By : Saka 02
Dia terlahir sebagai anak ke empat dari empat bersaudara, yang sudah tentu
Bungsu kami menyebutnya. Terlahir dari Rahim seorang ibu yang sangat Luar biasa,
dan merupakan putra kesayangan ayahanda kami (Alm) tercinta. Lahir Pada Bulan Mei
hari ketujuh 2007, diberi nama Fahri Ardian Ilham. Terlahir sebagai putra bungsu
membuat adik kami ini istimewa. Tidak hanya perlakuan tetapi juga banyak hal yang
special dari perlakuan orang tua kami terhadapnya. Kasih sayang yang banyak dari ke
tiga saudaranya, perhatian dan juga pengawasan yang penuh dari ke dua orang tuanya.
Di sekolah Dasar tempat ia menimba ilmu saat itu bungsu kami sering sekali
mendapatkan ejekan dari teman-teman nya karena selain memiliki tubuh gempal dan
besar dibanding anak-anak seusianya adik kami ini memiliki sifat tidak mau dipaksa,
dan cendrung diam untuk hal-hal yang tidak ia senangi. Dirumah sering kali aku
bertanya kepada bungsu perihal sekolahnya. Hal yang sering kali aku tanyakan saat
bersamanya adalah "apa cerita disekolah hari ini?" Dia dengan semangat bercerita
tentang teman sebangkunya, teman-teman sekelasnya. Aku mendapat info dari ibu
bahwa tadi di sekolah bungsu kami di hukum oleh gurunya karena tidak membuat tugas.
“Mengapa tadi disekoah tidak membuat tugas? kan kena marah dan dapat
hukuman jadinya kalau tidak membuat tugas dari guru". Tanya ku sembari mendekati si
bungsu.
"Ambil lah bukumu, mari kita belajar" Tambah ku seraya memegang tangan si
bungsu.
Diambilnya buku dalam tasnya kemudian kami belajar. Saat itu bungsu duduk
dikelas empat Sekolah Dasar. Setiap kali mendapatkan laporan dari ibu tentang bungsu
kami disekolah saya sebagai seorag pendidik dan bapak kami pun seorang pendidik
tidak pernah membiarkan atau membela si bungsu, kami tahu bahwa proses belajar itu
memang sulit dan butuh perjuangan serta pengorbanan. Bahkan saat kudengar berita tak
baik tentang bungsu disekolah yang kata nya berbuat tidak baik disekolah. Kembali
kami menanyai si bungsu mengapa sampai seperti itu.
“Mengapa merusak tanaman yang ada dibelakang sekolah, mengapa
mengganggu teman perempuan sampai menangis?” sekolah itu tempat belajar, hal
seperti itu tidak baik, itu tidak boleh. Haram hukumnya merusak hak orang lain, tidak
boleh mengganggu teman apalagi sampai menangis bias-bisa nanti tidak ada yang mau
berteman denganmu” Kata ibu pada si bungsu kami yang hanya menunduk.
Sementara ibu masih berceramah kepada bungsu yang hanya diam. Aku
meminta bungsu untuk segera mandi dan pergi mengaji. Kuhampiri ibu, jangan
menerima setiap berita dari sekolah itu bulat-bulat. Tanya dulu bagus-bagus ke yang
bersangkutan, kasihan membiru di kaki bungsu akibat ulah ibu yang sejak bungsu
pulang memukulinya dengan tangkai sapu ringan.
Saat aku pulang rupanya ibu sudah lama menuggu ku. Tak sempat memberikan
waktu untuk ku istirahat makan siang itu ibu langsung menghampiriku. Dengan suara
yang sangat jelas kudengar ibu berkata pada ku “Kata Ibu X (Wali Kelas bungsu kami)
bungsu harus dipindahkan dari Sekolah, tidak boleh lagi bersekolah, bungsu tidak bisa
mngikuti pelajaran dengan baik disekolah, bungsu itu Idiot"
"(Astagfirullah Hal Aziim)" gumamku. Dalam waktu 10 detik naik darahku, tapi
Alhamdulillah aku masih bisa menguasai diri. Tanpa menjawab aku pergi mandi sambal
menurunkan tensi efek 10 detik tadi. Aku dapati bungsu kami berbaring dikamarnya, ku
hampiri dan aku bertanya, “Ada apa tadi di sekolah dek? mengapa ibu X Marah?
Bungsu berbuat apa?” Kulihat matanya yang sendu sehabis menangis sepertinya,
mungkin karena marahnya ibuku atau karena tadi disekolah. Bungsu tak langsung
menjawab tanyaku. Dia masih diam seperti ada rasa takut untuk menjawb tanyaku. Ayo
Fahri jawab lah tidak perlu takut, tenang saja jawab dengan jujur. Dia masih tak
menjawab. Aku tak ingin memaksa bungsu saat seperti ini. Karena aku tahu ada nanti
saat yang tepat untuk dia mau bercerita .
Pagi setelah Sholat subuh ada ketukkan pintu di depan pintu kamarku. Segera
kubuka, kudapati bungsu kami ada didepan pintu.
"Jangan begitu.. Bungsu harus tetap sekolah demi masa depan bungsu sendiri"
Kata ku seraya melihat raut wajahnya.
"Aku malas sekolah" Jawab bungsu sambil berlalu dari pintu kamarku.
Dan saat pulang dari sekolah pun aku tanya ibu bungsu tak sekolah hari itu.
Malamnya aku menemui bungsu dikamarnya. Aku mencoba bicara dari hati kehati
kepada bungsu, memberikan pemahaman kepada bungsu betapa pentingnya pendidikan
dan sekolah itu. Bungsu tetap diam, sampai saat aku ingin keluar kamarnya, bungsu
mengeluarkan kata-kata yang membuatku lama berpikir sampai akhirnya aku
memutuskan Bungsu Harus Pindah Sekolah. Kalimat bungsu saat sebelum aku
meninggalkan kamarnya malam itu adalah
“Bukan Aku saja yang bermain dibelakang kelas itu, bukan hanya aku yang
mengganggu anak-anak perempuan itu, tidak hanya aku yang malas belajar. Tapi ibu X
hanya marah padaku, ibu X mengatakan aku bodoh, bukan hanya aku yang menjawab
tidak benar dari setiap pertanyaan yang ibu X berikan”. Dan yang membuat aku sangat
luka dan tidak pernah ku lupa adalah saat bungsu mengatakan “Ibu guru X mengatakan
kalau bungsu tidak cocok sekolah disekolah normal, cocoknya sekolah di SLB, SLB
(Sekolah Luar Biasa)" Aku tersenyum kepada bungsu. "Sudah besok kita cari sekolah
lain ya. Sekarang Istirahat , tidurlah hari sudah malam".
Keesokan harinya aku mendatangi sekolah yang hanya berjarak kurang dari 100
Meter dari rumah kami. Ada seorang guru yang aku jumpai.
"Bu jam berapa biasanya ibu Guru X hadir disekolahdisekolah" Tanyaku pada
guru tersebut.
"Fahri mau sekolah di Pesantren kah? Nanti ke sekolah diantar. Mau ? nanti
kalau sudah dapat raport dan dan Surat Pindah kita ke Darussalam ya" Sembari
mengeluarkan motor ku ajak bungsuku ngobrol seputar sekolah pesantren seperti yang
aku tahu.
Akupun mampir ke sekolah seperti janjiku kepada ibu X kemarin. Ibu X belum
juga tiba sama seperti kemarin. Bagaimana lah ibu X ini batinku, datang terlambat, terus
apa tidak malu datang terlambat, guru itukan digugu dan ditiru. Sudahlah aku tak mau
aku terlambat hadir disekolah hari ini. Aku juga guru. Ku tancap gas motorku melaju
menuju ladang pengabdianku. Pulang sekolah aku minta no handphone ibu X kepada
salah seoarng guru disekolah itu. Dan dapatlah aku nomornya. Aku menelpon nomor
tersebut namun tak kunjung diangkat, akhirnya aku SMS (Short message),
"Ibu saya wali dari Fahri berkenaan dengan raport dan Surat Pindah yang saya
minta kemarin apakah bisa saya ambil besok? Tadi pagi saya ke sekolah ibu belum
hadir”.
Hingga saat aku menuliskan kisah inipun Pesan ku itu tak terbalaskan. Sudahlah
pikirku, semua pasti ada jalan keluarnya. Ibu X itu hanya manusia biasa bukan Tuhan,
yang menentukan segalanya. Jum’at pagi aku kembali ke sekolah untuk menemui ibu X,
namun bukan raport dan surat pindah yang aku terima. Ibu X mengatakan raport sama
surat pindah tidak bisa dikeluarkan tanpa memberikan alasan, ibu X berlalu. Akupun
meninggalkan sekolah itu sambal berpikir solusi terbaik untuk adik bungsu kami.
“Dek, besok fahri mulai sekolah di MI Dausalam ya.. mau kan?” kata ku
Fahri tidak langsung mejawab, ia menoleh dan tersenyum. Matanya berbinar dan
pada matanya pula jawaban “Iya” aku temukan.
Untuk Guru X dan semua guru “Jangan Menilai dan memponis siswa/I mu
seperti sesuai maumu, jangan hanya karena siswa/I mu lamban menghitung, tak
mengerti penejelasanmu kau anggap bodoh siswa/I mu, Koreksi dirimu bisa jadi Metode
mengajarmu yang harus dirubah “.
Special Thanks : Ustadzah Neni Putri, S.Ip, Wo hertini,M.Pd, Ustadzah Tika, Ustadzah
Indah, Semua Ustad & Ustadzah MIS 05 Darussalam