Pendekatan
Model Pembelajaran
Matematika
Teori Belajar
Kurikulum
Matematika
Matematika
Pengertian Matematika
Pengertian tentang matematika tidak didefinisikan secara tepat dan
menyeluruh. Hal ini mengingat belum ada kesepakatan atau definisi tunggal
tentang matematika. Beberapa pengertian atau ungkapan tentang
matematika hanya dikemukakan berdasarkan siapa pembuat definisi, di mana
dibuat dan berdasarkan sudut pandang apa definisi itu dikemukakan. Berikut
ini beberapa pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli tentang
matematika:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
(R.Soedjali, 1999)
2. Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak
(Keysen dalam The Liang Gie, 1993)
3. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan-
hubungannya (Chanles Echels dalam The Liang Gie, 1993)
4. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak
dan terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri
(James, 1976)
5. Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada
mengenai bunyi (Johnson dan Rising dalam Suherman, 2001)
6. Matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam (Kline dalam Suherman, 2001)
7. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak
dan terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
(James, 1976)
formal, namun dapat saja menjadi sesuatu yang sulit dimengerti atau dipahami
oleh anak yang belum formal taraf berpikirnya. Oleh karena itu, tugas utama
sekolah yang dalam hal ini penyelenggara pembelajaran matematika yakni guru
ialah membantu anak didik mengembangkan kemampuan intelektualnya sesuai
dengan perkembangan intelektual yang dialami oleh anak tersebut kondisikan
anak didik kita sebagai subjek belajar sekaligus sebagai individu yang
berkembang taraf berpikirnya.
Selain karakteristik kemampuan berpikir anak pada setiap tahap
perkembangannya berbeda, anak juga merupakan individu yang relatif berbeda
pula baik dalam hal minat, bakat, kemampuan, kepribadian, dan pengalaman
lingkungannya. Dengan demikian guru sebagai pendidik penyelenggara
pembelajaran harus betul-betul memperhatikan dengan sungguh-sungguh
keadaan dasar anak didiknya, seperti taraf berpikirnya sudah sampai dimana,
kemampuan perkembangannya, keanekaragaman karakternya, dan lain
sebagainya. Selain itu, berbagai strategi pembelajaran dari teori-teori
pembelajaran matematika yang akan digunakan haruslah disesuaikan dengan
kondisi-kondisi tersebut di atas. Kesesuaian ini akan memungkinkan keefektifan
dan keefisienan dari usaha-usaha kita dalam pembelajaran matematika
khususnya untuk anak usia dini.
bentuknya berbeda (yang satu tempatnya tinggi ramping dan yang satu lagi
tempatnya pendek lebar). Dalam keadaan ini anak yang belum memahami
kekekalan zat akan berpendapat bahwa air di dua tempat yang berbeda itu
jumlahnya berbeda pula. Kekekalan zat ini dicapai oleh anak usia 7-8 tahun.
c. Kekekalan panjang
Anak yang belum memahami hukum kekekalan panjang akan mengatakan
bahwa dua utas tali atau kawat yang tadinya sama panjang akan tidak sama
panjang lagi bila satu kawat dikerutkan dan yang satunya lagi tidak
dikerutkan. Ia akan cenderung berpendapat bahwa kawat yang tidak
dikerutkan itu lebih panjang jika dibandingkan dengan kawat yang
dikerutkan. Umumnya usia 8-9 tahun anak baru akan memahami kekekalan
panjang.
d. Kekekalan luas
Umumnya usia 8-9 tahun anak sudah menguasai hukum kekekalan luas.
Misalnya anak akan menyatakan luas A dan B adalah sama.
A B
e. Kekekalan berat
Umumnya usia sekitar 9-10 tahun anak sudah mengerti sekaligus
memahami bahwa berat benda itu tetap walaupun bentuknya, tempatnya,
dan atau penimbangannya berbeda-beda.
f. Kekekalan isi
Umumnya usia sekitar 14-15 tahun anak sudah mengerti sekaligus
memahami bahwa air yang ditumpahkan dari sebuah bak atau gelas yang
penuh adalah sama dengan isi sebuah benda yang ditenggelamkannya.
g. Tingkat pemahaman
Tingkat pemahaman anak usia dini sampai dengan anak SD umumnya
masih terbatas atau mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-
katanya sendiri. Mereka belum bisa membuktikan dalil dengan baik. Apabila
mereka bisa menyebutkan definisi atau dapat membuktikan dalil/teorema
Pendidikan Matematika ~ PGSD 11
STAI Bani Saleh Bekasi 2011
SKINNER
* Menurut Skinner, terkait dengan perkembangan kepribadian seseorang atau
perilaku yang terjadi adalah sebagai akibat dari respons terhadap adanya
kejadian eksternal. Dengan kata lain untuk membentuk kepribadian seseorang
adalah melalui ganjaran dan hukuman.
* Ganjaran atau penguatan dan juga hukuman mempunyai peranan yang amat
penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respons yang sifatnya
menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif,
sementara itu penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan
meningkatnya kemungkinan suatu respons dan lebih mengarah kepada hal-
hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Sedangkan hukuman dalam
belajar itu dibutuhkan jika respons siswa kurang atau tidak diharapkan
sehingga tidak menunjang tujuan pembelajaran, sehingga diharapkan dengan
hukuman akan merubah respons tersebut menjadi lebih baik.
* Penelitian Skinner mengenai teori belajar mengajar, menyatakan beberapa
alasan mengapa banyak siswa meninggalkan sekolah dasar tanpa memiliki
AUSUBEL
David P. Ausubel adalah salah satu pakar dalam bidang pendidikan dan
psikologi yang berpendapat bahwa metode ceramah merupakan metode
pembelajaran yang sangat efektif, apabila dipakai secara tepat.
Berkaitan dengan hasil pembelajaran, Ausubel membedakan antara kegiatan
belajar yang bermakna (meaningful learning) dan kegiatan belajar yang tak
bermakna (rote learning) di mana siswa hanya menghapal apa yang
disampaikan guru tanpa memahami makna atau isi dari apa yang dihapalkan.
Sementara belajar bermakna timbul jika siswa mencoba menghubungkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Menurut Ausubel, metode-metode ekspositoris yang digunakan dalam proses
pembelajaran akan sangat efektif dalam menghasilkan kegiatan belajar yang
bermakna apabila dipenuhi dua syarat berikut:
1. Syarat pertama, siswa memiliki meaningful learning set yaitu sikap mental
yang mendukung terjadinya kegiatan belajar yang bermakna. Contoh sikap
mental semacam ini adalah siswa betul-betul mempunyai keinginan yang
kuat untuk memahami hal-hal yang akan dipelajari, dan berusaha untuk
mengaitkan hal-hal baru yang dipelajari dengan hal-hal lama yang telah
diketahui yang kiranya relevan.
2. Syarat kedua, materi yang akan dipelajari atau tugas yang akan dikerjakan
(learning task) adalah materi atau tugas yang bermakna bagi siswa.
Artinya, materi atau tugas terkait dengan struktur kognitif yang pada saat
itu telah dimiliki siswa sehingga dengan demikian bisa mengasimilasikan
GAGNE
* Menurut Gagne ada dua objek dalam pembelajaran matematika. Ada objek
langsung dan objek tak langsung. Objek langsung pada matematika meliputi
fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Sedangkan objek tidak langsung
pada matematika mencakup kemampuan berpikir logis, berpikir analitis,
ketekunan, ketelitian menyelidiki, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap
positis, dan tahu bagaimana semestinya belajar.
* Penjelasan tentang objek-objek langsung, yaitu:
1. Fakta-fakta matematika adalah konvensi atau kesepakatan matematika
yang dimasukkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di
dalam matematika. Seperti kesepakatan lambang bilangan, kesepakatan
bahwa dalam garis bilangan ke arah kanan semakin besar bilangannya
sedangkan ke kiri bilangannya semakin kecil.
2. Keterampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan
prosedur-prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan
suatu proses untuk mencari atau memperoleh sesuatu hasil tertentu.
Contoh: operasi penjumlahan dua bilangan, proses mencari KPK dan FPB.
3. Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk
mengklasifikasikan apakah suatu objek tertentu merupakan contoh atau
bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Suatu konsep yang berada dalam
lingkup matematika disebut konsep matematika. Contoh: bilangan cacah,
bilangan prima, segitiga, persegi panjang, persamaan, pertidaksamaan.
4. Prinsip adalah suatu pernyataan yang bernilai benar, yang memuat dua
konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep
tersebut. Contoh: pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat sisi miring sama
dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi tegaknya.
* Menurut Gagne, kegiatan belajar terdiri atas empat fase yang terjadi secara
berurutan yakni:
1. Fase aprehensi. Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang
terkait dengan kegiatan belajar yang akan ia lakukan. Dalam pelajaran
matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi pelajaran yang terletak
pada halaman sebuah buku, sebuah soal yang diberikan oleh guru,
seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep tertentu.
Pada fase ini siswa mencermati stimulus tersebut, kemudian mencermati
ciri-ciri dari stimulus tersebut, serta mengamati hal-hal yang dianggap
menarik atau penting.
2. Fase akuisisi. Pada fase ini siswa melakukan akuisisi (pemerolehan,
penyerapan, atau internalisasi) terhadap berbagai fakta, keterampilan,
konsep atau prinsip yang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.
3. Fase penyimpanan. Pada fase ini siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan
belajar yang telah ia peroleh dalam ingatan jangka pendek ( short-term
memory) dan jangka panjang (long-term memory).
4. Fase pemanggilan. Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali
hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ia peroleh dan telah disimpan
dalam ingatan, baik yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep,
maupun prinsip. Pemanggilan kembali pengetahuan yang telah diperoleh
dilakukan pada saat siswa mengerjakan soal-soal latihan, pada saat
siswa menempuh tes, pada saat siswa tersebut mempelajari bagian
tertentu dari materi pelajaran yang ada kaitannya dengan materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
* Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan
tipe tersebut adalah:
(1) Belajar isyarat (signal), ialah belajar sesuatu yang tidak disengaja atau
tidak disadari sebagai akibat adanya rangsangan. Misalnya sikap positif
dari siswa dalam belajar matematika karena ucapan guru yang
menyenangkan.
(2) Belajar stimulus respons, ialah belajar yang sudah disengaja dan
responsnya adalah jasmaniah. Misalnya siswa menyebutkan bilangan asli
1 sampai dengan 5 yang merupakan respons dari stimulus yang diberikan
gurunya.
(3) Belajar rangkaian gerak (motor chaining), ialah belajar dalam bentuk
perbuatan jasmaniyah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus
respons. Misalnya seorang anak yang menggambar ruas garis melalui dua
titik yang diketahui, diawali dengan mengambil mistar, meletakan mistar
melalui dua titik, menganmbil pensil (alat tulis), dan akhirnya menarik ruas
garis.
(4) Belajar rangkaian verbal (verbal chaining), ialah belajar yang merupakan
perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respons.
Misalnya seorang siswa diminta mendefinisikan persegi panjang,
kemudian dengan rangkaian kata-katanya siswa tersebut berpendapat
tentang definisi persegi panjang.
(5) Belajar membedakan (discrimination learning), ialah belajar memisah-
misahkan rangkaian verbal bervariasi. Misalnya membedakan lambang
bilangan “2” dengan “5”, membedakan garis, ruas garis, dan sinar garis.
(6) Belajar konsep (concept formation), ialah belajar mengenal atau melihat
sifat bersama dari suatu benda atau peristiwa. Misalnya untuk memahami
konsep lingkaran siswa mengamati cincin, gelang, permukaan gelas,
permukaan drum, dan sebagainya.
(7) Belajar aturan (principle formation), ialah belajar dengan memberikan
semua respons terhadap semua stimulus dengan segala macam
perbuatan misalnya diharapkan siswa yang mampu menyebutkan sifat
penyebaran perkalian terhadap penjumlahan, akan mampu pula dalam
mengaplikasinya.
(8) Pemecahan masalah (problem solving), adalah tipe belajar yang paling
tinggi tingkatannya. Sesuatu itu merupakan masalah bagi siswa, siswa
tersebut sudah mengetahui konsep prasyaratnya tetapi belum mengetahui
proses algoritmanya.
PIAGET
Teori Belajar Piaget dan Pandangan Konstruktivisme, Teori belajar atau teori
perkembangan mental Piaget biasa juga disebut teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar yang dikemukakan
oleh Piaget tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang
dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.
Setiap tahap perkembangan intelektual tersebut dilengkapi dengan ciri-ciri
tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Misalnya pada tahap sensori
motor anak berpikir melalui gerak atau perbuatan. Dalam kaitannya dengan
teori belajar konstruktivisme, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis
pertama menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak.
Selanjutnya, timbul pertanyaan bagaimanakah cara anak membangun
pengetahuan tersebut? Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan
tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akan tetapi melalui tindakan.
Perkembangan kognitif anak bahkan bergantung kepada seberapa jauh
mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi (Nur,
1998; Poedjiadi, 1999). Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam
pikiran. Sementara akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran
BRUNER
Seperti kita ketahui bahwa Bruner yang terkenal dengan pendekatan
penemuannya, membagi perkembangan intelektual anak dalam tiga kategori,
yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Tahap enaktif atau tahap kegiatan
Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-
benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada tahap ini
anak masih dalam gerak reflesk dan coba-coba, belum harmonis. Ia
memanipulasikan, menyusun, menjajarkan, mengutak-atik, dan bentuk-
bentuk gerakan lainnya (serupa dengan tahap sensori motor dari Piaget).
b. Tahap ikonik atau tahap gambar bayangan
Pada tahap ini anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan
peristiwa atau benda dalam bayangan mental. Dengan kata lain anak
dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam
pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau dikenalnya
pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda real itu
telah berlalu dan tidak lagi berada di hadapannya.
c. Tahap simbolik
Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental
tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Apabila ia berjumpa dengan
suatu simbol, maka bayangan mental dari simbol itu akan dapat
dikenalnya kembali. Pada tahap ini anak akan mampu memahami simbol-
simbol dan menjelaskan dengan bahasanya.
Sebagai contoh dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah,
pembelajaran akan terjadi optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu
dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 2
kelereng dengan 3 kelereng, kemudian menghitung banyaknya kelereng
semuanya). Kemudian kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan
gambar atau diagram yang mewakili 2 kelereng dan 3 kelereng yang
digabungkan tersebut (dan dihitung banyak kelereng semuanya, dengan
menggunakan gambar atau diagram tersebut). Pada tahap berikutnya siswa
akan mampu melakukan penjumlahan itu dengan lambang-lambang
bilangan, yaitu: 3 + 2 = 5.
Discovery learning dari Jerome Bruner, merupakan pengajaran yang
dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran
dan prinsip-prinsip konstruktivis. Pembelajaran menurut Bruner adalah siswa
VYGOTSKY
Vygotsky menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran dengan
berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan
orang lain merupakan faktor yang terpenting dalam mendorong atau memicu
perkembangan kognitif seseorang. Interaksi dengan orang lain akan
memberikan rangsang dan bantuan bagi seseorang untuk berkembang.
Misalnya seorang anak belajar berbicara sebagai akibat dari interaksi anak itu
dengan orang-orang disekelilingnya, terutama orang yang lebih dewasa.
Vygotsky juga berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien
dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain
dengan suasana lingkungan yang mendukung, dalam bimbingan atau
pendampingan seorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya guru.
Menurut Vygotsky, setiap anak mempunyai apa yang disebut zona
perkembangan proksimal (zone of proxcimal development), yang oleh
Vygotsky didefinisikan sebagai ‘jarak’ atau selisih antara tingkat
perkembangan si anak yang aktual, yaitu tingkat yang ditandai dengan
kemampuan si anak untuk menyelesaikan soal-soal tertentu secara
independent dengan tingkat perkembangan potesial yang lebih tinggi, yang
bisa dicapai oleh si anak jika ia mendapat bimbingan dari seseorang yang
lebih dewasa atau lebih kompeten.
Memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya disebut dengan istilah
scaffolding atau dukungan dinamis. Bentuk dari bantuan itu berupa petunjuk,
penguraian langkah penyelesaian, peringatan, dorongan, pemberian contoh,
atau segala sesuatu yang bisa mengakibatkan siswa mandiri. Kemudian
fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan/kerja
sama antarsiswa sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap.
VAN HIELE
Suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui para siswa dalam
mempelajari geometri. Teori yang dikemukakan yaitu dalam mempelajari
geometri, para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui:
1. Tingkat Visualisasi
Disebut dengan tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang
sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan, ssuatu yang holistik.
Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari
masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini
siswa sudah mengenal nama suatu bangun tetapi siswa belum mengamati
ciri-ciri dari bangun itu.
2. Tingkat Analisis
Disebut dengan tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal
bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing
bangun.
3. Tingkat Abstraksi
Disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional.. pada tingkat ini
siswa sudah bisa memahami hubungan antara ciri yang satu dan ciri yang
lain pada suatu bangun. Pada tingkat ini, siswa juga sudah bisa
memahami hubungan antara bangun yang satu dengan dengan bangun
yang lainnya.
4. Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian
pangkat, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan teorema-teorema pada
geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-
bukti secara formal, dengan kata lain siswa pada tingkat ini siswa sudah
memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu
menggunakan proses berpikir tersebut.
5. Tingkat Rigor
Disebut dengan tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu
melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika
(termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model
yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa
dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.
Tentang teori belajar Van Hiele dalam pembelajaran matematika, secara
singkat dapat kita garisbawahi tentang hal-hal berikut:
1. Perlu ada kombinasi yang baik antara waktu, materi, dan metode yang
digunakan pada tahap tertentu untuk dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa ke tahap yang lebih tinggi.
2. Dua orang yang tahap berpikirnya berbeda dan bertukar pikiran, maka
satu sama lainnya tidak akan mengerti. Misalnya, siswa tidak mengerti
apa yang dikatakan gurunya bahwa jajaragenjang adalah trapesium.
DIENESS
o Dengan prinsipnya yang disebut penyajian beragam, Dienes menyatakan
bahwa kesiapan siswa untuk mempelajari konsep-konsep matematika itu
dapat dipercepat. Menurut Dienes, agar anak bisa memahai konsep-konsep
matematika maka haruslah diajrkan secara berurutan mulai dari konsep
murni, konsep notasi, dan berakhir dengan konsep terapan.
Konsep murni matematika adalah ide-ide matematika mengenai
pengelompokkan bilangan dan relasi antara bilangan-bilangan, misalnya
delapan, 10, XII adalah konsep bilangan genap yang disajikan dengan konsep
yang berbeda. Konsep notasi matematika adalah sifat-sifat bilangan sebagai
akibat langsung dari cara bilangan itu disajikan, misalnya 249 artinya 2
ratusan, 4 puluhan, ditambah 9 satuan adalah akibat dari notasi posisi yang
menentukan besarnya bilangan. Konsep terapan matematika adalah
penggunaan konsep murni dan konsep notasi matematika untuk
memecahkan masalah matematika, keliling, luas, dan isi adalah konsep
terapan matematika yang disampaikan setelah siswa memahami konsep
murni dan konsep notasi.
o Dienes mengemukankan bahwa konsep-konsep matematika itu akan lebih
berhasil dipelajari bila melalui tahapan tertentu. Tahapan belajar menurut
Dienes itu ada enam tahapan berurutan, yaitu:
a. Tahap 1 Bermain Bebas.
Pada tahap awal ini siswa bermain bebas tanpa diarahkan dengan
menggunakan benda-benda matematika konkret. Siswa belajar konsep
matematika dengan memanipulasi benda-benda konkret, tugas guru
adalah menyediakan benda-benda konkret yang bisa menyajikan konsep-
konsep matematika. Di sini siswa pertama kali mengalami banyak
komponen konsep melalui interaksi dengan lingkungan belajar yang berisi
penyajian konkret dari konsep. Siswa membentuk mental dan sikap
sebagai persiapan memahami struktur matematika dari konsep.
b. Tahap 2 Permainan.
Pada tahap kedua ini siswa mulai mengamati pola dan keteraturan yang
terdalam dalam konsep. Mereka akan memperhatikan bahwa ada aturan-
aturan tertentu yang terdapat dalam suatu konsep tertentu, tetapi tidak
terdapat dalam konsep-konsep lainnya. Dengan berbagai permainan
untuk penyajian konsep-konsep yang berbeda, akan menolong anak untuk
bersifat logis dan matematis dalam mempelajari konsep-konsep tersebut.
c. Tahap 3 Penelaahan Kesamaan Sifat.
Pada tahap ini siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-
sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Dalam hal ini guru
Van Engen seorang penganut teori makna mengatakan bahwa dalam situasi
yang bermakna selalu terdapat tiga unsur, yaitu:
1. Ada suatu kejadian, benda, dan tindakan.
2. Adanya simbol (lambang/notasi/gambar) yang digunakan sebagai
pernyataan yang mewakili unsur pertama di atas.
3. Adanya individu yang menafsirkan simbol-simbol yang mengacu kepada
unsur pertama di atas.
Pembelajaran Kooperatif
Pengertian Pembelajaran Kooperatif:
Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada model
pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling
membantu dalam belajar. Adapun pembelajaran kooperatif merupakan suatu
strategi pembelajaran yang digunakan guru agar siswa saling membantu
dalam mempelajari suatu tertentu.
Setiap individu siswa memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta
harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena perbedaan itu, siwa
diharapkan saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdasakan).
Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh
sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya
belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa.
Macam-macam Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan
oleh Slavin (2008), yaitu:
Student Teams Achievement Division (STAD)
Group Investigation (GI)
Jigsaw
Structural Approach
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), dan
Team Accelerated Instruction (TAI).
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas,
struktur tujuan, dan struktur penghargaan (Arends, 1997: 110-111).
o Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis
kegiatan siswa dalam kelas.
o Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa
dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan
pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu: Struktur tujuan
individualistik, Struktur tujuan kompetitif, dan Struktur tujuan kooperatif.
o Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada
kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan
bersama anggota kelompok.
materi belajar,
kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah,
jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda-beda,
penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
2. Menyampaikan informasi.
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4. Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
5. Evaluasi atau memberikan umpan balik.
6. Memberikan penghargaan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial
yakni sebagai berikut:
Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit.
Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras,
budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.
Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain.
Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa
masih kurang dalam berbagai keterampilan, seperti: keterampilan sosial,
keterampilan berbagi, keterampilan berperan serta, keterampilan
komunikasi, keterampilan kelompok atau pembangunan tim.
Pembelajaran Matematika
yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
antara siswa dengan siswa oleh karena itu suasana yang hangat,
menyenangkan, terbuka harus diciptakan agar siswa senang belajar
matematika.
Anggapan umum bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sukar
dan menjemukan harus secara sistematis dihilangkan dengan jalan
meramu pembelajaran matematika dengan strategi yang bervariatif,
diantaranya ditunjukkan bahwa pembelajaran matematika dapat
dilangsungkan di luar kelas atau dapat berupa teka-teki maupun
permainan sehingga kita dapat berekreasi dengan matematika.
Model Pembelajaran
Matematika
Teori Belajar
Kurikulum
Matematika
Matematika
Contoh:
Bahan pelajaran (pokok/ sobpokok bahasan): Menjumlahkan dua bilangan
satu angka dengan hasil
sampai dengan 5.
Kelas/ semester: Satu/ Satu
Model/ pendekatan pembelajaran: Penanaman konsep
Metode: Ekspositori, Tanya jawab, dan Latihan.
Rancangan kegiatan:
1) Sebagai apersepsi mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat dari
pelajaran matematika yang telah diterima sebelumnya yaitu tentang
konsep bilangan, lambang bilangan, dan konsep “banyaknya” dengan
benda-benda konkret, misalnya:
Siapa yang bisa menuliskan angka 1?
Siapa yang tahu ini angka berapa? (sambil menunjukkan bilangan
tertentu)
Berapa banyaknya pensil ini?
dan lain-lain.
2) Menggabung benda-benda, misalnya secara lisan guru bertanya kepada
para siswanya:
1 pensil dan 1 pensil menjadi berapa pensil?
2 permen ditambah 1 permen menjadi berapa permen?
dan lain-lain.
3) Menggabung dengan menggunakan gambar-gambar, misalnya:
Pendidikan Matematika ~ PGSD 42
STAI Bani Saleh Bekasi 2011
+ =
3 bendera ditambah 1 bendera sama dengan ... bendera.
Pola ini dilatih terus dengan urutan penggabung 1 dan 1, 2 dan 1, 3
dan 1, 4 dan 1, 2 dan 2, 2 dan 3, dan seterusnya.
4) Menggunakan gambar dan lambang bilangannya.
Contoh:
Bahan pelajaran (pokok/ sobpokok bahasan): Mengenal sifat pertukaran
pada penjumlahan.
Kelas/ semester: Satu/ Satu
Model/ pendekatan pembelajaran: Pemahaman konsep
Metode: Tanya jawab dan Latihan
Rancangan kegiatan:
1) Sebagai apersepsi dan sekaligus sebagai langkah awal ke arah
pemahaman konsep, guru meminta dan membimbing siswa untuk
melengkapi pasangan-pasangan penjumlahan berikut, kemudian
membandingkan hasilnya, misalnya:
2+1=... dan 1+2=... apakah 2+1 sama dengan 1+2?
3+1=... dan 1+3=... apakah 3+1 sama dengan 1+3?
dan seterusnya.
2) Guru membimbing para siswa untuk melengkapi variasi penjumlahan
berikut:
1+2=2+... 2+1=1+...
1+3=3+... 3+1=1+...
1+4=4+... 4+1=1+...
dan seterusnya.
3) Untuk mengecek sekaligus melatih pemahaman siswa tentang sifat
pertukaran penjumlahan, kita dapat memberika variasi soal lainnya ,
misalnya untuk PR atau untuk didiskusikan di kelas.
2+...=1+2 ...+2=2+1
1+...=3+1 ...+1=1+4
3+...=2+3 ...+3=3+1
dan seterusnya
4) Kemudian guru bersama-sama siswa menyimpulkan bahwa ternyata
untuk setiap dua bilangan hasil penjumlahannya akan tetap walaupun
kedua bilangan itu dipertukarkan letaknya/tempatnya.
Contoh:
Bahan pelajaran (pokok/ sobpokok bahasan): Menyelesaikan soal cerita
sederhana.
Kelas/ semester: Satu/ Satu
Model/ pendekatan pembelajaran: Pembinaan keterampilan
Metode: Tanya jawab, dan Latihan
Pendidikan Matematika ~ PGSD 45
STAI Bani Saleh Bekasi 2011
Rancangan kegiatan:
1) Dalam menyelesaikan soal cerita ini, apabila sebagian besar siswa
belum pandai membaca atau menulis, maka sebaiknya guru
membacakan secara lisan soal-soal cerita tersebut. Misalnya: “Adi
mempunyai 2 buku, Ia membeli lagi 1 buku. Berapaka banyakny buku
Adi sekarang?”
2) Untuk menyelesaikan soal cerita tersebut ditekankan pada pemahaman
soal tersebut, yaitu siswa dengan bimbingan guru harus mampu
mengenal “apa yang diketahui”, “apa yang ditanyakan”, dan
“bagaimana pengerjaannya atau pengerjaan apa yang diperlukan”. Dari
contoh soal cerita di atas guru membimbing siswa untuk menentukan:
Diketahui : Adi mempunyai 2 buku
Adi membeli lagi 1 buku
Ditanyakan : banyaknya buku Adi sekarang
Jawab : buku Adi sekarang adalah 2+1=3
3) Setelah guru berdiskusi dengan siswa dalam menyelesaikan contoh di
atas guru memberikan beberapa soal lagi, dan siswa dengan
bimbingan guru diminta menentukan apa-apa yang diketahui,
ditanyakan, dan bagaimana jawabannya.
Misalnya:
Ayu mempunyai 3 apel, diberi lagi 2 apel oleh pamannya, berapa
banyaknya apel Ayu sekarang?
Diketahui : ...
Ditanyakan : ...
Jawab : ...
Untuk mengecek pemahaman siswa tentang soal cerita yang terkait dengan
penjumlahan sampai dengan 5, diberikan beberapa soal latihan kemudian
dibimbing dalam kelas dan diberikan juga soal untuk dikerjakan di rumah.