Anda di halaman 1dari 4

1. Menurut Mr. L.J.

van Appeldoorn, Undang-Undang Dasar bisa juga dinamakan


konstitusi. Akan tetapi sesungguhnya hendaknya orang membedakan antara UUD dan
konstitusi. Konstitusi adalah aturan pemerintahan negara. Aturan-aturan ini bisa
seluruhnya dibuat sebagai hukumtertulis atau dalam bentuk Undnag-Undang biasa atau
juga dalam Undang-Undang dari orde yang lebih tinggi dari kebiasaan. Hanya dalam
hal terakhir ini orang berkata sekarang tentang Undang-Undang Dasar.
Undang-Undang dasar atau konstitusi formil ini, sebagai kita ketahui, adalah produk
zaman baru. Bermunculannya dalam kehidupan ilmu hukum tata negara terjadi pada
akhir abad kedelapan belas. Konstitusi dalam arti materiil, suatu aturan organisasi
ketatanegaraan, tentu saja telah ada sebelum itu tetapi umumnya dalam bentuk hukum
tidak tertulis.

2. Bentuk negara secara umum terdiri dari bentuk republik dan kerajaan (monarki), akan
tetapi dalam praktik ketatanegaraan, selain kedua bentuk tersebut juga pernah
dpraktikkan bentuk lainnya antara lain kekhalifahan pada masa awal pemerintahan
Isam. Perbedaan mendasar antara bentuk negara republik dan bentuk kerajaan
(monarki), yaitu bahwa dalam bentuk kerajaan (monarki) kekuasaan didasarkan atas
keturunan-keturunan tertentu yang bersifat tradisional dan karismatik, dan dikendalikan
oleh raja, keluarga-keluarga bangsawan dan pemimpin agama, sedangkan rakyat tidak
memiliki hak dalam penyenggaraan negara. Sedangkan dalam bentuk republik,
kekuasaan didasarkan atas kehendak rakyat, langsung dikendalikan oleh rakyat atau
oleh badan-badan yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan berkala bersifat lebih
rasional.
Setelah terjadinya praktik ketatanegaraan di beberapa negara, maka terjadi pergeseran
pengertian bentuk negara republik dan bentuk kerajaan (monarki). Pergeseran
pengertian bentuk negara republik dan bentuk kerajaan (monarki), yaitu bahwa tidak
lagi didasarkan pada pemegang kekuasaan, akan tetapi pada metode pengangkatan
kepala negara, terjadi karena pembentukan negara konstitusional. Pada negara
konstitusional, kekuasaan aja menjadi sangat terbatas. Dalam perspektif Rousseau,
rakyat ssebagai satu kesatuan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, sehingga
pemerintahlah yang harus dikorbankan untuk rakyat dan bukan rakyat yang
dikorbankan untuk pemerintah.
Pergeseran pengertian bentuk negara republik dan bentuk kerajaan (monarki), yaitu
bahwa tidak lagi didasarkan pada pemegang kekuasaan, akan tetapi pada metode
pengangkatan kepala negara, pada negara kerajaan (monarki), pengangkatan kepala
negara didasarkan padagaris keturunan atau hubungan darah dan biasanya
berlangsung seumur hidup, sedangkan dalam bentuk negara republik tidak didasarkan
pada garis keturunan atau hubungan darah akan tetapi dipilih oleh rakyat baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam jangka waktu tertentu.

Sumber : BMP HKUM4201/Hukum Tata Negara

3. Sisitem pemerintahan merupakan gabungan dari sistem dan pemerintahan. “Sistem”


memiliki pengertian suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa sebagian yang mempunyai
hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap
keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara
bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan
mempengaruhi keseluruhan itu, sedangkan “Pemerintahan” dalam arti luas adalah
segala urusan yang dilakukan negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan
rakyatnya dan kepentingan negara, jika tidak hanya menjalankan tugas eksekutif,
melainkan juga tugas-tugas lainnya, termasuk legislatif dan yudisial.
Secara umum dikenal istilah sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan
presidensial dan sistem pemerintahan semi, baik sistem pemerintahan presidensial
semi parlementer, maupun sistem pemerintahan presidensial semi presidensial.
Dalam sistem pemerintahan parlementer, parlemen adalah pemegang kedaulatan
tertinggi, sehingga dalam sistem pemerintahan parlementer tidak akan diizinkan
pemisahan kekuasaan antara parlemen dan pemerintah karena keseluruhan
kesemuanya berdasarkan pada pembagian kekuasaan antara legislatif-eksekutif. Pada
negara yang menggunakan sistem pemerinatahan parlementer, Raja/Ratu atau
Presiden sebagai Kepala Negara tidak bertangggung jawab atas segala kebijaksanaan
yang diambil oleh Kabinet. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri sebagai
penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab kepada legislatif.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, tidak ada pemisahan antara jabatan kepala
negara dan jabatan kepala pemerintahan. Presiden merupakan kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial. Presiden
dipilih secara melalui pemilihan umum, baik secara langsung maupun tidak langsung
untuk masa jabatan tertentu.
Dalam sistem pemerintahan semi, terdapat ciri-ciri presidensial dan parlementer secara
bersamaan. Jika dominan kriteria sistem pemerintahan presidensial maka dikategorikan
sebagai sitem pemerintahan semi presidensial, akan tetapi jika yang dominan kriteria
sistem pemerintahan parlementer maka dikategorikan sebagai sistem pemerintahan
semi parlementer.

Giovanni Sartori mengemukakan bahwa karakteristik yang harus dimiliki sistem semi
presidensial adalah stuktur kewenangan ganda (dual authority structure). Presiden
sebagai kepala negara dan perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Berikut
adalah karakteristik yang dimiliki oleh sistem pemerintahan semi presidensial, yaitu :
a. Kepala negara (Presiden) dipilih melalui pemelihan umum, baik secara langsung
maupun tidak, untuk masa jabatan tertentu.
b. Kepala negara berbagi kekuasaan eksekutif dengan perdana Menteri, menimbulkan
struktur kewenangan ganda (dual authority structure).
c. Presiden independent dari parlemn, akan tetapi tidak berhak memerintah sendiri
atau secara langsung, dan oleh karena itu keinginannya harus melalui
pemerintahannya (kabinet-pen).
d. Perdana Menteri dan kabinet bertangung jawab kepada parlemen, subyek dari mosi
tidak percaya, dan memerlukan dukungan mayoritas dari parlemen.
e. Struktur kewenangan ganda (dual authority structure) pada sistem semi presidensial
memberikan keseimbangan yanag berbeda dan juga untuk mengubah meratanya
kekuasaan dimata eksekutif.

Indonesia pernah mengunakan sistem pemerintahan semi presidensial dan sistem


pemerinatahan semi parlementer. UUD 1945 (sebelum perubahan) menggunakan
sistem pemerinatahan semi presidensial, sedangkan Konstitusi RIS dan UUDS RI
menggunakan sistem pemerintahan semi parlementer. UUD 1945 (sesudah
perubahan) dapat dikelompokan ke dalam sistem pemerintahan presidensial yang khas
Indonesia, karenan hanya dalam sistem presidensial di Indonesia yang mengatur
bahwa eksekutif memiliki kewenangan membahas dan menyetujui undang-undang
Bersama-sama dengan legislatif.
Adapun yang melatarbelakangi terjadinya peruabahan sistem pemerintahan tersebut
pada saat itu Belanda mendukung proposal untuk berdirinya Republik Indonesia Serikat
yang berbentuk federal, yang memiliki hubungan dengan Belanda. Pada saat itu banyak
kaum nasionalis Indonesia yang percaya bahwa Belanda telah memaksakan sebuah
negara federal dalam upayanya untuk melemahkan atau bahkan memecah bangsa
Indonesia, sebagai bagian dari strateginya untuk kembali menaklukkan wilayah
kepulauan Nusantara.

Sumber : BMP HKUM4201/Hukum Tata Negara


https://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesia_Serikat#Pemerintahan

Anda mungkin juga menyukai