Anda di halaman 1dari 4

Caraku Untuk Menjadi Lebih Baik

Cerpen Karangan: Risvia Nurhariza

Namaku Denaya Arsyinta. Aku adalah siswi di sebuah sekolah putih abu-abu yang terkenal
dengan sebutan SMA. Sekarang ini, aku menginjak semester 1 kelas 2 SMA.

Pagi hari ini aku terbangun dengan tergesa-gesa. Aku segera melaksanakan ritual mandiku dan
bergegas ke dapur untuk sarapan. Setelah selesai sarapan, aku langsung pergi ke sekolah karena
hari ini ada pelajaran matematika. Dan guru matematika tersebut terkenal killer di sekolahku.
Aku menaiki sebuah bus untuk sampai di sekolah. Sayangnya, saat aku sampai di sekolah pintu
gerbang sudah tertutup. Aku sangat gelisah dan berusaha untuk masuk ke dalam. Aku
memberanikan diri untuk memanjat gerbang itu. Untung saja aku memakai celana hari ini jadi
aku tak perlu sungkan untuk memanjat gerbang yang lumayan tinggi itu. Sebelum memanjat, aku
celengak-celinguk mencari keberadaan satpam. Untunglah satpam itu sedang tidak ada di pos-
nya.

Bruk. Aku melompat dari atas gerbang dan segera melesat ke arah kelasku. Untung saja tidak
ada yang melihat kalau aku sudah berani memanjat gerbang sekolah.

Naas. Saat sampai di kelas sudah ada Pak Wijaya selaku guru matematika yang terkenal killer
itu. Aku memberanikan diri untuk masuk ke kelas. Pak Wijaya memangil namaku saat aku sudah
ada di hadapannya. Nyaliku langsung menciut saat mendengar suara baritonnya yang super tegas
itu. Aku tersentak saat Pak Wijaya memarahiku karena aku datang terlambat, dia juga
menceramahiku agar aku lebih giat belajar karena nilai matematikaku sangat rendah. Aku sangat
malu sekali karena dimarahi dan diceramahi di depan murid-murid yang lain. Akhirnya satu jam
pelajaran Pak Wijaya dihabiskan hanya untuk menceramahiku.

Setelah peristiwa itu aku hanya diam mematung di kursiku. Aku bahkan tak menghiraukan
perkataan teman-teman yang memanggil namaku. Aku terus termenung. Memikirkan
kesalahanku hari ini. Setelah memikirkannya aku bertekad akan merubah cara hidupku.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi setengah jam yang lalu. Namun, aku masih asyik berada di
perpustakaan sekolah. Aku berusaha mempelajari pelajaran matematika yang belum aku pahami.
Kegiatan ini terus aku lakukan setiap hari sehabis pulang sekolah.

Setelah beberapa minggu berusaha mengubah cara hidupku, akhirnya aku berhasil. Sekarang aku
tak pernah terlambat pergi ke sekolah dan semua nilai matematikaku meningkat drastis. Aku
sangat bahagia. Tak sia-sia aku berusaha sehingga membuahkan hasil yang baik.
Sebelum Awal Kesuksesan
Cerpen Karangan: Buyung Wijianto

Saat itu masa masuk sekolah, semua sibuk menanti pengumuman. Sedangkan adi si idiot itu
duduk di depan sebuah ruang kosong yang lama tidak digunakan, dia duduk dan membaca
sebuah buku yang tebal.

Dia memang sangat terkenal dengan sifatnya yang pendiam dan cenderung menyendiri, dia
selalu membawa satu buah buku di tangannya. Saat ujian penentuan kelulusan kemarin dia
mendapat nilai tertinggi di kelas, waktu itu ada seorang anak yang datang terlambat mengikuti
ujian, andre begitulah semua memanggilnya, dia memang suka berangkat terlambat.

“Tok… tok… tok…!. Assalamualaikum… boleh saya masuk pak?” suara pintu kelas terketuk di
lanjutkan dengan suara di balik pintu itu. “Walaikumsalam… siapa ya?”. Tanya guru pengawas
yang tengah duduk di mejanya. “Saya pak, Andre!”. jawabnya dengan lantang.
“Ya, silahkan masuk”. Jawab pak guru, dan mempersilahkannya masuk.

Dengan cepat andre masuk dan segera mengambil selembar kertas ujian, dengan cepat ia duduk
dan mengerjakan, karena waktu hampir habis. “lima menit lagi anak anak!”. Suara itu
memberikan tanda bahwa waktu hampir habis.

Dari sudut tempat aku duduk terlihat andre yang tegang dan buru buru karena waktunya akan
habis, banyak keringat yang menetes di mejanya, sedang si idiot itu terlihat tenang dan santai.
Dan benar setelah lima menit bel berbunyi. “Kring… kring… kring…”. Bel petanda selesainya
ujian kini benar benar berbunyi, semua peserta ujian menyerukan suaranya. “Hore…, akhirnya
ujian selesai”. Sementara anak itu masih mengerjakan ujian dengan terburu buru.

“Waktunya selesai anak anak. Semua kumpulkan kertas ujiannya di depan!”. Perintah pak guru.
“Baik pak…”. Sahut semua peserta ujian. Kecuali si idiot itu ia tidak berkata apa apa dari tadi.
Semua segera mengumpulkan kertas ujiannya di meja guru pengawas.
Setelah ujian waktu itu, semua siswa sibuk mennggu hasil ujian yang akan diumumkan besok.
“Mungkinkah aku lulus?”. Tanyaku di dalam hati. Akhirnya waktu yang ditunggu datang juga,
hari itu tiba semua siswa datang ke sekolah dan tertuju pada sebuah ruangan tempat
pengumuman kelulusan. Tiba di sana semua rasa tercampur jadi satu.

“Duk… duk… duk…”. Suara langkah kaki terdengar mendekati ruangan ini, semakin lama
semakin keras. “Ya alloh…, semoga lulus”. Suara harapan itu terus terdengar, semua menunggu
hasilnya sementara si idiot itu tampak duduk menyendiri, dan tidak menghiraukan semua yang
ada di ruangan itu.

Langkah kaki itu terhenti, tampak salah guruku di depan. “Selamat pagi anak anak!”. Sapanya
kepada semua siswa. “Selamat pagi pak!”. Sahut semua siswa dengan lantang.
Tanpa banyak bicara lagi pak guru langsung membuka secarik kertas hasil ujian kemarin.
Akhirnya, semua perjuangan selama ini akan ditentukan hari ini.

“Semua peserta ujian dinyatakan lulus semua”. Ujar pak guru, setelah membaca hasil ujian.
“Alhamdulillah…”. Semua menyerukan kata yang sama diruangan itu.
“Baiklah anak anak. Untuk juara III diraih oleh… stevan!. Juara I dan juara ke II diraih oleh adi
dan andre!. Untuk peraih juara I, II dan III selamat untuk kalian”.

Semua siswa terdiam dan tampak heran, bagaimana tidak pasalnya stevan anaknya cupu, andre
dia suka terlambat berangkat sekolah, dan adi si idiot itu dia tidak pernah bersosialisasi dengan
teman temannya. Sedangkan aku berada pada peringkat ke IV dibawah anak cupu itu.

Setelah pengumuman semua kembali pulang ke rumah masing masing, aku yang masih merasa
aneh dengan hasil ujian yang disampaikan pak guru terus memikirkannya sampai di rumah.
Mungkin itulah hasil kerja keras mereka selama ini, yang semua orang tidak tahu. Dan dari
pengalaman yang aku alami aku bisa belajar untuk lebih menghargai orang dan tidak
menggapnya sebelah mata.

Anda mungkin juga menyukai