita perlu mejadi cahaya untuk menjadi bintang disini aku akan
bercerita perjalananku saat dijalan menuju bintang, dan Seorang remaja masih saja
membolak-balik badannya di tempat tidur. Gelisah, begitulah yang dia rasakan.
Lampu kamar sudah menyala para pengurus pondok memasuki kamar,kami
terbangun namun saat para pengurus keluar dari kamar sebagian besar teman
teman ku tidur kembali walaupun aku sangat ngantuk dan lelah karena kehidupan
yang aku alami begitu berat namun dengan niat kuat bertekat untuk sholat malam
aku bergegas untuk mengambil wudhu dilanjut dengan berjalan menuju masjid
pondok dengan sangat khusu’ karena hanya ada angin yang terdengar saat ini dan
cuma ada beberapa orang yang terlihat dimasjid ya begitulah pondok ku terlalu
longgar para pengurus begitu tidak ditakuti sehingga kegiatan yang sudah
dijadwalkan oleh pihak pondok tidak berjalan dengan lancar, sebenarnya sholat
malam sudah disuruh oleh ketua pondok untuk dilakukan bersama atau yang biasa
disebut sholat berjamaah waktu sepertiga malam terlalu sepi dan singkat sehingga
lantunan adzan sudah terdengar dan akhirnya para santri berbondong-bondong
menuju masjid untuk melakukan sholat shubuh berjamaah tapi sebelum itu para
santri melakukan sholat dua rokaat sebelum shubuh.
Matahari sudah mulai muncul dari timur menandai pagi cerah terlihat di langit langit.
ngaji al-quran pagi setelah shubuh tubuh mulai terasa lelah namun dengan tekad
kuat yang aku miliki saat ini aku masih bersemangat untuk melakukan kegiatan
pondok.
.........
“ayo sarapan gus” saut aripin dari belakangku “baiklah kamu yang ambil makan
nanti aku yang cuci piringnya” ya nama lengkapnya aripin hasbullah atau sering
dipanggil arip dia adalah teman baikku dari saat awal masuk pondok kami sering
makan berdua bermain berdua pokoknya serba bersama.
Aku berada di ruang makan yang lumayan agak ramai dan penuh. Terlihat teman
temanku sangat menikmati sarapan dengan menu pecel, sesuap nasi demi nasi aku
dan arip pun sudah menyeselesaikan sarapannya dengan rasa nikmat dan syukur
atas pemberian tuhan untuk hari ini, aku dan arip segera meninggalkan tempat
makan menuju kamar.
“Bruak bruak” suara pukulan temanku sedang berkelahi salahsatu kakak kelasku pun
segara memisah perkelahian tersebut, sudah biasa ternyata rayhan salahsatu
temanku yang sering berkelahi dengan beberapa orang dia sering dimusuhi satu
kamar bahkan satu angkatan karena dia gampang emosi dan susah bergaul,
mungkin benar ibunya pernah berkata bahwa rayhan tidak normal atau prematur
saat lahir sehingga sifatnya seperti anak kecil tapi biarlah mungkin waktu bisa
mengubahnya.
...........
Dalam kelas yang penuh siswa dari berbagai daerah, Ibu vica wali kelas VIII B
membuka awal pembelajaran dengan basa basi lalu melempar tanya pada para
siswanya “Anak anak, Ibu ingin tahu apa cita cita kalian?”
Sambil berebut mengacungkan tangan pada bangku masing masing, para siswa
menyebutkan cita cita mereka, hampir tak ada yang menarik dari cita cita mereka,
ada yang ingin menjadi polisi, tentara, presiden , pengusaha, pilot dokter dan guru.
Dari keseluruhan siswa dalam kelas, hanya aku dan arip yang belum mengangkat
tangan.
Setelah mata tertuju pada aku dan arip, arip terlebih dahulu mengacungkan
tangannya demi menjawab pertanyaan Ibu guru “ saya ingin menjadi politikus, Buk”
jawabnya dengan lantang.
Sontak IBU vica terheran dengan cita cita dari siswa yang masih duduk di bangku,
menengah pertama ini, “kenapa kamu bercita cita jadi politikus, nak?”.
“kalo jadi politikus enak buk, bisa apa dan ngapain saja, Punya uang banyak, bisa
jadi artis , bahka bisa jadi ulama-nya partai kayak bapaknya gusfa he he” kata arip.
Sontak aku kaget dan heran dengan penjelasan arip.
Apa perlunya arip menyangkutkan cita citanya dengan bapakku, ucapku dalam hati.
“Ibu guru” sambutku mengacungkan tangan dari bangku paling belakang “ saya
ingin menjadi orang bodoh”. Serentak seluruh siswa dalam kelas tertawa mendengar
jawabanku. Belum habis keheranannya Ibu vica pada arip, kini ia lebih dikagetkan
lagi oleh cita cita anehku.
“Mengapa kamu bercita cita demikian, nak?” tanya ibu vica setelah menenangkan
suasana kelas
Saya ingin menjadi orang yang selalu merasa bodoh, buk. Saya takut menjadi orang
pintar .”ucapku. sontak seluruh siswa kembali tertawa.
“apa alasan kamu, nak? Coba terangkan kembali kepada teman teman” tanya Ibu
vica. Isi kelas kembali hening.
Kali ini aku berdiri “ Buk guru, saya rasa Indonesia tidak maju maju karena
kurangnya orang bodoh. Terlalu banyak orang pintar. Dan saya ingin Indonesia ini
maju. Orang yang pintar jika ia sudah merasa pintar,dengan begitu orang tersebut
sudah menjadi bodoh. Dan sebagian besar orang pintar yang tampil dalam elite
politik, yang mengatur pemerintahan adalah orang pintar yang licik sekalipun bapak
saya sudah diangkat menjadi ulama oleh partainya. Bagaimanapun, saya tetap ingin
menjadi bodoh, selalu merasa bodoh, dimanapun dan kapanpun” seluruh kelas
hening mendengarkan penjelasanku , para siswa tak paham maksud dari penjelasan
tadi.
“anak dengan seusiamu berfikir sejauh itu? Dari mana kamu dapatkan pemahaman
seperti itu, Nak?” tanya Ibu vica terheran heran
“Entahlah, buk mungkin dari pengalamanku di rumah sendiri, Di rumah, saya sering
melihat kegiatan politik bapak saya dengan teman temannya dalam partai, dengan
begitu kegiatan saya terbiasa dan tahu. Sudah lima bapak saya ditangkap KPK, pak
DJOKO susilo, pak ANAk, pak Andi, pak GAYUS dan pak Setya, Mereka orang orang
pintar, buk. Pintar yang licik.
Apa jadinya Indonesia ini, jika para guru masih terpaku mendidik muridnya untuk
menjadi pintar, jika tidak pintar bagaimana? Apakah ia masih semangat mendidik
anak anak generasi penerus bangsa? Pintar saja tidak cukup, berakhlak pun penting
dan perlu, hanyalah menjadi pintar, itu bukan tujuanku

Aku akan tetap merasa bodoh, dimanapun dan kapanpun.

Sebenarnya tujuanku mondok adalah bisa menjadi lilin di saat lampu rumah padam
maksudnya adalah bisa bermanfaat bagi orang lain dengan cahaya ilmu, ketika
banyak orang tidak mengetahui ilmu agama akan gelap hatinya dan kami sebagai
penerus para ulama wajib menyinari gelapnya.

................

Hari sudah terlampau sore, mentari sebentar lagi akan tenggelam. “Teeeett. . .
teeett. . .”, terdengar suara bel yang berarti waktu istirahat sudah berakhir. Seorang
anak laki laki yang menuntut ilmu disebuah pondok pesantren dengan tergesa gesa
menyelesaikan pekerjaannya, yaitu mencuci pakaiannya disebuah kolam yang
letaknya tidak jauh dari asrama tempat tinggal, dengan begitu berakhirlah sudah
ceritaku.
TAMAT

Anda mungkin juga menyukai