Anda di halaman 1dari 48

STAI Bani Saleh Bekasi 2011

Hakikat Matematika

Hakikat Anak Didik

Pendekatan Model Pembelajaran Matematika

Kurikulum Matematika

Teori Belajar Matematika

Berdasarkan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Standar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk matematika SD/MI harus meliputi:

1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari 2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari 3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari 4. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari 5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung (mean), modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari 6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan 7. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011

Hakikat Matematika dan Pendidikan Matematika Pengertian Matematika Pengertian tentang matematika tidak didefinisikan secara tepat dan menyeluruh. Hal ini mengingat belum ada kesepakatan atau definisi tunggal tentang matematika. Beberapa pengertian atau ungkapan tentang

matematika hanya dikemukakan berdasarkan siapa pembuat definisi, di mana dibuat dan berdasarkan sudut pandang apa definisi itu dikemukakan. Berikut ini beberapa pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli tentang

matematika: 1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir (R.Soedjali, 1999) 2. Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak (Keysen dalam The Liang Gie, 1993) 3. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubunganhubungannya (Chanles Echels dalam The Liang Gie, 1993) 4. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri (James, 1976) 5. Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi (Johnson dan Rising dalam Suherman, 2001) 6. Matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam (Kline dalam Suherman, 2001)

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


7. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. (James, 1976) Salah satu pernyataan di atas adalah matematika merupakan cabang pengetahuan eksak atau dengan kata lain matematika adalah ilmu pasti, hal ini memberikan kesan bahwa matematika merupakan perhitungan yang memberi hasil pasti dan tunggal. Jika kita renungkan apakah suatu pengukuran misalkan pengukuran panjang, pengukuran luas, pengukuran waktu menunjukkan hasil yang tepat? Jawabnya tidak. Bilangan yang diperoleh dari hasil pengukuran itu hanyalah pendekatan. Sementara itu pernyataan matematika itu merupakan struktur-struktur yang terorganisasi berdasarkan urutan yang logis, bukan berarti ilmu yang lain tidak diatur secara logis. Namun, dalam mempelajari matematika terdapat konsep prasyarat yang biasa disebut konsep primitif sebagai dasar untuk memahami konsep selanjutnya. Pengertian Pendidikan Matematika Pendidikan matematika, yang dalam konteks ini disebut dengan matematika sekolah adalah matematika yang umumnya diajarkan di jenjang pendidikan formal dari SD sampai dengan tingkat SMA. Tidak termasuk tingkat perguruan tinggi karena di perguruan tinggi matematika didefinisikan dalam konteks matematika sebagai ilmu (matematika murni). Matematika sekolah jelas berkaitan dengan anak didik yang menjalani proses perkembangan kognitif dan emosional masing-masing. Secara khusus dapat dikatakan bahwa dalam matematika sekolah perlu memperhatikan aspek teori psikologi khususnya teori psikologi perkembangan. Mereka memerlukan tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan

kognitifnya. Potensi yang ada pada diri anak pun berkembang dari tingkat rendah ke tinggi, dari sederhana ke kompleks.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Karakteristik Matematika dan Pendidikan Matematika Berdasarkan definisi yang sudah dibahas, ada perbedaan dalam pembatasan definisi matematika dan pendidikan matematika, maka akan ada perbedaan karakteristik pula dari keduanya (matematika dan pendidikan matematika). Berikut ini akan dipetakan satu-satu letak perbedaan

karakteristik antara matematika dan pendidikan matematika, sebagai berikut:

Karakteristik Matematika Memilki abstrak Pola pikirnya deduktif Kebenaran konsistensi Bertumpu pada kesepakatan objek kajian

Karakteristik Pendidikan Matematika

yang Memilki objek kajian yang konkret dan abstrak

Pola pikirnya deduktif dan induktif Kebenarn konsistensi dan korelasional Bertumpu pada kesepakatan

Memiliki simbol kosong dari Memiliki simbol kosong dari arti dan juga arti (sebelum masuk semesta berarti tertentu) Taat kepada semestanya (berarti sudah termasuk dalam

semesta tertentu) Taat kepada semestanya dan bahkan

digunakan untuk membedakan tingkat atau jenjang sekolah

1. Objek kajian matematika sebagai ilmu seluruhnya abstrak. Sementara dalam pendidikan matematika, seorang guru harus berusaha untuk mengurangi sifat keabstrakan matematika sehingga memudahkan siswa dalam memahami kajian matematika tersebut (materi pelajaran

matematika di sekolah). Dalam pendidikan matematika, semakin tinggi jenjang sekolahnya, akan semakin tinggi tingkat keabstrakan. 2. Pembuktian matematika harus berdasarkan penalaran deduktif karena jika berlaku untuk n=1 dan dianggap benar untuk n=k (k bilangan asli), maka akan terbukti untuk n=k+1. Matematika sebagai ilmu tidak menolak

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


generalisasi secara induktif, intuisi, atau bahkan trial and error asalkan pada kesimpulan akhirnya dapat diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif. Sementara itu, pada pendidikan matematika masih harus menyesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa. Artinya di pendidikan matematika masih memerlukan pola pikir induktif sebagai penunjang yang secara bertahap pada akhirnya akan mengarah ke pola pikir deduktif. 3. Dalam pembelajaran matematika konsistensi sangat diperlukan.

Konsistensi juga diperlukan dalam hal istilah atau nama objek dalam matematika yang digunakan. Tidak dibenarkan adanya kontradiksi baik dalam sifat, konsep, dan teorema tertentu yang digunakan. 4. Seperti halnya dalam matematika sebagai ilmu, dalam pembelajaran matematika kesepakatan harus dipatuhi. Kesepakatan juga berlaku dalam hal istilah atau nama objek matematika yang digunakan. 5. Simbol matematika tidak memperhatikan tingkatan tetapi pada pendidikan matematika mengenalkan simbol matematika dari tingkat dasar sampai tingkat atas, penggunaan dari simbol itu disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa (menyesuaikan semesta pembicaraan simbol tersebut). 6. Penyederhanaan konsep matematika yang kompleks sangat

memperhatikan semesta pembicaraannya. Memperluas dan meningkatkan semesta pembicaraan matematika dalam pendidikan matematika

sekaligus membedakan tingkat atau jenjang sekolah. Artinya pembatasan ruang lingkup kajian matematika dalam pendidikan matematika di mulai dati TK yang sering disebut matematika permulaan, meningkat dan

sedikit meluas ke tingkat SD kelas 1, kelas 2, dan seterusnya sampai SMA sehingga semesta matematika memang dibatasi untuk pendidikan

matematika sekaligus membedakan jenjang sekolah. Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu Karena matematika merupakan ilmu yang mandiri, matematika dapat tumbuh dan berkembang untuk ilmunya sendiri, selain itu juga matematika dapat sebagai pelayan untuk melayani ilmu pengetahuan lain. Pendidikan Matematika ~ PGSD 5

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Matematika sebagai Bahasa Ilmu Karena dalam matematika terkandung simbol-simbol atau lambang yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain yang berkepentingan dan matematika memiliki tata bahasa sendiri yang universal dapat digunakan oleh para matematikawan atau ilmuwan lain dan bahkan semua orang. Matematika juga bukan hanya alat berpikir, namun matematika dapat juga merupakan alat bantu untuk memecahkan masalah. Matematika sebagai Ilmu Deduktif Penalaran dalam matematika harus bersifat deduktif, matematika tidak dapat menerima generalisasi berdasarkan pengamatan induktif. Induksi lengkap atau induksi matematika sering dikacaukan seolah-olah menggunakan penalaran induktif, padahal sebenarnya induksi matematika merupakan suatu pembuktian yang berdasarkan penalaran deduktif, karena jika berlaku n=1 dan dianggap benar untuk n=k (k bilangan asli) maka akan terbukti untuk n=k+1. Matematika tidak menolak proses kreasi yang terjadi kadang-kadang melalui penalaran induktif, intuisi, bahkan secara trial and error asalkan pada akhirnya penemuan atau kesimpulan itu dapat diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif. Matematika sebagai Ilmu Terstruktur Matematika berkembang dari unsur-unsur atau istilah-istilah yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur atau istilah-istilah yang didefinisikan ke pernyataan pangkal (aksioma) yang selanjutnya diturunkan suatu teorema. Dengan demikian struktur dalam matematika tersusun secara hierarkis (terbatas), logis, dan sistematis mulai dari yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.

Unsur/Objek Geometri

Undefinitive * Titik * Garis * Lengkung * Bidang

Definitive * Segitiga * Segiempat * Lingkaran

Aksioma/Postulat Melalui dua titik sembarang dapat dibentuk satu garis lurus

Teorema/Dalil Jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Strategi Pembelajaran Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasar perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya piker manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi infomasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar. analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitik, sistematis, kritik, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalan dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengebangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, table, diagram, dan media lain. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran sekolah diharapkan menggunakan teknologi dan komunikasi seperti computer, alat peraga, atau media lainnya. Beberapa istilah yang kita kenal dan kadang mempunyai pengertian yang hampir sama, kemudian dalam penggunaannya kadang-kadang kita menjadi rancu, yaitu pengertian tentang strategi, metode, pendekatan, model serta teknik dalam pembelajaran. Ruseffendi (1980) memberi klarifikasi tentang kelima masalah di atas, menurutnya yang dimaksud dengan:

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


1. Strategi mengajar adalah seperangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang telah dikaitkan dengan faktor yang menentukan warna atau strategi tersebut, yaitu: a. Pemilihan materi pelajaran (guru atau murid) b. Penyajian materi pelajaran (perorangan, kelompok, atau belajar mandiri) c. Cara materi pelajaran disajikan (induktif atau deduktif, analitis atau sintetis, formal atau non formal) d. Sasaran penerima materi pelajaran (kelompok, perorangan, heterogen atau homogen). 2. Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan. Misalnya memahami suatu prinsip dengan pendekatan induktif atau deduktif, atau mempelajari operasi perkalian dengan pendekaan ganda Cartesius, demikian juga bagaimana siswa memperoleh, mengorganisasi, dan mengkomunikasikan hasil belajarnya lewat pendekatan keterampilam proses (process skill). 3. Metode mengajar adalah cara mengajar secara umum (prosedural) yang dapat ditetapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing, dan sebagainya. 4. Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus (implementatif) suatu metode pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media pembelajaran serta kesiapan siswa. Misalnya teknik mengajarkan perkalian dengan penjumlahan berulang. 5. Model pembelajaran adalah kerangka kerja konseptual tentang pembelajaran. Belajar-mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif ini mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan murid. Sedangkan mengenai strategi pembelajaran, dikenal empat strategi dasar dalam belajar-mengajar yang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik yang diharapkan 2. Memilih sistem pendekatan belajar-mengajar yang serasi 3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar-mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria standar keberhasilan. Trend pendidikan matematika yang berkembang di dunia dewasa ini (Fadjar Shadiq, 2001) diantaranya adalah: Pendidikan Matematika ~ PGSD 8

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


1. Beralihnya pendidikan matematika dari bentuk formal ke penerapan, proses (activities), dan pemecahan masalah nyata (dari deduktif ke induktif). 2. Beralihnya assesment (penilaian) ke bentuk penilaian autentik seperti portofolio, proyek, wawancara (interview), laporan siswa, jurnal penilaian mandiri siswa, ataupun penampilan (performance). 3. Pemaduan matematika dengan disiplin lain (dari single disciplines ke interdisciplinary). 4. Peralihan dari belajar perorangan (yang bersifat kompetitif) ke belajar bersama (cooperatif learning). 5. Peralihan dari belajar menghapal (rote learning), ke belajar pemahaman (learning for understanding) dan belajar pemecahan masalah (problem solving). 6. Peralihan pembelajaran ke konstruktivisme, atau dari subject centered ke clearer centered (tebentuk/ terkonstruksinya pengetahuan). 7. Peralihan dari teori pemindahan pengetahuan (knowledge transmited) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, kegiatan terbuka, keterampilan proses, modeling, dan pemecahan masalah. Paradigma baru dalam pendidikan matematika di Indonesia, menurut Zamroni (dalam Setiawan, 2008), seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) daripada pengajaran (teaching) 2. Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel 3. Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri, dan 4. Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Hakikat Anak Didik Anak dalam Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat anak dengan hakikat matematika. Demikian juga pembelajaran matematika untuk anak di jenjang sekolah dasar menjadi kajian yang sangat menarik karena belum sampai ke dalam kemampuan berpikir formal, tetapi harus tetap tercipta pembelajaran matematika yang kondusif. Dengan adanya perbedaan karakteristik antara hakikat matematika dan hakikat anak, diperlukan adanya jembatan yang dapat menetralisasi pertentangan tersebut. Anak didik di sekolah dasar baru mulai mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya, tahap berpikir mereka masih di pra-operasional konkret dan operasional konkret, belum masuk ke operasional formal. Di lain pihak, matematika adalah ilmu deduktif, hierarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya, sehingga matematika harus perlu penyesuaian selain diperlukan kemampuan khusus dari seorang guru untuk menjembatani antara dunia anak yang belum sampai pada tahap berpikir secara deduktif untuk dapat memahami dunia matematika yang bersifat deduktif. Sedianya matematika dapat menjadikan atau membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan. Namun, hal demikian tadi masih sulit terwujud mengingat adanya ketidaksejalanan antara konsep yang ada dengan perkembangan pola pikir anak di tingkat sekolah dasar. Hal-hal yang dianggap logis oleh seorang yang sudah sampai pada tahap berpikir formal, tidak sampai pada anak bahkan membingungkan atau tidak masuk akal bagi diri anak. Dengan demikian, seorang guru dalam pembelajaran matematika harus memperhatikan sekaligus menyesuaikan tahap berpikir anak yang belum formal terhadap kajian matematika, harus pula memperhatikan keanekaragaman intelegensi anak didiknya dan jumlah populasi anak didiknya sehingga akan tercipta pembelajaran matematika yang kondusif dan berhasil. Anak sebagai Individu yang Berkembang Anak didik sebagai subjek belajar mengalami perkembangan yang berbeda dengan perkembangan orang dewasa. Hal ini tampak jelas baik dalam fisiknya maupun dalam cara-cara berpikir, bertindak, tanggung jawab, kebiasaan kerja, dan sebagainya. Guru yang sedang membicarakan suatu konsep matematika sering beranggapan bahwa siswanya dapat mengikuti dan melaksanakan jalan Pendidikan Matematika ~ PGSD 10

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


pikirannya untuk memahami konsep-konsep matematika tersebut sebagaimana dirinya. Dengan demikian sebagai guru harus mampu menghapus anggapan bahwa anak didik kita akan mampu berpikir seperti kita orang dewasa. Dalam pembelajaran matematika, sesuatu yang abstrak dapat saja dipandang sederhana menurut kita yang sudah sampai pada taraf berpikir formal, namun dapat saja menjadi sesuatu yang sulit dimengerti atau dipahami oleh anak yang belum formal taraf berpikirnya. Oleh karena itu, tugas utama sekolah yang dalam hal ini penyelenggara pembelajaran matematika yakni guru ialah membantu anak didik mengembangkan kemampuan intelektualnya sesuai dengan perkembangan intelektual yang dialami oleh anak tersebut kondisikan anak didik kita sebagai subjek belajar sekaligus sebagai individu yang berkembang taraf berpikirnya. Selain karakteristik kemampuan berpikir anak pada setiap tahap perkembangannya berbeda, anak juga merupakan individu yang relatif berbeda pula baik dalam hal minat, bakat, kemampuan, kepribadian, dan pengalaman lingkungannya. Dengan demikian guru sebagai pendidik penyelenggara pembelajaran harus betul-betul memperhatikan dengan sungguh-sungguh keadaan dasar anak didiknya, seperti taraf berpikirnya sudah sampai dimana, kemampuan perkembangannya, keanekaragaman karakternya, dan lain sebagainya. Selain itu, berbagai strategi pembelajaran dari teori-teori pembelajaran matematika yang akan digunakan haruslah disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut di atas. Kesesuaian ini akan memungkinkan keefektifan dan keefisienan dari usaha-usaha kita dalam pembelajaran matematika khususnya untuk anak usia dini. Kesiapan Intelektual Anak Pada dasarnya agar pembelajaran matematika dapat terlaksana dengan baik (pelajaran matematika dapat dimengerti oleh para siswa dengan baik) maka seyogianya suatu pembahasan materi pelajaran itu harus diberikan kepada siswa yang sudah siap untuk dapat menerimanya. Berikut ini teori tentang kondisi kesiapan intelektual anak didik terkait dengan pembelajaran matematika: a. Kekekalan bilangan (banyak) Bila anak telah memahami hukum kekekalan banyak, maka anak itu akan mengerti sekaligus memahami bahwa banyaknya benda itu tetap walaupun letaknya berbeda-beda (berdekatan atau renggang atau berjauhan).

Umumnya anak usia 6-7 tahun sudah menguasai hukum kekekalan banyak. Pendidikan Matematika ~ PGSD 11

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


b. Kekekalan materi (zat) Anak belum memahami hukum kekekalan materi atau zat terlihat dari sudut pandang mereka terhadap satu karakteristik saja. Anak belum mampu melihat persamaan atau perbedaan dari dua karakteristik atau lebih. Misal siswa dapat membedakan biangan ganjil dan bilangan genap, tetapi siswa belum dapat memahami bilangan genap yang prima. Atau contoh lain adalah jika dua buah gelas dengan ukuran sama diisi dengan air yang volumenya sama, kemudia masing-masing dipindahkan ke tempat lain yang bentuknya berbeda (yang satu tempatnya tinggi ramping dan yang satu lagi tempatnya pendek lebar). Dalam keadaan ini anak yang belum memahami kekekalan zat akan berpendapat bahwa air di dua tempat yang berbeda itu jumlahnya berbeda pula. Kekekalan zat ini dicapai oleh anak usia 7-8 tahun. c. Kekekalan panjang Anak yang belum memahami hukum kekekalan panjang akan mengatakan bahwa dua utas tali atau kawat yang tadinya sama panjang akan tidak sama panjang lagi bila satu kawat dikerutkan dan yang satunya lagi tidak dikerutkan. Ia akan cenderung berpendapat bahwa kawat yang tidak dikerutkan itu lebih panjang jika dibandingkan dengan kawat yang

dikerutkan. Umumnya usia 8-9 tahun anak baru akan memahami kekekalan panjang. d. Kekekalan luas Umumnya usia 8-9 tahun anak sudah menguasai hukum kekekalan luas. Misalnya anak akan menyatakan luas A dan B adalah sama.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

12

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


e. Kekekalan berat Umumnya usia sekitar 9-10 tahun anak sudah mengerti sekaligus

memahami bahwa berat benda itu tetap walaupun bentuknya, tempatnya, dan atau penimbangannya berbeda-beda. f. Kekekalan isi Umumnya usia sekitar 14-15 tahun anak sudah mengerti sekaligus memahami bahwa air yang ditumpahkan dari sebuah bak atau gelas yang penuh adalah sama dengan isi sebuah benda yang ditenggelamkannya. g. Tingkat pemahaman Tingkat pemahaman anak usia dini sampai dengan anak SD umumnya masih terbatas atau mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan katakatanya sendiri. Mereka belum bisa membuktikan dalil dengan baik. Apabila mereka bisa menyebutkan definisi atau dapat membuktikan dalil/teorema secara benar, maka besar kemungkinan karena hapalan bukan pengertian. Mereka masih kesulitan berpikir secara induktif apalagi secara deduktif, umumnya mereka berpikir secara transitif (dari khusus ke khusus dan belum mampu membuat kesimpulan). Dari uraian di atas jelas bahwa anak itu bukanlah tiruan orang dewasa. Anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Anak-anak mempunyai kemampuan intelektual yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Cara-cara berpikir anak berbeda dengan cara-cara berpikir orang dewasa.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

13

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Analisis Ruang Lingkup Materi Bidang Studi Matematika di SD Berdasarkan KTSP

Pendidikan Matematika ~ PGSD

14

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


SILABUS dan RPP Bidang Studi Matematika di SD

Pendidikan Matematika ~ PGSD

15

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Perkembangan Teori Pembelajaran Matematika
Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan yang tradisional atau pendapat lama, bahwa belajar adalah menambah atau mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Peserta didik diibaratkan sebagai botol kosong yang siap diisi hingga penuh dengan berbagai pengetahuan. Selain itu, peserta didik diberikan bermacam-macam materi pelajaran dalam rangka memperoleh pengetahuan baru atau menambah pengetahuan yang telah dimilikinya. Pendapat yang lebih modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru. Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori psikologi pembelajaran terkait dengan kegiatan belajar-mengajar atau pembelajaran matematika. Dengan menguasai psikologi pembelajaran, calon guru atau guru bisa mengetahui kemampuan yang telah dimiliki siswa dan bagaimana proses berpikirnya sekaligus juga mengetahui bagaimana menciptakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran yang diharapkan maksimal. SKINNER * Menurut Skinner, terkait dengan perkembangan kepribadian seseorang atau perilaku yang terjadi adalah sebagai akibat dari respons terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain untuk membentuk kepribadian seseorang adalah melalui ganjaran dan hukuman. * Ganjaran atau penguatan dan juga hukuman mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respons yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sementara itu penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respons dan lebih mengarah kepada halhal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Sedangkan hukuman dalam belajar itu dibutuhkan jika respons siswa kurang atau tidak diharapkan Pendidikan Matematika ~ PGSD 16

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


sehingga tidak menunjang tujuan pembelajaran, sehingga diharapkan dengan hukuman akan merubah respons tersebut menjadi lebih baik. * Penelitian Skinner mengenai teori belajar mengajar, menyatakan beberapa alasan mengapa banyak siswa meninggalkan sekolah dasar tanpa memiliki kemampuan aritmetika dan mengapa mereka gagal mempelajari keterampilan-keterampilan tersebut. Alasannya adalah sebagai berikut: Pertama, beberapa penguatan dalam pembelajaran matematika masih bersifat aversif. Artinya banyak siswa yang masih belajar atau berusaha belajar aritmetika melarikan diri dari ganjaran dan hukuman. Sebagai gantinya siswa mengerjakan pekerjaan sekolah yang lain agar terhindar dari akibat negatif seperti: tidak disenangi guru, diolok-olok teman sekelas. Kedua, walaupun penguatan positif sudah diberikan, tetapi penguatan yang diberikan belum optimal. Penguatan dari guru tidak diberikan, kalaupun diberikan itu terjadi setelah beberapa saat sesudah respons siswa. Sementara itu siswa menghendaki penguatan segera setelah mereka memberi respons. Ketiga, kegagalan siswa dalam belajar aritmetika walaupun penguatan diberikan segera sesudah mereka memberikan respons, karena pemberian penguatan tidak memadai. Menurut skinner siswa menghendaki 25.000 penguatan dalam 4 tahun pertama di sekolah, akan tetapi hanya beberapa ribu saja penguatan yang diberikan guru. Dengan demikian Skinner mengusulkan penyelesaian untuk mengatasi ketidakmampuan guru, agar guru memprogramkan setiap kegiatan pembelajarannya memberikan lebih banyak penguatan kepada siswa. AUSUBEL David P. Ausubel adalah salah satu pakar dalam bidang pendidikan dan psikologi yang berpendapat bahwa metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif, apabila dipakai secara tepat. Berkaitan dengan hasil pembelajaran, Ausubel membedakan antara kegiatan belajar yang bermakna (meaningful learning) dan kegiatan belajar yang tak bermakna (rote learning) di mana siswa hanya menghapal apa yang disampaikan guru tanpa memahami makna atau isi dari apa yang dihapalkan. Sementara belajar bermakna timbul jika siswa mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Ausubel, metode-metode ekspositoris yang digunakan dalam proses pembelajaran akan sangat efektif dalam menghasilkan kegiatan belajar yang bermakna apabila dipenuhi dua syarat berikut:

Pendidikan Matematika ~ PGSD

17

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


1. Syarat pertama, siswa memiliki meaningful learning set yaitu sikap mental yang mendukung terjadinya kegiatan belajar yang bermakna. Contoh sikap mental semacam ini adalah siswa betul-betul mempunyai keinginan yang kuat untuk memahami hal-hal yang akan dipelajari, dan berusaha untuk mengaitkan hal-hal baru yang dipelajari dengan hal-hal lama yang telah diketahui yang kiranya relevan. 2. Syarat kedua, materi yang akan dipelajari atau tugas yang akan dikerjakan (learning task) adalah materi atau tugas yang bermakna bagi siswa. Artinya, materi atau tugas terkait dengan struktur kognitif yang pada saat itu telah dimiliki siswa sehingga dengan demikian bisa mengasimilasikan pengetahuan-pengetahuan baru yang dipelajari itu ke dalam struktur kognitif yang ia miliki. Dengan demikian, struktur kognitif siswa mengalami perkembangan. Ausubel mengemukakan dua prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi pembelajaran bagi siswa, yaitu: 1. Prinsip diferensial progresif menyatakan bahwa dalam penyajian materi pembelajaran bagi siswa, materi atau gagasan yang bersifat paling umum harus disajikan terlebih dahulu dan sesudah itu disajikan materi atau gagasan yang lebih detail. 2. Prinsip rekonsiliasi integratif menyatakan bahwa materi atau informasi yang baru dipelajari perlu direkonsiliasikan dan diintegrasikan dengan materi atau informasi yang lebih dulu dipelajari pada bidang keilmuan yang bersangkutan. Untuk membantu guru dalam mengajar dengan menggunakan dua prinsip tersebut di atas, Ausubel mengemukakan apa yang disebut pengorganisasian awal (advance organizers), yaitu suatu materi atau suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengawali pembelajaran untuk sesuatu materi tertentu, khususnya pembelajaran dengan sesuatu materi baru. Pengorganisasian awal dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mempersiapkan struktur kognitif yang dimiliki agar siap menerima materi pembelajaran yang baru. GAGNE * Menurut Gagne ada dua objek dalam pembelajaran matematika. Ada objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung pada matematika meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Sedangkan objek tidak langsung pada matematika mencakup kemampuan berpikir logis, berpikir analitis, ketekunan, ketelitian menyelidiki, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positis, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Pendidikan Matematika ~ PGSD 18

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


* Penjelasan tentang objek-objek langsung, yaitu: 1. Fakta-fakta matematika adalah konvensi atau kesepakatan matematika yang dimasukkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di dalam matematika. Seperti kesepakatan lambang bilangan, kesepakatan bahwa dalam garis bilangan ke arah kanan semakin besar bilangannya sedangkan ke kiri bilangannya semakin kecil. 2. Keterampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari atau memperoleh sesuatu hasil tertentu. Contoh: operasi penjumlahan dua bilangan, proses mencari KPK dan FPB. 3. Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk mengklasifikasikan apakah suatu objek tertentu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Suatu konsep yang berada dalam lingkup matematika disebut konsep matematika. Contoh: bilangan cacah, bilangan prima, segitiga, persegi panjang, persamaan, pertidaksamaan. 4. Prinsip adalah suatu pernyataan yang bernilai benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep tersebut. Contoh: pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi tegaknya. * Menurut Gagne, kegiatan belajar terdiri atas empat fase yang terjadi secara berurutan yakni: 1. Fase aprehensi. Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar yang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi pelajaran yang terletak pada halaman sebuah buku, sebuah soal yang diberikan oleh guru, seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep tertentu. Pada fase ini siswa mencermati stimulus tersebut, kemudian mencermati ciri-ciri dari stimulus tersebut, serta mengamati hal-hal yang dianggap menarik atau penting. 2. Fase akuisisi. Pada fase ini siswa melakukan akuisisi (pemerolehan, penyerapan, atau internalisasi) terhadap berbagai fakta, keterampilan, konsep atau prinsip yang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut. 3. Fase penyimpanan. Pada fase ini siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar yang telah ia peroleh dalam ingatan jangka pendek (short-term memory) dan jangka panjang (long-term memory). 4. Fase pemanggilan. Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ia peroleh dan telah disimpan dalam ingatan, baik yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep, Pendidikan Matematika ~ PGSD 19

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


maupun prinsip. Pemanggilan kembali pengetahuan yang telah diperoleh dilakukan pada saat siswa mengerjakan soal-soal latihan, pada saat siswa menempuh tes, pada saat siswa tersebut mempelajari bagian tertentu dari materi pelajaran yang ada kaitannya dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. * Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah: (1) Belajar isyarat (signal), ialah belajar sesuatu yang tidak disengaja atau tidak disadari sebagai akibat adanya rangsangan. Misalnya sikap positif dari siswa dalam belajar matematika karena ucapan guru yang menyenangkan. (2) Belajar stimulus respons, ialah belajar yang sudah disengaja dan responsnya adalah jasmaniah. Misalnya siswa menyebutkan bilangan asli 1 sampai dengan 5 yang merupakan respons dari stimulus yang diberikan gurunya. (3) Belajar rangkaian gerak (motor chaining), ialah belajar dalam bentuk perbuatan jasmaniyah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respons. Misalnya seorang anak yang menggambar ruas garis melalui dua titik yang diketahui, diawali dengan mengambil mistar, meletakan mistar melalui dua titik, menganmbil pensil (alat tulis), dan akhirnya menarik ruas garis. (4) Belajar rangkaian verbal (verbal chaining), ialah belajar yang merupakan perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respons. Misalnya seorang siswa diminta mendefinisikan persegi panjang, kemudian dengan rangkaian kata-katanya siswa tersebut berpendapat tentang definisi persegi panjang. (5) Belajar membedakan (discrimination learning), ialah belajar memisahmisahkan rangkaian verbal bervariasi. Misalnya membedakan lambang bilangan 2 dengan 5, membedakan garis, ruas garis, dan sinar garis. (6) Belajar konsep (concept formation), ialah belajar mengenal atau melihat sifat bersama dari suatu benda atau peristiwa. Misalnya untuk memahami konsep lingkaran siswa mengamati cincin, gelang, permukaan gelas, permukaan drum, dan sebagainya. (7) Belajar aturan (principle formation), ialah belajar dengan memberikan semua respons terhadap semua stimulus dengan segala macam perbuatan misalnya diharapkan siswa yang mampu menyebutkan sifat penyebaran perkalian terhadap penjumlahan, akan mampu pula dalam mengaplikasinya. Pendidikan Matematika ~ PGSD 20

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


(8) Pemecahan masalah (problem solving), adalah tipe belajar yang paling tinggi tingkatannya. Sesuatu itu merupakan masalah bagi siswa, siswa tersebut sudah mengetahui konsep prasyaratnya tetapi belum mengetahui proses algoritmanya. PIAGET Teori Belajar Piaget dan Pandangan Konstruktivisme, Teori belajar atau teori perkembangan mental Piaget biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual tersebut dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Misalnya pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerak atau perbuatan. Dalam kaitannya dengan teori belajar konstruktivisme, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak. Selanjutnya, timbul pertanyaan bagaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut? Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akan tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi (Nur, 1998; Poedjiadi, 1999). Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sementara akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga dengan demikian informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988). Akomodasi dapat juga diartikan sebagai proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut (Suparno, 1996). Pandangan dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Dalam hal ini, belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis. Belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki seseorang. Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara Pendidikan Matematika ~ PGSD 21

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor extern sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku. Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kemampuan intelektual manusia terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti: 1. Kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan sistem syaraf manusia karena bertambahnya usia, dari lahir hingga dewasa. 2. Pengalaman (experience), yang terdiri dari: a. Pengalaman fisik, yaitu interaksi manusia dengan objek-objek di lingkungannya; b. Pengalaman logika-matematis, yaitu kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan manusia yang bersangkutan. 3. Transmisi sosial, yaitu interaksi dan kerja sama yang dilakukan manusia dengan manusia lainnya. 4. Penyeimbangan (equilibration), yaitu proses struktur mental (struktur kognitif) manusia kehilangan keseimbangan sebagai akibat dari adanya pengalaman-pengalaman baru, kemudian berusaha untuk mencapai keseimbangan baru dengan melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses di mana informasi dan pengalaman baru diserap atau dimasukkan ke dalam struktur kognitif manusia, sedangkan akomodasi adalah penyesuaian pada struktur kognitif manusia sebagai akibat dari informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman yang baru diserap. Dengan demikian perlu adaptasi. Pemanfaatan teori Piaget dalam pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan dibawah ini: 1. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental dan bukan pada sekedar hasilnya. Di samping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban yang benar. 2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. 3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget menasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. BRUNER

Pendidikan Matematika ~ PGSD

22

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Seperti kita ketahui bahwa Bruner yang terkenal dengan pendekatan penemuannya, membagi perkembangan intelektual anak dalam tiga kategori, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Dengan penjelasan sebagai berikut: a. Tahap enaktif atau tahap kegiatan Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan bendabenda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih dalam gerak reflesk dan coba-coba, belum harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjajarkan, mengutak-atik, dan bentukbentuk gerakan lainnya (serupa dengan tahap sensori motor dari Piaget). b. Tahap ikonik atau tahap gambar bayangan Pada tahap ini anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bayangan mental. Dengan kata lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda real itu telah berlalu dan tidak lagi berada di hadapannya. c. Tahap simbolik Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Apabila ia berjumpa dengan suatu simbol, maka bayangan mental dari simbol itu akan dapat dikenalnya kembali. Pada tahap ini anak akan mampu memahami simbolsimbol dan menjelaskan dengan bahasanya. Sebagai contoh dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 2 kelereng dengan 3 kelereng, kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya). Kemudian kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 2 kelereng dan 3 kelereng yang digabungkan tersebut (dan dihitung banyak kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut). Pada tahap berikutnya siswa akan mampu melakukan penjumlahan itu dengan lambang-lambang bilangan, yaitu: 3 + 2 = 5. Discovery learning dari Jerome Bruner, merupakan pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Pembelajaran menurut Bruner adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi

Pendidikan Matematika ~ PGSD

23

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan, memecahkan, dan menyelesaikan masalah. Bruner mengemukakan 4 dalil yang penting dalam pembelajaran matematika. Keempat dalil tersebut adalah: (1) dalil penyusunan (construction theorem), (2) dalil notasi (notation theorem), (3) dalil pengkontrasan dan keaneka ragaman (contrast and variation theorem) dan (4) dalil pengaitan (connectivity

theorem).
a. Dalil Penyusunan Konsep dalam matematika akan lebih bermakna jika siswa mempelajarinya melalui penyusunan representasi obyek yang dimaksud dan dilakukan secara langsung. Misalnya, jika seorang guru menjelaskan arti 9 (sembilan), maka seyogianya guru meminta siswa untuk menyajikan sebuah himpunan yang jumlah anggotanya sembilan. Bahkan akan lebih baik jika pada kelas-kelas rendah sekolah dasar, guru terlebih dahulu meminta siswa untuk mengambil sendiri sembarang sembilan benda kongkrit yang disenangi siswa. Misalnya, siswa mengambil sembilan buku atau pinsil. Dari beberapa pandangan tentang dalil penyusunan Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan dan teori. Hal ini dapat diperoleh melalui pengalaman dalam melakukan eksperimen atau percobaan yang memungkinkan siswa untuk memahami konsep, prinsip, aturan dan teori itu sendiri. b. Dalil Notasi Dalil notasi menyatakan bahwa dalam pembelajaran atau penyampaian suatu konsep, penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dimulai dari yang sederhana yang secara kognitif dapat lebih dipahami oleh para siswa sampai kepada yang makin kompleks notasinya. Penggunaan notasi yang tepat akan mempermudah ditemukannya berbagai prinsip matematika dan juga mempermudah pengembangan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur dalam matematika. Misalkan tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambahkan 3 akan menjadi 8, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam bentuk ... + 3 = 8 , selanjutnya untuk siswa yang tingkat perkembanganya sudah lebih matang dapat direpresentasikan dalam bentuk x + 3 = 8 . c. Dalil Pengkontrasan dan Variasi Dalil ini mengatakan bahwa prosedur penyajian suatu konsep dari yang konkret ke yang lebih abstrak harus dilakukan dengan kegiatan Pendidikan Matematika ~ PGSD 24

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


pengkontrasan dan beranekaragam. Dalam pembelajaran matematika hampir semua konsepnya mempunyai sedikit arti bagi para siswa, sebelum mereka pertentangkan (dikontraskan) dengan konsep-konsep lainnya. Misalnya dalam menyampaikan konsep persegi panjang, siswa harus diberikan contoh persegi, belah ketupat, jajar genjang dan lain-lain. Dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang suatu konsep akan lebih baik jika konsep tersebut dijelaskan dengan menggunakan contoh yang bervariasi. Dengan demikian sifat atau ciri-ciri konsep tertentu itu akan dipahami dengan baik oleh siswa. Misalnya dalam menyampaikan konsep persegi panjang, alangkah lebik baiknya ditampilkan persegi panjang dengan berbagai variasi dari mulai perbedaan panjang dan lebarnya mencolok, sampai ukuran panjang dan lebanya hampir sama. d. Dalil Pengaitan Materi dalam pelajaran matematika dikenal dengan hirarki yang sangat ketat. Suatu topik akan menjadi sulit dipahami oleh siswa manakala belum menguasai materi prasarat yang dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain, satu topik dengan topik yang lain dan satu teori dengan teori yang lain sangat erat. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa siswa harus diberi kesempatan sebanyak-banyaknya dalam melihat atau mengkaji kaitan antara suatu topik dengan topik yang lain atau satu konsep dengan konsep yang lain yang dipelajarinya. Perhatikan contoh berikut yang mengkaji kaitan antar hirarki dan konsep dalam pembelajaran topik fungsi linier. Pada tingkat sekolah dasar topik ini diperkenalkan melalui lambang yang sederhana yang anak-anak sudah kenal, yaitu misalnya = 5 + 3. Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), pembelajaran topik ini, bukan lagi dengan simbol seperti di atas, akan tetapi sudah dapat diajarkan dengan bentuk y = 5x + 3, di mana x {, -3, -2, -1, 0, , 2, 3, }. Sedangkan pada tingkat Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), topik tersebut ditulis atau diajarkan dalam bentuk f(x) = 5x + 3, x adalah bilangan nyata (real). Untuk mengajarkannya pada tingkat Perguruan Tinggi (PT), tentu lebih mendalam lagi, yaitu menggunakan istilah daerah definisi dan daerah hasil fungsi yang ditulis dalam bentuk simbol yang lebih abstrak dan universal, yaitu f (x) = 5x + 3, x R. Dalil pengaitan yang dikemukakan oleh Bruner erat kaitannya dengan apa disebut mathematical connection dalam curriculum and evaluation standard for school mathematics. Di dalam kurikulum tersebut, ditekankan kepada siswa agar mampu mengkaji Pendidikan Matematika ~ PGSD 25

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


dan menerapkan kaitan antara topik-topik matematika dan aplikasinya. Implikasi dari pernyataan tersebut adalah agar siswa dapat: (1) memahami representasi keekivalenan konsep yang sama, (2) menghubungkan prosedur satu representasi ke representasi lain yang ekivalen, (3) menggunakan dan menghargai kaitan antara topik matematika, dan (4) menggunakan dan menghargai kaitan matematika dengan disiplin ilmu yang lain. Pada akhirnya Bruner menunjukkan beberapa keutamaan tentang pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan. Keutamaan pertama adalah pengetahuan bertahan lama dan lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan cara lain. Selain itu, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain konsep atau prinsip yang menjadi milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru. Secara menyeluruh, belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan siswa untuk berpikir secara bebas. Akibat dari keunggulan belajar penemuan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa teori belajar penemuan dapat membantu siswa dalam mempercepat proses keingintahuan suatu konsep atau prinsip tertentu.

VYGOTSKY Vygotsky menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran dengan berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor yang terpenting dalam mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Interaksi dengan orang lain akan memberikan rangsang dan bantuan bagi seseorang untuk berkembang. Misalnya seorang anak belajar berbicara sebagai akibat dari interaksi anak itu dengan orang-orang disekelilingnya, terutama orang yang lebih dewasa. Vygotsky juga berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dengan suasana lingkungan yang mendukung, dalam bimbingan atau pendampingan seorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya guru. Menurut Vygotsky, setiap anak mempunyai apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proxcimal development), yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai jarak atau selisih antara tingkat perkembangan si anak yang aktual, yaitu tingkat yang ditandai dengan kemampuan si anak untuk menyelesaikan soal-soal tertentu secara Pendidikan Matematika ~ PGSD 26

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


independent dengan tingkat perkembangan potesial yang lebih tinggi, yang bisa dicapai oleh si anak jika ia mendapat bimbingan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten. Memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya disebut dengan istilah scaffolding atau dukungan dinamis. Bentuk dari bantuan itu berupa petunjuk, penguraian langkah penyelesaian, peringatan, dorongan, pemberian contoh, atau segala sesuatu yang bisa mengakibatkan siswa mandiri. Kemudian fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan/kerja sama antarsiswa sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap. VAN HIELE Suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui para siswa dalam mempelajari geometri. Teori yang dikemukakan yaitu dalam mempelajari geometri, para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui: 1. Tingkat Visualisasi Disebut dengan tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan, ssuatu yang holistik. Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama suatu bangun tetapi siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. 2. Tingkat Analisis Disebut dengan tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. 3. Tingkat Abstraksi Disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional.. pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami hubungan antara ciri yang satu dan ciri yang lain pada suatu bangun. Pada tingkat ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan dengan bangun yang lainnya. 4. Tingkat Deduksi Formal Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian pangkat, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan teorema-teorema pada geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun buktiPendidikan Matematika ~ PGSD 27

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


bukti secara formal, dengan kata lain siswa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut. 5. Tingkat Rigor Disebut dengan tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri. Tentang teori belajar Van Hiele dalam pembelajaran matematika, secara singkat dapat kita garisbawahi tentang hal-hal berikut: 1. Perlu ada kombinasi yang baik antara waktu, materi, dan metode yang digunakan pada tahap tertentu untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa ke tahap yang lebih tinggi. 2. Dua orang yang tahap berpikirnya berbeda dan bertukar pikiran, maka satu sama lainnya tidak akan mengerti. Misalnya, siswa tidak mengerti apa yang dikatakan gurunya bahwa jajaragenjang adalah trapesium. Siswa tidak mengerti mengapa gurunya harus menunjukkan bahwa sudut alas segitiga samakaki sama besarnya. Pada kedua contoh di atas, gurunya sering juga tidak mengerti mengapa siswa itu tidak mengerti. DIENESS o Dengan prinsipnya yang disebut penyajian beragam, Dienes menyatakan bahwa kesiapan siswa untuk mempelajari konsep-konsep matematika itu dapat dipercepat. Menurut Dienes, agar anak bisa memahai konsep-konsep matematika maka haruslah diajrkan secara berurutan mulai dari konsep murni, konsep notasi, dan berakhir dengan konsep terapan. Konsep murni matematika adalah ide-ide matematika mengenai pengelompokkan bilangan dan relasi antara bilangan-bilangan, misalnya delapan, 10, XII adalah konsep bilangan genap yang disajikan dengan konsep yang berbeda. Konsep notasi matematika adalah sifat-sifat bilangan sebagai akibat langsung dari cara bilangan itu disajikan, misalnya 249 artinya 2 ratusan, 4 puluhan, ditambah 9 satuan adalah akibat dari notasi posisi yang menentukan besarnya bilangan. Konsep terapan matematika adalah penggunaan konsep murni dan konsep notasi matematika untuk memecahkan masalah matematika, keliling, luas, dan isi adalah konsep terapan matematika yang disampaikan setelah siswa memahami konsep murni dan konsep notasi. Pendidikan Matematika ~ PGSD 28

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


o Dienes mengemukankan bahwa konsep-konsep matematika itu akan lebih berhasil dipelajari bila melalui tahapan tertentu. Tahapan belajar menurut Dienes itu ada enam tahapan berurutan, yaitu: a. Tahap 1 Bermain Bebas. Pada tahap awal ini siswa bermain bebas tanpa diarahkan dengan menggunakan benda-benda matematika konkret. Siswa belajar konsep matematika dengan memanipulasi benda-benda konkret, tugas guru adalah menyediakan benda-benda konkret yang bisa menyajikan konsepkonsep matematika. Di sini siswa pertama kali mengalami banyak komponen konsep melalui interaksi dengan lingkungan belajar yang berisi penyajian konkret dari konsep. Siswa membentuk mental dan sikap sebagai persiapan memahami struktur matematika dari konsep. b. Tahap 2 Permainan. Pada tahap kedua ini siswa mulai mengamati pola dan keteraturan yang terdalam dalam konsep. Mereka akan memperhatikan bahwa ada aturanaturan tertentu yang terdapat dalam suatu konsep tertentu, tetapi tidak terdapat dalam konsep-konsep lainnya. Dengan berbagai permainan untuk penyajian konsep-konsep yang berbeda, akan menolong anak untuk bersifat logis dan matematis dalam mempelajari konsep-konsep tersebut. c. Tahap 3 Penelaahan Kesamaan Sifat. Pada tahap ini siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifatsifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Dalam hal ini guru perlu mengarahkan siswa dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain, sementara itu siswa mulai mulai belajar membuat abstraksi tentang pola, keteraturan, sifat-sifat bersama yang dimiliki dari model-model yang disajikan. d. Tahap 4 Representasi. Pada tahap ini siswa mulai membuat pernyataan atau representasi tentang sifat-sifat kesamaan suatu konsep matematika yang diperoleh pada tahap penelaahan kesamaan sifat (tahap kesamaan sifat). Representasi ini dapat dalam bentuk gambar, diagram, atau verbal. e. Tahap 5 Simbolisasi. Pada tahap ini siswa sudah mampu memahami sekaligus menciptakan simbol matematika atau rumusan verbal yang cocok untuk menyatakan konsep yang represenatsinya sudah diketahui pada tahap sebelumnya. f. Tahap 6 Formalisasi. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari belajar konsep menurut Dienes. Pada tahap ini siswa belajar mengorganisasikan konsep-konsep Pendidikan Matematika ~ PGSD 29

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


mmbentuk secara formal, dan harus sampai pada pemahaman aksioma, sifat, aturan, dalil menjadi struktur dalam sistem yang dibahas. Dalam tahap ini siswa tidak hanya sekedar mampu merumuskan teorema serta membuktikannya, tetapi harus sampai pada suatu sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lain. o Tentang teori belajar Dienes dalam pembelajaran matematika, secara singkat dapat kita garisbawahi tentang hal-hal berikut: 1. Dalam proses pembelajaran matematika kita harus memperhatikan tahapan siswa memahami konsep, yaitu tahap bemain bebas, permainan, penelaahan kesamaan sifat, representasi, penyimpulan, dan pemformalan. 2. Dalam menyampaikan materi pelajaran matematika supaya digunakan alat peraga atau model dan pengajarannya harus beranekaragam serta sesuai sesuai dengan konsep yang akan ditanamkan. BROWNELL DAN VAN ENGEN Menurut William Brownell bahwa belajar itu pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna, ia mengemukakan bahwa belajar matematika itu harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Lebih khusus lagi Brownell mengemukakan apa yang disebut dengan meaning theory (teori makna) sebagai alternatif dari drill theory (teori latihan hafal). Menurut teori makna, anak itu harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya dan anak harus tahu makna dari simbol simbol yang ditulis serta kata yang diucapkan. Teori makna mengakui perlunya drill dalam pembelajaran matematika bahkan dianjurkan jika memang drill itu diperlukan. Jadi, drill itu penting akan tetapi drill dilakukan apabila suatu konsep, prinsip atau proses telah dipahami oleh siswa. Van Engen seorang penganut teori makna mengatakan bahwa dalam situasi yang bermakna selalu terdapat tiga unsur, yaitu: 1. Ada suatu kejadian, benda, dan tindakan. 2. Adanya simbol (lambang/notasi/gambar) yang digunakan sebagai pernyataan yang mewakili unsur pertama di atas. 3. Adanya individu yang menafsirkan simbol-simbol yang mengacu kepada unsur pertama di atas.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

30

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Pembelajaran Matematika Kontekstual

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam suatu pembelajaran yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut. Dasar dari objek pembelajaran matematika yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan skill yang pada umumnya bersifat abstrak, sehingga perlu dipilih strategi pembelajaran sedemikian hingga sehingga terdapat keselarasan antara pembelajaran untuk menanamkan konsep, pemahaman konsep, dan pembelajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal berupa pemecahan masalah. Dengan demikian, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dari hal yang mudah beranjak ke hal yang sukar, dan dari hal yang sederhana beranjak ke hal yang kompleks. Kemudian, mengacu pada Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, ini jelas tersirat bahwa kita di dalam setiap kesempatan pembelajaran hendaknya memulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), sejalan dengan itu maka pembelajaran kontekstual (contextual learning) perlu mendapatkan perhatian yang optimal untuk dapat diterapkan dalam suatu pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran kontekstual, asumsi bahwa belajar adalah mempresentasikan suatu konsep yang mengkaitkan substansi mata pelajaran (materi) yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau cara siswa belajar, konteks ini memberikan arti, relevansi, dan manfaat penuh terhadap belajar. Kemudian bilamana siswa mempelajari sesuatu yang berarti dan pada kondisi terbaiknya akan dikatakan bahwa siswa belajar materi pelajaran bermakna dalam kehidupannya, dan akan bertambah berarti jika siswa belajar materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan mereka menemukan arti mendalam di dalam proses pembelajaran, sehingga akan menjadi lebih berati dan menyenangkan. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata sehingga pemahaman, relevansi, dan 31

Pendidikan Matematika ~ PGSD

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


penilaian pribadi dimana seorang siswa merasa berkepentingan dengan isi materi pelajaran yang harus dipelajarinya, kemudian siswa merasa mengerti manfaat serta butuh akan manfaat dari isi pembelajaran yang dilaksanakannya dan berkepentingan untuk belajar demi kehidupan di masa mendatang. Hal ini sangat sesuai dengan salah satu standar kompetensi lulusan mata pelajaran matematika yang tertuang dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006 yaitu siswa memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan. Jadi, Pembelajaran matematika kontesktual harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk merasakan makna dan kegunaan matematika yang memungkinkan mereka mengkonstruksi kembali ide dan konsep matematika berdasarkan pengalaman interaksi mereka dengan lingkungan. Konteks adalah situasi di mana soal atau permasalahan ditempatkan, dan dari sana siswa dapat melakukan aktifitas matematika, melatih dan menerapkan pengetahuan matematika mereka. Pada dasarnya, ilmu matematika yang kita pelajari dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengkonkretkan ilmu matematika yang bersifat abstrak tersebut, siswa diharapkan dapat memahami materi dengan baik. Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada konsep pemahaman dibanding hafalan. Kegiatan pembelajaran lebih hidup, dimana siswa lebih aktif dalam belajar, lebih berpikir kritis, atau lebih giat mengerjakan proyek dan pemecahan masalah. Dengan demikian pembelajaran kontekstual bisa menjadikan kegiatan pembelajaran lebih menarik, bermakna, dan mempermudah mempelajari matematika, sehingga siswa tidak akan takut atau benci lagi dengan pelajaran matematika. Motto => Student learn best by actively constructing their own understanding. Implementasi contextual learning untuk bidang studi matematika tingkat sekolah dasar diantaranya adalah sebagai berikut:

Pendidikan Matematika ~ PGSD

32

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Pembelajaran Kooperatif
Pengertian Pembelajaran Kooperatif: Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada model pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Adapun pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari suatu tertentu. Setiap individu siswa memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena perbedaan itu, siwa diharapkan saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdasakan). Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Macam-macam Pembelajaran Kooperatif Ada beberapa macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin (2008), yaitu: Student Teams Achievement Division (STAD) Group Investigation (GI) Jigsaw Structural Approach Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), dan Team Accelerated Instruction (TAI). Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (Arends, 1997: 110-111). o Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan siswa dalam kelas. o Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu: Struktur tujuan individualistik, Struktur tujuan kompetitif, dan Struktur tujuan kooperatif. Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

33

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Ciri-ciri dan Tahapan pada Pembelajaran Kooperatif Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar, kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda, penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran. 2. Menyampaikan informasi. 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. 4. Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok. 5. Evaluasi atau memberikan umpan balik. 6. Memberikan penghargaan. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial yakni sebagai berikut: Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam berbagai keterampilan, seperti: keterampilan sosial, keterampilan berbagi, keterampilan berperan serta, keterampilan komunikasi, keterampilan kelompok atau pembangunan tim.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

34

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Perbedaan pembelajaran kooperatif dan kelompok Belajar Kooperatif Memiliki beragam model dan teknik Belajar Kelompok Hanya memiliki satu model, yaitu beberapa siswa bergabung dalam satu kelompok

Memiliki stuktur, jumlah serta teknik Memiliki satu cara, yaitu tertentu menyelesaikan tugas tertentu secara bersama-sama Mengaktifkan semua anggota Menimbulkan gejala ketergantungan kelompok untuk berperan serta dalam antar anggota kelompok penyelesaian tugas tertentu Menggalang potensi antara anggotanya sosialisasi di Sangat bergantung dari niat baik setiap anggota kelompok

Pendidikan Matematika ~ PGSD

35

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Pembelajaran Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
Trend pendidikan matematika yang berkembang dewasa ini dan paradigma baru dalam pendidikan matematika di Indonesia menuntun kita kepada sebuah strategi pembelajaran yang diterapkan dalam Pembelajaran Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). A. Pembelajaran Aktif dalam Matematika Pembelajaran aktif atau yang akrab kita kenal dengan istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL), sebenarnya dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia bukan merupakan barang baru. CBSA sendiri tidak mudah didefinisikan secara tegas, sebab bukankah belajar itu sendiri wujud dari keaktifan siswa, walaupun derajat keaktifan siswa tidak sama. Keaktifan dalam pembelajaran aktif lebih mengacu pada keaktifan mental meskipun ada juga yang diwujudkan dengan keaktifan fisik. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang

mengetahui, akibatnya tidak dapat ditransfer atau ditransformasi kepada penerima yang pasif baik fisik maupun mental. Dengan demikian, seorang siswa akan dapat memahami matematika hanya apabila siswa tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuan yang ada pada dirinya melalui pengalamannya dengan lingkungan. Salah satu hakikat belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Perubahan itu akan menjadi optimal jika dan hanya jika perubahan itu memang dikehendaki oleh yang belajar dan bermakna bagi yang belajar. Dengan kata lain proses aktif dari orang yang belajar dalam rangka tujuan tertentu merupakan faktor sangat penting, dengan demikian maka belajar aktif akan memberikan hasil yang lebih bermakna bagi tercapainya tujuan dan tingkat kualitas hasil belajar tersebut.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

36

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Dalam pembelajaran aktif, siswa lebih berpartisipasi aktif secara mental dan fisik sedemikian sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih dominan daripada kegiatan guru dalam memfasilitasi kegiatan belajar siswa (mengajar). Perlu diperhatikan bahwa pembelajaran aktif bukan merupakan konsep yang memisahkan antara belajar aktif dan belajar pasif, karena derajat aktif itu mempunyai rentang dari yang sangat rendah sampai dengan sangat tinggi. Tetapi secara operasional aktivitas dalam pembelajaran matematika dapat kita cantumkan sebagai berikut: 1. Aktivitas guru: a. Memantau kegiatan belajar siswa b. Memberi umpan balik c. Mengajukan pertanyaan yang menantang d. Mempertanyakan gagasan siswa 2. Aktivitas siswa: a. Bertanya b. Mengemukakan gagasan c. Mempertanyakan gagasan orang lain. B. Pembelajaran Matematika yang Kreatif Pembelajaran kreatif lebih ditekankan kepada kreativitas guru disamping tentunya perlu diimbangi oleh kreativitas siswa. Bagaiman guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran matematika ini mampu memfasilitasi proses belajar-mengajar sehingga memberi suasana yang kondusif untuk siswa belajar. Guru, tentunya dengan bermodalkan pengetahuan dan

pengalamannya, serta mau terus belajar, mengamati, dan berkreasi dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, maka tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan baik.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

37

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Berikut ini adalah kiat-kiat dari National Effektive Teaching Institute (NETI) yang dimaksudkan untuk bagaimana seorang guru secara kreatif

menciptakan efektivitas pembelajarannya: 1. Pahamilah apa yang sedang anda bicarakan! 2. Ajarilah dan kedepankan dengan contoh! 3. Hargailah siswa anda! 4. Berilah selalu motivasi siswa anda! 5. Konstruksikan selalu tujuan pembelajaran yang akan anda laksanakan! 6. Ajarilah siswa problem solving skill! 7. Katakanlah dan perlihatkan! 8. Baca dan baca terus model-model pembelajaran! 9. Konstruksikan tes yang valid! Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajarannya untuk meningkatkan taraf kreativitas adalah senagai berikut: 1. Kreativitas guru: a. Mengembangkan kegiatan yang bervariasi b. Memberikan alat bantu belajar yang sederhana c. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. 2. Kreativitas siswa: a. Merancang atau membuat sesuatu b. Menulis, merangkum atau membuat soal sendiri. C. Pembelajaran Matematika yang Efektif Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa cooperatif learning sebagai suatu pendekatan dalam strategi pembelajaran efektif. Pada pembelajaran matematika di kelas, belajar matematika dengan pendekatan kooperatif adalah kelompok kerja yang kooperatif yang lebih dari sekedar kompetitif. Pada kegiatan ini sekelompok siswa belajar dengan pasti atau mendiskusikan tugas-tugas matematika yang diberikan gurunya, saling

Pendidikan Matematika ~ PGSD

38

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


membantu menyelesaikan tugas atau menyalesaikan masalah matematika. Menurut Slavin, yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif adalah jika seseorang menghendaki sukses sebagai suatu tim, maka mereka harus memberi semangat kepada anggota tim yang lain agar menyempurnakan pemahamannya dan akan membantu mereka untuk berbuat. Pembelajaran bermakna sebagai suatu pembelajaran efektif. Pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi dimana seorang siswa berkepentingan dengan isi materi pelajaran yang harus dipelajarinya, pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau dengan kata lain siswa mengerti manfaat isi pembelajaran, sehingga merasa berkepentingan untuk belajar demi kehidupan di masa mendatang. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu pembelajaran efektif. Belajarmengajar kontekstual, asumsi bahwa belajar adalah mempresentasikan suatu konsep yang mengkaitkan mata pelajaran atau materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar.

Center

for

Occupational Research and Development (CORD) menyampaikan lima


strategi bagi pendidikan dalam rangka penerapan belajar dan mengajar kontekstual, yakni sebagai berikut: 1. Relating: Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupannya. 2. Experiencing: Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi),

penemuan (discovery), dan penciptaan (invention). 3. Applying: Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatan. 4. Cooperating: Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, dan pemakaian bersama, dan sebagainya. 5. Transfering: Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

39

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


D. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan Salah satu hambatan dalam pembejaran matematika adalah bahwa banyak siswa yang tidak tertarik pada matematika itu sendiri. Dengan adanya motivasi yang baik, siswa akan lebih mudah dan senang belajar matematika. Pemberian motivasi merupakan suatu hal yang dominan agar pembelajaran matematika menyenangkan. Motivasi dalam pembelajaran matematika adalah usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga siswa terdorong untuk belajar lebih baik dan mempengaruhi siswa sehingga pada diri siswa timbul dorongan untuk belajar, sehingga diperoleh pengertian, pengetahuan, sikap dan penguasaan kecakapan, agar lebih dapat mengatasi kesulitan-kesulitan. Sehubungan dengan betapa pentingnya pembangkitan motivasi dalam pembelajaran matematika, maka pendekatan Santun, Terbuka, dan Komunikatif (SANI) adalah suatu pendekatan kultural yang merupakan alternatif dalam membangkitkan motivasi, dalam usaha mengajak siswa menjadi senang belajar dan menjadikan suasana belajar menuju ke pembelajaran matematika yang menyenangkan, dimana pada hakikatnya pembelajaran adalah suatu aktivitas sosial antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa oleh karena itu suasana yang hangat, menyenangkan, terbuka harus diciptakan agar siswa senang belajar matematika. Anggapan umum bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sukar dan menjemukan harus secara sistematis dihilangkan dengan jalan meramu pembelajaran matematika dengan strategi yang bervariatif, diantaranya ditunjukkan bahwa pembelajaran matematika dapat

dilangsungkan di luar kelas atau dapat berupa teka-teki maupun permainan sehingga kita dapat berekreasi dengan matematika.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

40

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Pendekatan Model Pembelajaran Matematika Model pembelajaran adalah kerangka kerja konseptual tentang pembelajaran. Untuk menjadikan suatu pembelajaran matematika yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, disamping kita harus menguasai materi matematika yang akan kita sampaikan, kita juga harus mempersiapkan atau membuat suatu rancangan pembelajaran matematika dengan memperhatikan teori belajarmengajar matematika dan hakikat matematika dalam bentuk model-model pembelajaran yang memungkinkan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa matematika memiliki objek langsung dan tak langsung. Pada objek langsung, belajar matematika itu hakikatnya adalah penanaman penalaran dan pembinaan keterampilan dari konsepkonsep. Suatu pembelajaran matematika dalam rangka yang transformasi dapat

pengetahuan,

maka

konsep-konsep

matematika

tersusun

dikelompokkan ke dalam tiga jenis konsep, yaitu konsep dasar, konsep yang berkembang dari konsep dasar, dan konsep yang harus dibina

keterampilannya. 1. Konsep dasar. Konsep dasar dalam pembelajaran matematika merupakan materi-materi atau bahan-bahan dari skumpulan bahasan atau semesta bahasan, dan umumnya merupakan materi baru bagi para siswa yang mempelajarinya. Konsep-konsep dasar ini merupakan yang pertama kali dipelajari oleh para siswa dari sejumlah konsep yang diberikan. Oleh karena itu setelah konsep dasar ini ditanamkan maka konsep dasar ini akan menjadi prasyarat dalam memahami konsep-konsep berikutnya. 2. Konsep yang berkembang. Konsep yang berkembang dari konsep dasar merupakan penerapan dari konsep-konsep dasar. Konsep yang berkembang ini merupakan kelanjutan dari konsep dasar dan dalam mempelajarinya memerlukan pengetahuan dan penguasaan tentang konsep dasar, dengan kata lain konsep jenis ini akan mudah dipahami oleh para siswa apabila mereka telah menguasai konsep prasyaratnya, yaitu konsep dasarnya. Pendidikan Matematika ~ PGSD 41

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


3. Konsep yang harus dibina keterampilannya. Konsep dasar dan konsep berkembang termasuk ke dalam konsep ini, dan konsep ini perlu mendapatkan perhatian dan pembinaan dari guru sehingga para siswa mempunyai keterampilan dalan menerapkan konsep dasar dan konsep berkembang. Dengan perhatian dan pembinaan, diharapakan pembelajaran matematika dapat mengkaji isu-isu tentang kurangnya keterampilan berhitung. Untuk lebih konkretnya, berikut adalah satu contoh dalam membedakan ketiga konsep di atas: Dalam bahan pelajaran kelas 1 SD, tentang penjumlahan meliputi: a. Menjumlah dua bilangan satu angka dengan hasil sampai dengan lima b. Mengenal sifat pertukaran pada penjumlahan c. Menentukan pasangan bilangan yang jumlahnya diketahui d. Menyelesaikan soal cerita sederhana Keempat bagian dari bahan pelajaran merupakan sekumpulan bahasan yang harus dipelajari oleh siswa. Untuk memudahkan dalam pembelajaran, kita harus memilah-milahnya sehingga terurut berdasakan konsep: Konsep dasar, sekumpulan bahasannya adalah meliputi operasi hitung penjumlahan (pada bilangan 1 sampai dengan 5), termasuk ke dalam konsep dasar adalah: Mengenal atau mengetahui bilangan 1, 2, 3, 4, dan 5; Mengenal istilah atau pengertian penjumlahan; Mengenal lambang penjumlahan adalah +. Konsep-konsep tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat

matematika seperti 1+2=3, 2+3=5, dan semacamnya dengan hasil tidak lebih dari 5. Dalam kalimat matematika ini, siswa belajar tentang bagianbagian dari kalimat matematika tersebut yang meliputi bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, dan 5, lambang untuk penjumlahan adalah +, lambang untuk sama dengan adalah =, yang kesemuanya merupakan fakta-fakta penunjang pemahaman konsep dasar penjumlahan. Konsep yang berkembang dari konsep dasar, diantaranya adalah: Pendidikan Matematika ~ PGSD 42

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Pengenalan tentang sifat pertukaran pada penjumlahan, misalnya 2+1=1+2. Nama dari sifat tidak untuk diperkenalkan akan tetapi siswa mampu untuk memahami konsep bahwa dalam penjumlahan dua bilangan jumlahnya akan sama walaupun bertukar tempat. Menentukan pasangan bilangan yang jumlahnya diketahui dan tidak lebih dari 5, adalah bagian dari konsep yang berkembang dari faktafakta dasar pada operasi hitung penjumlahan, yaitu 1+4=5, 2+...=5, ...+2=5, ...+...=5. Konsep yang harus dibina keterampilannya, agar siswa terampil dalam menampilkan sekumpulan bahasan tersebut, siswa harus memahami bahwa yang dipelajari sebelumnya merupakan kesatuan yang harus dipahami kemudian perlu latihan untuk membina keterampilannya dalam bentuk menyelesaikan soal-soal cerita sederhana yang melibatkan

penjumlahan bilangan 1 sampai dengan 5. Misalnya: Tian mempunyai dua permen . ia membeli lagi 3 permen. Berapakah banyaknya permen Tian sekarang?

Rancangan Model-model Pendekatan Pembelajaran Matematika

Hakikat Matematika

Hakikat Anak Didik

Model Pembelajaran Matematika

Kurikulum Matematika

Teori Belajar Matematika

Pendidikan Matematika ~ PGSD

43

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Hakikat matematika, mulai dari pengertian matematika, matematika sebagai ilmu deduktif, matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu, sampai dengan karakteristik matematika perlu dipahami oleh calon guru atau guru matematika agar memiliki wawasan yang luas tentang matematika dan mampu memilih strategi belajar-mengajar matematika secara tepat dan dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Teori-teori belajar matematika, merupakan strategi terhadap pemahaman matematika sehingga dalam kegiatan pembelajaran baik siswa maupun guru akan dapat berinteraksi secara maksimal sesuai dengan kebutuhan pembelajaran matematika yang diharapkan, terlebih lagi kemampuan siswa yang relatif beragam dan berbeda dengan kemampuan orang dewasa. Sebagai subjek balajar, siswa tidak diperkenankan untuk dijadikan objek dalam suatu pembelajaran, melainkan guru harus memahami karakteristik siswa sebagai subjek belajar yang harus terfasilitasi kegiatan belajarnya, termotivasi secara maksimal kegiatan belajarnya, dan terpenuhi oleh media-media dalam kegiatan pembelajarannya. Sebuah strategi pembelajaran dapat dikemas atau dipersiapkan dari awal dengan pertimbangan kurikulum (garis-garis besar program pengajaran), sehingga pembelajaran yang akan dilaksanakan memang sesuai dengan ketetapan kurikulum. Jika kita melihat kegiatan belajar-mengajar matematika sehari-hari, maka pada dasarnya kegiatan pembelajaran tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan pokok yang meliputi kegiatan pembelajaran untuk penanaman konsep, kegiatan pembelajaran untuk pemahaman konsep, dan kegiatan pembelajaran untuk pembinaan keterampilan. 1. Kegiatan pembelajaran untuk penanaman konsep Tujuan utama kegiatannya adalah untuk menyampaikan konsep-konsep baru yang umumnya merupakan jenis konsep dasar, kemudian untuk menanamkan konsep baru ini tentunya kita harus memperhatikan kaitannya dengan konsep prasyarat, penggunaan alat bantu pelajaran, disajikan dengan pengkontrasan dan keanekaragaman, memperhatikan kemampuan berpikir siswa, dan berpegang pada hakikat matematika.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

44

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Contoh: Bahan pelajaran (pokok/ sobpokok bahasan): Menjumlahkan dua bilangan satu angka dengan hasil sampai dengan 5. Kelas/ semester: Satu/ Satu Model/ pendekatan pembelajaran: Penanaman konsep Metode: Ekspositori, Tanya jawab, dan Latihan. Rancangan kegiatan: 1) Sebagai apersepsi mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat dari pelajaran matematika yang telah diterima sebelumnya yaitu tentang konsep bilangan, lambang bilangan, dan konsep banyaknya dengan benda-benda konkret, misalnya: Siapa yang bisa menuliskan angka 1? Siapa yang tahu ini angka berapa? (sambil menunjukkan bilangan tertentu) Berapa banyaknya pensil ini? dan lain-lain. 2) Menggabung benda-benda, misalnya secara lisan guru bertanya kepada para siswanya: 1 pensil dan 1 pensil menjadi berapa pensil? 2 permen ditambah 1 permen menjadi berapa permen? dan lain-lain. 3) Menggabung dengan menggunakan gambar-gambar, misalnya: Secara lisan siswa mengucapkan 2 pensil ditambah 1 pensil sada dengan (menjadi) 3 pensil.

3 bendera ditambah 1 bendera sama dengan ... bendera. Pola ini dilatih terus dengan urutan penggabung 1 dan 1, 2 dan 1, 3 dan 1, 4 dan 1, 2 dan 2, 2 dan 3, dan seterusnya. 4) Menggunakan gambar dan lambang bilangannya.

2 bola

1 bola

3 bola

Pola urutan penjumlahannya seperti yang disarankan pada kegiatan (3)

Pendidikan Matematika ~ PGSD

45

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


5) Penjumlahan bilangan yang hasilnya paling banyak = 5 1+1=... 4+1=... 2+1=... 3+1=... 3+1=... 2+1=... 4+1=... 1+1=... dan seterusnya (dalam tahap ini siswa dapat/ diperbolehkan menggunakan bantuan benda-benda konkret seperti kancing, lidi, kerikil, dan lain-lain.) 6) Sama dengan kegiatan (5), hanya saja susunan bilangannya lebih bervariasi. 2+3=... 2+2=... 1+4=... 1+3=... 1+1=... 3+2=... 3+1=... 4+1=... dan seterusnya 7) Untuk lebih memahami konsep, siswa diberikan kegiatan menjumlah bilangan dengan hasil paling banyak sama dengan 5 tanpa menggunakan alat bantu, kegiatan ini dapat pula dilakukan dengan mencongak.

2. Kegiatan pembelajaran untuk pemahaman konsep Merupakan kelanjutan dari model pendekatan penanaman konsep dan lebih menekankan pada siswa supaya menguasai ciri-ciri, sifat-sifat, dan penerapan dari konsep yang telah dipelajari pada tahap penanaman konsep. Dalam pemahaman konsep, siswa perlu mendapat pengalaman yang bervariasi, melakukan penerapan konsep, dan teknik-teknik penerapan konsep. Dalam tahap pemahaman konsep, tentunya harus juga tetap memperhatikan keterkaitan diantara komponen-komponen model

pembelajaran matematika.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

46

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Contoh: Bahan pelajaran (pokok/ sobpokok bahasan): Mengenal sifat pertukaran pada penjumlahan. Kelas/ semester: Satu/ Satu Model/ pendekatan pembelajaran: Pemahaman konsep Metode: Tanya jawab dan Latihan Rancangan kegiatan: 1) Sebagai apersepsi dan sekaligus sebagai langkah awal ke arah pemahaman konsep, guru meminta dan membimbing siswa untuk melengkapi pasangan-pasangan penjumlahan berikut, kemudian membandingkan hasilnya, misalnya: 2+1=... dan 1+2=... apakah 2+1 sama dengan 1+2? 3+1=... dan 1+3=... apakah 3+1 sama dengan 1+3? dan seterusnya. 2) Guru membimbing para siswa untuk melengkapi variasi penjumlahan berikut: 1+2=2+... 2+1=1+... 1+3=3+... 3+1=1+... 1+4=4+... 4+1=1+... dan seterusnya. 3) Untuk mengecek sekaligus melatih pemahaman siswa tentang sifat pertukaran penjumlahan, kita dapat memberika variasi soal lainnya , misalnya untuk PR atau untuk didiskusikan di kelas. 2+...=1+2 ...+2=2+1 1+...=3+1 ...+1=1+4 3+...=2+3 ...+3=3+1 dan seterusnya 4) Kemudian guru bersama-sama siswa menyimpulkan bahwa ternyata untuk setiap dua bilangan hasil penjumlahannya akan tetap walaupun kedua bilangan itu dipertukarkan letaknya/tempatnya. 3. Kegiatan untuk pembinaan keterampilan Bertujuan untuk melatih siswa mengingat dan menerapkan konsep yang sudah tertanam dan dipahami. Dalam merencanakan penyusunan kegiatan ini harus merupakan latihan mengingat konsep dasar, rumus, ketetapan, teorema, dan teknik-teknik penyelesaian dengan berbekalkan pengetahuan pada tahap sebelumnya yaitu penanaman dan pemahaman konsep. Ini berarti siswa harus dapat melakukan tugasnya secara tepat, cepat, dan memberikan hasil yang benar.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

47

STAI Bani Saleh Bekasi 2011


Contoh: Bahan pelajaran (pokok/ sobpokok bahasan): Menyelesaikan soal cerita sederhana. Kelas/ semester: Satu/ Satu Model/ pendekatan pembelajaran: Pembinaan keterampilan Metode: Tanya jawab, dan Latihan Rancangan kegiatan: 1) Dalam menyelesaikan soal cerita ini, apabila sebagian besar siswa belum pandai membaca atau menulis, maka sebaiknya guru membacakan secara lisan soal-soal cerita tersebut. Misalnya: Adi mempunyai 2 buku, Ia membeli lagi 1 buku. Berapaka banyakny buku Adi sekarang? 2) Untuk menyelesaikan soal cerita tersebut ditekankan pada pemahaman soal tersebut, yaitu siswa dengan bimbingan guru harus mampu mengenal apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan bagaimana pengerjaannya atau pengerjaan apa yang diperlukan. Dari contoh soal cerita di atas guru membimbing siswa untuk menentukan: Diketahui : Adi mempunyai 2 buku Adi membeli lagi 1 buku Ditanyakan : banyaknya buku Adi sekarang Jawab : buku Adi sekarang adalah 2+1=3 3) Setelah guru berdiskusi dengan siswa dalam menyelesaikan contoh di atas guru memberikan beberapa soal lagi, dan siswa dengan bimbingan guru diminta menentukan apa-apa yang diketahui, ditanyakan, dan bagaimana jawabannya. Misalnya: Ayu mempunyai 3 apel, diberi lagi 2 apel oleh pamannya, berapa banyaknya apel Ayu sekarang? Diketahui : ... Ditanyakan : ... Jawab : ... Untuk mengecek pemahaman siswa tentang soal cerita yang terkait dengan penjumlahan sampai dengan 5, diberikan beberapa soal latihan kemudian dibimbing dalam kelas dan diberikan juga soal untuk dikerjakan di rumah.

Pendidikan Matematika ~ PGSD

48

Anda mungkin juga menyukai