Anda di halaman 1dari 8

Jawaban

1.

2. Tiga model dasar pengelolaan pembelajaran kelas rangkap.


PKR 221: Dua kelas, dua mata pelajaran dalam satu ruangan
PKR 222: Dua kelas, dua mata pelajaran dalam dua ruangan
PKR 333: Tiga kelas, 3 mata pelajaran dalam 3 ruangan.
Setiap model memiliki kekuatan dan kelemahan . Dalam praktik semua terpulang pada tujuan
belajar, kemampuan , dan sarana belajar yang bersedia .
Kelebihan dan kekurangan Kelas Rangkap ( 221,222,333 )
Kelebihan Kelas Rangkap MODEL 221 ( PKR INTI )
a.

Guru atau tim mengelola para siswa dari 2 tingkatan kelas yang berbeda, dengan fokus
2 mata pelajaran baik yang sama atau berbeda dalam 1 ruangan. Gambar di bawah ini
bisa menjadi alternatif pengaturan ruangan untuk model 221.

b. Model ini bisa efektif apabila jumlah siswa yang terdiri dari 2 tingkatan kelas
tersebut tidak terlalu banyak (maksimum 25 siswa untuk masing-masing tingkatan
kelas) dengan suatu ruangan yang cukup luas.

c. Dengan pembelajaran terpadu model terjala atau tema, guru bisa mengembangkan
2 mata pelajaran dengan topik yang sama atau berkaitan melalui sebuah tema yang
menarik

KELEMAHAN KELAS RANGKAP MODEL 221 ( PKR INTI )

a. Jika Siswa dalam 1 kelas jumlahnya lebih dari 25 siswa maka kelas PKR harus
dibagi menjadi 2 kelas.

b. Jika guru menggunkan model ini, guru harus menyiapkan dua kelas pembelajaran
kelas rangkap model 221, dan memecah masing-masing dua tingkatan kelas yang akan
dicampur menjadi 2 sehingga ruangan tidak terlalu penuh, dan akan mengakibatkan
pembelajaran tidak efektif.

c. karena ada 2 kelas pembelajaran kelas rangkap model 221 ini, maka guru yang
harus mengelolanyapun harus dua orang guru atau dua tim guru.

KELEBIHAN KELAS RANGKAP MODEL 222 ( PKR MODIFIKASI )


a. Pengelolaan model 222 pembelajaran kelas rangkap dilakukan oleh tim guru
sehingga bisa saling membantu.

b. Guru atau dalam tim mengelola para siswa dari 2 tingkatan kelas yang berbeda,
dengan fokus pada 2 mata pelajaran yang berbeda atau sama pada 2 ruangan kelas
yang bersebelahan dan dihubungkan dengan adanya pintu. Berikut ini adalah gambar
pengaturan ruangan kelas yang bisa digunakan untuk model 222.

c. Guru mengelola dua kelas sekaligus dalam waktu yang bersamaan

KELEMAHAN KELAS RANGKAP MODEL 222 ( PKR MODIFIKASI )


a. Model 222 lebih rumit dibandingkan dengan model 221, di mana guru harus
mengelola dua kelas sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

b. guru menunjuk para siswa yang lebih tua dan mempunyai kemampuan yang lebih
dari siswa lainnya untuk membantu mengelola pembelajaran.

KELEBIHAN KELAS RANGKAP MODEL 333 ( PKR MODIFIKASI )


a. Dalam model 333 guru mengelola tiga tingkatan kelas yang berbeda dengan tiga
mata pelajaran yang sama atau berbeda dalam tiga ruangan secara bersamaan.

Gambar pengaturan ruang kelas yang dapat digunakan untuk model 333 ini adalah
sebagai berikut.
b. Para siswa terkondisi untuk belajar secara indenpenden, karena para gurunya
mendidik mereka untuk mengembangkan sikap independen dan efisien dalam
belajar.
c. Berkembangnya perasaan bangga dalam diri para siswa karena mereka merasa
lebih puas sekalipun sedikit mengalami friksi dalam kegiatan belajarnya di
bandingkan para siswa sekelas yang hanya terdiri satu tingkatan.
d. Peserta didik mengembangkan sikap positif tentang saling membantu sama yang
lain.
e. Para siswa yang belajar dalam kelas rangkap akan lebih berkembang dengan
perpaduan antara strategi pembelajaran kelas rangkap, pembelajaran kooperatif,
kelompok yang beragam, tugas-tugas yang menunjang perkembangan, pendekatan
tutor multiusia, waktu yang luwes dan evaluasi yang positif
KELEMAHAN KELAS RANGKAP MODEL 333 ( PKR MODIFIKASI )
a. Untuk mengelola model 333 ini diperlukan tim guru paling tidak terdiri dari 2 orang
guru.

b. Keterbatasan berbagai sumber belajar untuk menunjang pelaksanaan


pembelajaran terutama yang berupa buku-buku teks, bahan belajar yang lainnya
dan alat bantu mengajar.
c. Bisa saja siswa yang lebih muda merasa ditakut-takuti, atau dilampaui oleh
teman sekelasnya yang lebih mampu, dan mereka menjadi sangat tergantung pada
siswa yang lebih tua untuk memberikan pertolongan sedangkan untuk para siswa
yang lebih tua mereka merasa tidak tertantang dan menjadi lebih berkuasa yang
dibawahnya.

3. Pembelajaran Kelas Rangkap yang Ideal (yang


diinginkan)
Tidak ada pembelajaran kelas rangkap yang mampu dilakukan dengan 100% benar, masih
banyak kelemahan-kelemahan dalam melakukan praktik pembelajaran kelas rangkap. Akan
tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana membuat pembelajaran kelas rangkap yang
ideal untuk sang guru dan murid yang diajarnya. Berikut contoh pelaksanaan pembelajaran kelas
rangkap yang ideal (yang diinginkan). Memang contoh berikut bukan yang terbaik, tetapi paling
tidak dapat menggambarkan unsur-unsur penting dalam pembelajaran kelas rangkap sehingga
dapat menyimpulkan perbedaan-perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap sebelumnya.

Contoh 1 :

Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD yang mengalami
kekurangan guru. Maka mengajar dengan merangkap kelas tak dapat dihindarkan. Hal itulah
yang dialami oleh Pak Theo.

Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari dua tingkatan
kelas yang berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang bersamaan. Mata
pelajaran kedua kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika dan kelas 6 mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah kanan dan kelas 6 duduk
dijajaran sebelah kiri. Masing-masing kelas membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang
murid. Papan tulis pun digunakan untuk kedua tingkat kelas tersebut.

Pak Theo memulai pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap yang ramah
dan senyum yang cerah ia menyapa anak-anak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-
anak tentang pengalaman mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus, salah satu murid kelas
6 mendapat kesempatan bercerita tentang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak
Theo tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceritakan
pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran. Winda lalu bercerita
bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari
sekolah dan ia harus berjalan kaki.

Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5
maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana (bahan bacaan) dan meminta
agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran. Murid kelas 6 mendapat
kesempatan bercerita tentang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo
tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceritakan
pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran. Winda lalu bercerita
bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari
sekolah dan ia harus berjalan kaki.

Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5
maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana (bahan bacaan) dan meminta
agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran.

Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis di papan tulis oleh Pak Theo. Murid-
murid diminta membaca petunjuk di papan tulis dan dipersilahkan bertanya jika ada yang belum
jelas. Sementara murid membaca, Pak Theo memantau setiap kelompok dan mencocokkan
jumlah murid yang hadir dengan daftar absen kelas.
Selama murid-murid bekerja, Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan memantau bila ada
yang mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6 yang angkat tangan dan
menyatakan bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia,
kemudian Pak Theo meminta salah satu anggota kelompok tadi untuk membantu salah satu
kelompok di kelas 5 yang sedang menyelesaikan soal matematika, dan satu murid lagi diminta
membantu kelompok lain yang juga mengerjakan tugas bahasa Indonesia.

Wacana atau bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang membuat sebuah
jembatan dari bambu secara gotong royong. Berapa jumlah bambu, tali, berapa lama waktu
penyelesaian dengan sekian banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika air naik sekian
centimeter, berapa biaya yang diperlukan, berapa persen sumbangan masyarakat setempat, dan
sebagainya, sengaja dimasukkan dalam wacana untuk materi matematika. Sedangkan untuk
bahasa Indonesia, apa arti kata-kata musyawarah mewakili rumpun, curah hujan, dan
sebagainya.

Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas bahasa Indonesia dan matematika berbeda.
Sementara kelas 5 masih menyelesaikan tugas matematika, pak Theo membahas tugas bahasa
Indonesia, setiap kelompok mendapat giliran menjawab atau berkomentar. Beberapa saat
kemudian murid kelas 5 juga sudah selesai mengerjakan tugas matematika. Pak Theo
membahasnya dan setiap kelompok juga mendapat giliran mengerjakan di papan tulis. Murid
yang lain diminta mencocokkan dengan jawaban yang benar di papan tulis.

Contoh 2 :

Seperti halnya Pak Theo, Bu Ningsih juga bertugas mengajar dengan merangkap kelas yaitu
kelas 4 dan kelas 3. Kelas Bu Ningsih tampil agak berbeda dengan kelas Pak Theo. Bu Ningsih
memanfaatkan sudut ruang kelas sebagai sudut sumber belajar. Di sudut itu disamping ada buku
pelajaran juga ada buku bacaan, guntingan koran, kertas kosong, mainan, pensil warna dan
sebagainya.

Di sudut yang lain juga ada beberapa benda yang mengesankan sebagai sudut IPA, karena ada
tanaman dalam pot-pot kecil, botol-botol, kupu-kupu dan belalang yang diawetkan, gambar
bagian tubuh manusia, gambar hewan dan juga gambar tumbuhan, beberapa peralatan listrik
seperti lampu, baterai, kabel, dan sebagainya.

Bu Ningsih mulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan kabar anak-anak dan
juga orang tua mereka. Kemudian menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh murid kelas 4
dan kelas 3. Anak kelas 3 diminta untuk ke salah satu sudut belajar yang ada buku-buku dan
benda-benda lainnya. Disana ada toples berisi gulungan kertas dan masing-masing anak diminta
mengambil satu gulungan kertas dan kemudian mengerjakan tugas sesuai dengan tulisan yang
didapatnya.

Beberapa saat kemudian murid kelas 3 masing-masing terlibat dengan tugasnya. Sementara itu
bu Ningsih menerangkan pelajaran murid kelas 4 tentang ikan gabus, bagaiman ikan itu
bernafas, dimana ia hidup, bagaimana berkembang biak dan bagaimana ikan tersebut
mempertahankan hidupnya jika air kering. Bu Ningsih juga bertanya kepada anak-anak
bagaimana cara menangkap ikan gabus tersebut. Beberapa anak menjawab dengan
menyebutkan alat-alat yang dapat digunakan untuk menangkap ikan tersebut.

Setelah tanya jawab tentang ikan dan bagaimana cara menangkapnya, kemudian bu Ningsih
meminta anak-anak untuk menggambar ikan dan alat untuk menangkap ikan. Anak-anak
menekuni gambar masing-masing. Bu Ningsih lalu mengunjungi murid kelas 3 yang masih
menyelesaikan tugasnya. Bu Ningsih memantau dan memberikan pujian. Kemudian Bu Ningsih
meminta anak-anak kembali ke bangku masing-masing dan menjelaskan pelajaran matematika.
Selanjutnya menulis soal matematika di papan tulis, masing-masing murid diminta
mengerjakannya.

Bu Ningsih selanjutnya memantau pekerjaan anak kelas 4 dan mengumpulkannya. Selanjutnya


ia menerangkan pelajaran bahasa Indonesia tentang kalimat aktif dan pasif. Selanjutnya anak-
anak diminta membuat karangan singkat dengan menggunakan kata yang berawalan dan
berakhiran. Siapa yang sudah selesai boleh menuju sudut sumber belajar yang ada buku-buku
bacaan.

Bu Ningsih kembali ke murid kelas 3, memantau pekerjaan murid secara bergilir, membantu
murid yang mengalami kesulitan, Bu Ningsih juga menerangkan kembali pada murid yang
mengalami kesulitan, memberi balikan dan setelah itu mereka diberi soal lagi sebagai PR.

Berdasarkan dua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh
pak Theo dan bu Ningsih telah memberikan gambaran tentang pembelajaran kelas rangkap
yang semestinya, walaupun contoh tersebut diatas belum yang terbaik. Namun, dapat diketahui
bahwa pembelajaran kelas rangkap yang ideal, secara terencana menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran kelas rangkap yang menyebabkan kegiatan belajar mengajar menjadi sebagai
berikut.

a. Keadaan iklim kelas ceria

Kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan Bu guru bertanya, tetapi
hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu. Pertanyaan seperti itu dengan tujuan agar
murid termotivasi dan secara mental siap menerima pelajaran hari itu.

b. Proses belajar berlangsung serempak

Apalagi murid yang berbeda tingkat kelas ada dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak
terlalu serius, sebab ketika guru menerangkan murid dari kelas lain berada di sudut ruang yang
lain. Tidak ada pemborosan waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.

c. Guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut


sumber belajar

Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa pengawasan guru murid dapat
mempraktikkan konsep belajar menemukan sendiri dan pemecahan masalah.
d. Konsep CBSA yang sebenarnya Nampak

Murid tidak hanya aktif secara individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang
lebih dahulu dimanfaatkan untuk membantu temannya (tutor sebaya), atau membantu kelas
dibawahnya (tutor kakak).

e. Adanya asas kooperatif-kompetitif

Murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi ketika guru mengatakan siapa yang sudah
selesai lebih dulu akan mendapat nilai tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa
yang selesai duluan boleh membaca buku-buku bacaan, dan sebagainya.

f. Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar

Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar sangat menyenangkan.
Belajar sambil bermain, main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita sedang
mengajar kelas rendah. Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca
apa yang menjadi tugas mereka masing-masing.

g. Ada perhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat

Guru membantu murid yang mengalami kesulitan (murid yang lambat), bahkan guru
menjelaskan lagi bagian-bagian yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru memberikan
tugas ekstra, misalnya murid diminta untuk mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal
baik mata pelajaran yang baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.

h. Sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas

Guru pembelajaran kelas rangkap dapat melengkapi sumber belajar yang berasal dari
lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Sudut ruangan menjadi lengkap dengan sumber
belajar. Bahkan dapat memupuk tanggung jawab murid terhadap kelas dan sekolah mereka.

i. Prinsip perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar dua


tingkat kelas atau lebih dalam satu ruang kelas atau lebih dan dalam
waktu yang bersamaan

Perangkapan kelas juga berarti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau lebih dalam
satu wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran terpadu (integrated).

j. Guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan

Ketika guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap ikan, murid-murid menjawab dengan
menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan sekitar, kemudian
murid diminta menggambar alat tersebut.

Setelah dapat membedakan pembelajaran kelas rangkap yang ideal dan yang terjadi di
lapangan, dapat disimpulkan bahwa guru memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran
kelas rangkap

Anda mungkin juga menyukai