Anda di halaman 1dari 6

Dasar utama Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 32 menyatakan: Pemerintah memajukan Kebudayaan Nasional.

Pasal tersebut jelas menegaskan bahwa kemajuan Kebudayaan Nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Tentang Museum Provinsi Dalam rangka pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia, maka Direktorat Permuseuman (kini Direktorat Museum) melakukan pengelompokkan museum. Pada tahun 1971 menjadi 3 (tiga) jenis, yakni Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Lokal. Kemudian pada tahun 1975 pengelompokan ini diubah menjadi Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Pendidikan. Pada tahun 1980 disederhanakan menjadi Museum Umum dan Museum Khusus. Museum Umum dan Museum Khusus ini berdasarkan tingkat kedudukannya dijabarkan menjadi Museum Tingkat Nasional, Museum Tingkat Regional (provinsi), Museum Tingkat Lokal (Kota/Kabupaten).

Tujuan Museum Provinsi Pembangunan Museum Negeri Provinsi di Indonesia dilakukan atas dasar keinginan untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan budaya serta memperkenalkan latar belakang dengan ciri khas alam dan kebudayaan provinsi tersebut kepada masyarakat luas.

Jenis Museum Provinsi Kondisi pada masing-masing provinsi yang berbeda maka perlu adanya penggolongan Museum Umum Negeri Provinsi dalam 3 (tiga) tipe, yakni Tipe A, Tipe B dan Tipe C. A. Museum Tipe A, merupakan jenis museum umum negeri provinsi yang tergolong besar, adalah museum yang terletak pada propinsi yang:

1. Jumlah penduduknya lebih dari 10 juta jiwa 2. Didiami oleh lebih dari 9 kelompok etnis 3. Letaknya berbatasan dengan negara tetangga 4. Memperoleh prioritas dalam pengembangan pariwisata 5. Memiliki perguruan tinggi dan institut yang telah menghasilkan sarjana Antropologi Budaya, Arkeologi, Geografi dan Ilmu Pendidikan 6. Provinsi yang memperoleh dana lebih dari 21 milyar rupiah 7. Provinsi yang memiliki sangat banyak kelompok koleksi terbesar. Museum yang termasuk dalam tipe ini adalah Museum Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Irian Jaya.

B. Museum Tipe B, merupakan jenis museum umum negeri provinsi yang tergolong sedang, adalah museum yang terletak pada propinsi yang: 1. Jumlah penduduknya antara 5 sampai 10 juta jiwa 2. Didiami oleh antara 6 sampai 9 kelompok etnis 3. Berhubungan langsung dengan negara luar 4. Dari segi pariwisata baru dilakukan penelitian 5. Memiliki sebagian potensi museum tipe A (perguruan tinggi dan institut yang telah menghasilkan sarjana Antropologi Budaya, Arkeologi, Geografi dan Ilmu Pendidikan) 6. Provinsi yang memperoleh dana 11 sampai 20 milyar rupiah 7. Provinsi yang memiliki kelompok koleksi yang besar Museum tipe B: Museum Provinsi NAD, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, DIY, Bali, NTT.

C. Museum Tipe C, merupakan jenis museum umum negeri provinsi yang tergolong kecil, adalah museum yang terletak pada propinsi yang: 1. Jumlah penduduknya sampai 5 juta jiwa 2. Didiami sampai dengan 5 kelompok etnis 3. Letaknya mudah terjadi akulturasi kebudayaan 4. Dari segi pariwisata baru dilakukan penelitian maupun direncanakan 5. Belum memiliki perguruan tinggi dan institut yang telah menghasilkan sarjana Antropologi Budaya, Arkeologi, Geografi dan Ilmu Pendidikan 6. Provinsi yang memperoleh dana 1 sampai 10 milyar rupiah 7. Provinsi yang, menurut pengamatan, sedikit memiliki kelompok koleksi yang terbesar. Museum Tipe C: Museum Provinsi Jambi, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTB.

Tentang Museum La Galigo Dasar hukum Pada tanggal 1 Mei 1970 dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan, Nomor 182/V/1970 Museum La Galigo resmi berdiri. Tanggal 24 Februari 1974, Direktur Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Ida Bagus Mantra, meresmikan ruang pameran tetap Gedung No. 10 seluas 2.211 M2 dipugar oleh proyek pengembangan pusat kesenian 1972/1973 dan 1973/1974. Sejak tahun itu yaitu awal pelita II pembinaan Museum La Galigo lebih dimantapkan lagi dengan dukungan proyek rehabilitasi dan perluasan museum Sulawesi Selatan.

Selanjutnya tanggal 28 Mei 1979 dengan surat keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan no: 093/0/1979 museum ini resmi menjadi Museum La Galigo Propinsi Sulawesi Selatan dan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bidang kebudayaan khususnya bidang permuseuman. Pada tahun 1988 Direktur Jendral Kebudayaan melalui direktur permuseuman Jakarta mengeluarkan keputusan tentang penyeragaman nama museum negeri seluruh Indonesia yaitu mendahulkan nama propinsinya masing-masing kemudian nama lokalnya dan museum ini menjadi Museum Negeri Propinsi Sulawesi Selatan La Galigo Pada era otoda Museum Negeri Propinsi Sulawesi Selatan La Galigo berubah menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Museum LA Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Selatan dengan SK Gubernur Prop. Sulawesi Selatan dengan No.166 tahun 2001 tanggal 28Juni 2001 dan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2001.

Dasar penamaan Museum Sulawesi Selatan ini diberi nama La Galigo atas saran dari seorang seniman kepada penginisiatif dan prakarsa berdirinya museum dengan pertimbangan bahwa tokohtokoh legendaris telah dipakai oleh lembaga lain misalnya Universitas Hasanuddin, IAIN Alauddin, dll. La Galigo bisa juga disebut I La Galigo adalah nama yang sangat popular dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo adalah salah seorang putra Sawerigading Opunna Ware, seorang tokoh legendaries yang terkenal dan mahsyur dalam mitologi bugis. Setelah dewasa La Galigo dinobatkan menjadi Pajung Lolo (Raja Muda) di kerajaan Luwu, kira-kira abad ke XIV La Galigo juga merupakan nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis bahasa bugis yang terkenal dengan nama Surek La Galigo, isinya 9.000 halaman dan La

Galigo yang dianggap sebagai pengarangnya, kira-kira sejaman dengan kerajaan SriwijayaSyailendra.

Profil la galigo Museum la galigo merupakan satu-satunya museum di wilayah popinsi Sulawesi selatan yang menjadi salah satu pintu untuk mengetahui propinsi ini. Berbagai jenis koleksi museum, terutama mengenai daerah Sulawesi selatan disamping koleksi lain yang erat kaitannya dengan tugas dan fungsi museum sebagai sumber bagi pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tertata di pameran museum ini. Museum La Galigo berlokasi di Kompleks Benteng Ujung Pandang (Rotterdam). Letaknya sangat strategis karena berada di pusat kota Makassar dan berada di kawasan bangunan bersejarah yang merupakan salah satu aset budaya daerah yang sangat diminati oleh turis lokal maupun mancanegara. Pameran tetap di Museum La Galigo disajikan di Gedung No.10 yang terletak di sebelah selatan danGedung No.2 sebelah utara dalam Kompleks Benteng Ujung Pandang. Dari pintu gerbang Benteng, Gedung No.2 terletak di sebelah kiri. Gedung No.2, pada masa Hindia Belanda, adalah kediaman Laksamana Cornelis Speelman. Setelah Makassar, Speelman masih memimpin beberapa ekspedisi militer, sebelum kembali ke Batavia pada tahun 1677. Pernah menjabat sebagai Presiden Dewan Kotapraja (1678) yang bersidang tiga kali seminggu di Balai Kota Batavia (sekarang Museum Sejarah Jakarta), sebelum akhirnya menduduki jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1681-1684). Kediaman Speelman di Gedung No.2 sekarang difungsikan sebagai

ruang pameran Museum La Galigo. Gedung ini terdiri dari dua lantai, lantai pertama terdapat delapan ruangan dan lantai kedua sebanyak empat ruangan. Museum ini memiliki koleksi sebanyak kurang lebih 4999 buah yang terdiri dari koleksi prasejarah, numismatik, keramik asing, sejarah, naskah, dan etnografi. Koleksi etnografi terdiri dari berbagai jenis hasil teknologi, kesenian, peralatan hidup dan benda lain yang dibuat dan digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Museum juga memiliki benda-benda yang berasal dari kerajaan-kerajaan lokal dan senjata yang pernah digunakan pada saat revolusi kemerdekaan.

Anda mungkin juga menyukai