Anda di halaman 1dari 26

1

A. PENDAHULUAN Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. (A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.(Taufik Abdullah:1983) Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20). Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh. Tercatat prince_darkness

Pengunjung

Re: Makalah : Sejarah Pendidikan Islam

Jawab #1 pada: Juni 14, 2007, 09:23:03 pm B. PEMBAHASAN Pendidikan Islam Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab Tarbiyah dengan kata kerjanya Robba yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.(Zakiyah Drajat, 1996: 25) Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Hasbullah,2001: 4) Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (Ngalim Purwanto,

1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian memberi makan kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.(HM.Arifin, 2003: 22) Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003) Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah Drajat,1996: 25) Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil). Tercatat prince_darkness

Pengunjung

Re: Makalah : Sejarah Pendidikan Islam

Jawab #2 pada: Juni 14, 2007, 09:24:36 pm Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh a. Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal 17 20 Maret 1963, yaitu: - Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab. - Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasai. - Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai. - Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5) Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah: a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran b. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara. c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan

Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim. d. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam. e. Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri. Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu: 1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok. 2. Pengaruh Hindu Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53) Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah, 2001: 19-20), antara lain: a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja. b. Sedikit tugas dan kewajiban Islam c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit. d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana. e. Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas. Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu: 1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam. 2. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik. 3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan. 4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan. 5. Mengajarkan penghapalan Al-Quran. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat. 6. Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai. 7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.

Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri ini. Tercatat prince_darkness

Pengunjung

Re: Makalah : Sejarah Pendidikan Islam

Jawab #3 pada: Juni 14, 2007, 09:25:28 pm b. Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh. 1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik AlShaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa Abdullah, 1999: 54) Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafii, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000: 135) Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut: a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat adalah Fiqh mazhab Syafii b. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis talim dan halaqoh c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama d. Biaya pendidikan bersumber dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136) Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61) Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jumat tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Talim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru. 2. Kerajaan Perlak Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.(Hasbullah, 2001: 29) Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan

dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama. Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafii.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54) Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik. 3. Kerajaan Aceh Darussalam Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jumat di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim, et.al., 1991: 75) Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain: - Sebagai tempat belajar Al-Quran - Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam. Fungsi lainnya adalah sebagai berikut: - Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu. - Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Quran di bulan puasa. - Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan. - Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa - Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung. - Tempat bermusyawarah dalam segala urusan - Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim, 1991: 76) Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim. (Hasbullah, 2001:

32) Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu: 1. Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan. 2. Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran. 3. Balai Jamaah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya. Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika. (M.Ibrahim,et.al., 1991: 88) Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu. Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Miratul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya. Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin. Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas). Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89) Tercatat

prince_darkness

Pengunjung

Re: Makalah : Sejarah Pendidikan Islam

Jawab #4 pada: Juni 14, 2007, 09:26:10 pm C. KESIMPULAN Pendidikan merupakan suatu proses belajar engajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil) Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik. Ed. Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983 Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996 Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4 Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2 Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999 Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992 Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006 Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005 Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986 Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993 Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6 PEMBAHASAN A. PENGERTIAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

1.Pengertian

Sejarah

a.Secara Etimologi Menurut Louis Maluf seperti yang dikutip oleh Drs. Hasbullah, di dalam bahasa Arab, perkataan sejarah disebut tarikh atau sirah yang berarti ketentuan masa atau waktu, dan ilm tarikh yang berarti ilmu yang mengandung atau membahas penyebutan peristiwa atau kejadian, masa atau terjadinya peristiwa, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. Di dalam bahasa Inggris sejarah disebut history yang berarti uraian secara tertib tentang kejadiankejadian di masa lampau (orderly description of past event). Sedangkan sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan mengungkapkan peristiwa masa silam, baik peristiwa politik, sosial, maupun ekonomi pada suatu bangsa atau negara, benua atau dunia. b.Secara Terminologi Majdi Wahab dalam bukunya Kamil Al-Muhandis, Mujam Al-Mushthalahat al-arabiyah fi Allughah wa Al-Adab seperti yang telah dikutip oleh Drs Hasbullah menyebutkan bahwa sejarah secara terminologi diartikan sebagai sejumlah keadaan dan peristiwa yang terjadi di masa lampau, dan benar-benar terjadi pada diri individu dan masyarakat, sebagaimana benar-benar terjadi pada kenyataan-kenyataan alam dan manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sejarah berarti silsilah, asal-usul (keturunan), kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Sedangkan ilmu sejarah adalah pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Menurut H. Munawir Cholil, ilmu sejarah merupakan suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi di kalangan umat. Jadi, inti pokok dari sejarah selalu sarat dengan pengalaman-pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat. Hal ini senada dengan pendapat Sayyid quthub yang menyatakan bahwa sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata yang menjalin seluruh bagian serta memberikan dinamisme dalam waktu dan tempat. 2.Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam yaitu suatu proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik . Karena ia merupakan alat yang dapat difungsikan untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia (sebagai makhluk pribadi dan sosial) kepada titik optimal kemampuannya untuk memperoleh kesejateraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Dalam hal ini, maka kedayagunaan pendidik sebagai alat pembayaran sangat bergantung pada pemegang alat kunci yang banyak menentukan keberhasilan proses pendidikan , yang telah berkembang di berbagai daerah dari sistem yang paling sederhana menuju sistem pendidikan Islam yang modern. Dalam

perkembangan pendidikan Islam, di dalam sejarahnya menunjukan perkembangan dalam subsistem yang bersifat operasional dan teknis terutama tentang metode, alat-alat dan bentuk kelembagaan. Adapun hal yang menjadi dasar dan tujuan pendidikan Islam tetap dapat dipertahankan sesuai dengan ajaran Islam dalam Al-Quran dan As-Sunnah . Pendidikan Islam menurut Zakiah Darajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditunjukkan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis . Dari berbagai pengertian pendidikan Islam di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan dari pendidik yang mengarahkan anak didiknya kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan dan terbentuknya pribadi muslim yang baik. 3.Pengertian Sejarah Pendidikan Islam Berdasarkan pengertian-pengertian yang dipaparkan di atas, dapat dirumuskan tentang pengertian sejarah pendidikan Islam, yaitu : a.Catatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari sejak lahirnya hingga sekarang ini. b.Satu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep, lembaga maupun operasi onalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini. B.METODE SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Mengenai metode sejarah pendidikan Islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus, berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah. Kebiasaan dari penelitian dan penulisan sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarahwan harus menguasai alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna, sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya . Untuk memahami sejarah pendidikan islam diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sistensis. Dengan metode deskriptif, ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw, yang termaktub dalam Al-Quran dijelaskan oleh As-sunnah, khususnya yang langsung berkaitan dengan pendidikan islam dapat dilukiskan dan dijelaskan sebagaimana adanya. Pada saatnya dengan cara ini maka yang terkandung dalam ajaran Islam dapat dipahami. Metode komparatif mencoba membandingkan antara tujuan ajaran Islam tentang pendidikan dan tuntunan fakta-fakta pendidikan yang hidup dan berkembang pada masa dan tempat tertentu.

10

Dengan metode ini dapat diketahui persamaan dan perbedaan yang ada pada dua hal tersebut sehingga dapat diajukan pemecahan yang mungkin keduanya apabila terjadi kesenjangan. Metode analisis sinsesis digunakan untuk memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran Islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam. Pada saatnya dengan metode sintesis dapat diperoleh kesimpulankesimpulan yang akurat dan cermat dari pembahasan sejarah pendidikan Islam. Metode ini dapat pula didayagunakan untuk kepentingan proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia yang Islami . Dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan Islam ada beberapa metode yang dapat dipakai antaranya : 1.Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan interview. 2.Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung. 3.Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis. Daftar Pustaka Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hlmn 7. Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlmn 8. Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988. Hlmn 794 Enung K Rukiati,Sejarah Pendidikan Islam di indonesia,Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, hlmn. 14-15. Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 1995, hlmn. 10 H Munawir Cholil, Kelengkapan tarikh Nabi Muhammad SAW, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlmn 15. Sayyid Quthub, Konsepsi sejarah Dalam Islam, Yayasan Al-Amin, Jakarta, 1984, hlmn 18. A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, hlmn 11. Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendiidikan Islam klasik, Bandung: Percetakan Angkasa, 2005, hlmn 4. A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlmn. 11. Read more: Makalah Sejarah Pendidikan Islam - IslamWiki

11

http://islamwiki.blogspot.com/2011/04/makalah-sejarah-pendidikan-islam.html#ixzz1b2kb7295 Under Creative Commons License: Attribution

Jumat, 05 Maret 2010


MASYUMI : Inspirasi Pergerakan Islam Modern Yang Takkan Memudar dari Generasi ke Generasi
MASYUMI lahir sebagai Wadah Persatuan Perjuangan Umat Islam Indonesia

Gerbang Kemerdekaan Indonesia pada akhirnya terbuka juga atas berkat Rahmat Allah SWT sebagai klimaks dan titik puncak (kulminasi) perjuangan setelah bangsa dan anak bangsa ini mengalami fase fase panjang mempertaruhkan jiwa raga demi satu kata MERDEKA. Jadi tidaklah benar jika kemerdekaan ini merupakan hadiah dari jepang, yang benar janji me-merdekakan itu adalah sebuah propaganda jepang sebagai pemimpin asia dan saudara tua disertai pula dengan janji me-merdekakan bangsa asia dari penjajahan bangsa eropa dan sekutunya. Sementara para pemimpin pergerakan termasuk diantaranya Kyai Haji Mas Mansur yang tergabung dalam empat serangkai bersama dengan Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Ki Hajar Dewantoro secara terus menerus mengobarkan semangat perlawanan rakyat untuk perjuangan kemerdekaan dengan menggalang umat islam dalam PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), perlawanan yang gigih ditunjukkan oleh laskar laskar hizbullah dan laskar laskar pembela tanah air, juga serangkaian jalan panjang diplomasi akhirnya berbuah manis dengan berdirinya milisi peta (cikal bakal TNI), berdirinya satu wadah kekuatan ummat Islam MASJUMI (cikal bakal Partai MASJUMI) dan lahirnya badan badan lain yang dibentuk sebagai upaya untuk mempersiapkan Indonesia Merdeka (BPUPKI dan PPKI). Bukti besarnya peran ummat Islam dalam membidani kemerdekaan terlihat jelas dari bendera tentara PETA yang juga mencantumkan lambang bulan dan bintang yang banyak diasumsikan sebagai simbol perjuangan ummat Islam.

12

Bulan Bintang sebagai simbol perjuangan Lambang bulan bintang dalam masyarakat Islam pada umumnya mengesankan sebagai simbol Islam meskipun tidak bisa diingkari bahwa tidak menutup kemungkinan adanya tafsir yang berbeda terhadap simbol dan lambang bulan bintang tersebut. Simbol bulan bintang di masa lalu pernah digunakan sebagai tanda gambar Sarekat Islam sebagai cikal bakal Pergerakan Islam dan pernah pula digunakan sebagai tanda gambar Partai Masyumi yang merupakan cikal bakal Pergerakan Islam Modern. [1]

Pada tanggal 7 dan 8 November 1945 diadakan Muktamar atau Konggres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta yang dihadiri oleh hampir semua tokoh berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang serta masa pendudukan Jepang. Kongres memutuskan untuk mendirikan majelis syuro pusat bagi ummat Islam Indonesia, Masjumi yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi ummat Islam. Pada awal pendirian Masjumi, hanya empat organisasi yang masuk Masjumi yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Perikatan Ummat Islam, dan Persatuan Ummat Islam. Setelah itu, barulah organisasi-organisasi Islam lainnya ikut bergabung ke Masjumi antara lain Persatuan Islam (Bandung), Al-Irsyad (Jakarta), Al-Jamiyatul Washliyah dan Al-Ittihadiyah (keduanya dari Sumatera Utara). Selain itu, pada tahun 1949 setelah rakyat di daerah-daerah pendudukan Belanda mempunyai hubungan leluasa dengan rakyat di daerah-daerah yang dikuasai oleh RI, banyak di antara organisasi Islam di daerah pendudukan itu bergabung dengan Masjumi. Mudahnya persyaratan untuk masuknya sebuah organisasi Islam ke dalam Masjumi menjadi salah satu penyebab banyaknya organisasi-organisasi Islam yang masuk ke dalamnya. Namun hal yang paling penting mengenai alasan meraka masuk ke dalam Masjumi dikarenakan semua pihak merasa perlu bergabung dan memperkuat barisan Islam. Penyebaran Masjumi dapat dikatakan sangat pesat dan cepat. Hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat cabang Masjumi atau organisasi-organisasi Islam yang bergabung dengan Masjumi. Di samping afiliasi organisasi-organisasi tadi, faktor lain yang menyebabkan Masjumi cepat berkembang ialah peranan ulama di masing-masing daerah serta Ukhuwah Islamiyah yang relatif tinggi pada masa-masa sesudah revolusi.[2]

13

MASYUMI dan Pencapaian Gemilang Pemilu 1955

Hasil penghitungan suara dalam Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu. Masyumi menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara Selatan, dan Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi hanya mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI, dan di Jawa Timur setengahnya. Kondisi ini menyebabkan hegemoni penguasaan Masyumi secara nasional tak terjadi. Berikut hasil Pemilu 1955:
1. 2. 3. 4. Partai Nasional Indonesia (PNI) - 8,4 juta suara (22,3%) Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%) Nahdlatul Ulama - 6,9 juta suara (18,4%) Partai Komunis Indonesia (PKI) - 6,1 juta suara (16%)

Dari pemilu 1955 ini, Masyumi mendapatkan 57 kursi di parlemen. [3]


Jejak Panjang Perjuangan Masyumi untuk ummat dan bangsa tidak bisa begitu saja dihapuskan, di era kekinian Masyumi tetap menjadi inspirasi paling aktual dan relevan bagi dunia kepartaian dan perpolitikan di tanah air. Masyumi lahir dari ide besar yakni Islamic Modernization, sebagai partai ia bisa dibubarkan tetapi sebagai ide besar ia akan tetap muncul dalam bentuk yang lain.

Nostalgia kebesaran Masyumi memang tetap terasa hingga saat ini, penulis banyak menjumpai para orang tua di desa desa yang menjadi saksi hidup sistem multi partai pada pemilu 1955, mereka masih bisa menggambarkan bagaimana hangatnya persaingan diantara partai partai saat itu, kontestansi partai politik yang besar mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat yang hampir semua larut dalam euphoria demokrasi yang meluap luap, itulah Pesta Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang pertama dan terbesar pasca kemerdekaan. Diantara saksi saksi hidup itu kebanyakan masih bisa menghafal Hymne/Mars Partai Masyumi yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut : Bismillah mari kita memilih Lambang Bulan Bintang Putih Atas Dasar Hitam nan Bersih Tanda Gambar Masyumi Partai Berjasa Nusa dan Bangsa Demi Setia Agama

14

Partai Berjasa Nusa dan Bangsa Demi Setia Agama Menurut salah seorang saksi menjelang akhir tahun 50-an kekuatan Nasakom yang melingkari kekuasaan Bung Karno semakin besar bahkan PKI terus menerus mencari jalan untuk lebih dekat lagi dan menguatkan posisinya di pusat kekuasaan, Pada sisi yang lain Masyumi yang menjadi oposisi loyal dan sering memperingatkan bung karno akan ancaman bahaya laten komunisme yang anti tuhan tak urung menjadi target fitnah dan target untuk dihabisi secara politik. Penulis mendengar penuturan para saksi sejarah dengan seksama bahwa saat itu suhu politik meninggi terasa hingga ke desa desa, penggalangan massa dalam bentuk mimbar- mimbar bebas diadakan oleh kader kader PKI yang mengaku sebagai barisan penyelamat soekarno, biasanya mereka membuka orasinya dengan slogan slogan sebagai berikut : Merdeka !!! Hidup Bung Karno !!! Hidup Nasakom !!! Ganyang Masjumi !!!
Kuatnya sentimen anti Masyumi yang di produksi dan direproduksi itulah yang kelak bermuara dalam bentuk opsi pembubaran partai Masyumi

Cendawan yang tumbuh di musim penghujan Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 melalui Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960 lantaran beberapa tokoh terasnya dicurigai terlibat dalam gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Pembubaran Masyumi pada masa rezim Soekarno tersebut menancapkan luka yang mendalam bagi para tokoh ummat Islam saat itu, Masyumi telah menjadi tumbal sejarah justru di tengah masa-masa kejayaannya. Konon setelah berakhirnya periode Masyumi, Keluarga Besar Bulan Bintang mengalami kevakuman politik namun beberapa saksi mengutip dan menggarisbawahi pesan Buya Mohammad Natsir bahwa :
Keluarga Besar Bulan Bintang harus bisa hidup, berkarya dan berjuang dimana saja untuk kepentingan ummat, bangsa dan negara laksana cendawan yang tumbuh di musim penghujan. [4]

MASYUMI dan Diskriminasi Politik Rezim Orde Lama

15

Pada akhir tahun 1960 Soekarno menerbitkan Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960, yang isinya membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Namun pelaksanaan pembubaran itu harus dilakukan sendiri oleh Masyumi dan PSI. Jika dalam tempoh seratus hari kedua partai itu tidak membubarkan diri, maka partai itu akan dinyatakan sebagai partai terlarang. Sebab itulah Ketua Umum Masyumi Prawoto Mangkusasmito dan Sekjennya Muhammad Yunan Nasution, mengeluarkan pernyataan politik membubarkan Masyumi, mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah. Presiden Soekarno, pada akhir tahun 1960. Soekarno menerbitkan Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960, yang isinya membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Namun pelaksanaan pembubaran itu harus dilakukan sendiri oleh Masyumi dan PSI. Jika dalam tempoh seratus hari kedua partai itu tidak membubarkan diri, maka partai itu akan dinyatakan sebagai partai terlarang. Sebab itulah Ketua Umum Masyumi Prawoto Mangkusasmito dan Sekjennya Muhammad Yunan Nasution, mengeluarkan pernyataan politik membubarkan Masyumi, mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah. Apa yang ada di kepala orang Masyumi waktu itu ialah Soekarno mulai menjadi diktator dan negara makin bergerak ke arah kiri. Dalam perhitungan mereka, tanpa Masyumi, maka kekuatan PKI akan semakin besar dan sukar dibendung. PNI sebagai representasi kelompok nasionalis, telah dintrik dan diintervensi oleh kekuatan kiri melalui kelompok Ali Sastroamidjojo dan Surachman. Kendatipun memiliki basis massa yang besar, elit politisi NU dibawah pimpinan Idham Chalid dan Saifuddin Zuhri, takkan kuat menghadapi Soekarno dan PKI sendirian. Apalagi, makin nampak kecenderungan akomodatif NU untuk menerima posisi representasi kelompok agama dalam poros Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis), suatu hal yang ditentang keras oleh Masyumi. Tokoh-tokoh Masyumi memang dihadapkan pada dilema dengan Keppres 200/1960 itu. Menolak melaksanakan pembubaran diri, berarti secara hukum, partai itu akan dinyatakan sebagai partai terlarang. Karena itu, mereka memilih alternatif yang juga tidak menyenangkan yakni membubarkan diri, dengan harapan suatu ketika partai itu akan hidup kembali, jika situasi politik telah berubah. Prawoto sendiri mengatakan, Keppres 200/1960 itu ibarat vonis mati dengan hukuman gantung, sementara eksekusinya dilakukan oleh si terhukum itu sendiri. Memang terasa menyakitkan. Meskipun Masyumi telah membubarkan diri, dan tokoh-tokohnya yang terlibat dalam PRRI telah memenuhi panggilan amnesti umum dan mereka menyerah, namun perlakuan terhadap mereka tetap saja jauh dari hukum dan keadilan. Tokoh-tokoh Masyumi yang menyerah itu, Natsir, Sjafruddin Prawiranegara dan Boerhanoeddin Harahap ditangkapi. Bahkan mereka yang tidak terlibat PRRI seperti Prawoto, Mohamad Roem, Yunan Nasution, Isa Anshary, Kasman Singodimedjo, Buya Hamka dan yang lain, juga ditangkapi tanpa alasan yang jelas. Bertahun-tahun mereka mendekam dalam tahanan di Jalan Keagungan, Jakarta, tanpa proses hukum. Ini terang suatu bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan Sukarno. Tokoh utama PSI, Sutan Sjahrir bahkan mendekam dalam penjara di sebuah pulau di lautan Hindia, di sebelah selatan daerah Banten. Dalam kondisi tahanan yang buruk, Sjahrir sakit, sampai akhirnya wafat walau mendapat perawatan di Swiss. Tokoh PSI yang lain, Soebadio Sastrosatomo dan Hamid Algadri juga

16

ditahan. Perlakuan terhadap anak-anak dan keluarga orang Masyumi di masa itu hampir sama saja dengan perlakuan keluarga PKI di masa Orde Baru. Ketika itu PKI sedang jaya. Ketika mereka sedang jaya, mereka juga membantai orang-orang Masyumi di Madiun tahun 1948, dan menculik dan menghilangkan paksa orang-orang Masyumi di Jawa Barat dan tempat-tempat lain. Hendaknya sejarah jangan melupakan semua peristiwa ini. Di era Reformasi sekarang, banyak aktivis HAM hanya berbicara tentang orang-orang PKI pasca G 30 S yang menjadi korban pembantaian Orde Baru, tetapi mereka melupakan orang-orang Masyumi yang menjadi korban pembantaian dan penghilangan paksa PKI, ketika mereka masih jaya-jayanya. Diskriminasi atas Masyumi pada masa rezim orde lama berlanjut dengan kebijakan politik rezim orde baru yang menolak merehabilitasi Partai Masyumi. [5]
Sejumlah Fakta Tentang MASYUMI yang patut kita ketahui 1. Masyumi lahir sebagai sebuah Parpol yang berwawasan modern, Masyumi berjuang demi sebuah "modern nation-state" dibanding partai-partai lainnya seperti yang dinyatakan oleh Martin Van Bruinesen 2. Masyumi banyak menyalurkan aspirasi politik umat Islam sebelum pecah - diawali oleh PSII (1947) dan disusul oleh NU (1951), namun sedikit banyak Masyumi telah berhasil mempersatukan semua golongan Islam 3. Bila dibandingkan dengan Partai NU, PSII, PSI, bahkan juga PKI, Masyumi adalah sebuah partai yang non sektarian. Masyumi bisa di bilang parpol yang "less primordial" dan "less komunal". Dan ini dipimpin oleh priyayi relegius dan kyai modernis. 4. Partisipasi Masyumi dalam kabinet-kabinet parlementer meningkat setapak demi setapak. Pada 1948, Syafruddin Prawiranegara sempat sejenak sebagai Pejabat Presiden dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi. Dalam dasawarsa 50-an, beberapa tokoh Masyumi berhasil memegang posisi Perdana Manteri, yakni Mohammad Natsir, Dr. Sukiman Wirjosandjojo, dan Mr. Burhanuddin Harahap. 5. Masyumi, dengan rekan-rekannya, PSI dan Partai Katolik adalah penganjur utama sistem "zaken kabinet", yaitu kabinet yang disusun berdasarkan kriteria keahlian (business cabinet) dan melibatkan apa yang disebut sebagai "administrator" dan bukan "solidarity maker". "Administrator" adalah pemimpin-pemimpin yang mempunyai keahlian administratif, tekhnis, legal, dan bahasa asing yang diperlukan untuk menjalankan perangkat-perangkat modern yang khas dalam sebuah negara modern. 6. Di bidang ekonomi, Syafruddin Prawiranegara berperan besar dalam mengusulkan maupun melaksanakan pengeluaran "Oeang kertas RI" atau uang "ORI". 7. Dalam percaturan politik, Masyumi mempunyai sahabat-sahabat, dan yang terdekat adalah

17 Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Katolik

8. Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan Masyumi, dengan diajukannya serta disetujuinya Mosi Integral dari Mohammad Natsir [6]

PENUTUP Setelah Masyumi dibubarkan pada tahun 196o, sejak itu seluruh keluarga besar Masyumi selalu menyebut dirinya dengan istilah Keluarga Besar Bulan Bintang atau Keluarga Besar Bintang Bulan. Saat ini ditengah pragmatisme yang membadai dalam kehidupan pergerakan perlu kiranya kita menggelorakan lagi reaktualisasi ideologi Masyumi, dengan tentunya memperhatikan perkembangan zaman. Islam diyakini sebagai agama universal dan rahmatan lil Alamin. Prinsip-prinsip ajaran sosial dan politik Islam yang universal itu perlu ditransformasikan ke dalam rumusan ideologis untuk dijadilkan landasan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan umat Islam dan bangsa Indonesia di negeri ini.

SUMBER :
[1] Mimpi Yang Memanggil untuk menjadi the next MASYUMI 1, Badrut Tamam Gaffas, http://bulanbintang.wordpress.com/2007/12/21/mimpi-yang-memanggil-untuk-menjadi-the-nextmasyumibagian-1/ [2] Berdirinya Masyumi, Ahmad Fathul Bari, http://ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/13 [3] Majelis Syuro Muslimin Indonesia, Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Syuro_Muslimin_Indonesia [4] Mimpi Yang Memanggil untuk menjadi the next MASYUMI, Badrut http://bulanbintang.wordpress.com/2007/12/21/mimpi-yang-memanggil-untuk-menjadi-the-nextmasyumibagian-2/ [5] Kebijakan Orde Baru, Masyumi dan Islam, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, http://yusril.ihzamahendra.com/2008/01/31/kebijakan-orde-baru-terhadap-masyumi-dan-islam/ [6] Sejumlah Fakta Tentang Masyumi yang patut kita ketahui, Ivan Harimurti, Komunitas Islam Ideologis Penyambung Lidah Perjuangan Masyumi, http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=116681015032100

Diposkan oleh Pustaka Digital Buya Mohammad Natsir di 22:22

KEPEMIMPINAN POLITIK M. NATSIR (Studi Kasus Dalam Masyumi) Written by Admin Saturday, 22 May 2010 16:26 Oleh: Ujang Habibi A. Muqaddimah Sebagai seorang pemimpin, yang juga seorang manusia biasa, tidak ma'shum, tentu tidak dapatluput dari berbagai kesalahan. Namun bukan berarti penulis tidak mau mengkritik, tetapi memang kepribadian Pak Natsir adalh susah untuk dikritik (dalam arti dicari kesalahan-kesalahannya) semasa beliau memimpin bangsa dan ummat ini, bahkan sampai akhir hayatnya. Sebagaimana yang

18

lazim diketahui bahwasannya Allah Swt. telah mengisyaratkan di dalam al-Qur'an tentang kecintaan manusia terhadap berbagai jenis kesenangan: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanitawanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[1] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Begitu pula dengan fitnah yang tidak jarang menyebabkan seorang pemimpin jatuh saat ia berada di puncak kepemimpinannya, yaitu harta, tahta dan wanita. Namun tidak demikian halnya dengan Pak Natsir. Tidak satupun dari ketiga hal tersebut mampu mempengaruhi apalagi menggelincirkannya. Dari sisi harta, beliau tidak mampu mewariskan harta kepada keluarganya kecuali sedikit. Tidak sebanding jika disamakan dengan kekayaan pemimpin-peminpin saat ini yang dapat mewariskan kepada keluarga besarnya dalam jumlah yang sangat banyak bahkan melimpah. Begitu pula halnya dengan tahta, beliau adalah sosok yang tidak menjadikan kekuasaan sebagai sebuah cita-cita apalagi ambisi. Pak Natsir menjadi Perdana Menteri, Menteri Penerangan, Sekjen Rabithah Alam Islami, Ketua Umum Masyumi ataupun ketua Dewan Da'wah Islamiyah Idonesia, bukanlah ia dapatkan dari hasil perebutan kursi/kedudukan tetapi itu semua semata-mata beliau raih adalah karena diberi amanah bukan mencari-cari amanah yang akhirnya justru khianat. Apalagi terbuai oleh wanita, sama sekali tidak. Begitulah Pak Natsir. Oleh karenanya sangatlah menarik, tidak usang dan juga tidak habis-habisnya bila kita mengkaji tokoh ini.

1. B. Definisi dan Teori Kepemimpinan Agar penulisan makalah ini sesuai dengan maksud dan tujuannya yaitu menngambarkan secara jelas bagaimana kepemimpinan Pak Natsir dalam Masyumi, maka perlu dijelaskan secara rinci pula akar kata dari istilah kepemimpinan tersebut. Istilah kepemimpinan tidak dapat terlepas dari kata "memimpin" yang memiliki beberapa arti yaitu: memegang tangan seseorang sambil berjalan (untuk menuntun atau menunjukkan jalan, dsb); mengetuai atau mengepalai (dalam rapat atau perkumpulan, dsb); memandu; memenangkan paling banyak; melatih (mendidik, mengajari, dsb). Juga ada kata "terpimpin" yang berarti dapat dipimpin atau terkendali, serta ada pula kata "pemimpin" yang memiliki dua arti: orang yang memimpin dan petunjuk; buku petunjuk (pedoman).[2] Para ahli ada yang menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses seseorang mempengaruhi orang lain untuk menunaikan suatu misi, tugas, atau tujuan dan mengarahkan organisasi yang membuatnya lebih kohesif dan koheren. Mereka yang memegang jabatan sebagai pemimpin menerapkan seluruh atribut kepemimpinannya (keyakinan, nilai-nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan ketrampilan). Jadi seorang pemimpin berbeda dari majikan, dan berbeda dari

19

manajer. Seorang pemimpin menjadikan orang-orang ingin mencapai tujuan dan sasaran yang tinggi, sedangkan seorang majikan menyuruh orang-orang untuk menunaikan suatu tugas atau mencapai tujuan. Seorang pemimpin melakukan hal-hal yang benar, sedangkan seorang manajer melakukan hal-hal dengan benar (Leaders do right things, managers do everything right).[3] Sedangkan arti "kepemimpinan" itu sendiri adalah mencakup: perihal pemimpin dan cara memimpin.[4] Siapa dan bagaimana karakter serta sikap dan tindakan sosok Pak Natsir, gaya atau etika dalam memimpin, menunjukkan serta membimbing masyarakat dan umat ataupun kelompok (partai Masyumi)-tanpa menafikan kepemimpinan beliau semasa hidupnya secara umum yang akan terlihat di dalam makalah kecil ini. Dalam berbagai kajian kita dapat menjumpai beberapa teori dan istilah yang biasa disebut oleh para peneliti sebagai model kepemimpinan, yaitu:[5] A. Tipe Laissez-faire; yaitu pemimpin yang tidak bisa menjalin hubungan baik dengan bawahan, dan juga tidak bisa berkomitmen dalam menyelesaikan tugas. Biasanya pemimpin semacam ini "mendelegasikan dan menghilang". Karena ia tidak berkomitmen untuk menyelesaikan tugas, maka ia mengijinkan anak buahnya melakukan apapun yang mereka kehendaki dan lebih suka menghindar dari proses pengambilan keputusan dalam tim dengan membiarkan timnya menyelesaikan pekerjaan itu sendiri. B. Tipe Autocratic; yaitu pemimpin yang berikap otoriter terhadap bawahannya. Pemimpin semacam ini sangat ketat dalam mengatur jadwal kerja, tidak mengijinkan bawahannya mempertanyakan atau mendiskusikan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan, ia cenderung mencari siapa yang salah ketimbang mencari apa dan bagaimana kesalahan itu terjadi. Ia tidak mengenal toleransi, dan menganggap remeh setiap masukan dari bawahannya, sehingga bawahannya tidak mau memberikan sumbangan pemikiran atau pengembangan, karena selalu dianggap remeh. C. Tipe Country-Club; yaitu pemimpin yang menggunakan upah untuk menegakkan disiplin dan untuk memotivasi tim dalam mencapai tujuan. Ia lebih mengutamakan hubungan dari pada hasil kerja. Ia kurang tegas dalam menegakkan disiplin karena takut merusak hubungan dalam tim. D. Tipe Democratic/Tim; yaitu pemimpin yang memimpin dengan contoh positif. Ia melibatkan seluruh timnya untuk mengungkapkan potensi mereka seluas-luasnya. Ia memotivasi tim untuk mencapai sasaran seefektif mungkin, dan bekerja tanpa kenal lelah untuk menguatkan ikatan di antara anggota tim. E. Tipe Manajer Organisasi; yaitu pemimpin yang memimpin dengan keseimbangan C. Sejarah Masyumi Partai Masyumi didirikan pada tanggal 7-8 November 1945 dan sekaligus berpusat di Jogjakarta sampai tanngal 1 Pebruari 1950. Kongres ini dihadiri oleh sekitar lima ratus utusan organisasi sosial keagamaan yang mewakili hampir semua organisasi Islam yang ada, dari masa sebelum perang

20

serta masa pendudukan Jepang. Kongres memutuskan untuk medirikan majelis syuro pusat bagi umat Islam Indonesia yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi umat Islam, yang secara resmi bernama Partai Politik Islam Indonesia MASYUMI. Dengan Kongres Umat Islam Indonesia ini, pembentukan Masyumi bukan merupakan keputusan beberapa tokoh saja, tapi merupakan keputusan seluruh umat Islam Indonesia.[6] Segera setelah berdiri, Masyumi tersebar merata di segenap penjuru tanah air Indonesia bahkan hampir setiap kecamatan terdapat kepengurusan anak cabang. Sampai dengan tanggal 31 Desember 1950, secara resmi tercatat ada 237 Cabang (Tingkat Kabupaten), 1.080 Anak Cabang (tingkat Kecamatan) dan 4.982 Ranting (tingkat Desa) dengan jumlah anggota sekitar 10 juta orang.[7] Hal itu dapat terjadi karena dukungan yang diberikan oleh organisasi-organisasi yang menjadi pendukung Masyumi. Ada 8 unsur organisasi pendukung Masyumi yakni NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Umat Islam, Al-Irsyad, Maiiyatul Wasliyah, Al-Ittihadiyah dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Dengan demikian Masyumi berhasil menyatukan organisasi dan umat Islam Indonesia dalam satu wadah perjuangan. Meski pada tahun 1952 NU keluar dari Masyumi dan menjadi partai sendiri. Sejarah bangsa Indonesia mencatat nama besar Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) sebagai partai Islam terbesar yang pernah ada. Masyumi pada masanya sejajar dengan Partai Jamaatul Islam di Pakistan dan Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Banyak yang lupa akan hal ini, dan memang dalam pendidikan politik nasional kebesaran Masyumi seolah tertutupi oleh arus besar lain, Nasionalisme dan Developmentalisme. Padahal dalam masa keberadaannya, Masyumi sangat identik dengan gerakan politik Islam yang memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam konteks kenegaraan.[8] Selain mempersatukan umat Islam Indonesia, alasan lain yang menjadi pertimbangan didirikannya Masyumi adalah agar Islam memiliki peranan yang signifikan ditengah arus perubahan dan persaingan di Indonesia saat itu. Tujuan didirikannya Masyumi, sebagaimana yang terdapat dalam anggaran Dasar Masyumi tahun 1945, memiliki dua tujuan. Pertama, menegakkan kedaulatan negara republik Indonesia dan agama Islam. Kedua, melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan. Partai yang berdirinya diprakarsai oleh M. Natsir ini menyebutkan didalam Anggaran Dasarnya bahwa tujuan partai ialah terlaksananya ajaran dan hukum Islam didalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara Republik Indonesia menuju keridhaan Ilahi. Kini, ia telah berusia 64 tahun. 1. D. Pokok Bahasan D.1. Pak Natsir dan Kepentingan Rakyat Dalam tindakannya Pak Natsir begitu sangat terlihat sebagai seorang pemimpin yang mengedepankan kepentingan rakyat. Sebagai seorang ketua umum partai Masyumi, beliau memberikan arahan dan pandangannya bagi partai ini untuk dapat berkiprah di lapangan yang strategis, yaitu:[9]

21

1. lapangan parlementer/perwakilan (legislatif) 2. lapangan pemerintahan (eksekutif) 3. lapangan pembinaan ummat Sebuah gagasan yang begitu mulia. Jika dilihat kondisi saat ini, maka begitu sangat kontras dengan masa-masa awal kemerdekaan dulu. Sebagian calon-calon wakil rakyat, dengan sistem yang ada yaitu demokrasi (para calon wakil rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan dirinya dan memperebutkan kursi); sampai pada akhirnya harus mengalami stres, gila bahkan bunuh diri karena tidak sanggup menanggung kekalahannya. Jangankan gagasan membina ummat sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Natsir diatas, berebut untuk masuk di legislatif atau eksekutif pun didasari dengan ambisi kekuasaan. Tetapi tidak demikian halnya dengan Pak Natsir dan Masyumi kala itu yang dipimpinnya, ia berjuang adalah lillah. Dalam pidatonya tanggal 7 November 1956 pada acara peringatan lahirnya Masyumi yang ke 11 Pak Natsir mengungkapkan: Adapun yang mengenai lapangan pemerintahan, sebagaimana partai-partai politik yang lain, Masyumi juga berjuang untuk mendapat kedudukan dalam kabinet dan aparat pemerintahan lainnya. Perjuangan itu bukanlah untuk merebut kedudukan an sich (semata-mata), akan tetapi justru untuk turut melaksanakan dan mengambil tanggungjawab menjalankan eksekutif negara. Selain dengan duduknya dalam pemerintahan ia dapat melaksanakan cita-citanya didalam batasbatas seperti yang diterangkan tadi, maka salah satu pedoman yang penting yang senantiasa dipegang olehnya dalam tiap-tiap kesempatan turut memegang pemerintahan ialah mengusahakan kepentingan umum dan rakyat secara keseluruhan dengan tidak memandang tingkatan dan golongan. Semboyan yang dipakainya bukanlah kami berjuang untuk kami, tetapi kami berjuan untuk kita", untuk keseluruhan rakyat Indonesia.[10]

Pak Natsir juga mengingatkan terhadap nasihat Sjafruddin Prawiranegara yang ia sebut sebagai analisa "Indonesia Dipersimpangan Jalan". Pak Syaf (sapaan Sjafruddin Prawiranegara) memperingatkan: Apabila para pemimpin rakyat pada suatu saat tidak sanggup lagi bekerja betul-betul untuk kepentingan rakyatnya, apabila kedudukan atau kursi sudah menjadi tujuan dan bukan lagi menjadi alat maka yang akan mengancam negara kita ialah bahwa demokrasi akan tenngelam dalam koalisi dan kemudian koalisi akan dimakan oleh anarki dan anarki akan diatasi oleh golongan-golongan yang bersenjata itu.[11] Masyumi dibawah kepemimpinan Pak Natsir telah jauh-jauh hari mengajukan ide agar daerahdaerah diseluruh wilayah Indonesia diberikan Otonomi Daerah. Hal ini diantaranya adalah agar kemauan rakyat benar-benar dapat terpenuhi. Bagi Pak Natsir, negeri yang telah berhasil merdeka ini haruslah diisi dan dibangun. Diisi dengan

22

pembangunan dan dasar-dasar keadilan sehingga dapat memberikan kebahagiaan penghidupan untuk seluruh rakyat. Tidak menimbulkan perasaan-perasaan tidak puas bagi daerah-daerah tertentu karena kebutuhan mereka kurang terpenuhi, padahal mereka mampu menghasilkan sumber penghasilan negara yang cukup tinggi.[12] Menurut Pak Natsir dengan partainya, bahwa perasaan-perasaan kurang puas itu akan dapat disalurkan apabila daerah-daerah diberikan hak-hak yang lebih luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam bentuk otonomi yang luas. Dan diberi alat-alat yang cuku dan dijamin oleh undang-undang. Dalam hubungan inilah partai sejak dahulu selalu mendesak agar segera dibuat UU Perimbangan Keuangan (financieele verhouding) antara Pusat dan Daerah. Masyumi pada pokoknya dapat menyetujui supaya ditetapkan jumlah prosentase tertentu dar hasil-hasil utama yang terdapat di daerah masing-masing, sehingga daerah tidak hanya menggantungkan nasibnya kepada belas kasihan dan dari uang kerahiman Pemerintah Pusat saja. Apabila UU tersebut sudah terealisasikan maka Masyumi yakin bahwa perasaan tidak puas dari daerah-daerah dapat segera diredakan, karena ini adalah persoalan yang sangat mendesak.[13] Mr. Mohammad Roem (biasa disapa Pak Rum), pernah memberikan cerita ringan sarat makna tentang kepedulian dan kedekatan Pak Natsir dengan masyarakat. Kata pak rum, ketika Pak Natsir masih hidup rumahnya selalu dipenuhi tamu. Sehingga pak Rum pernah ditanya oleh banyak orang, Pak Natsir itu dokter apa, kok pasiennya banyak sekali? Dengan ringan pula Pak rum menjawab bahwa Pak Natsir itu dokter yang bisa menyembuhkan jiwa orang. Bahkan kata KH. Hasan Basri, jika ada pasien yang meminta uang, Pak Natsir selalu memberinya.[14] Demikian pula kesederhanaan Pak Natsir yang tidak mungkin dapat disembunyikan. Beliau adalah pemimpin dan negarawan kaliber dunia, tetapi sepeninggalnya tidak mewariskan harta dan kekeyaan yang cukup berarti. Tetapi justru beliau meninggalkan kekayaan rohaniyah dan sumber ilmu dan teladan yang begitu banyak. Berjilid-jilid tulisan telah beliau tinggalkan untuk dapat dipelajari, dikritisi dan diteladani oleh generasi-generasi dibelakangnya yang masih memiliki semangat juang untuk tegaknya ajaran Islam dan kemakmuran rakyat sebagaimana yang ia citacitakan. Patriotisme dan nasionalisme Pak Natsir perlu dihayati lebih baik lagi. Bukan hanya andil Pak Natsir sangat besar, jika bukan yang terbesar-untuk menyelamatkan negara kesatuan Republik Indonesia dengan mosi integralnya yang sangat terkenal, tapi juga wawasan nasionalismenya terbukti sangat jernih dan mendalam. Puluhan tahun yang lalu bliau telah mewanti-wanti bahwa nasionalisme yang baik adalah patriotisme yang tidak jatuh dalam xenophobisme. Artinya tidak picik, eksklusif dan solipsis atau menganggap bangsa sendiri paling baik dan benar. Nasionalisme Pak Natsir adalah dalam kontek universalisme dan ini benar-benar terbukti di era globalisasi sekarang ini.[15] D.2. Tidak Sengaja Jadi Politikus Dalam sebuah dialog ringan antara seorang wartawan muda dari media harian Berita Buana[16] dengan M. Natsir terlihat betapa beliau tidaklah menjadikan profesi politik sebagai tujuan hidupnya. Ketika Pak Natsir dikritik oleh sang wartawan bahwasannya beliau tidaklah tepat

23

menjadi seorang politikus, tetapi lebih tepat sebagai seorang pendidiki, filosof atau pemikir yang tidak terjun langsung di kancah politik praktis. Menjawab kritikan tersebut beliau mengatakan: "Memang saya jadi politikus tidak sengaja, secara tersambil".[17] Pak Natsir adalah a smiling politician- seorang politikus yang penuh senyum. Kepada kawan maupun lawan politiknya ia selalu bersikap ramah, mengedepankan akhlak Islam, sehingga tidak ada bagi dirinya istilah machiavelisme. D.3. Pak Natsir dengan Masyumi Setelah Masyumi membubarkan diri karena tekanan rezim Soekarno pada tahun 1960[18], maka pada tanggal 26 Februari 1967, atas undangan pengurus masjid Al-Munawarah, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, para alim ulama dan zu'ama berkumpul untuk bermusyawarah, membahas, meneliti, dan menilai beberapa masalah, terutama yang berhubungan dengan usaha pembangunan umat, juga tentang usaha mempertahankan aqidah di dalam kesimpangsiuran kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat. Musyawarah menyimpulkan dua hal sebagai berikut[19]: 1. Menyatakan rasa syukur atas hasil dan kemajuan yang telah dicapai hingga kini dalam usaha-usaha dakwah yang secara terus menerus dilakukan oleh berbagai kalangan umat, yakni para alim ulama dan para muballigh secara pribadi, serta atas usaha-usaha yang telah dicapai dalam rangka organisasi dakwah. 2. Memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan hasil dakwah hingga taraf yang lebih tinggi sehingga tercipta suatu keselarasan antara banyaknya tenaga lahir yang dikerahkan dan banyaknya tenaga batin yang dicurahkan dalam rangka dakwah tersebut. Untuk menindaklanjuti kesimpulan pada butir kedua di atas, musyawarah para ulama dan zu'ama mengkonstatir terdapatnya berbagai persoalan, antara lain: 1. Mutu dakwah yang di dalamnya tercakup persoalan penyempurnaan sistem perlengkapan, peralatan, peningkatan teknik komunikasi, lebih-lebih lagi sangat dirasakan perlunya dalam usaha menghadapi tantangan (konfrontasi) dari bermacam-macam usaha yang sekarang giat dilancarkan oleh penganut agama-agama lain dan kepercayaan-kepercayaan (antara lain faham anti Tuhan yang masih merayap di bawah tanah), Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan sebagainya terhadap masyarakat Islam. 2. Planning dan integrasi yang di dalamnya tercakup persoalan-persoalan yang diawali oleh penelitian (research) dan disusul oleh pengintegrasian segala unsur dan badan-badan dakwah yang telah ada dalam masyarakat ke dalam suatu kerja sama yang baik dan berencana. Dalam menampung masalah-masalah tersebut, yang mengandung cakupan yang cukup luas dan sifat yang cukup kompleks, maka musyawarah alim ulama itu memandang perlu membentuk suatu wadah yang kemudian dijelmakan dalam sebuah Yayasan yang diberi nama Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia disingkat Dewan Dakwah. Pengurus Pusat yayasan ini berkedudukan di ibu kota negara, dan dimungkinkan memiliki Perwakilan di tiap-tiap ibukota Daerah Tingkat I serta

24

Pembantu Perwakilan di tiaptiap ibukota Daerah Tingkat II seluruh Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Pak Natsir mengatakan: "Politik dan dakwah itu tidak terpisah. Kalau kita berdakwah, membaca al-Qur'an dan hadits, itu semuanya politik. Jadi kalau dulu kita berdakwah lewat jalur politik dan sekarang kita berpolitik melalui jalur dakwah. Ya mengaji politik begitulah. Saya merasa bahwa DDII itu tidak lebih rendah daripada politik. Politik tanpa dakwah itu hancur. Lebih dari itu, bagi saya untuk diam itu tidak bias".[20] E. Kesimpulan Setelah kita membaca kiprah dan tauladan Pak Natsir diatas maka terlihat bahwa sebagai pemimpin bangsa, pahlawan nasional dan negarawan panutan ini selalu mengedepankan kepentingan ummat dan bangsa dalam sikap dan tindakannya. Juga dapat dipetik pelajaran bahwa perilakunya baik dia sebagai politisi maupun sebagai da'i, sesungguhnya dia mencerminkan dirinya sebagai seorang pendidik. Atau sebaliknya bahwa perannanya sebagai politisi maupun sebagai seorang pendidik, sesunggunhnya dia mencerminkan dirinya sebagai seorang da'i, yang berarti mampu memberikan nasehat dan pelajaran baik dengan lisannya, tangannya ataupun sikap serta tindakannya sehingga beliau dirasakan oleh ummat dan bangsa sebagai sosok panutan. Pendidik dan da'i adalah bagaikan dua sisi mata uang yang juga tidak dapat dipisahkan dari sosok Pak Natsir, sebagaimana tidak dapat dipisahkannya antara politik dan da'wah yang melekat pada diri beliau. Satu hal lagi yang harus ditegaskan dalam kesimpulan ini bahwa jika digunakan teori-teori kepemimpinan sebagimana telah disebutkan dimuka, maka Pak Natsir bukanlah tipe pemimpin yang Laissez-faire; yang tidak bisa menjalin hubungan baik dengan bawahan, juga bukan pemimpin yang Autocratic; yang berikap otoriter terhadap bawahannya, apatah lagi memimpin dengan upah untuk menegakkan disiplin, tidaklah demikian. Pak Natsir adalah tokoh yang mampu memimpin dengan gaya Democratic/Tim; yaitu memimpin dengan contoh positif. Ia melibatkan seluruh timnya untuk mengungkapkan potensi mereka seluasluasnya. Ia memotivasi tim untuk mencapai sasaran seefektif mungkin, dan bekerja tanpa kenal lelah untuk menguatkan ikatan di antara anggota tim. Begitu pula beliau adalah sebagi Manajer Organisasi yang memimpin dengan keseimbangan. Beliau mampu membuktikan diri sebagai Qudwah Hasanah bagi yang dipimpinnya yaitu dari lingkup yang paling kecil; keluarga, organisai, umat Islam dan rakyat Indonesia bahkan dunia Islam pada umumnya. Tentu dengan kadar kemampuannya sebagai manusia biasa, bukan Nabi. Puisi HAMKA untuk Pak Natsir Kepada Saudaraku M. Natsir Meskipun bersilang keris di leher Berkilat pedang di hadapan matamu Namun yang benar kau sebut juga benar

25

Cita Muhammad biarlah lahir Bongkar apinya sampai bertemu Hidangkan di atas persada nusa Jibril berdiri sebelah kananmu Mikail berdiri sebelah kiri Lindungan Ilahi memberimu tenaga Suka dan duka kita hadapi Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi Ini berjuta kawan sepaham Hidup dan mati bersama-sama Untuk menuntut Ridha Ilahi Dan aku pun masukkan Dalam daftarmu .......! Referensi 1. Berita Buana, Selasa 9 Februari 1993 2. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi Kedua, Cet. 10, tahun 1999, hlm. 769 3. Kementrian Penerangan RI, Kepartaian Di Indonesia, tt. 4. Lukman Hakim (penyunting), Pemimpin Pulang: Rekaman Peristiwa Wafatnya M. Natsir, Jakarta: Yayasan Piranti Ilmu, cet. 1, 1993 5. M. Natsir, Capita Selecta 3, Jakarta: PT Abadi kerjasama dengan Panitia Peringatan Refleksi Seabad M. Natsir pemikiran dan Perjuanganya serta Yayasan Capita Selecta, cet. 1, th. 2008 6. M. Natsir, Politik Melalui Jalur Dakwah, Jakarta: PT. Abadi, cet. 2, tahun 1998 7. Majalah SAKSI, edisi bulan Oktober 2005 8. Panitia Buku Peringatan M. Natsir/M. Roem 70 Tahun, Mohammad Pak Natsir; 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, Jakarta: Pustaka Antara, cet. 1, th. 1978 9. blogspot.com, dikutip tgl 1 Mei 2009 pukul 11.03 10. groups.yahoo.com, 26 mei 09: 17.02 11. petrusfs.blogspot.com 12. www.republika.co.id 26 mei 09/ 16.59 [1] Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang Termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri. [2] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi Kedua, Cet. 10, tahun 1999, hlm. 769

26

[3] petrusfs.blogspot.com [4] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 769 [5] blogspot.com, dikutip tgl 1 Mei 2009 pukul 11.03 [6] Majalah SAKSI, edisi bulan Oktober 2005 [7] Kementrian Penerangan RI, Kepartaian Di Indonesia, tt., hlm. 14 [8] Majalah SAKSI, edisi bulan Oktober 2005 [9] Panitia Buku Peringatan M. Natsir/M. Roem 70 Tahun, Mohammad Pak Natsir; 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, Jakarta: Pustaka Antara, cet. 1, th. 1978, hlm. 168 [10] Panitia Buku Peringatan M. Natsir/M. Roem 70 Tahun, hlm. 169 [11] M. Natsir, Capita Selecta 3, Jakarta: PT Abadi kerjasama dengan Panitia Peringatan Refleksi Seabad M. Natsir pemikiran dan Perjuanganya serta Yayasan Capita Selecta, cet. 1, th. 2008, hlm. 16 [12] Panitia Buku Peringatan M. Natsir/M. Roem 70 Tahun, hlm. 170 [13] Panitia Buku Peringatan M. Natsir/M. Roem 70 Tahun, hlm. 170 [14] Lukman Hakim (penyunting), Pemimpin Pulang: Rekaman Peristiwa Wafatnya M. Natsir, Jakarta: Yayasan Piranti Ilmu, cet. 1, 1993, hlm. 71 [15] Lukman Hakim (penyunting), Pemimpin Pulang: Rekaman Peristiwa Wafatnya M. Natsir, Jakarta: Yayasan Piranti Ilmu, cet. 1, 1993, hlm. 89-90 [16] Berita Buana, Selasa 9 Februari 1993 [17] Lukman Hakim (penyunting), Pemimpin Pulang: Rekaman Peristiwa Wafatnya M. Natsir, Jakarta: Yayasan Piranti Ilmu, cet. 1, 1993, hlm. 217 [18] groups.yahoo.com, 26 mei 09: 17.02 [19] www.republika.co.id 26 mei 09/ 16.59 [20] Mohammad Natsir, Politik Melalui Jalur Dakwah, Jakarta: PT. Abadi, cet. 2, tahun 1998, hlm. 22

Anda mungkin juga menyukai