Anda di halaman 1dari 3

Damairia Hayu Parmasari Ilmu Keperawatan Gigi FKG UGM 2010

MAHASISWA BERPRESTASI

Organisasi merupakan sebuah sistem kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki visi dan misi yang sama serta teroganisir. Sistem tersebut merupakan kesatuan organis yang menyeluruh dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, serta bersifat dinamis. Tetapi, sebagian masyarakat menganggap bahwa pengertian tersebut tidak akan bisa membuat orang dengan mudah memahami arti penting dari keterlibatan orang lain dalam sebuah organisasi. Mereka masih menganggap bahwa orang yang berada dalam suatu organisasi tidak akan bisa mengatur waktu antara berorganisasi dan belajar. Misalnya antara kuliah dan BEM. Persepsi tersebut justru membuat mind set masyarakat khususnya mahasiswa sendiri percaya. Pengaruh tersebut selalu membayangi pikiran mahasiswa yang baru terjun ke dunia organisasi. Padahal, apa yang ada di mind set mahasiswa itu sendiri malah akan membuat hal tersebut menjadi nyata. Bila diamati berdasarkan aktivitasnya, terdapat dua tipe mahasiswa yaitu pertama tipe mahasiswa yang apatis terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kedua adalah tipe mahasiswa aktif di organisasi kemahasiswaan (aktivis). Kedua tipe tersebut sangat jelas terlihat perbedaannya. Mahasiswa yang apatis itu hanya memikirkan dunia perkuliahannya saja dan segala sesuatunya selalu diukur dengan pencapaian kredit mata kuliah dan indeks prestasi yang tinggi, identik dengan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang tinggi (mendekati 4,00) serta berupaya menyelesaikan kuliah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun biasanya tipe mahasiswa seperti ini, akan mengalami kelemahan dalam hal sosialisasi diri dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Dampak negatifnya bisa saja dirasakan ketika telah memasuki dunia kerja. Tipe mahasiswa seperti ini lebih pada sikap pragmatis yang dimilikinya yaitu kuliah secepatnya,lulus jadi sarjana dan siap kerja. Nyatanya, dunia kerja tidak sekedar menuntut kualitas kesarjanaan, tetapi juga menuntut kualitas sosialisasi. Apalagi dunia kerja yang menuntut kerja sama dan interaksi yang lebih intensif, serta mengutamakan kemampuan logika berbahasa. Sarjana yang hanya sekedar mengandalkan logika dunia keilmuannya.Sedangkan tipe mahasiswa aktivis adalah mahasiswa yang selain menekuni aktifitas perkuliahan tapi juga menyempatkan untuk mengikuti organisasi kemahasiswaan. Keaktifan di organisasi ini biasanya dilandasi oleh bakat, hobi, tuntutan jiwa organisasi dan kepemimpinan, tuntutan sosial.

Konsekuensi logis dari sosok mahasiswa seperti ini tentunya konsentrasi pemikiran dan waktu akan terbagi menjadi dua, satu sisi pada perkuliahan dan sisi yang lain pada kegiatan organisasi. Kegiatan perkuliahan juga terkadang malah terganggu oleh kegiatan organisasi atau bahkan ada yang meninggalkannya karena terlalu asyik. Sehingga menjadi alasan pembenar bahwa mahasiswa akitivis adalah mahasiswa yang abadi dan terancam drop out. Namun, bila dilihat dari kemampuan berorganisasi dan kepemimpinan serta sosialisasi tentu akan sangat berbeda bila dibandingkan dengan mahasiswa yang apatis. Pengalaman dalam mengungkapkan realita dan bermain logika dalam berbahasa semakin mematangkan diri sebagai sosok mahasiswa. Apalagi bila dikaitkan dengan fungsi lain dari kampus sebagai agen perubahan (agent of change), maka peran para mahasiswa ini tak dapat dilihat dengan sebelah mata. Mereka selalu menjadi motor penggerak dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dalam menyikapi tuntutan-tuntutan kritis masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Seorang aktivis selalu memiliki keinginan untuk berkontribusi secara nyata terhadap masyarakat yang sesuai dengan butir ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi. Prestasi aktivis tersebut dapat diperoleh jika mahasiswa tergabung dalam berbagai kegiatan ko/ekstrakurikuler Pada dasarnya, prestasi ingin dicapai oleh semua orang yang ingin maju. Seseorang yang berhasil menggapai apa yang dicita-citakan layak dianggap memiliki prestasi. Lalu bagaimana mengukur prestasi sebagai seorang mahasiswa. Secara umum, mahasiswa didaulat untuk mampu mengaplikasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam fungsi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Inilah tolok ukur prestasi mahasiswa. Menjadi seorang Mahasiswa Berprestasi yang bukanlah berhasil memilih diantara keduanya. baik

Mahasiswa Berprestasi

adalah

mahasiswa

mencapai

prestasi

tinggi,

kurikuler maupun ko/ekstrakurikuler. Keseimbangan keduanya adalah mutlak dibutuhkan di dalam pribadi seorang mahasiswa yang didaulat menjadi sosok pemikir yang kreatif dan inovatif sesuai dengan jenjang pendidikannya. Pada saat seseorang memasuki lingkungan akademik, salah satunya adalah lingkungan kampus maka semua aktivitasdan kepribadiannya secara tak sadar akan terbawa oleh lingkungan tersebut. Pada saat seorang mahasiswa yang tidak puas akan pengalamannya dalam bidang akademik saja maka mereka akan berkecimpung dalam organisasi. Organisasi adalah lingkungan penyempurna dari lingkungan akademik.Organisasi adalah penyempurna lingkungan akademik. Tidak bisa dipungkiri ilmu pengetahuan yang didapat dari dalam kelas kuliah hanya sebatas ranah kognitif saja (pikiran). Apabila dilengkapi dengan organisasi maka akan berkembang ranah afektif (sikap) dan psikomotorik (perilaku). Sehingga

lengkap sudah kemajuan tiga ranah dari individu yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun masih ada satu hal lagi yang seyogyanya dimiliki oleh seorang mahasiswa yaitu jiwa research. Mahasiswa sebagai agent of change , harus mempunyai jiwa research untuk menghasilkan sesuatu yang nantinya bisa bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Hal ini sudah banyak dibuktikan oleh mahasiswa-mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia, salah satunya adalah Universitas Gadjah Mada.Contohnya adalah Artina Prastiwi (22) mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menemukan vaksin penghambat virus H5N1 (flu burung) dalam tubuh unggas. Vaksin yang ditemukan mahasiswi asal Nglipar, Gunungkidul ini berasal dari ekstrak buah Mahkota Dewa yang banyak terdapat di seluruh pelosok Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Contoh lain adalah alat temuan Feri Heriyanto, mahasiswa Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM angkatan 2005 berupa canting batik elektronik.Dengan alat ini, pembatik tidak perlu memanaskan malam secara berulang-ulang.Pekerjaanpun lebih cepat. Saya yang sekarang ini masih berstatus sebagai mahasiswi di UGM, menjadi terinspirasi dengan beliau semua. Saya menjadi lebih semangat lagi untuk mengaplikasikan ilmu saya dalam bidang kedokteran gigi agar nantinya bisa menghasilkan sebuah penemuan yang bisa bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Jadi, pada intinya mahasiswa berprestasi adalah mahasiswa yang mampu menyeimbangkan antara kuliah, organisasi dan research.

Anda mungkin juga menyukai