Anda di halaman 1dari 37

RETENSIO PLASENTA MANUAL PLASENTA

PEMBIMBING : Dr. SYAMSUL BACHRI, Sp. OG (K)


HARDIAN RAKHMAWARDANA, S. Ked 205.12.1.0009

LABORATORIUM OBSTETRI GINRKOLOGI RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG MARET 2012

Latar Belakang
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum

lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002:178). Sebab-sebab dari retensio plasenta : a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.


Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva). b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritonium (plasenta akreta-perkreta) (Prawirohardjo, S. 2002:656-657).


Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan

tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inserasio plasenta) (Prawirohardjo, S. 2002:656-657)


Plasenta

harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta, dan dapat terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma.

DEFINISI
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah

jam setelah janin lahir (Ilmu Kebidanan, 2002:656). Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi (Subroto, 1987:346). Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir (pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2002:178).


Jenis-jenis retensio plasenta :

a. Plasenta adhesive Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis b. Plasenta akreta Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium c. Plasenta inkreta adalah : implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. d. Plasenta Prekreta Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. e. Plasenta inkarserata Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).


Berdasarkan

prognosa dan perawatannya, maka retensio plasenta dibagi : 1.Retensio plasenta tanpa perdarahan terjadi bila belum ada bagian plasenta yang lepas atau seluruh plasenta malah sudah lepas dan plasenta terjepit dalam rahim. 2.Retensio plasenta dengan perdarahan menunjukkan bahwa sudah ada bagian plasenta yang sudah lepas, sedangkan bagian lain masih melekat, sehingga kontraksi uterus tidak sempurna (Subroto, 1987:347).

Etilogi
Penyebab retensio plasenta adalah sebagai berikut:

1. HIS / usaha kontraksi uterus yang kurang kuat 2. Perlekatan plasenta pada dinding uterus, dimana semakin dalam plasenta melekat pada dinding uterus maka sebakin besar usaha yang diperlukan untuk mengeluarkannya. 3. Piampinan kala III yang salah 4. Kelainan bentuk plasenta sehingga plasenta sukar lepas.

Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi

terjadi retraksi pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal menyebabkan banyak darah hilang (TMA Chalik, 1998 : 166)

Tanda Dan Gejala


1. Separasi / Akreta Parsial a. Konsistensi uterus kenyal b. TFU setinggi pusat c. Bentuk uterus discoid d. Perdarahan sedang banyak e. Tali pusat terjulur sebagian f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta lepas sebagian h. Syok sering


2. Plasenta Inkarserata a. Konsistensi uterus keras b. TFU 2 jari bawah pusat c. Bentuk uterus globular d. Perdarahan sedang e. Tali pusat terjulur f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta sudah lepas h. Syok jarang


3. Plasenta Akreta a. Konsistensi uterus cukup b. TFU setinggi pusat c. Bentuk uterus discoid d. Perdarahan sedikit / tidak ada e. Tali pusat tidak terjulur f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta melekat seluruhnya h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat. (Prawirohardjo, S. 2002 : 178)

Komplikasi
1. Perdarahan 2. Infeksi karena sebagai benda mati 3. Dapat terjadi plasenta inkarserata 4. Terjadi polip plasenta 5. Terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma 6. Syok neurogenik (Manuaba, IGB. 1998 : 300)

DIAGNOSA
Post partum dengan retensio plasenta.

1. Palpasi uterus : Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. 2. Memeriksa plasenta dan ketuban : Apakah lengkap atau tidak. 3. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : - Sisa plasenta dan ketuban. - Robekan rahim. - Plasenta suksenturiata. 4. Inspekulo : Untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah. 5. Pemeriksaan laboratorium : Periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT).

Penanganan
1. Bila tidak terjadi perdarahan : Perbaiki keadaan umum penderita 2. Bila terjadi perdarahan : Lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. 3. Cara untuk melahirkan plasenta : a. Cara dari luar : Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : 1. Cara Calkins : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain melakukan massage pada fundus uteri dan mendorong ringan. Dengan massage pada fundus uteri dan tarikan ringan, maka plasenta dapat dilahirkan. 2. Cara Williams 3. Cara Dublin


b. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose) Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong ke dalam cavum uteri, melepaskan dari insertio dan mengeluarkannya. Semua tindakan intrauterin seperti palsenta manual harus dilakukan narcose yang dalam. c. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalampun tangan tak dapat masuk dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya. d. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia. Tindakan pada retensio plasenta : 1. Pasang infus dan transfusi bila perlu 2. Kosongkan kandung seni


3. Periksa dari luar apakah tahap separasi telah terjadi, untuk mengetahui ini dapat dipakai teknik : klien, kutaner/strasman. 4. Bila Plasenta telah lepas maka plasenta dapat dilahirkan secara : - Calkins - Brandt Andrew 5. Bila plasenta belum lepas maka plasenta dilahirkan secara manual. (Subroto, 1987 : 348)

Penanganan
Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Monitor jantung,

nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.


Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan

manual plasenta. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

Manual Plasenta
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta

dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri.


Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam

lahirnya plasenta secara spontan atau dengan tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.

Persiapan sebelum tindakan


1. Pasien a) Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan. b) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi c) Siapkan kain alas bokong, sarrung kaki dan penutup perut bawah d) Medikamentosa: Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB) Sedative (Diazepam 10 mg) Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin) Cairan NaCl 0,9% dan RL Infuse Set Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%) Oksigen dengan regulator


2. Penolong a) Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set b) Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang c) Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang d) Instrument Kocher : 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G Mangkok tempat plasenta : 1 Kateter karet dan urine bag : 1 Benang kromk 2/0 : 1 rol Partus set

Pencegahan infeksi sebelum tindakan


Sebelum

melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/ steril.

Teknik manual plasenta


Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika

masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di antara jarijari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh dilakukan secara kasar.


Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita

disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.


Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan

salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.


Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai

plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.


Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari

tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.


Setelah

plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual

selain infeksi/ komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.

Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang

hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

Daftar pustaka
F. Gary Cunningham, Norman F. Gant, Kenneth

J. Leveno, et all. Obstetri Williams Vol.1. Jakarta: EGC; 2004. Supono. Ilmu Kebidanan. Palembang: FK Unsri; 1985. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka; 2008. Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai