Anda di halaman 1dari 10

Ambiguitas Sistem Pemerintahan Federasi Rusia:

Warisan atau Terjebak dalam Masa Lalu?

ARIN SANDRINA
08/267463/SP/22914

Since USSR dissolution, Russian Federation has become it


descendant. Russian Federation inherits USSR’s legacies, including
its politic system. But, USSR is no Russian Federation and vice versa.
USSR was a totalitarian, communist country, but Russian
Federation is federal semi-presidential republic. Led by a president
as the head of state and a prime minister as the head of government,
there is an ambiguity in division of power in Russian Federation.
There is an imbalance between presidency and government priority.
For almost two decade, presidency has been acting too strong
toward other state institution, especially the government. This too-
strong presidency resembles Politburo in the past. Although
Politburo led more power than presidency, but it is quite undeniable
that the old grand state body had passed their legacy on to the
presidency.

Keywords: kepresidenan, semi-presidensialisme, ambiguitas, warisan masa lalu,


Politburo.

Pendahuluan

Pasca-kejatuhan rezim komunis dan pecahnya Uni Soviet, Rusia mengadopsi


sistem pemerintahan semi-presidensial federal. Rusia, yang merupakan ‘pewaris’ sah
Uni Soviet dengan mewarisi hak veto yang dimiliki Uni Soviet dalam perannya sebagai
anggota tetap Dewan Keamanan PBB, secara teknis merupakan negara dengan sistem
semi-presidensial. Disebut sebagai negara semi-presidensial karena presiden sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan berbagi kekuasaan dengan perdana menteri.
Tidak ada batasan yang jelas mengenai tugas kepresidenan sehingga membuat
kepemimpinan presiden di Rusia sangat hegemonik, walaupun negara ini juga
mengadopsi sistem parlementer dalam pemerintahannya.

1
Sistem eksekutif Rusia terbagi menjadi dua cabang, presiden dan para
aparatanya yang berkantor di Kremlin, setelah Boris Yeltsin memindahkan pusat
pemerintahan dari Gedung Putih ke Kremlin1 dan perdana menteri dan kabinet yang
berbasis di Gedung Putih. Semenjak pemindahan pusat pemerintahan, secara otomatis
pemerintahan terpusat di Kremlin, yang sedikit banyak menyerupai fungsi dari
Politburo di masa komunisme. Untuk memudahkan pemahaman mengenai kedua
cabang ini, maka dalam review ini, cabang pemerintahan yang dipimpin oleh presiden
disebut kepresidenan (the precidency) dan yang dipimpin oleh perdana menteri disebut
sebagai pemerintahan (the government).
Sistem pemerintahan Rusia yang cukup unik ini dipengaruhi oleh sistem
pemerintahan masa Tsar atau Uni Sovyet, dimana kekuatan terpusat pada satu
pemimpin dan perdana menteri cenderung lemah karena pembagian kekuasaan yang
minimal dan hanya fokus pada isu-isu tertentu seperti isu sosial dan ekonomi.
kepresidenan Rusia pasca runtuhnya USSR mengadopsi fungsi Politburo. Walaupun
kekuasaannya tidak seluas Politburo, kepresidenan merupakan institusi negara yang
terlalu hegemonik.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, apa dampak yang ditimbulkan dari
ambiguitas dan ketimpangan pembagian kekuasaan di Rusia bagi kehidupan politiknya.
Selain itu, penulis juga berusaha untuk membuktikan kecenderungan kuatnya
kepresidenan dengan menghubungkannya dengan pola kekuasaan di masa Uni Soviet.

Kepresidenan

Sistem kepresidenan di Rusia terdiri presiden dan para aparatnya, yang sering
kali membayangi kinerja pemerintahan – yang terdiri dari perdana menteri dan
kabinetnya. Terdapat lima badan yang merupakan institusi yang berdiri di bawah
presiden secara langsung, yaitu The Administration Presidential, The Administration of
Affairs, The Kremlin property management department, The Presidential Council, dan The
Security Council.
The Administration Presidential merupakan inti dari kepresidenan, dimana
terdapat tiga agensi terpenting, yaitu: State Legal Directorate (GPU) yang menyiapkan

1
Budi Winarno, Politik dan Pemerintahan Rusia (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2006) 7.

2
dekrit dan draft undang-undang presiden, Main Territorial Administration (GTU)
dengan fungsinya sebagai pengawas masalah domestik, dan seksi Informasi dan
Dokumentasi. Selain itu, badan ini juga memiliki departemen yang megurusi masalah
kebijakan luar negeri dan dalam negeri.
Badan kepresidenan yang selanjutnya adalah The Administration of Affairs, yang
merupakan badan ‘rumah tangga’ Kremlin. Badan tersebut bertugas mengalokasikan
pegawai, barang, penghargaan, dan bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji
pegawai. Ketiga, terdapat The Kremlin property management department yang bertugas
mengawasi properti yang ada di Rusia, terutama properti bekas peninggalan zaman
Tsar.
Keempat, The Presidential Council yang merupakan badan konsultasi
kepresidenan dengan tugas memformulasikan prioritas kebijakan pemerintah dan
menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan kepresidenan. Badan kepresidenan
yang terakhir adalah The Security Council yang merupakan badan konsultasi
kepresidenan untuk masalah pertahanan dan keamanan. Dewan Keamanan Rusia
merupakan badan kepresidenan yang dipimpin langsung oleh presiden. Dewan
Keamanan Rusia memiliki kekuasaan yang luas, namun tidak terlalu jelas.2

Pemerintahan

Pemerintahan, yang dipimpin oleh perdana menteri berada di bawah presiden,


walaupun keduanya merupakan badan eksekutif. Perdana menteri tidak dipilih
langsung oleh rakyat, namun dipilih oleh presiden berdasarkan persetujuan parlemen.
Perdana menteri dan kabinet juga bukan representasi kekuatan di parlemen, namun
lebih cenderung sebagai instrumen politik eksekutif. Presiden, yang dipilih langsung
oleh rakyat, juga menentukan menteri-menteri yang akan mengisi pos-pos di kabinet.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, komposisi parlemen tidak akan terlalu
mempengaruhi permerintahan karena kabinet lebih merupakan hasil perhitungan
politik presiden ketimbang representasi kekuatan di parlemen. Hal ini menunjukkan
dominannya peran presiden dan aparatnya atas perdana menteri dan kabinetnya.

2
Gabriel A. Almond et al, Comparative Politics Today: A Word View Ninth Edition (New York: Pearson
Longman, 2008) 367.

3
Pasal 110.1 Konstitusi 1993 menyatakan bahwa kekuasaan eksekutif berada di
tangan pemerintah, namun kepala pemerintahan (perdana menteri) dibatasi oleh
kekuasaan kepresidenan3. Tanggung jawab pemerintah terbatas pada pengaturan di
ranah ekonomi dan sosial, yang mana hal ini sebenarnya sudah terjadi sejak masa
Kekaisaran Rusia maupun Uni Soviet.
Pemerintah bertanggung jawab tidak hanya kepada parlemen, namun juga
kepada presiden. Sistem tripartit yang berlaku di Rusia menentukan pemerintah
sebagai aktor yang relatif otonom dalam ranah kekuasaan politik yang diberikan
kepadanya, presiden menentukan kebijakan negara secara keseluruhan, sedangkan
Duma (parlemen) berperan dalam pengawasan kapasitas dan menjadi sumber
akuntabilitas publik yang utama dengan ‘menjaga kepercayaan pemerintah’ dengan
kekuasaan penggunaan mosi tidak percaya4.

Warisan Masa Lalu: Politburo dan Kepresidenan

Terdapat kecenderungan bahwa pemerintahan Rusia pasca-komunisme masih


menerapkan pola pemerintahan di masa lalu. Selain terlalu banyaknya aparat
kepresidenan saat ini, fungsi kepresidenan yang sangat luas sedikit banyak mengadopsi
peran Biro Politik atau Presidium Komisi Sental Partai Komunis Uni Soviet atau yang
lebih dikenal sebagai Politburo. Komisi Sentral merupakan lembaga tertinggi negara
membawahi tiga dewan besar, yakni Presidium Komite Sentral (Politburo), Dewan Uni,
dan Dewan Kebangsaan5.
Sesuai dengan sifat pemerintahan Uni Soviet yang sentralistik, Politburo
memegang peranan penting sebagai badan tertinggi pembuat keputusan Uni Soviet.
Politburo melingkupi seluruh sektor pemerintahan di Uni Soviet dengan menjadi badan
pembuat kebijakan dan badan pemerintah. Pada masa Lenin, kekuasaan final untuk
memutuskan kebijakan berada di tangan Politburo. Politburo pada akhirnya memegang
peranan penting di dalam partai Komunis Uni Soviet dan administrasi Uni Soviet sendiri

3
Richard Sakwa, Russian Politics and Society Fourth Edition (New York: Routledge, 2008) 113.
4
Sakwa, 113.
5
A. Fahrurodji, Rusia Baru Menuju Demokrasi: Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005) 141

4
serta membayangi peran Komite Sentral. Ketua Politburo merupakan sekretaris jendral
Partai Komunis Uni Soviet dan biasanya merupakan pemimpin Uni Soviet6.
Luasnya cakupan Politburo menyebabkan timbulnya lemahnya mobilisasi
birokrasi di Uni Soviet. Dampaknya, tersentralisasinya kekuasaan menggangu
kekuasaan pemimpin untuk menjalankan kebijakan secara efektif. Kemampuan pusat
untuk mengkoordinasi pejabat pemerintah dalam eksekusi perintah maupun kebijakan
seringkali terganggu oleh adanya resistensi terhadap perintah pusat oleh para pejabat
pemerintah di level yang lebih rendah dan distorsi dalam arus informasi, baik dari atas
maupun bawah struktur hierarki. Para pejabat pemerintah cenderung lebih berusaha
untuk menjaga dan mendahulukan kepentingan pribadi dan jabatan daipada bekerja
melayani masyarakat7.

Semi-Presidensialisme: Ambiguitas Division of Power

Selain masih lestarinya warisan masa lalu, terlalu kuatnya kepresidenan di Rusia
juga disebabkan oleh bentuk pemerintahannya itu sendiri. Sejak runtuhnya Uni Soviet,
Rusia berusaha menghapuskan kenangan buruk di masa lalu, berupa komunisme dan
pemerintahan yang totalitarian. Rusia, pada saat itu dipimpin oleh Boris Yeltsin,
mencoba untuk membangun Rusia, sebagai pewaris garis politik Uni Soviet dengan
menerapkan sistem pemerintahan yang lebih demokratis.
Rusia mengadopsi bentuk pemerintaha parlementer yang banyak diterapkan di
negara-negara Eropa sebagai manifestasi demokratisasi. Namun, Rusia tidak
menerapkan sistem parlementer yang dikenal secara umum. Sistem parlementer, yang
menitikberatkan pada fusi kekuasaan dan mutual dependence antara eksekutif
(pemerintah) dan legislatif8, tidak diterapkan secara sepenuhnya oleh Yeltsin. Sistem
parlementer harus berbagi kekuasaan dengan kuatnya peran presiden dan staf-staf
serta komite-komite kepresidenannya. Terlebih saat Konstitusi Rusia tahun 1993 yang

6
Politburo, Encyclopædia Britannica, Encyclopædia Britannica Online, 2011, 13 Jan. 2011,
<http://www.britannica.com/EBchecked/topic/467548/Politburo>.
7
Gabriel A. Almond et al 363.
8
Cindy Skach, The “newest” separation of powers: Semipresidentialism, International Journal of
Constitutional Law 2007 Vol. 5:1 (New York: The New York University School of Law, 2007) 93-121
<http://icon.oxfordjournals.org/content/5/1/93.full.pdf+html>

5
mengatur kepresidenan yang kuat disahkan pada Desember 1993. Yeltsin menyatakan
bahwa (rakyat) Rusia menginginkan struktur kekuasaan yang vertikal dan strong hand
(badan eksekutif yang kuat) serta menyatakan bahwa pemerintahan parlementer akan
menghasilkan pembahasan yang tidak akan berujung sebuah keputusan (indecisive
talk)9.
Ambiguitas division of power antara kepresidenan dengan pemerintahan dapat
dilihat dari dua aspek, aspek konstitusional dan non-konstitusional. Aspek
konstitusional didasarkan pada Konstitutsi Rusia tahun 1993. Konstitusi ini mengatur
sistem konstitusional, hak asasi manusia, kebebasan rakyat Rusia, sistem federalisme,
kekuasaan presiden, dewan federal, kekuasaan pemerintah, penegakan hukum,
pemerintah lokal, dan amandemen serta revisi konstitusi. Fokus pada kepresidenan,
Konstitusi 1993 menjamin kekuasaan kepresidenan yang ekstensif, khususnya dalam
pemilihan kabinet, pengusulan legislasi, dan pembuatan kebijakan. Presiden juga
menikmati berbagai status, baik sebagai kepala negara, penjamin konstitusi (pasal 80),
dan sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata (pasal 86)10. Presiden memiliki hak
untuk mengeluarkan dekrit (ukazy) tanpa harus disetujui oleh parlemen. Namun dekrit
yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
Melalui artikel 80, konstitusi menjamin kontrol penuh presiden terhadap empat
area kunci: keamanan, pertahanan, domestik, dan luar negeri. Terutama pada area luar
negeri, presiden Rusia memiliki hak dan kontrol yang sama seperti Tsar pada Konstitusi
190611. Kekuasaan presiden yang terlalu kuat dan luas membuat peran pemerintah,
terutama perdana menteri tidak terlalu diperhitungkan. Tujuan utama penyusunan
Konstitusi ini adalah untuk menghindari pengulangan konflik antara eksekutif dengan
legislatif yang terjadi di awal masa pemerintahan Yeltsin, tepatnya pada 21 September
1993. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyusun konstitusi yang menjamin
kekuasaan yang lebih kuat di tangan presiden dan menempatkan pemerintah sebagai

9
The Constitution and Government Structure: Russia, Country Studies, 12 Jan. 2011,
<http://countrystudies.us/russia/69.htm#The%20Executive%20Branch> dari Glenn E. Curtis, ed. Russia: A
Country Study (Washington: GPO for the Library of Congress, 1996)
10
Sakwa 107.
11
Sakwa 108.

6
subordinasi dari kepresidenan serta melemahkan parlemen dengan mengatur bahwa
perdana menteri bertanggung jawab terhadap presiden, bukan parlemen.
Berdasarkan aspek non-konstitusional, ambiguitas division of power antara
presiden dan perdana menteri dapat dilihat dari peran presiden yang lebih banyak
mengatur dan menentukan, sedangkan perdana menteri dan kabinetnya terkesan hanya
menjalankan apa yang dimandatkan oleh presiden. Walaupun tidak tertulis di
konstitusi, selama ini terdapat konsensus di antara dua badan eksekutif ini mengenai
division of power. Menindak lanjuti fungsi presiden yang telah disebutkan sebelumnya,
presiden bertugas mengawasi kinerja seluruh kementerian, dan badan-badan lain yang
berhubungan langsung dengan isu koersi, penegakan hukum, dan keamanan negara.
Sedangkan pemerintah kekuasaannya terbatas implementasi kebijakan dan
pengawasan pada isu ekonomi dan sosial saja.
Terlepas dari aspek konstitusional maupun non-konstitusional, ambiguitas
disivion of power dapat ditilik kembali dari struktur pemerintahan Rusia. Dengan
menganut sistem semi-presidensial, terdapat keseimbangan konstitusi yang asimetris
antara presiden, pemerintah – yang dipimpin oleh perdana menteri – dan parlemen.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pemerintah tidak hanya bertanggung jawab
terhadap parlemen, melainkan terhadap presiden. Asimetrisnya hubungan institusi
negara menciptakan ambiguitas dalam division of power dan dominasi pada salah satu
pihak pada lembaga eksekutif.

Dampak Ambiguitas terhadap Politik Federasi Rusia

Berdasarkan uraian di atas, penerapan sistem semi-presidensial berangkat dari


keinginan Rusia untuk menjadi negara yang jauh lebih demokratis. Keberadaan masa
lalu Uni Soviet sebagai negara komunis totalitarian merupakan suatu kenyataan yang
tidak lagi ingin diulang oleh Rusia. Walaupun begitu, pola dan kultur politik di Rusia,
yang terpengaruh dari Uni Soviet, tidak dapat melepaskan Rusia dari pola kekuasaan
eksekutif yang terlalu kuat. Sehingga sistem semi-presidensial merupakan mekanisme
akomodasi dua kepentingan ini
Selain itu, hubungan antara eksekutif dan legislatif di Rusia tidak dapat
disamakan dengan negara lain, seperti Perancis atau Inggris Raya. Presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat. Sedangkan berdasarkan konstitusi, perdana menteri dipilih
7
oleh presiden dengan persetujuan parlemen dan tidak harus mewakili koalisi atau
partai yang dominan di parlemen. Hal tersebut tentu berbeda dengan sistem
parlementer pada umumnya, dimana presiden tidak dapat campur tangan dalam
pemilihan perdana menteri dan perdana menteri merupakan representasi dari partai
politik yang dominan di parlemen.
Sistem tripartit yang berjalan di Rusia juga berbeda dari kebanyakan negara di
dunia. Presiden memiliki kekuasaan penuh atas pemerintahan di Rusia. Perdana
menteri dan kabinetnya berada di bawah perintah presiden secara langsung, sehingga
mereka bertanggung jawab tidak hanya kepada parlemen, yang sewaktu-waktu dapat
memberikan mosi tidak percaya terhadap mereka, namun juga kepada presiden yang
memiliki kewenangan untuk memilih perdana menteri.
Kuatnya kekuasaan presiden di Rusia juga dapat dilihat dari ‘kabinet bayangan’
yang kinerja sering kali tumpang tindih dengan kinerja kabinet. ‘Kabinet bayangan’
merupakan badan yang berada di bawah instruksi presiden secara langsung, menangani
isu-isu keamanan, pertahanan, urusan dalam negeri, dan luar negeri. Keempat isu
tersebut merupakan isu-isu yang dikontrol langsung oleh presiden sesuai dengan pasal
80 Konstitusi Rusia 1993. Sejatinya, keempat isu tersebut menjadi tanggung jawab
perdana menteri dengan kementerian-kementerian yang ada di bawah kekuasaannya.
Sistem presidensial yang terlalu kuat membuat parlemen, terutama perdana
menteri tidak memiliki kekuasaan yang independen dalam menjalankan tugasnya.
Hampir tidak ada batasan yang jelas atas ranah kerja presiden dan perdana menteri.
Sistem pemerintahan parlementer jelas tidak dapat dilaksanakan di negara yang
menganut sistem presidensial. Selain itu, posisi perdana menteri dan kabinet yang
berada di bawah presiden membuat fungsi pemerintahan semakin lemah.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, Rusia jelas membutuhkan suatu perubahan yang


menentukan jenis sistem pemerintahan mana yang ingin dijalankan secara
komprehensif dan menyeluruh. Sistem presidensial dianggap sebaga sistem yang paling
tepat diterapkan di Rusia, terutama pasca-runtuhnya komunisme yang menuntut
pembenahan pemerintahan yang lebih stabil. Sistem parlementer, yang merupakan
pembanding dari sistem presidensial dalam hal ini, dianggap hanya dapat dilaksanakan
8
di negara yang sudah memiliki kestabilan ekonomi dan politik. Sistem pemerintahan
presidensial memberikan kekuasaan yang besar terhadap satu orang, yakni presiden.
Terlebih jika sang presiden merupakan presiden hasil pemilihan langsung. Hal tersebut
membuat legitimasi presiden terhadap sangatlah tinggi. Namun, ketergantungan
terhadap satu sosok membuat pemerintahan jauh lebih rapuh daripada pemerintahan
dengan sistem parlementer. Sistem parlementer, yang menempatkan perdana menteri
sebagai kepala pemerintahan yang merupakan representatif dari koalisi atau partai
mayoritas di parlemen memberikan fleksibilitas terhadap pembentukan pemerintahan
dan jauh lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat. Fleksibilitas yang dimaksud
adalah adanya mosi tidak percaya yang dapat dikeluarkan oleh parlemen jika
pemerintahan tidak berjalan dengan semestinya. Poin tersebut yang tidak ada dalam
sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan Rusia masih sangat dipengaruhi, bahkan lebih tepat
dikatakan masih terjebak pada sistem pemerintahan zaman Tsar dan Uni Soviet. Rusia
masih percaya bahwa untuk menciptakan kestabilan, terutama kestabilan ekonomi,
diperlukan badan eksekutif yang kuat (strong hand), terutama di masa reformasi seperti
saat runtuhnya Uni Soviet. Namun pada saat ini, di saat pemerintahan sudah cukup
stabil, sistem presidensial yang setengah hati seperti ini justru dapat mengakibatkan
kerugian terhadap pencapaian selama ini. Pada akhirnya, Rusia akan dihadapkan pada
dua pilihan sistem pemerintahan: parlementer atau presidensial. Dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, pemerintah Rusia harus dapat menentukan dan
mengimplementasikan sistem pemerintahan yang paling tepat bagi mereka. Karena jika
Rusia terus menjalankan sistem pemerintahan yang selama ini berlangsung, bukan
tidak mungkin sejarah akan berulang kembali di negara ini.

9
Referensi
Buku
Almond, Gabriel A. et al. Comparative Politics Today: A Word View Ninth Edition.2008.
New York: Pearson Longman.
Fahrurodji, A. Rusia Baru Menuju Demokrasi: Pengantar Sejarah dan Latar Belakang
Budayanya. 2005. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sakwa, Richard. Russian Politics and Society Fourth Edition. 2008. New York: Routledge.
Winarno, Budi. Politik dan Pemerintahan Rusia. 2006. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.

Internet
Skach, Cindy. The “newest” separation of powers: Semipresidentialism. International
Journal of Constitutional Law 2007 Vol. 5:1. 2007. New York: The New York
University School of Law. 2011. Web. 12 Jan. 2011.
<http://icon.oxfordjournals.org/content/5/1/93.full.pdf+html>
______. The Constitution and Government Structure: Russia. Country Studies. Web. 12 Jan.
2011.
<http://countrystudies.us/russia/69.htm#The%20Executive%20Branch>
______. Politburo. Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica Online. 2011. Web.
13 Jan. 2011.
<http://www.britannica.com/EBchecked/topic/467548/Politburo>.

10

Anda mungkin juga menyukai