Anda di halaman 1dari 15

CLASSROOM MANAGEMENT

Keadaan kelas yang kondusif merupakan syarat bagi terciptanya proses pembelajaran yang efektif. Guru sangat perlu untuk memahami keadaan kelas mereka dan mengaturnya menjadi sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan sangat baik dan perilaku siswa juga dapat terkontrol. Oleh karena itu, kami akan membahas hal apa yang perlu diperhatikan seorang guru dalam mengatur kelasnya.

A. Pengertian Manajemen Kelas Menurut Martin & Yin (dalam Kostis & Efthymia, 2009), manajemen kelas dapat dideskripsikan sebagai usaha guru untuk memonitor sejumlah besar aktivitas yang dimulai dari instruksi dan pembelajaran siswa mengenai interaksi sosial dan perilaku siswa. Manajemen kelas terdiri dari usaha guru untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang membangkitkan interaksi sosial yang positif, keterlibatan aktif dalam pembelajaran, dan motivasi diri (Eggen & Don, 2010). Manajemen kelas berhubungan dengan aktivitas guru kelas yang menciptakan suasana kelas yang positif dengan pengajaran dan pelajaran yang dapat berjalan secara efektif. (Metropolitan Center for Urban Education, 2008). Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas adalah usaha guru untuk memonitor sejumlah aktivitas di kelas dan menciptakan lingkungan belajar yang membangkitkan interaksi sosial guru dan siswa yang positif, keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran, dan motivasi diri siswa. Menurut Eggen & Don (2010), manajemen kelas yang efektif terdiri dari pendekatan yang komprehensif yakni: 1. 2. 3. Adanya struktur lingkungan kelas dan sekolah Waktu siswa diawasi secara aktif Mengimplementasikan aturan dan hal rutin dalam kelas

4. 5.

Membuat prosedur yang mendorong perilaku yang baik Koleksi dan gunakan data untuk memonitor perilaku siswa, dan memodifikasi prosedur manajemen kelas sesuai kebutuhan. Kemampuan guru untuk mengelola kelas dan mengatur perilaku

siswa-siswa mereka merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai hasil yang positif. Guru yang memiliki masalah dalam mengatur perilaku dan disiplin, kelas menjadi tidak efektif di kelas dan mereka sering mengalami stres pada level tinggi (Oliver & Daniel, 2007). Walaupun sistem manajemen sudah efektif, bisa saja seorang pelajar kehilangan minat dalam belajar dan mengerjakan tugas. Untuk itu seorang guru harus menyiapkan strategi yang tepat (Eggen & Don, 2010). Guru diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa selain menciptakan proses pembelajaran yang efektif. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah kesan pertama ketika seorang guru mengajar, yakni guru harus dapat menciptakan pelajaran yang menarik, menantang, dan harus dapat menghargai siswanya (Eggen & Don, 2010).

B. Dimensi Manajemen Kelas Untuk mengetahui kemampuan seorang guru dalam mengatur kelasnya, diperlukan adanya hal-hal yang menjadi tolak ukur penilaian. Kostis & Penderi (2009) mengidentifikasikan dimensi-dimensi dalam konstrak manajemen kelas yaitu: 1. Manajemen instruksi Manajemen instruksi didefinisikan sebagai

gabungan antara lingkungan mengajar dan proses pembelajaran yang sejalan dengan instruksi yang objektif. Strategi mengajar merupakan respon terhadap kondisi aktual dalam kelas dan meningkatkan kemauan siswa untuk bergabung ke dalam lingkungan pengajaran yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas proses mengajar. 2. Manajemen manusia

Manajemen manusia mengarah kepada ide-ide bahwa guru memperlakukan atau menganggap siswanya sebagai seseorang dan tindakan guru untuk membantu para siswa berkembang. 3. Manajemen perilaku Manajemen perilaku dapat dipahami melalui konsep kontrol perilaku dan struktur. Kontrol perilaku mengatur pada konformitas peraturan sosial dan harapan sedangkan struktur mencakup informasi mengenai harapan, garis pedoman dan batasan perilaku, yang dapat dijalankan dalam keadaan sosial tertentu. Kelas merupakan bagian dinamis dari lingkungan sekolah. Peristiwa dalam kelas membentuk bagian kehidupan sekolah secara keseluruhan yang memiliki sebuah kekuatan yang interaktif dan formatif di atas proses dalam kelas. Karena itu, pemilihan dan pelaksanaan manajemen kelas tidak dapat berdiri dan dipahami dengan baik kecuali mereka melihat ke dalam kebijakan manajemen sekolah secara keseluruhan. Berbeda dengan Kostis & Penderi, Everston dan Weinstein (2006) membedakan empat hal penting dalam manajemen kelas. Pertama adalah pentingnya hubungan yang positif antara guru dengan siswa untuk manajemen kelas yang efektif. Berdasarkan Everston dan Weinstein, guru merupakan seorang warm demander yang efektif, terutama untuk siswa yang yang memiliki kulit berwarna. Warm demander merupakan guru yang hangat, responsif, perhatian dan pendukung, yang memegang harapan dari siswa mereka. Hal kedua adalah manajemen kelas sebagai kurikulum sosial dan moral. Gambaran ini mengarah kepada konsekuensi guru sebagai manajer pengambil keputusan bagi siswa mengenai perkembangan sosial, moral, emosional. Hal ketiga adalah bagaimana strategi manajemen kelas bertumpu pada hukuman dan hadiah eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi suasana kelas baik positif maupun negatif. Hal penting terakhir mengarah kepada kesadaran bahwa guru harus mempertimbangkan karakteristik, seperti umur, etnis, latar belakang budaya, status sosio-ekonomi, yang ketika disusun

secara rapi dan produktif dapat mendukung kemajuan lingkungan sekolah (dalam van Tartwijk, dkk., 2008)

C. Perilaku agresi dan misbehavior dalam kelas Beberapa siswa yang menunjukkan perilaku yang agresif membutuhkan bantuan profesional yang berfokus pada sekolah dan keluarga. Dalam sebuah penelitian pada anak yang berusia 2-18 tahun, Olweus (dalam Eggen & Don, 2010), menemukan bahwa agresi pada laki-laki dan perilaku yang tampak ditunjukkan selama periode waktu yang panjang. Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku agresi adalah (Eggen & Don, 2010): a. Hentikan masalah sebelum dimulai. Mengetahui waktu yang tepat untuk mengatasi perilaku merupakan hal yang bernilai. Mengatasi perilaku terlalu dini membuat guru terlihat cerewet, sedangkan terlalu lama bisa membuat kegaduhan. b. Kenali sinyal yang mengganggu. Guru yang terlatih akan mengetahui sinyal masalah. c. Hindari bentrokan langsung. Ketika masalah terjadi guru beraksi; siswa bereaksi; untuk memprotes status. Guru harus tahu siswa mana saja yang bisa berpotensi bentrok, dan bereaksi secara cepat agar terhindar. d. Hati-hati akan efek tersembunyi. Berpikir bahwa siswa akan melakukan apa yang guru minta, bisa saja menimbulkan efek samping. e. Kenali agresi diri sendiri. Kedewasaan dan kewajiban pribadi menuntut guru mengurangi tekanan perilaku kelas dan mengungi kesempatan untuk siswa berperilaku agresif. f. Evaluasi prosedur kelas. Dalam pelaksanaan guru menilai apakah prosedur yang dilaksanakan tepat atau tidak, sehingga manajemen kelas yang dilakukan dapat efektif. Kunci utama untuk mengerti akan perilaku yang tidak diinginkan adalah waspada akan apa yang siswa lakukan di dalam kelas. Apa yang ditunjukkan dari perilaku yang tidak diharapkan bisa saja bernilai salah.

Misalnya siswa yang berbicara dengan semangat yang tinggi yang menunjukkan antusias dan motivasi yang menyebar pada siswa lain. Penolakan siswa untuk melakukan apa yang diminta atau insistence dengan menjawab kembali bisa menjadi benar-benar perilaku yang tidak baik. (Eggen & Don, 2010) Dalam menghadapi perilaku bermasalah yang sering terjadi di dalam kelas, prinsip yang paling penting diperhatikan adalah bahwa guru sebaiknya mengoreksi perilaku buruk dengan menggunakan intervensi yang mudah (Nelson, Lott, & Glenn, 1997; Wolfgang, 1995) (dalam Slavin, 2009). Beberapa strategi untuk menghadapi perilaku buruk yang tampak dari yang gangguan sedikit hingga paling banyak, yaitu : 1. Prevensi Guru bisa mencegah perilaku bermasalah dengan memberikan pelajaran yang menarik dan bersemangat, membuat peraturan dan prosedur kelas yang jelas, membuat siswa sibuk dengan tugas yang berarti, dan menggunakan teknik yang efektif sebagai dasar manajemen kelas. 2. Isyarat nonverbal Guru bisa mengurangi perilaku buruk tanpa mengganggu proses mengajar dengan menggunakan isyarat nonverbal. Menggunakan isyarat mata ketika siswa berperilaku buruk mungkin cukup untuk membuat siswa berhenti berperilaku buruk. 3. Pujian untuk perilaku baik yang bertentangan dengan perilaku buruk. Pujian bisa menjadi motivator yang sangat kuat untuk banyak siswa. Salah satu cara mengurangi perilaku buruk adalah dengan memberikan pujian untuk perilaku baik yang bertentangan dengan perilaku buruk. Ketika siswa melakukan perbuatan baik, guru memberikan pujian. 4. Pujian untuk siswa lain Dengan memuji siswa lain yang berperilaku baik bisa menjadi salah satu strategi. Misalnya Polly membuang-buang waktu, guru bisa berkata, saya senang melihat banyak siswa yang melakukan pekerjaannya dengan baik- Jake melakukan tugas dengan baik, Carol juga, Jose dan

Michelle bekerja dengan baik. Ketika Polly melakukan hal yang sama gur juga memuji Polly dengan pujian yang sama. 5. Peringatan verbal Ketika isyarat nonverbal tidak efektif, peringatan verbal yang sederhana bisa membantu siswa untuk berperilaku baik. Peringatan sebaiknya diberikan tidak lama setelah perilaku tersebut muncul; peringatan yang tertunda bisanya tidak efektif. 6. Peringatan ulang Ketika strategi yang sederhana tidak lagi efektif, terkadang siswa mengetes kesabaran guru dengan melakukan kesalahan atau dengan mendebat atau memberikan alasan. Salah satu strategi yang bisa dilakukan untuk menghadapi adalah dengan mengulang peringatan, mengacuhkan alasan yang tidak relevan atau pendapat. 7. Konsekuensi Ketika semua strategi telah dilakukan tetapi tidak efektif, langkah akhir adalah mengambil sikap untuk siswa. Contoh konsekuensi adalah menyuruh siswa keluar kelas, memberikan waktu untuk siswa istirahat, memberikan siswa untuk tinggal sementara di sekolah, dan memanggil orang tua siswa. Menurut Allen (2010), terdapat juga satu pendekatan yang dapat secara efektif mengatasi perilaku yang mengganggu yaitu Positive Behavioral Supports (PBS). PBS mendorong guru untuk lebih proaktif dan positif daripada reaktif dan negatif dengan melihat pada strategi manajemen perilaku. Yang diperlukan dari pendekatan ini adalah struktur lingkungan kelas sehingga perilaku negatif tidak terjadi, dan ketika perilaku yang tidak diinginkan terjadi, guru harus mencoba untuk mencegah pengulangan strategi intervensi yang tidak efektif. Mengulangi strategi manajemen perilaku yang tidak efektif dapat menyebabkan peningkatan masalah perilaku yang kemudian mengarah kepada kekerasan yang dilakukan guru maupun siswa. Beberapa rekomendasi dari PBS adalah fokus pada praktek manajemen kelas seperti mengembangkan peraturan dan konsekuensinya, dan mengajarkan

kemampuan sosial. Peraturan kelas seharusnya sederhana, spesifik, jelas dan terukur, dalam jumlah terbatas, dan harus melibatkan siswa dalam menyusunnya. Peraturan seharusnya ditetapkan secara positif, direview secara rutin, dan dilakukan role-play sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan. PBS juga menganjurkan untuk mengajari siswa kemampuan sosial seperti empati, manajemen marah, mengatasi masalah sosial, dan pemecahan konflik. D. Manajemen Kelas pada Kelas yang multikultural Ketika guru harus mengatasi konteks kelas yang multikultural, menciptakan lingkungan yang aman dan produktif dengan populasi siswa yang beragam membentuk tantangan yang memerlukan strategi yang direkomendasikan dalam literatur manajemen kelas pada umumnya. Gay (dalam Kostis & Efthymia, 2009), mendefinisikan manajemen kelas dalam langkah yang lebih sensitif secara budaya, mengatakan bahwa bagian yang meliputi pengalaman merencanakan, memfasilitasi dan memonitor yang kondusif bagi pembelajaran dengan level tinggi untuk siswa yang sangat beragam, manajemen kelas memerlukan pembentukan dan dukungan lingkungan kelas yang nayaman secara personal, termasuk secara rasial dan etnik dan menstimulasi secara intelectual. Tartwijk (2008) mengatakan bahwa guru hendaknya dapat memenuhi kebutuhan siswa, kebutuhan untuk membangun kesadaran siswa secara kultural menentukan gaya komunikasi. Weinstein, dkk (2003) berpendapat bahwa guru perlu untuk lebih mengetahui tentang budaya dan komunitas dimana siswanya tinggal (dalam Tartwijk, 2008) Guru di kelas yang multikultur membutuhkan kesadaran dan ketertarikan pada perbedaan siswa, latar belakang budaya, situasi personal, dan konsekuensi dari karakteristik dari interaksi di kelas (Tartwijk, Jan van, 2008) Siswa minoritas terkadang mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang terjadi di dalam kelas, dan berusaha untuk bisa bersama dengan yang lain. Misalnya, siswa yang berbicara bahasa Spanyol akan bertanya mengenai

arti. Jika tersedia program intervensi untuk masalah siswa minoritas selama sekolah dasar, siswa ini bisa mencapai keahlian akademik yang dapat mengurangi masalah disiplin. (Eggen & Don, 2010) Untuk menyadari bias yang terjadi dalam rangka untuk membangun kemampuan interaksi lintas budaya, seorang guru membutuhkan pengetahuan tentang latar belakang budaya siswa (Metropolitan Center for Urban Education, 2008). Dengan mempelajari pengetahuan tersebut guru dapat membangun pandangan tentang perilaku, aturan, etika, gaya komunikasi dan pembelajaran (Metropolitan Center for Urban Education, 2008). Childrens Defense Fund (1975) menjelaskan bahwa aturan membuat tidak adanya perbedaan yang diterima ketika siswa melakukan perilaku yang tidak baik (Eggen & Don, 2010), tetapi perlu diperhatikan pula untuk tidak membuat berdasarkan stereotype (Metropolitan Center for Urban Education, 2008).

E. Manajemen Kelas dengan Aturan Kelas Masalah disiplin mengurangi waktu yang ada bagi guru untuk mengajar. Langkah efektif untuk mengatasi masalah disiplin adalah dengan mengajari siswa mengotrol perilakunya. Ketika berurusan dengan masalah disiplin, tujuan guru adalah untuk menghentikan perilaku yang tidak diinginkan dan untuk mengajari siswa bagaimana mengontrol perilaku mereka. Tujuan guru untuk mengembangkan kontrol diri tidak selalu dapat digunakan untuk seluruh masalah yang dihadapi. Dalam mengelola kelas guru juga perlu mempertimbangkan tahapan perkembangan siswa. Siswa terkadang menunjukkan tingkatan kesulitan dalam perkembangan. Kazdin (1988) mengemukakan isu-isu perkembangan yang berhubungan dengan masalah siswa adalah (dalam Eggen & Don, 2010): y Beberapa karakteristik perilaku ketidakmampuan penyesuaian diri secara relatif biasa ditemukan dalam masa kanak-kanak. Kebanyakan siswa yang telah dewasa, tidak mengalami masalah.

y Selama tahapan perkembangan, masalah perilaku akan mengalami naik dan turun pada usia yang berbeda. y Selama masa perkembangan masalah pada satu tipe bisa diganti oleh masalah lain pada usia selanjutnya. Perbedaan tingkatan level dan kelompok siswa menunjukkan perhatian yang berbeda. Misalnya, bagi siswa yang paling muda, guru akan lebih perhatian pada mensosialisasikan siswa terhadap norma dan perilaku yang diharapkan di sekolah (Evertson, Emmer, & Worsham, 2000). Program yang fokus membangun konsistensi, perilaku sekolah yang diinginkan dan membangun hubungan yang positif dan sukses dengan menggunakan pembelajaran yang kooperatif akan menjadi efektif untuk meningkatkan perilaku pada siswa SD (Slavin, 2009). Manajemen yang baik dimulai dengan memberikan pemahaman yang jelas terhadap peraturan, terlebih kepada peraturan yang dirumuskan secara positif. Menurut Emmer dan koleganya (dalam Eggen & Don, 2010) guru sebagai manajer yang baik adalah guru yang tahu peraturan dan prosedur yang dibuat pada hari pertama di kelas, dan secara hati-hati menerapkan dalam suatu sistem ketika mereka mengajar. Peraturan bersifat eksplisit, konkrit, dan fungsional, dan guru juga harus memberikan contoh pada beberapa aktivitas. Terdapat tiga prinsip dalam menetapkan peraturan kelas. Pertama, peraturan kelas seharusnya berjumlah sedikit. Kedua, peraturan kelas seharusnya masuk akal dan dipandang adil oleh siswa. Ketiga, peraturan kelas seharusnya diterangkan dengan jelas dan sengaja diajarkan kepada siswa. Siswa dapat diminta untuk membantu menetapkan peraturan, atau mereka dapat diberi seperangkat peraturan dan diminta untuk memberi contoh peraturan tersebut. Diskusi kelas memberi siswa suatu rasa partisipasi dalam menetapkan peraturan yang rasional yang dapat ditaati setiap orang. Ketika kelas secara keseluruhan menyepakati seperangkat peraturan, orang yang melanggar tahu bahwa mereka melampaui kaidah komunitas, bukan peraturan sewenang-wenang guru (Slavin, 2009).

Manajemen kelas berhubungan dengan tindakan dan strategi-strategi guru yang digunakan untuk menegakkan tatatertib dan sistem pada kelompok kelas daripada menilai dan menghukum perilaku yang buruk, mengubah gangguan perilaku, atau merebut perhatian siswa secara individu. Aspek penting lainnya dari manajemen kelas yang sukses adalah manajemen kelas tidak hanya merepon secara positif ketika masalah terjadi, tetapi mencegah frekuensi terjadinya masalah. Keputusan paling efektif di dalam manajemen kelas didasarkan pada kejelasan konsep tujuan dan hasil yang diharapkan guru (Oliver & Daniel, 2007). Penggunaan peraturan merupakan sebuah kekuatan, peraturan menetapkan konteks perilaku dalam kelas dengan merinci perilaku-perilaku apa saja yang diharapkan dari siswa, perilaku apa yang akan diperkuat, dan konsekuensi bagi perilaku yang tidak sesuai. Jika peraturan ditetapkan atau ditulis secara positif untuk mendeskripsikan perilaku yang diharapkan, dibanding perilaku yang dilarang, masalah perilaku akan lebih mudah dicegah (Oliver & Daniel, 2007). Jere Brophy (dalam Sar oban, 2005) mengatakan bahwa manajemen kelas yang bagus tidak hanya menyatakan bahwa guru dapat memunculkan kerjasama dari siswa dengan minimnya perilaku yang tidak sesuai dan dapat mencegah secara efektif ketika perilaku yang tidak sesuai terjadi, tetapi juga bermanfaat bagi aktivitas akademis yang sedang berlangsung dan sistem manajemen kelas secara keseluruhan yang dibuat untuk memaksimalkan keterikatan siswa dalam aktivitas tersebut, tidak hanya untuk meminimalisir perilaku yang tidak sesuai. Guru juga perlu menggunakan pengetahuan dan sumber daya untuk membuat pelajaran menjadi menarik dan dapat dimengerti bagi siswa, mereka perlu untuk mengatur waktu kelas, melakukan interaksi individu dan kelompok, memperhatikan perilaku siswa, dan sumber daya kelas untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung. Lingkungan ini sebaiknya dapat menciptakan kreativitas, kerjasama, pertumbuhan individu, pengembangan sosial, komunikasi orang tua, interaksi siswa, dan perilaku

baik. Ada pula kebutuhan untuk kepemimpinan, dan mencegah masalah sebelum terjadi daripada menghukum siswa setelah perilaku muncul. Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan dan memelihara pendekatan kondusif yang seimbang terhadap pembelajaran dan pertumbuhan (Rahman, 2010). Menurut Rahman (2010), terdapat tiga faktor penting dalam proses manajemen kelas untuk menciptakan suasana kelas yang diharapkan dan proses persiapan untuk mencegah perilaku yang tidak diharapkan, yaitu: 1. Siswa diharapkan dapat mentaati peraturan yang mereka pahami dan terima. 2. Masalah disiplin dapat diminimalisir ketika siswa secara teratur terlibat dalam aktivitas yang sesuai dengan mintat dan perilaku mereka. 3. Manajemen melihat ke arah cara memaksimalkan waktu yang dihabiskan siswa untuk aktivitas yang produktif. Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tiga faktor penting dalam proses manajemen kelas, Jere Brophy (dalam Sar oban, 2005) juga menjelaskan lima pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam manajemen kelas yaitu: 1. Manajemen kelas harus berdasar pada sebuah pemahaman mengenai teori dan penelitian terbaru dalam manajemen kelas dan kebutuhan psikologis dan personal siswa. 2. Manajemen kelas bergantung pada terbangunnya hubungan yang positif antara guru-siswa dan siswa-siswa. 3. Manajemen kelas yang komprehensif meliputi penggunaan metode instruksi yang memfasilitasi pembelajaran secara optimal dengan merespon kebutuhan akedemis siswa secara individual atau secara kelompok. 4. Metode manajemen kelompok yang melingkupi siswa-siswa yang mengembangkan dan melakukan perilaku standar yang dapat membantu menciptakan keamanan, komunitas yang perhatian dan menggunakan

metode-metode mengajar yang dapat memfasilitasi pengaturan kelas yang jelas. 5. Dengan mengkombinasikan keempat faktor di atas, lingkungan yang sesuai untuk pendidikan sudah dapat diciptakan. Akan tetapi, sebagai guru kita dapat selalu optimis; kita harus selalu waspada bahwa paling tidak beberapa siswa mungkin berperilaku yang tidak sesuai pada beberapa hal. Kasus ini memerlukan kemampuan konseling yang baik oleh guru. Dalam hal ini, tujuan akhirnya adalah mengembangkan kemampuan untuk menggunakan metode konseling dan perilaku yang melibatkan siswa dalam menelaah dan memperbaiki perilaku tidak sesuai yang mereka lakukan. Ini bukan berarti guru harus menjadi konselor yang sempurna, tetapi setidaknya guru mempunyai kemampuan dasar dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

KESIMPULAN

1.

Manajemen kelas adalah usaha guru untuk memonitor sejumlah aktivitas di kelas dan menciptakan lingkungan belajar yang membangkitkan interaksi sosial guru dan siswa yang positif, keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran, dan motivasi diri siswa.

2.

Dimensi-dimensi dalam konstrak manajemen kelas yaitu manajemen instruksi, manajemen manusia dan manajemen perilaku.

3.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku agresi adalah hentikan masalah sebelum dimulai, kenali sinyal yang mengganggu, hindari bentrokan langsung, hati-hati akan efek tersembunyi, kenali agresi diri sendiri, evaluasi prosedur kelas.

4.

Beberapa strategi untuk menghadapi perilaku buruk yaitu : prevensi, isyarat nonverbal, pujian untuk perilaku baik yang bertentangan dengan perilaku buruk, pujian untuk siswa lain, peringatan verbal, peringatan ulang, dan konsekuensi.

5.

Seorang guru perlu mengetahui latar belakang budaya siswa sehingga guru dapat membangun pandangan tentang perilaku, aturan, etika, gaya komunikasi dan pembelajaran.

6.

Tiga prinsip dalam menetapkan peraturan kelas : peraturan kelas seharusnya berjumlah sedikit, peraturan kelas seharusnya masuk akal dan dipandang adil oleh siswa, peraturan kelas seharusnya diterangkan dengan jelas dan sengaja diajarkan kepada siswa.

7.

Peraturan seharusnya bersifat eksplisit, konkrit, dan fungsional, dan guru juga harus memberikan contoh pada beberapa aktivitas. Peraturan menetapkan konteks perilaku dalam kelas dengan merinci perilaku-perilaku apa saja yang diharapkan dari siswa, perilaku apa yang akan diperkuat, dan konsekuensi bagi perilaku yang tidak sesuai.

8.

Dalam mengatur kelas dan mengontrol perilaku siswa guru perlu memperhatikan usia dan tahapan perkembangan siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, K. P. (2010). Classroom Management, Bullying, and Teacher Practices. The Professional Educator, 34 (1). Eggen, Paul & Don K. (2010). Educational Psychology, Eight Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Kostis, T & Penderi E. (2009). Responsive Classroom Management in A Multicultural School Context. Synergies Sud-Est europen (2), 169-176 Metropolitan Center for Urban Education. (2008). Culturally Responsive Classroom Management Strategies. New York: New York University Oliver, R.M & Daniel J.R. (2007). Effective Classroom Management: Teacher Preparation and Professional Development. Washington: National Comprehensive Center for Teacher Quality. Rahman, F. et. Al. (2010). Let the Teacher Manage the Challange of Classroom Management. International. Journal of Business and Social Science Vol. 1 No. 1. October. Sar oban, Arif. (2005). Classroom Management Skills of The Language Teachers. Journal of Language and Linguistic Studies Vol.1, No.1, April Slavin, R. E. (2009). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik, Edisi Kedelapan (Terjemahan). Jakarta: PT. Indeks Permata Puri Media. Slavin, R. E. (2003). Educational Psychology: Theory and Practices, ed 7th. Boston: Pearson Education, Inc. van Tartwijk, J., dkk. (2008). Teachers Practical Knowledge about Classroom Management in Multicultural Classrooms. Teaching and Teacher Education, 18.

CLASSROOM MANAGEMENT
Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Disusun Oleh: Azmi Listya Anisah (08/268361/PS/05575) Tyas Nisa Utami (08/268284/PS/05549)

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Anda mungkin juga menyukai