Anda di halaman 1dari 9

Gambaran PKR yang Ideal dan Praktik yang terjadi dilapangan

05.53 Pembelajaran Kelas Rangkap No comments

Gambaran PKR yang Ideal dan Praktik yang terjadi dilapangan


Praktik mengajar dengan merangkap kelas bukan hal yang asing lagi di negara
kita ini. Perangkapan kelas juga bukan monopoli SD yang di desa / di daerah terpencil
saja. Dan bukan saja di karenakan kekurangan guru. Di daerah perkotaan dan di SD yang
gurunya relatif cukup , juga sering diketemukan praktik perangkapan kelas. Alasan yang
sering muncul adalah guru yang berhalangan hadir.

A. Praktik mengajar kelas rangkap di lapangan.


Bacalah dengan baik peristiwa yang di sajikan dalam kotak 1, yang merupakan hasil
pengamatan di sebuah SD dimana seorang guru sedang mengajar kelas rangkap.
Kotak 1
Ibu Indri (bukan nama sebenarnya) mengajar di kelas 3 dan kelas 5. Murid dari
kedua kelas tersebut berada pada ruang kelas masing-masing, tetapi masih bersebelahan.
Pelajaran dimulai pukul 07.30. Ibu Indri pertama masuk dikelas 3 dan mulai mengabsen
muridnya. Tiba-tiba Nico baru saja datang, dialog terjadi karena keterlambatan salah satu
murid tersebut. Kegiatan bu Indri berikutnya adalah menjelaskan pelajaran matematika.
Sekali-kali berhenti dan bertanya pada murid apakah ada yang belum mengerti.
Kemudian ia member soal-soal di papan tulis . Setelah itu, Ibu Indri masuk ke kelas 5 .
Dikelas 5 ia juga mengabsen murid dengan cara yang tidak berbeda dengan apa yang
dilakukan dengan kelas 3. Bahkan terjadi dialog yang agak panjang karena Salma salah
satu murid kelas 5 tidak hadir. Beberapa murid ditanya bu Indri tidak ada yang
mengetahui keberadaan Salma. Tapi tiba-tiba Martha cerita kalau pulang sekolah kemarin
bersama Salma, ia badannya panas dan hidungnya mengeluarkan darah.
Kemudian bu Indri menjelaskan pelajaran Bahasa Indonesia untuk hari itu. Seperti
yang dilakukan di kelas 3 tadi , setelah bu Indri menjelaskan dan memberi kesempatan
bertanya pada murid-murid kelas 5 lalu menulis beberapa soal di papan tulis dan
menyuruh para murid mengerjakannya secara individual.
Ibu Indri kembali lagi ke kelas 3 menanyakan apakah mereka sudah selesai
mengerjakan soal matematika. Kemudian bu Indri menyuruh beberapa murid untuk
bergiliran maju ke depan mengerjakan soal matematika . Kemudian bu Indri menyuruh
beberapa murid untuk bergiliran maju kedepan mengerjakan soal matematika dan secara
bersama-sama dengan murid bu Indri memeriksa jawaban murid. Semua murid
dianjurkan mencocokkan dengan jawaban di papan tulis . Sebelum istirahat bu Indri
kembali memberi soal matematika sebagai PR. Selanjutnya bu Indri kembali masuk ke
kelas 5. Apa yang di lakukan di kelas 3. Mula-mula murid di suruh maju ke depan
mengerjakan soal, memeriksa bersama dan pada akhirnya murid di suruh mencocokkan
pekerjaannya dengan jawaban di papan tulis. Bu Indri kembali memberi soal untuk di
kerjakan di rumah, dan selesailah pelajaran bahasa Indonesia hari itu.
Setelah anda selesai membaca dengan seksama praktik pembelajaran yang
dilakukan bu Indri. Dapatkah anda menarik kesimpulan ?
Bu Indri sebenarnya tidak melakukan pembelajaran kelas rangkap. Bu Indri
melakukan pembelajaran bergilir. Ia mengajar secara bergilir dari kelas satu ke kelas lain
dan kembali lagi. Kegiatan belajar mengajar berlangsung tidak serempak. Apa yang
dilakukan Bu Indri di kelas 3dan di kelas 5 hampir tak ada bedanya. Materinya memang
berbeda tetapi strategi pembelajarannya sama. Hal ini berarti bahwa bu Indra melakukan
pembelajaran duplikasi.
Bila kita cermati ilustrasi pada kotak 1, bagaimana bu Indri memulai pelajaran?
Ya betul, bu Indri mengabsen murid bahkan pada saat ada murid yang tidak hadir terjadi
dialog panjang dengan murid-murid lain. Belum waktu yang hilang pada saat bu Indri
mondar-mandir. Tanpa di sadari oleh bu Indri telah terjadi pemborosan waktu.
Pembelajaran berlangsung seragam, dalam waktu yang sama untuk semua murid.
Proses pembelajaranpun berlangsung sederhana, mulai dari menerangkan,memberi
soal,mengerjakan soal, menyuruh murid maju ke papan tulis . Pembelajaran ini terkesan
monoton.
Kontak psikologis antara guru dengan murid sangat terbatas . Guru memang
menanyakan kepada murid : Siapa yang belum mengerti ?, Siapa yang betul?. Tetapi
pertanyaan seperti itu tidak dapat mendorong siswa aktif dan langsung diantara sesama
murid . Lebih-lebih tidak ada upaya bu Indri untuk mengelilingi kelas dan mendatangi
murid yang sedang mengerjakan soal.
Agar anda dapat membandingkan dengan praktik pembelajaran yang pertama,
maka bacalah kembali dengan seksama kesan pada ilustrasi berikut ini.

Kotak 2
Bapak Suruan hari itu memulai pengajarannya di kelas 4. Setelah mengucapkan
salam dan mengarahkan murid, kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid
mengeluarkan buku catatan. Jam pertama adalah pelajaran IPS . Pak Suruan kemudian
menyalin salah satu bahan pelajaran IPS dan sementara menulis di papan tulis Pak Suruan
mengingatkan supaya anak-anak juga mulai menyalin.
Kurang lebih 15 menit, pak Suruan telah selesai menyalin kemudian
mengingatkan anak-anak untuk menyalin dengan rapi dan berpesan jangan ramai karena
bapak akan mengajar juga di kelas 5.
Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas 5 dan memberikan pelajaran IPA, tentu
saja waktu untuk kelas 5 sudah terulur selama kurang lebih 15 menit . Kemudian pak
Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan dan disuruh menyalin bahan
pelajaran IPA yang sedang ditulis pak Suruan di papan tulis sampai selesai.
Semua yang dilakukan oleh pak Suruan di dua kelas tadi di sebabkan karena
murid-murid tidak mempunyai buku. Buku milik gurupun sangat terbatas sekali dan
itupun termasuk buku-buku lama. Di sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga ,
apalagi alat-alat IPA.
Setelah anda membaca cuplikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh pak
Suruan, maka anda dapat menemukan jawaban mengapa sebagian besar murid-murid di
kelas 4 dan kelas 5 tidak dapat membaca ? padahal tulisan mereka banyak yang baik dan
rapi.
Kebisaan menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid yang
mungkin sudah berlangsung lama sejak di kelas rendah mengurangi, bahkan dapat
menghilangkan kesempatan untuk membaca.
Kalau saja pak Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka sebenarnya
pak Suruan bisa menyuruh beberapa murid yang mempunyai tulisan baik untuk menulis
salah satu bahan ajar sebagai PR. Kemudian esoknya di bagikan kepada semua murid dan
kemudian menyuruhnya membaca dengan keras atau dalam hati.
Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas dituduh
sebagai penyebab rendahnya kemampuan murid rendah. Ketidakmampuan guru dan
enggannya guru berupaya lebih keras untuk membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan
sebagai penyebab utamanya.

B. PKR yang ideal atau yang diinginkan


Mari kita kembali mengkaji ilustrasi tentang PKR yang dilaksanakan di Sekolah
Dasar. Ilustrasi ini memang bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat menggambarkan
unsure-unsur penting dalam PKR sehingga anda dapat menyimpulkan perbedaan-
perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap sebelumnya.
Kotak 3
Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD
yang mengalami kekurangan guru. Maka mengajar dengan merangkap kelas tak dapat
dihindarkan. Hal itulah yang dialami oleh Pak Theo.
Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari
dua tingkatan kelas yang berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang
bersamaan. Mata pelajaran kedua kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika
dan kelas 6 mata pelajaran Bahasa Indonesia. Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah
kanan dan kelas 6 duduk dijajaran sebelah kiri. Masing-masing kelas membentuk
kelompok yang terdiri dari 3-5 orang murid. Papan tulispun digunakan untuk kedua
tingkat kelas tersebut.
Pak Theo memulai pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap
yang ramah dan senyum yang cerah ia menyapa anak-anak. Pak Theo kemudian bertanya
kepada anak-anak tentang pengalaman mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus,
salah satu murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tentang pengalamannya saat
berangkat ke sekolah tadi. PakTheo tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid
lain untuk menceritakan pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5
mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah
enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah
Selanjutanya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua
kelompok kelas 5 maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana
( bahan bacaan ) dan meminta agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara
bergiliran. Murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tentang pengalamnnya saat
berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian memberi kesempatan
murid yang lan untuk menceritakan pengalaman yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5
mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah
enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kaki.
Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok
kelas 5 maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana ( bahan bacaan )
dan meminta agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran.
Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis di papan tulis oleh Pak
Theo. Murid-murid diminta membaca petunjuk di papan tulis dan dipersilahkan bertanya
jika ada yang belum jelas. Semnetara murid membaca, Pak Theo memantau setiap
kelompok dan mencocokkan jumlah murid yang hadir dengan daftar absent kelas.
Selama murid-murid bekerja Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan
memantau bila ada yang mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6
yang angkat tangan dan menyatakan bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan
tugas Bahasa Indonesia, kemudian Pak Theo meminta salah satu anggota kelompok tadi
untuk membantu salah satu kelompok di kelas 5 yang sedang tadi untuk membantu salah
satu kelompok di kelas 5 yang sedang menyelesaikan soal matematika, dan satu murid
lagi diminta membantu kelompok lain yang juga mengerjakan tugas Bahasa Indonesia.
Wacana / bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang membuat
sebuah jembatan dari bamboo secara gotong royong. Berapa jumlah bamboo, tali, berapa
lama waktu penyelesaian dengan sekian banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika
air naik sekian banyak pekerja, berapa biaya yang diperlukan, berapa persensumbangan
masyarakat setempat, dan sebagainya, sengaja dimasukkan dalam wacana untuk materi
matematika. Sedangkan untuk Bahasa Indonesia, apa arti kata-kata musyawarah
mewakili, rumpun, curah hujan dan sebagainya.
Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia dan
Matematika berbeda. Sementara kelas 5 masih menyelesaikan tugas Matematika, Pak
Theo membahas tugas Bahasa Indonesia, setiap kelompok mendapat giliran menjawab
atau berkomentar. Beberapa saat kemudian murid kelas 5 juga sudah selesai mengerjakan
tugas Matematika. Pak Theo membahasnya dan setiap kelompok juga mendapat giliran
mengerjakan di papan tulis. Murid yang lain diminta mencocokkan dengan jawaban yang
benar di papan tulis.

Kotak 4
Seperti halnya Pak Theo, Bu Ningsih juga bertugas mengajar dengan merangkap
kelas yaitu kelas 4 dan kelas 3. Bu Ningsih tampil agak berbeda dengan kelas Pak Theo.
Bu Ningsih memanfaatkan sudut ruang kelas sebagai sudut sumber belajar. Di sudut itu
disamping ada buku pelajaran ada buku bacaan.
Di sudut yang lain juga ada beberapa benda yang mengesankan sebagai sudut IPA,
karena ada tanaman dalam pot-pot kecil, botol-botol, kupu-kupu, dan belalang
diawetkan, gambaran bagian tubuh manusia, gambar hewan dan juga gambar tumbuhan,
beberapa peralatan listrik seperti lampu, battery, kabel, dan sebagainnya.
Bu Ningsih mulai pelajaran dengan mengucapakan salam dan menanyakan kabar
anak-anak dan juga dan juga orang tua mereka. Kemudian menjelaskan apa yang harus
dilakukan oleh murid kelas 4 dan kelas 3. Anak kelas 3 diminta untuk ke salah satu sudut
belajar yang ada buku-buku dan benda-benda lainnya. Disana ada toples berisi gulungan
kertas dan kemudian mengerjakan tugas sesuai dengan tulisan yang didapatnya.
Beberapa saat kemudian murid kelas 3 masing-masing terlibat dengan tugasnya.
Sementara itu Bu Ningsih menerangkan pelajaran murid kelas 4 tentang ikan gabus,
bagaimana ikan itu bernafas, dimana ia hidup, bagaimana berkembang biak dan
bagaimana ikan tersebut mempertahanakan hidupnya jika air kering. Bu Ningsih juga
bertanya kepada anak-anak bagaimana cara menangkap alat-alat yang dapat digunakan
untuk menangkap ikan tersebut.
Setelah tanya jawab tentang ikan dan bagaimana cara menangkapnya, kemudian
Bu Ningsih meminta anak-anak untuk menggambar ikan dan alat untuk menangkap ikan.
Anak-anak menekuni gambar masing-masing. Bu Ningsih lalu mengunjungin murid
kelas 3 yang masih menyelesaikan tugasnya, Bu Ningsih memantau dan memberikan
pujian. Kemudian Bu Ningsih meminta anak-anak kembali ke bangku masing-masing dan
menjelaskan pelajaran matematika. Selanjutnya menulis soal matematika di papan tulis,
masing-masing diminta mengerajakannya.
Bu Ningsih selanjutnya memantau pekerjaan anakkelas 4 dan mengumpulkannya.
Selanjutnya ia menerangkan pelajaran Bahasa Indonesia tentang kalimat aktif dan pasif.
Selanjutnya anak-anak diminta membuat karangan singkat dengan menggunakan kata
yang berlawanan dan berakhiran. Siapa yang sudah selesai boleh menuju sudut belajar
yang ada buku-buku bacaan
Bu Ningsih kembali ke murid kelas 3, memantau pekerjaan murid secara bergilir,
mebantu murid yang mengalami kesulitan, Bu Ningsih juga menerangkan kembali pada
murid yang mengalami kesulitan, memberi balikan dan setelah itu mereka diberi soal lagi
sebagai PR.

Dengan membaca dua peristiwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh Pak Theo
dan Bu Ningsih, Anda telah mendapat gambaran yang memadai tentang praktik PKR
yang semestinya, walaupun contoh tersebut diatas belum yang terbaik. Baiklah marilah
kita bahas bersama mengapa kelas Pak Theo dan Bu Ningsih lebih baik bila dibandingkan
praktik perangkapan kelas yang anda baca terdahulu.
1. Kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan Bu guru bertanya,
tetapi hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu. Pertanyaan seperti itu dengan
tujuan agar murid termotivasi dan secara mental siap menerima pelajaran hari itu.
2. Proses belajar berlangsung serempak, apalagi murid yang berbeda tingkat kelas ada
dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak terlalu serius, sebab ketika guru
menerangkan murid dari kelas lain berada disudut ruang yang lain. Tidak ada
pembosanan waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.
3. Guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut sumber belajar.
Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa pengawasan guru murid
dapat mempraktikan konsep belajar menemukan sendiri dan pemecahan masalah.
4. Murid aktif, konsep CBSA yang sebenarnya nampak. Murid tidak hanya aktif secara
individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang lebih dahulu dimanfaatkan
untuk membantu temannya ( tutor sebaya ) atau membantu kelas dibawahnya (tutor
kakak )
5. Adanya asas kooperatif-kompetitif, murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi
ketika guru menyanyakan siapa yang sudah selesai lebih dulu akan mendapat nilai
tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa yang selesai duluan boleh
membaca buku-buku bacaan, dsb
6. Belajar dengan pendekatan PKR yang benar, sangat menyenangkan . Belajar sambil
bermain, main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita sedang mengajar
kelas rendah. Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa
yang menjadi tugas mereka masing-masing.
7. Ada perhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat. Pada yang lambat guru
membantu murid yang mengalami kesulitan, bahkan guru menjelaskan lagi bagian-bagian
yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru memberikan tugas ekstra, misalnya
murid diminta untuk mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal baik mata
pelajaran yang baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.
8. Sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas, guru PKR dapat
melengkapi sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar.
Sudut ruangan menjadi lengkap dengan sumber belajar. Bahkan dapat memupuk
tanggung jawab murid dan sara memiliki terhadap kelas dan sekolah mereka.
9. Prinsip perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar dua tingkat kelas atau
lebih dalam satu ruang kelas atau lebih dan dalam waktu yang bersamaan. Tetapi
perangkapan kelas juga berarrti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau lebih
dalam satu wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran terpadu ( integrated )
10. Guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dilingkungan murid. Misalnya ketika
guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap iklan, murid-murid menjawab dengan
menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan sekitar,
kemudian murid diminta menggambar alat tersebut.
Setelah dapat membedakan PKR yang ideal dan yang terjadi dilapangan. Mari kita
menyimak peranan guru PKR tersebut.
1. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang dari kurikulum
yang berlaku bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi di daerah terpencil yang serba
sulit dan serba kurang, tidak semua butir yang tercantum dalam kurikulum mungkin
dilaksanakn dengan memadai. Seringkali mengajarkannya dengan secara berurutan pun
mengalami keulitan. Oleh karena itu guru PKR harus memilih butir atau bagian
kurikulum yang memerlukan penekanan. Atas dasar butir-butir itu guru memutuskan
konsep dan fakta yang akan diajarkannya dan mengurutkan kembali tujuan instruksional
uang ingin dicapainya berdasarkan kelas.
2. Sebagi sumber informasi yang kreatif, guru PKR harus kreatif, ia bukan saja menjadi
sumber informasi tetapi juga sebagai manusia sumber, berperan untuk memecahkan
masalah keadaan yang serba kurang. Ia harus memberi arahan keoada muridnya agar
mereka tidak membuang-buang waktu dan tenaga, agar setiap murid terlibat dalam segala
macam kegiatan
3. Sebagai administrator. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, guru PKR harus
merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal pelajaran dengan saksama. Hasil
maksimal dapat dicapai jika guru PKR dapat melibatkan muridnya secara aktif, bukan
saja untuk belajar tetapi juga dapat membantu guru mengajar teman-temannya yang
tertinggal. Guru PKR juga harus mampu memanfaatkan segenap sumber daya yang ada
dilingkungan sekolah
4. Sebagai seorang porofesional. Guru PKR senantiasa berusaha untuk meningkatkan
kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya. Walaupun kesempatan untuk
mengikuti pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi sebagian guru yang ada didaerah
terpencil sulit diwujudkan, tepat niat professional harus tetap dipelihara dan yang penting
semangat itu selalu ada. Salah satu ciri seorang guru professional adalah juga tidak cepat
putus asa. Manusia dapat mencapai apa saja bila tidak cepat putus asa
5. Sebagai agen pembawa perubahan. Guru sebagai pengayon dan juga sebagai sosok
yang mewakili misi moral dan nilai dari masyarakat tempat dimana ia bertugas. Guru
harus berusaha keras untuk mendatangkan perubahan yang positif terhadap sikap dan
perilaku anggota masyarakat melaui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi
dengan anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi
dengan anggota masyarakat setempat. Pendek kata, guru harus mencari, mendatangkan,
dan mengajarkan perubahan yang berguna bagian anak didik, orang tua dan masyarakat.
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Poskan Komentar

Lembar refleksi pelaksanaan praktek pembelajaran kelas rangkap

Nama : DHINA AYU PUSPITA SARI


Nim : 818688253
Tempat / alamat : SDN. MODONGAN I
Jumlah siswa : 45

Gambarkan situasi dan kondisi SD anda mengajar :


SD saya terletak di pinggir jalan raya, di sebelah kanan SD adalah SMP sedangkan di kiri
SD adalah puskesmas. Dan di depan SD orang berdampingan berjualan makanan.
Bangunan SD sudah bagus dan fasilitasnya sudah memadai seperti ruang komputer, ruang
mushollah, perpustakaan, dll. Selain itu untuk setiap meja di tempati oleh dua siswa dan
di dalam kelas dalam setiap ruang terdapat seperti alat kebersihan, buku bacaan,
pajangan, hasil karya siswa dll. Untuk mata pencaharian masyarakat di lingkungan SD
saya adalah bertani karena di lingkungan sekitar terdapat banyak lahan persawahan.
1. Saya memilih melakukan praktek pembelajaran kelas Rangkap model 221 / 222,
dengan alasan.
Jawab : saya memilih model 221 karena memudahkan saya untuk melakukan
kegiatan belajar mengajar dikarenakan dalam satu ruangan. Sehingga kegiatan
belajar bisa maksimal misalnya kalau ada siswa yang kurang mengerti bisa
langsung bertanya karena guru ada di kelas sehingga memudahkan siswa untuk
mengerjakannya
2. Perasaan saya saat melakukan praktek pembelajaran kelas rangkap di kelas saya
sendiri adalah.
Jawab : perasaan saya ketika melakukan praktek merasa senang karena siswa-
siswi bisa terbuka dan bisa menerima pelajaran saya dengan baik.
3. Masalah / kendala yang saya alami saat melakukan praktek pembelajaran kelas
rangkap di kelas saya sendiri adalah.
jawab : masalah yang saya hadapi ketika praktek adalah masih ada beberapa
siswa-siswi yang masih ramai meskipun sudah di suruh dalam agar tidak
mengganggu temannya
4. Reaksi siswa yang saya perhatikan saat saya melakukan praktek pembelajaran
kelas rangkap adalah.
Jawab : reaksi siswa ketika saya melakukan praktik begitu antusias / senang
karena saya menjelaskan materi menggunakan alat peraga sehingga membuat
siswa-siswi cepat menangkap materi dan mereka merasa tertarik
5. Menurut saya, PKR sesuai / tidak sesuai untuk di terapkan di kelas pada situasi
dan kondisi seperti SD tempat saya mengajar.
Jawab : menurut saya PKR sesuai dengan situasi dan kondisi di SD saya mengajar
di karenakan terkadang ada guru-guru yang sering ada keperluan seperti rapat,
sakit, izin, dll.

Anda mungkin juga menyukai