Pohon 2
Manusia
Pohon 1
Pohon 2
Pohon 1
Pohon 2
Manusia
Pohon 1
Pohon 2
Mungkin hewan-hewan akan pergi. Mereka tak punya tempat berteduh lagi.
Ekosistem kita tak akan seimbang.
Pohon 1
: Oh Tuhan.. terkutuklah manusia-manusia kota yang tidak peduli dengan
lingkungan. Kasian penduduk desa yang hidupnya bergantung pada kita. Jika
pohon di hutan ini telah habis, mungkin tiada lagi jejak kaki orang-orang
mencari ranting kayu disini.
Pohon 2
: Jika hal ini berlanjut, maka anak cucu mereka tidak akan pernah
mengenal hutan lagi. Semoga ada pertolongan Tuhan.
````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````
``````````````````````````````
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Pembangunan desa hampir usai.
Desa kecil kini telah di ubah menjadi pemukiman ala barat. Semua penduduk
desa telah pindah. Hutan pun telah kosong, hanya tersisa beberapa pohon
yang belum bisa ditebang.
(Seorang manusia berjalan menuju hutan dan bercakap-cakap melalui
telepon sambil mengawasi pekerjanya yang sedang menebang pohon)
Manusia
: Siap bos. Akan segera ku bersihkan hutan ini.
Ya, ya,
Bos tak perlu khawatir, semua beres. Tinggal menjalankan rencana
selanjutnya Ya. (mematikan telepon)
(membentak pegaiwainya) Hei, kalian! Apa tidak bisa bekerja lebih cepat?!
Penebangan ini harus selesai pada waktunya! Bos akan marah besar jika
kerja kalian seperti ini! Ayo!
Para pekerja hanya menunduk mendengar teriakan bosnya yang
memekakan telinga. Di sisi lain, terlihat pepohonan yang mendengar
percakapan tersebut merasa geram. Mereka seakan berteriak sekeraskerasnya.
Pohon 1
: (mengumpat) Manusia-manusia hina! Tak tahu diri! Tak berterima kasih!
Memangnya mereka bisa apa tanpa kita? Semua bagian tubuh kita
dimanfaatkan! Tapi, mereka tak menanam bibit-bibit pohon baru. Sikap apa
itu? Mereka itulah orang yang tak dapat menghargai lingkungan, apalagi
menghargai diri mereka sendiri!
Pohon 2
: Iya. Sepertinya, semua kata-katamu itu benar. Aku
Suasana pun hening sesaat. Hanya suara gemerisik daun dan para pekerja
yang istirahat dan sedang bercengkrama.
Pohon 1
: Aku apa?
Pohon 2
: Aku salah. Selama ini, aku selalu membela mereka, dan tak pernah
mempercayai kata-katamu. Maafkan aku. (menangis)
Lalu, kita harus bagaimana? Aku tak mau kita juga berada pada ujung maut
nantinya (menangis terisak)
Pohon 1
: Aku juga tidak tahu. Aku tak tahu harus melakukan apa untuk
menyelamatkan nyawa kita berdua. Kita tak bisa memperingatkan mereka.
Karena mereka tidak akan dengar apa yang kita katakan. Kita juga tak bisa
lari menyelamatkan diri, karena kita tak memiliki kaki seperti mereka. (diam,
berpikir)
Bagaimana, jika kita minta bantuan, untuk memperingatkan mereka?
Pohon 2
: Bantuan seperti apa? Membuat sesuatu yang tidak biasa? Atau kau mau
membalaskan dendammu pada mereka?
Pohon 1
: Aku tidak balas dendam. Aku hanya ingin memperingatkan mereka. Titik!
Dengar, kita bisa minta bantuan awan, untuk membuat suatu kejadian yang
dapat membuat mereka jera. Entah apa, yang jelas, kejadian ini, benar-benar
membuat mereka menyesal dengan apa yang mereka lakukan.
Pohon 2
: Apa awan mau membantu kita? Sepertinya, tidak mungkin. Ia tidak akan
melakukan sesuatu hal yang belum jelas kepastiannya. Apalagi, dengan
umpatanmu pada manusia-manusia itu. Pasti, awan mengira kau akan balas
dendam.
Pohon 1
: Tidak, aku tak akan balas dendam. Ayo kita panggil awan! Dan kita
beritahu awan tentang semua rencana-rencana kita.
Mereka melihat awan sedang bersenandung, wajahnya sangat riang.
Pohon 1
: (berteriak) Hei, awan! Sedang apa kau? Aku ingin memberitahu sesuatu
padamu. Ini penting!
Awan
: Hmm sepertinya, mereka memanggilku. Penting? Ada apa ya?
Awan segera merendah, dan menyapa mereka.
Awan
: Hai. Selamat siang.
Pohon 2
: Selamat siang, awan. Sepertinya, kau sedang bahagia. Ada apa?
Awan
: Oh sebenarnya
Pohon 1
: (memotong percakapan dengan gusar) sudah, sudah! Kenapa jadi
bertanya hal seperti itu? Bukan itu kan yang ingin kita katakan?
Pohon 2
: Iya. Maaf
Awan
: Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar? Terjadi sesuatu?
Pohon 1
: Ya. Akan terjadi sesuatu yang mengerikan. Dan sebelum kejadian itu
terjadi, aku ingin mengingatkan manusia-manusia itu dengan suatu kejadian
yang membuat mereka jera. Yaitu, bencana. Maukah kau membantu kami
untuk membuat bencana?
Awan
: Bagaimana caranya? Bencana seperti apa? Banjir? Badai? Angin topan?
Pohon 1
: Banjir. Itu sudah cukup.
Awan
: Entahlah, sepertinya, itu akan susah. Karena, aku tak punya alasan untuk
menurunkan hujan secara terus menerus. Memang, sekarang ini musim
hujan. Tapi, jangan seenaknya.
Pohon 1
: Tapi, ini harus dilakukan.
Awan
: Tidak bisa. Ini harus jelas. Meskipun kalian sahabatku, aku tidak bisa
melakukannya. Mereka tidak punya salah apapun. Kenapa harus menerima
bencana?
Pohon 2
: Sudahlah. Kalau memang tak bisa, tak perlu dilakukan.
Pohon 1
: Tapi,,
Pohon 2
: Sssstt sudah. Tak perlu dibicarakan lagi! Terima kasih awan.
Awan
: Oh, tentu saja. Sama sama.
Awan pun kembali bersenandung, dan menjauh dari kedua pohon itu. Tapi,
ia bingung, tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Awan
: Sebenarnya, apa yang terjadi? Sepertinya, mereka berdua berselisih
pendapat. Apa manusia-manusia itu, melakukan sesuatu yang tak mereka
berdua disukai? Tapi apa? (berpikir keras)
Jangan-jangan, karena ulah manusia yang tak tahu aturan itu! Manusiamanusia yang membuat pemukiman modern itu? Mereka berdua tidak
terima karena hutan tempat mereka tinggal dikosongkan begitu saja, tanpa
pelestarian? Begitukah? Aku akan mencari tahu kebenarannya. Jika memang
itu yang terjadi, akan kubantu mereka mendatangkan bencana itu.
Beberapa bulan kemudian, Pohon-pohon yang belum ditebang, sudah
menunjukkan bahwa mereka layak untuk ditebang oleh manusia-manusia
itu. Pohon-pohon mulai khawatir. Manusia-manusia itu, mulai datang. Tapi,
tidak seperti sebelumnya. Kali ini, jumlahnya jauh lebih sedikit.
Pohon 2
: Kali ini, sepertinya mereka hanya menebang satu atau dua pohon.
Mungkin, ini saatnya aku harus berpisah denganmu.
Pohon 1
: Kenapa berkata seperti itu? Kau tak akan mungkin ditebang
Pohon 2
Banyak dari mereka tak percaya, bahkan tak menuruti nasihat dari beberapa
warga tersebut. Awan pun mulai bertindak. Ia menyiapkan bencana.
Bencana yang akan membuat para manusia itu jera.
Beberapa jam kemudian, terjadilah bencana yang tak terduga. Awan telah
melakukannya, karena ia telah berjanji pada sahabatnya. Dalam sekejap,
pemukiman modern dan daerah sekitarnya terendam oleh banjir. Manusiamanusia itu banyak yang tak sempat menyelamatkan harta benda mereka.
Setelah beberapa minggu, akhirnya banjir tak menggenangi pemukiman
modern tersebut. Para warga mulai membersihkan rumah mereka. Selain
itu, mereka juga melaporkan orang yang membuat pemukiman ini atas
dasar penebangan liar dan pembangunan tanpa ijin. Orang itu pun pasrah. Ia
masuk penjara.
Akhirnya, para warga memutuskan untuk melakukan reboisasi, melakukan
pelestarian, menanam tanaman di setiap rumah, membersihkan selokan,
dan lain-lain. Mereka sadar, dengan tidak adanya hutan dan pepohonan, tak
ada yang menyerap air hujan, tak ada yang menghadang angin topan, dan
tak ada lagi tempat tinggal bagi hewan-hewan.