Kekeruhan Jamaah lebih baik dari pada Kejernihan Individu dakwatuna.com - Begitulah pernyataan yang diucapkan oleh lelaki yang paling disayangi oleh Rasulullah SAW, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu. Jamaah Adalah salah satu kunci dari keberhasilan suatu dakwah. Dan keberhasilan dakwah pun terletak pada pondasi yang mengokohkannya. Di manakah letak pondasi yang sangat istimewa tersebut? Syura Inilah poin yang tepat atas jawaban di atas. Sebuah titik tolak atas keinginan secara individual resistensi atas keegoisan kepentingan dan pembentukan karakter untuk melapangkan hati terhadap keputusan yang bertolak belakang dengan pemikiran kita. Syura adalah wadah untuk memfasilitasi keberagaman sebagai sumber kreativitas dan keunggulan kolektif, serta menjamin terciptanya keseimbangan yang optimal antara kebebasan berekspresi dengan penerimaan yang wajar atas nilai keikhlasan, pertanggungjawaban, dan kesempurnaan gagasan yang produktif. Apa yang ada di balik syura? Sebuah prinsip syura dibangun dari falsafah keunggulan akal kolektif atas akal individu, yang berarti penyatupaduan beragam gagasan yang sebenarnya memiliki esensi bertolak belakang. Pada umumnya, kebenaran prosedur dalam proses pengambilan sikap dan keputusan melalui syura memudahkan tercapainya sebuah sikap dan keputusan dengan muatan yang benar. Perbedaan pendapat atas ide-ide yang tertuang dalam syura akan dilebur menjadi satu keputusan syura. Setiap keputusan pasti mengandung resiko kesalahan. Begitupulah keputusan yang ada dalam syura. Walaupun hasil syura adalah penyatuan gagasan, ide cemerlang akal kolektif lebih unggul dari akal individu, namun resiko salah keputusan dalam syura tetap saja ada. Sekecil apapun kesalahan itu. Selama yang dilakukan syura berkaitan dengan kemaslahatan yang bersifat asumtif, maka selalu ada resiko kesalahan, atau dengan kata lain setidak-tidaknya tempo kebenaran berjangka pendek. Bagaimana Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syura? Hal yang lumrah terjadi adalah pada saat bertemu dengan hasil syura yang tak sesuai dengan keinginan individual dan tak sepemikiran dengan gagasan yang ada. Ketika realita ini kita jumpai, maka hal yang paling berharga didapatkan adalah pengalaman keikhlasan. Pengalaman keikhlasan yang penting adalah tunduk dan patuh pada sesuatu yang kita tidak setujui dan taat dalam keadaan terpaksa. Dalam kaitan ini sangat relevan muncul pertanyaan, bagaimana mengelola ketidaksetujuan terhadap hasil syura? Karena pada umumnya banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syura. Maka, sebelum sampai kepada jawaban pertanyaan tersebut, marilah kita lakukan langkah-langkah berikut, sebagaimana dalam tulisan Anis Matta: Menikmati Demokrasi. 1. Bertanya pada diri sendiri. apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu upaya ilmiah seperti kajian, perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan kuat untuk mempertahankannya. Dalam kaitan ini harus dibedakan pendapat
yang lahir dari proses sistematis dengan sekedar lintasan pikiran. Karena itu adalah kebiasaan buruk, akan tetapi ngotot adalah kebiasaan yang lebih buruk lagi. Jika memang pendapat kita telah lahir dari proses yang sistematis maka tawadhu adalah sikap yang lebih utama. Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka salah, tapi mungkin benar. 2. Apakah pendapat kita merupakan kebenaran obyektif atau obsesi jiwa tertentu sehingga menjadi ngotot. Jika obsesi jiwa, maka tidak lain ini adalah salah satu bentuk hawa nafsu, maka segera bertobat karena ini adalah salah satu jebakan setan. Jika pendapat kita adalah kebenaran obyektif dan bukan berasal dari obsesi jiwa, yakinlah bahwa syura pun membela hal yang sama. Sebagaimana salah satu sabda Rasulullah SAW: Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan. Dengan begitu kita harus lega dan tidak perlu ngotot untuk mempertahankan pendapat pribadi. 3. Seandainya kita tetap percaya pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang menjadi keputusan syura lebih lemah atau bahkan salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaf jamaah dakwah lebih utama dan penting dari sekedar memenangkan pendapat yang boleh jadi benar. Karena berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Seandainya pilihan syura itu terbukti salah, dengan keutuhan shaff dakwah, Allah SWT akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu berupa misalnya: Mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syura itu ditinggalkan dengan cara logis. 4. Dalam ketidaksetujuan itu kita belajar banyak makna imaniyah: makna keikhlasan yang tidak terbatas, makna tajarrud dari semua hawa nafsu, makna ukhuwah dan persatuan, makna tawadhu dan kerendahan hati tentang menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah SWT yang tidak terbatas, dan makna tsiqah kepada jamaah. Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau lebih cerdas dari kebanyakan orang. Yang perlu diperkokoh adalah tradisi ilmiah kita dalam bentuk memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam, memperkuat daya tampung hati terhadap beban perbedaan, dan memperkokoh kelapangan dada dan kerendahan hati. Tetaplah berada di jalan jamai ini. Lakukanlah organisir jamaah dengan optimalisasi syura. Jika hasil syura tak memuaskan kita, jangan pernah berpikir untuk keluar dari barisan ini. Apapun itu alasannya, apalagi sekedar beralasan karena tak sepaham dan untuk kenyamanan pribadi. Seseorang itu tidak dinilai dari keluh kesahnya dalam menghadapi tantangan dakwah, tapi ia dinilai dari bagaimana ia menyelesaikan tantangan tersebut. Ingatlah ketika Umar RA mengatakan bahwa kebaikan yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kejahatan yang terorganisir. Dan kebaikan terorganisir itu adalah kebaikan yang dimainkan strateginya secara bersama dalam wadah penyatuan karakter dan gagasan individu melalui syura.
Riyadh, Rabiul Tsani 1432 H. *Abdullah Haidir, Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) DPW PKS Arab Saudi
Abu Bakar berkata, 'Kamu lebih kuat dariku.' Setelah itu Umar ra berkata, 'Kekuatanku kupersembahkan untukmu karena keutamaanmu.' Umar pun terbukti benar-benar menjadikan kekuatannya sebagai pendukung Abu Bakar sebagai kholifah. Tatkala seseorang bertanya kepada Imam Asy-Syahid, 'Bagaimana bila suatu kondisi menghalangi kebersamaan anda dengan kami? Menurut anda siapakah orang yang akan kami angkat sebagai pemimpin kami?' Imam Asy-Syahid menjawab, 'Wahai ikhwan, angkatlah menjadi pemimpin orang yang paling lemah di antara kalian. Kemudian dengarlah dan taatilah dia. Dengan (bantuan) kalian, ia akan menjadi orang yang paling kuat di antara kalian. Wahai Ikhwan, mungkin anda masih ingat perselisihan yang terjadi antara Abu Bakar dan Umar dalam menyikapi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Sebagian besar sahabat berpendapat seperti pendapat Umar, yaitu tidak memerangi mereka. Meski demikian tatkala Umar mengetahui bahwa Abu Bakar bersikeras untuk memerangi mereka, maka ia mengucapkan kata-katanya yang terkenal, yang menggambarkan ketsiqahan yang sempurna, 'Demi Allah, tiada lain yang aku pahami kecuali bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku tahu bahwa dialah yang benar.' Andai Umar ra tidak memiliki ketsiqahan dan ketaatan yang sempurna, maka jiwanya akan dapat memperdayakannya, bahwa dialah pihak yang benar, apalagi ia telah mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Allah swt telah menjadikan al haq (kebenaran) pada lisan dan hati Umar.' Alangkah butuhnya kita pada sikap seperti Umar ra tersebut, saat terjadi perbedaan pendapat di antara kita, terutama untuk ukuran model kita yang tidak mendengar Rasululiah saw memberikan rekomendasi kepada salah seorang di antara kita, bahwa kebenaran itu pada lisan atau hatinya. Mengingat sangat pentingnya ketsiqahan terhadap fikrah dan ketetapan pimpinan, maka musuh-musuh Islam berusaha sekuat tenaga untuk menimbulkan keragu-raguan pada Islam, jamaah, manhaj jamaah, dan pimpinannya. Betapa banyak serangan yang dilancarkan untuk melaksanakan misi tersebut. Oleh karena itu, seorang akh jangan sampai terpengaruh oleh serangan-serangan tersebut. Ia harus yakin bahwa agamanya adalah agama yang haq yang diterima Allah swt. Ia harus yakin bahwa Islam adalah manhaj yang sempurna bagi seluruh urusan dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Ia harus tetap tsiqah bahwa jamaahnya berada di jalan yang benar dan selalu memperhatikan Al Quran dan Sunah dalam setiap langkah dan sarananya. Ia harus tetap tsiqah bahwa pimpinannya selalu bercermin pada langkah Rasulullah saw serta para sahabatnya dan selalu tunduk kepada syariat Allah dalam menangani persoalan yang muncul saat beraktivitas serta selalu memperhatikan kemaslahatan dakwah.
Kami mengingatkan, bahwa terkadang sebagian surat kabar atau media massa lainnya mengutip pembicaraan atau pendapat yang dilakukan pada pimpinan jamaah, dengan tujuan untuk menimbulkan keragu-raguan, menggoncangkan kepercayaan, dan menciptakan ketidakstabilan di dalam tubuh jamaah. Oleh karena itu, seorang akh muslim tidak diperbolehkan menyimpulkan suatu hukum berdasarkan apa yang dibaca dalam media massa, tidak boleh melunturkan tsiqahnya, dan tidak boleh menyebarkannya atas dasar pembenaran. Ia harus melakukan tabayyun terlebih dahulu. Allah swt menegur segolongan orang yang melakukan kesalahan dengan firman-Nya, Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka serta merta menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja di antaramu. (QS 4:83). *Dikutip dari Kitab Nadzharat Fii Risalah at-Ta'alim (Bab Ats-Tsiqoh) terbitan Asy-Syaamil.
Bismillahirrahmaanirrahiim Wahai MUJAHID DAKWAH! Puluhan tahun lamanya, pendengaran, pergaulan, ketekunan, kegiatan berjuang, karena jerih payah dan banting tulang yang tiada hentinya, engkau telah kaya dengan pengalaman. Engkau sekarang telah jadi. Engkau telah memiliki pengertian dan ukuran, engkau telah turut menentukan jarum sejarah seperti orang lama. Engkau telah sampai pula ke batas sejarah, kini dan nanti. Engkau telah memenuhi hidupmu dengan tekun dan sungguh, ikut memikul yang berat menjinjing yang ringan, membawa batubata untuk membangun gedung Ummat ini. Engkau tebus semua itu dengan cucuran keringat dan airmata, kesengsaraan dan penderitaan. Kawan hidupmu yang menyertaimu dalam segala suka dan duka, telah tak ada lagi. Ia tak sempat menghantarmu sampai ke batas perhentian. Tengah jalan dia pulang, dan engkau ditinggalkannya di daerah kesepian. Di atas kuburnya telah tumbuh rumput, daunnya subur menghijau. Bunga suci aku lihat tumbuh pula di atas pusara sepi itu. Tangan siapa gerangan yang menanamnya, aku tak tahu. Biarkan dia tumbuh menjadi. Akan tiba juga masanya bunga suci itu mekar-mengumtum. Eva dan Sofia akan memetik dia kelak, akan mempersunting dia penghias sanggulnya. Sudikah engkau menulis nisan-kenangan di atas kuburnya, sebagai tanda pembalas jasa, karena dialah sahabat penolong engkau di medan bakti? Wahai MUBALIGH ISLAM! Tanganmu telah ikut menulis sejarah. Sejarah perjuangan Umat, sejarah menegakkan Cita dan Agama, Benang yang engkau sumbangkan telah memperindah sulaman tarik dari Umat ini. Engkau kini telah menemui bentukmu, sesuai dengan bakat dan kodratmu. Engkau tidak lagi anak kemarin, tetapi anak kini dan akan pulang lagi meninggalkan tempat ini. Sebagai seroang Juru bicara Umat Islam, engkau telah mempunyai ukuran dan alat penilai; sampai di mana kita dan hendak ke mana lagi. Pengalaman yang engkau peroleh dan perjalanan yang jauh, akan berguna dan bermakna dalam mencari kemungkinan bagi berlangsungnya perjuangan Cita ke depan. Keyakinan yang engkau miliki, jalan panjang yang engkau tempuh selarut selama ini, getir yang engkau derita, segala itu dapat engkau pakai untuk merumuskan bagaimana lagi perjuangan Umat Islam ke depan setelah ini. Paparkanlah semua itu kepada generasi muda yang akan mengganti engkau! Ambillah kesimpulan dan kekeliruan dan kegagalan masa lampau. Belajar dari masa lalu, terutama belajar dari kekeliruan dan kegagalan yang engkau alami sendiri, dan teman seiringmu juga. Bukankah kerap engkau benar dalam pendirian tapi salah dalam perhitungan? Benar dalam prinsip tapi keliru dalam cara? Kejujuran dalam perjuangan memesankan, agar kita mengakui terus terang kekeliruan dan kelemahan diri. Yang demikian itu penting untuk menyusun paduan masa datang, mengendalikan kehidupan Cita dan Agama. Dalam
kekeliruan, kita dapat mengambil makna dan guna. Kita keliru kerana kita telah berbuat. Ruhintiqadi yang engkau miliki, janganlah pula engkau pakai untuk melenyapkan segala harga dan nilai, dan angkatan lama yang telah berbuat itu. Mereka adalah anak dan zamannya, dan telah memenuhi tugasnya pula. Cahaya dan pelita lilin yang lemah serta lembut itu perlu juga dihargai, kerana ia teiah berjasa memecahkan sudut-sudut yang gelap. Wahai si JURU DAKWAH! Kini engkau telah sampai ke tonggak sejarah. Di atas pendakian sunyi tidak kesibukan, terletak pesanggarahan lama, petilasan orang lalu setiap waktu. Dan tempat itu hidup kenangan lama. Masa lalu penuh keharuan dan kenangan. Duri dan derita, dera dan kepapaan, keringat dan airmata. Tapi ia indah dalam kenangan dan lukisan kalbu. Engkau pandanglah masa depan dengan Basyirah, dengan horizon yang tajam. Memanjang jauh ke muka, sampai ke kaki langit. Tahukah engkau, bahawa engkau hanyalah sebuah mata dan rantai sejarah yang panjang itu? Telah lalu beberapa kafilah dan kehidupan yang sayup, dan mereka telah berbuat sesuai dengan zamannya. Sungai airmata dan titisan darah sepanjang jalan yang membentang dan pangkal hingga ke ujung yang tidak kelihatan, adalah kalimat yang memberitakan, bahawa angkatan silam telah mengembangkan sayap kegiatan mereka dengan segala kesungguhan dan kepenuhan. Romantik dan heroik zaman silam masih menggemakan genta suara di tengah sahara kekinian, meninggalkan pesan kehidupan yang penuh dan menyeluruh kepada angkatan kemudian. Daftar para Syuhada itu telah panjang, dan dalam perut bumi telah memutih tulang sebagai saksi kepada yang hidup, bahwa mereka telah datang dan telah pulang tidak sia-sia. Dan celah-celah kuburnya kedengaran juga suara halus memuat amanah perjuangan kepada generasi kita yang masih hidup. Dan lihatlah pula kafilah hidup yang sudah mendesak juga ke batas perhentian. Masa kini rupanya lah laruik sandjo bagi mereka, dan waktu pamitan tak lama lagi. Wahai si TUKANG SERU! Entah berapa lagi jatah umur engkau yang masih tinggal, kita tak tahu. Tahukah engkau, pekerjaan besar ini tidak akan selesai di tangan engkau? Sejarah berjalan terus, lampau dan datang, kini dan nanti. Tahukah engkau, bahwa dibelakang kalimat sejarah itu belum ada titik? Masa yang akan datang penuh rahasia, tersimpan dalam kandungan ghaib, misteri gelap bagi kita. Masa silam dapat engkau baca dalam halaman sejarah; masa yang akan datang masih gelap tak ada yang tahu? Tahukah engkau, kumandang zaman datang dapat juga kita ketahui dan puncak zaman sekarang? Dalam kekinian mengandung juga roman zaman yang akan tiba. Engkau kini berada di antara dua ufuk yang bertentangan, dua kutub yang tidak serupa. Engkau kini berada antara idealisme dan realisme dunia. Idealisme yang engkau miliki dan realisme dunia yang engkau hadapi. Antara kedua kutub itu engkau tetap dalam lensa sorotan. Lensa sorotan sejarah yang berjalan terus dan senantiasa. Sanggupkah engkau berlalu di tengah-tengah dua kutub yang bertentangan ini? Masih kuatkah kaki engkau berjalan di antara dua dunia yang saling bertentangan itu?
Wahai MUSAFIR yang sedang lalu! Jalan ini masih panjang, rantau masih jauh! Dengan Al-Quran di tangan kanan dan kain kafan di tangan kiri, teruskanlah perjalanan ini. Berjalan dan melihat ke muka, menggunakan sisa umur yang masih ada. Entah bila akan sampai ke tempat perhentian, engkau tak tahu, aku pun tidak. Di tengah laut lepas dan luas, pencalang ramping itu telah jauh ke tengah. Awan menyerang kiri dan kanan, gelombang mengganas dan badai menghempas. Pencalang ramping itu naik turun mengikut amukan air. Juru mudi mendapat ujian. Bergerak melawan arus, pesan seorang pemimpin, dijadikan pedoman dalam hati. Kemudi dan pimpinan bertanggungjawab atas keselamatan pelayaran ini. Kini kita telah jauh berada ditengah. Pelabuhan tempat bertolak tiada kelihatan lagi, sedang ranah-tanah tapi belum juga tampak. Wahai MUJAHID ISLAM! Akhirnya pelayaran ini sampai juga ke pantai, berkat jurumudi yang piawai memegang pimpinan. Engkau dan Umat ini kini harus berjalan kaki, menggunakan tenaga diri sendiri. Tak ada orang penolong selain Dia semata, yang melindungi kita dan awal mula sampai hari ini. Jalan masih panjang, rantau Cita masih jauh. Ufuk-ufuk baru kelihatan juga, tambah dijelang tambah jauh rasanya. Kafilah itu lalu dan berjalan terus, menempuh laut sahara tiada bertepi. Sunnah perjalanan alam membawa kata pasti: setelah malam kelam ngeri ini fajar pagi yang indah akan menyingsing. Di atas asap yang tebal, terbentang langit cerah yang biru. Gelap dan gelita alam, lapisan kabus tebal dan berat. Di halaman langit tak ada bintang. Berfikirlah sejenak dan melihatlah ke atas ada sebutir terang mengirim sinar ke bumi. Sebuah bintang itu jadilah, kerana ada pedoman bagi kafilah di tengah sahara luas. Pelaut yang arif selalu mendapat alamat dan sebutir terang di halaman langit. Wahai UMAT RISALAH! Dengarlah suara Bilal bergema dari ufuk ke ufuk! Dengarlah seruan adzan bersahut-sahutan dari Menara ke Menara! Renungkanlah suara Takbir berkumandang di mana mana, memanggil Umat ini dengan kalimat sakti: Hayya alah Syalah! Hayya ala! Falah! Marilah Shalat, marilah Menang! Engkau pandanglah Umat Jamaah itu berdiri bershaf-shaf di belakang seorang Imam, Ruku dan Sujud bersama-sama. Suatu pandangan dari udara atas dunia Islam pada saat shalat, akan memberikan pemandangan dan sejumlah lingkaran konsentrasi yang terdiri dan kaum Muslimin, dengan jari-jarinya yang bertitik-pusat di Kabah di Mekah, dan yang terus mengambil tempat yang lebih luas, dan Sierra Leone sampai ke Kanton dan Toboisk sampai Tanjung Pengharapan, demikian Philip K. Hitti melukiskan kaum Muslimin di kala menyembah Tuhannya. Engkau lihatlah mereka di dalam Masjid yang sudah tua tidak terurus, surau yang hampir roboh kerana tekanan masa, dengan sepi di tengah sawah; dengan pakaian yang compangcamping dan tenaga lemah, masih berdiri menegakkan Shalat. Kaum Muslimin itu masih tetap melakukan ibadah kepada Tuhannya, memanjatkan doa ke hadirat Ilahi semoga segera datang tangkisan ghaib dan udara menolong kaum yang lemah ini. Wahai Tuhanku, kalaulah adalah di antara Umat ini yang berhak menerima Ridha dan MaunahMu, kalau adalah di antara Umat ini yang berhak menerima bantuanMu, mereka itulah dia! Merekalah yang berhak menerima gemilang sayang Mu dan arahan Rahim Mu: menegakkan yang lemah, mengangkat kaum yang tertindas!
Wahai UMAT DAKWAH! Amanah perjuangan itu kini jatuh ke tangan kaum yang lemah Dhuafa dan Fuqara; tenaga lemah dan dana tak ada. Di tangan kaum yang lemah itu tersimpan kekuatan Umat ini. Rahasia kejayaan dan kemenangan, bulat seluruhnya dalam genggaman mereka. Innama tunsyaruna wa turzaquna bidlu afaikum! (Hadis). Kamu akan mendapat kemenangan hanya dengan bantuan kaum yang lemah di antara kamu. Bimbinglah tangan Umat ini kembali, bawa mereka ke jalan yang benar! Jangan dibiarkan Umat ini ditelan kesepian; jangan dibiarkan Umat ini ditakuti oleh hantu-kesangsian, tanpa pimpinan. Hidupkan terus api idealisme dan kembangkan senantiasa optimisme dan enthousiasme. Sirnakan apatisme dan fatalisme, lenyapkan defaitisme, menyerah kepada keadaan atau menjadi budak dan kenyataan! Denyutkan kembali jantung Ummat ini! Wajarkan kembali aliran darah Tauhid mereka! Tuhan telah menjanjikan karunia dan bantuan kepada kaum yang lemah, kaum yang tertindas di bumi. Wahai UMAT PILIHAN! Kamu adalah kaum Muslimin, nama pilihan dan panggilan kehormatan yang diberikan Tuhan dari dahulu sampai hari ini. Kamu bukanlah golongan mustalimin kaum yang menyerah kalah kepada kenyataan. Sebagai Umat yang beriman, hadapi kenyataan hidup ini dengan kesadaran dan keinsyafan, kewaspadaan dan keperwiraan. Hadapilah kenyataan di bumi dengan ketenangan jiwa dan keyakinan hidup! Hanya dengan ketenangan jiwa dan keyakinan hidup, hanya dengan Sakinah dan Muthamainah itulah kamu bermakna dan berguna hidup di tengah-tengah manusia di dunia. Hanya dengan Aqidah yang kuat dan qaidah yang jelas, kamu dapat menempuh kehidupan ini. Hanya dengan Wijhah hidup yang tegak dan khitah perjuangan yang cerah serta terang, kamu dapat membawa Umat ini ke tepi ufuk ke Ridhaan Ilahi. Tegakkan Aqidah Islamiah dalam dada Umat, suburkan Ibadah! Susun Umat ini dalam pola Jamaah menurut tauladan Sunnah, akhiri Firqah! Jamaah adalah kekuatan dan kesatuan; Firqah adalah kelemahan, remuk dan kehancuran. Hamparkan kembali tikar Ukhwah Islamiah dan Ukhwah Imaniyah di kalangan Umat Islam ini, tanamkan Mahabbah dan Marhamah! Wahai ANGKATAN KINI! Tak lama lagi engkau akan kembali pulang, memberi laporan kepada Tuhan, mempertanggungjawabkan segala amal, jasa dan karyamu di dunia. Tinggalkan tempat perjuangan ini kepada generasi muda yang akan datang mengganti. Hidupkan dinamik dan militansi muda Islam, yang akan menggantikan kamu setelah kamu tak ada, yang akan meneruskan pekerjaan yang belum selesai ini. Janganlah kamu hendak hidup seperti pohon beringin besar, yang ingin hidup sepanjang abad, dan tidak memberi kesempatan kepacla tunas-tunas baru tumbuh dan menguntum di sekeliling. Risalah dan Amanah ini tidak akan selesai di tangan engkau sendiri. Susun dan sediakan Tenaga Baru, yang berbakat dan berkarekter, yang akan melanjutkan perjuangan ini dengan segala keyakinan dan keperwiraan. Tahukah engkau, salah satu sebab dan kelemahan Umat Islam ialah tiadanya atau kurangnya kadar yang berwatak, kadar pemikir dan pejuang yang sanggup menggantikan angkatan lama? Tulang dan tenagamu yang sudah semakin lemah, jatah umurmu telah semakin kurang memesankan kepadamu supaya mencari ganti dihari kini. Patah tumbuh hilang berganti; jangan ada vacuum pimpinan atau fathrah pedoman kelak terjadi di kalangan Umat Islam.
Wahai ANGKATAN BARU! Siapkanlah dirimu untuk menggantikan angkatan tua, mereka akan pulang tak lama lagi. Janganlah engkau menjadi pemuda kecapi suling, yang bersenandung meratapi tepian yang sudah runtuh, mengenangkan masa silam yang telah pergi jauh. Janganlah engkau membuat kekeliruan lagi seperti pernah dilakukan oleh angkatan yang engkau gantikan. Teruskan perjalanan ini dengan tenaga dan kakimu sendiri. Dada bumi cukup luas untuk menerima kehadiranmu. Penuhilah segenap udara ini dengan kegiatan dan ketekunan, sungguh dan penuh. Hadapilah tugas mahaberat ini dengan jiwa besar, dengan dayajuang api semangat yang nyalanya kuat dan keras. Pupuklah Ruhul-Jihad, semangat revolusioner, radikal dan progressif dalam jiwamu, dan bertindaklah sebagai laki-laki dengan perhitungan yang nyata dan pertimbangan yang matang. Perkayalah dirimu dengan meneladan kepada masa silam, di mana ada yang rebah dan ada yang bangun, ada yang jatuh dan terus berdiri lagi. Kamu tidak boleh menjadi plagiator dari angkatan lama, dan tidak boleh pula menepuk dada serta meniadakan segala harga dan nilai, jasa dan karya dari angkatan lama. Mereka kaya dengan pengalaman, engkau kaya dengan cita-cita. Padukanlah pengalaman angkatan lama dengan nyala citamu! Sejarah ini telah lama berjalan bergerak dan berkembang. Kamu hanyalah tenaga penyambung menyelesaikan perjungan yang belum selesai. Meneruskan pekerjaan besar, sundut bersundut, dan keturunan yang satu kepada keturunan yang lain, angkatan kemudian angkatan. Kafilah hidup ini adalah ibarat gelombang di lautan; menghempas yang satu, menyusul yang lain; memecah yang pertama datang yang kedua. Sedarilah posisi dan fungsimu dalam sejarah, dan lakukanlah tugas suci ini dengan pengertian, keyakinan dan kesabaran! Insafilah kedaulatanmu sebagai Pemuda Angkatan Baru, yang hendak menggantikan manusia tua angkatan lama. Tidaklah sama dan serupa antara kedua angkatan zaman itu, kerana sejarah berjalan sentiasa menurut hukum dinamika dan hukum dialektika. Wahai UMAT QURAN! Aqidah dan Wijhah hidupmu menyuruh engkau tampil ke depan, mengkutbahkan, Suara Langit di bumi. Isilah fungsimu dengan kegiatan dan kesungguhan; jalankan Amanat ini dengan segala kepenuhan dan ketekunan. Dunia dan Kemanusiaan menunggu pimpinan dan bimbinganmu. Bumi menantikan Cahaya Langit yang mampu menyapu kegelapan. Jaga dan peliharalah jangan sampai jambatan ini runtuh, agar hubungan Bumi dengan Langit tidak patah atau terputus. (1) Qum, Faanzir ! Bangkit dan berdirilah, susun barisan dan kekuatan. Barisan dan kesatuan Umat. Canangkan seruan dan ancaman. Seruan kebenaran dan ancaman kebinasaan jika menolak atau menentang kebenaran. Gemakan sentiasa Kalam Ilahi, kumandangkan selalu suara dan seruan kebenaran. Sampai peringatan ini ke telinga segala Insan! Gempitakan kepada dunia dan kepada manusia ajaran agama Tauhid, ajaran Cita dan Cinta. (2) Worabbaka fakabbir Besarkan Tuhanmu, di atas segala! Tiada kebenaran yang menyamai Kebesaran-Nya. Tiada kekuasaan yang menyamai Kekuasaan-Nya. Tiada urusan atau kepentingan yang lebih dan urusan dan kepentingan menjalankan perintah-Nya. Kecil semuanya dihadapan Allahu
Akbar. Fana, lenyap dan binasa segala dalam ke Baqaan-Nya. Tiada ketakutan selain dari azab, siksa-Nya yang akan menimpa. Tiada harapan selain dan ke Ridhaan-Nya belaka. Tiada kesulitan apabila ruh telah bersambung dengan Maha Kebesaran dan Maha Kekuasaan Tuhan yang Tunggal itu. (3) Wathiabaka fathahhir! Bersihkanlah dirimu, lahir dan batinmu! Hanya dengan kesucian ruh jua Amanah dan Risalah ini dapat engkau jalankan. Risalah dan Amanah ini adalah suci. Dia tidak boleh dipegang oleh tangan yang kotor, jiwa yang berlumur dosa dan noda. Hanyalah dengan kesucian ruh engkau dapat memikul tugas dan beban berat ini. Sucikanlah dirimu, lahir dan batin, baru engkau ajar manusai menempuh tugas dan beban berat ini. Thahirum muthahir suci dan mensucikan, itulah peribadi Mukmin yang sejati. Tangan yang berlumur darah maksiat tidak mungkin akan berbuat khairat kepada dunia dan manusia. Jiwa yang kotor dan penuh dosa tidak mungkin akan memberikan isi dan erti dunia dan manusia. (4) Warrujza fahjur ! Jauhilah maksiat, singkiri mungkarat! Dosa itu akan menodai dirimu, akan menghitamkan wajah riwayatmu. Engkau tidak akan sanggup menghadap, jika mukamu tebal dan hitam dengan dosa dan maksiat, Namamu akan cemar dihadapan Rabbi, kalau laranganNya tidak engkau singkiri dan jauhi. Bersihkanlah keluargamu, saudaramu dan tetanggamu, masyarakat bangsamu dari maksiat mungkarat dosa dan noda. Bangsa dan Negaramu akan karamtenggelam dalam lembab kehancuran dan kebinasaan, jikalau maksiat dan mungkarat telah menjadi pakaiannya. Makruf yang harus tegak dan mungkar yang harus roboh, adalah program perjuanganmu. Al-Haq yang mesti dimenangi dan bathil yang harus dibinasakan, adalah acara dan jihadmu. (5) Wala tumnun tastakthir Janganlah engkau memberi karena harapkan balasan yang banyak! Jalankan tugas ini tanpa mengharap balasan dan ganjaran dari manusia ramai. Menjalankan tugas adalah berbakti dan mengabdi, tidak mengharapkan balasan dan pujian, keuntungan benda dan material. Kekayaan manusia tidak cukup untuk membalas jasamu yang tidak ternilai itu. Bukankah tanpa engkau, masyarakat ini akan kering dari ketiadaan Iman, kepercayaan dan, pegangan? Bukankah tanpa engkau, masyarakat ini lenyap ditelan kesepian, tiada suluh dan pelita? Bukankah tanpa engkau, hidup ini akan kerdil; hidup kehampaan dan segala kehampaan, kerana tiada Iman dan Agama? Kalau tidak adalah penyuluh-penyuluh baru datang ke dunia seperti engkau, alam ini seluruhnya akan tenggelam dalam kegelapan, kesepian dan kehampaan. Jalankan tugas ini kerena hanya mengharapkan keridhaan Tuhanmu jua. (6) Walirabbika fasybir ! Kerana Tuhanmu, hendaklah engkau sabar! Lakukanlah tugas dan kewajipan ini dengan segala kesabaran dan ketahanan. Sabar menerima musyibah yang menimpa, ujian dan cobaan yang datang silih berganti. Sabar menahan dan mengendalikan diri, menunggu pohon yang engkau tanam itu berpucuk dan berbuah. Tidak putus asa dan hilang harapan atau kecewa melihat hasil yang ada karena tidak seimbang dengan kegiatan dan pengorbanan yang
diberikan. Hanya Ummat yang sabar yang akan mendapat kejayaan sejati dan kemenangan hakiki. Hanya Ummat yang sabar yang akan sampai kepada tujuan. Haza dzikrun! Inilah enam peringatan dan enam arahan! Untuk Mujahid Dakwah. Syahibud Dakwah, si Tukang Seru. Bukankah tanpa engkau, masyarakat ini lenyap ditelan kesepian, tiada suluh dan pelita? Bukankah tanpa engkau, hidup ini akan kerdil; hidup kehampaan dan segala kehampaan, kerana tiada Iman dan Agama? Kalau tidak adalah penyuluh-penyuluh baru datang kedunia seperti engkau, alam ini seluruhnya akan tenggelam dalam kegelapan, kesepian dan kehampaan. Jalankan tugas ini kerana hanya mengharapkan ke Ridhaan Tuhanmu jua...(dikutip dari kitab "Usroh wa Da'wah": Imam Hasan Al Banna)
dakwatuna.com - Tarbiyah.. adalah semacam pelepas dahaga bagi kami, ia memancarkan air ia memancarkan cahaya untuk menembus langsung pada jiwa-jiwa kami. Tarbiyah adalah pendidikan namun bukan hanya terhenti pada titik itu, ia melepaskan jiwa yang tadinya hanya terbelenggu oleh mata dunia saja menjadi jiwa yang mampu menaklukkan dunia dengan satu tujuan yakni Ridha Allah SWT. Lalu seperti apa tarbiyah itu? Tarbiyah itu membuat jiwa yang kering menjadi basah, membuat jiwa yang lemah menjadi kuat. tarbiyah yang kami dapatkan bukanlah hanya sekedar transfer pengetahuan, namun juga berikut aplikasi dari ilmu itu. Tarbiyah yang kami jalani adalah tarbiyah yang hidup di tengah-tengah kehidupan kami, bukan hanya saat pertemuan pekanan yang disebut liqo namun tarbiyah itu ada pada kami walaupun kami hanya sendirian. Kader tarbiyah adalah manusia sama seperti Anda..ia juga lupa dan salah, namun tarbiyah telah ajarkan kami bagaimana agar hidup ini dijalani dengan berusaha sekuat tenaga untuk selalu ingat kepada Allah SWT mengikuti sunnah Rasulullah SAW, mencintai ulama dan umaro dan juga kaum mukmin lainnya serta menjaga hubungan baik dengan non muslim. Tarbiyah mengajarkan kepada kami untuk menjalani hidup dengan kejujuran, menjalani hidup dengan optimis, menjalani hidup dengan perasaan cinta sebagai makhluk Allah SWT kepada makhluk lainnya. Maka apa ada yang salah dengan kami? Karena itulah kami berusaha untuk masuk ke semua elemen dalam bangsa ini, karena satu alasan yakni kami juga punya saham di negeri ini sebagai anak bangsa yang tak ingin negerinya terpuruk terus menerus.. Tarbiyah ajarkan kami untuk bekerja tak kenal lelah, maka Anda semua tak perlu heran terkadang dini hari kami di pelosok desa, siang hari di luar kota dan malam hari harus rapat untuk urusan umat. Kami coba resapi taushiyah guru kami KH Rahmat Abdullah, Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai. Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari. Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah. Beliau memang akan tua juga. Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yang diturunkan Allah. Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yang bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak. Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja. Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam dua tahun ia sakit parah kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang. Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan. Tidak. Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari. Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih tragis. Saudaraku.. Tarbiyah mengajarkan banyak hal kepada kami untuk selalu bekerja.. Selalu berusaha menebarkan kebaikan dalam setiap saat meski terkadang lelah mendera, meski harus berhadapan dengan sebuah kondisi sulit dalam kehidupan pribadi kami namun tarbiyah sekali lagi mengajarkan kepada kami bahwa umat ini lebih kami cintai dibanding diri kami sendiri. Maka kami akan terus bergerak.. Terus melaju untuk menyebarkan cinta, untuk menyebarkan sebuah kalimat Islam itu rahmatan lil alamin, itu saja.
Duhai hati.. Sakit yang terus menyapamu selama ini adalah ujian dan cobaan dari Allah seberapa kokohnya engkau menjalani apa-apa yang engkau yakini atas-Nya. Dia ingin tahu seberapa seriuskah engkau dalam menapaki jalan kehidupan yang sudah Dia gariskan. Sakit yang Dia berikan adalah sebuah perhatian khusus-Nya kepadamu. Dia masih sayang kepadamu dengan memberikan ujian dan cobaan. Andai saja kau tak merasa diuji dan diberi cobaan, maka kau akan merasa aman-aman saja, padahal kau sedang berada di tepian jurang yang menganga lebar dan siap menerkammu kapan saja kau lengah.. Duhai hati.. Capeknya dirimu menghadapi segala permasalahan yang engkau temui di sekitarmu, itulah yang terus mengajarkanmu untuk dapat memahami sekelilingmu dengan lebih baik lagi. Di kananmu ada orang-orang yang engkau sayangi dan kasihi. Di depanmu ada orang-orang yang engkau hormati. Di kirimu ada orang-orang yang engkau senantiasa bercengkerama dengannya. Di belakangmu ada orang-orang yang selalu mendukungmu dalam tiap doanya meski kau tak pernah tahu. Duhai hati.. Seorang ustadz pernah menyampaikan, jika tak senang dengan sepatumu yang lusuh, ingatlah mereka yang tak berkaki namun tak mengeluh. Semoga kita selalu dapat mengingatnya duhai hati.. Seberapa letih, lelah, dan sakitnya engkau.. Masih ada orang-orang yang merasakan itu lebih dari kita tetapi mereka tetap tak mengeluh.. Ada saja cara mereka untuk menyemangati diri.. Ada saja sugesti untuk membuat diri mereka semangat.. Ada saja pemikiran positif yang mereka punya hingga mereka tetap bersemangat.. Ada saja cita-cita yang ingin mereka gapai hingga semangat itu tetap terpatri di dada mereka.. Duhai hati.. Tetaplah istiqamah.. Walau itu berat bagimu.. Percayalah kau mampu menjalaninya.. Asalkan kau selalu menyertai Allah dalam segala hal.. Terpautnya kau duhai hatiku pada Sang Khalik.. Akan membuatmu semakin cantik dan tangguh.. Karena kau adalah mutiara di lautan.. Yang akan terus terjaga sampai masa memisahkan.. Duhai hati.. Tetaplah istiqamah..
Ketika memahami tujuan ini, kita tentu sadar bahwa semakin jauh keterlibatan binaan kita dalam tarbiyah akan membawanya pada kesadaran untuk lebih produktif dalam berdakwah. Karena dakwah adalah kewajiban sekaligus hak mereka untuk memenuhi kebutuhan tarbiyah mereka. Tak elok rasanya jika kita membatasi mereka dalam hal kebaikan, seperti melarang binaan kita untuk aktif di kampus dengan maksud agar mereka bisa lebih fokus di dakwah sekolah. Apalagi sebelumnya kita belum menanyakan kecenderungan mereka bagaimana. Kita memahami bahwa di manapun, baik sekolah dan kampus, sama-sama memerlukan SDM sebagai penggerak roda dakwahnya. Untuk itu biarkan mereka berkembang, mempelajari medan dakwah kampus dengan terlibat di dalamnya. Karena di sinilah letak pembelajaran bagi mereka untuk menjadi lebih dewasa dalam menyikapi perubahan iklim dakwah yang berbeda dengan dakwah sekolah. Biarlah mereka melebarkan sayap dakwah di manapun mereka berada. Karena itu baik untuk mereka. Tugas kita adalah menguatkan mereka, bukan melemahkan dengan melarang mereka aktif di kampus. Kalaupun kita khawatir nantinya mereka tidak fokus dan lemah untuk memegang amanah lebih, di situlah kita harusnya mengarahkan mereka agar dapat konsisten dengan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap konsekuensi pilihan-pilihan mereka. Biarkan mereka mengambil keputusan sendiri tanpa perlu kita intervensi. Bagaimana kalau mereka salah ambil keputusan? Saat itulah mereka belajar. Seperti kata Mario Teguh, Karena lebih cepat seseorang merasakan kesalahan, lebih cepat pula ia belajar untuk menjadi benar. Bayangkan jika kita menjadi orang tua, lalu anak bayi kita selalu kita gendong karena tidak tega melihatnya terjatuh ketika belajar berjalan. Alhasil, sampai dewasa pun mereka
tidak akan bisa berjalan. Oleh sebab itu, selama dalam ranah kebaikan biarkan saja mereka berekspresi seoptimal mungkin. Murabbi harus mendidik binaannya agar memahami cara beramal jamai atau tabiat amal dalam sebuah jamaah serta tuntutan-tuntutan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, agar terjamin keselamatan dalam perjalanan, potensi tersatukan, dan produktivitas dapat ditingkatkan. [Mustafa Masyhur] Ya, kita perlu menanamkan kepemahaman kepada mereka, bukan menyuntikkan paham ketaatan yang dibangun melalui taklid buta atau mengultuskan murabbi. Jika begitu, mereka akan berpikir murabbi adalah segalanya dan apa yang dikatakan murabbi adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Hal ini selaras dengan yang disampaikan Ustadz Eko Novianto dalam bukunya Sudahkah Kita Tarbiyah? terkait beberapa hal yang menjadi penyebab kegagalan tarbiyah: 1. Tarbiyah dipandang semata-mata sebagai transfer materi. 2. Persepsi bahwa murabbi adalah segalanya bagi madu. Rasanya aib jika madu memiliki kompetensi yang lebih baik daripada murabbi dalam beberapa bidang. 3. Tarbiyah dianggap sebagai proses indoktrinasi dan dominasi. Murabbi mempersepsikan keberhasilan tarbiyah adalah ketika madu memiliki kesetiaan dan menjadi pendukung murabbi. 4. Sistematika dan metodologi tarbiyah dipersepsikan sebagai hal yang baku. 5. Kecenderungan untuk melakukan kloning murabbi. Sehingga yang menjadi muwashafat adalah apakah madu memiliki hobi, selera, atau kecenderungan yang sama dengan murabbi-nya atau belum. Sekali lagi, kita hanya mengarahkan. Itu pun dengan dialog yang ahsan dengan mereka. Bukan semerta-merta melarang mereka aktif di kampus tanpa disertai alasan yang jelas. Jangan sampai diri kita membina, namun orientasinya agar binaan kita bisa aktif di tempat tertentu. Tapi pikirkanlah bagaimana kita membina, sehingga binaan kita dapat produktif berdakwah di manapun mereka berada. Baik di sekolah, di kampus, di keluarga, hingga di masyarakat. Karena kita hendak membangun seorang muslim yang dai, bukan muslim yang hanya aktivis dakwah sekolah. Kalaupun mereka merasa sanggup berdiri di dua kaki dakwah, mengapa kita harus mengamputasi kemampuan mereka? Bukankah dakwah kampus akan menjadikan binaan kita lebih berkembang nantinya? Jangan sampai mereka merasa sulit berdakwah lantaran kita kurang peka dan subjektif dalam menilai mereka. Selama mereka mampu memberikan kontribusi yang terbaik di jalan dakwah ini, kitalah yang seharusnya berada di garis terdepan untuk mendukung mereka, bukan malah melarang mereka. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. [QS. Ali Imran (3): 159]
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik [QS. An-Nahl (16): 125] Di sisi lain, kita memang memiliki hak untuk ditaati dan di-tsiqah-i oleh binaan kita. Karena bagaimanapun, selain sebagai guru dan sahabat, diri kita juga berperan sebagai pemimpin dan orang tua bagi mereka. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah ketika kita kurang bisa menempatkan hak dan kewajiban kita sebagai murabbi secara proporsional. Apalagi memanfaatkan hak ini untuk menyalurkan keegoisan pribadi yang tidak syari. Ketika kita membangun kepemahaman dan cara berpikir yang benar kepada binaan kita, insya Allah ketaatan dan ke-tsiqah-an akan terbangun dengan sendirinya, tanpa perlu kita minta. Mereka pun mengerti seperti apa arahan kita yang perlu ditaati dan mana yang perlu dikritisi. Sekali lagi Ustadz Satria Hadi Lubis menuturkan, Budaya kritik harus ditumbuhkan secara timbal balik dalam halaqah. Bukan hanya Anda yang berani mengkritik madu, tapi juga madu berani mengkritik murabbi-nya. Namun budaya kritik ini perlu dilakukan dalam suasana kasih sayang, kebenaran dan kesabaran. Seringkali budaya kritik ini padam dalam halaqah karena sikap murabbi yang otoriter, posesif, merasa diri paling benar dan cepat tersinggung jika dikritik. Akhirnya, madu jadi enggan mengkritik murabbi-nya. Apa akibatnya? Akibatnya, madu menjadi orang yang tidak percaya diri mengkritik dan menyampaikan pendapat. Murabbi juga menjadi tidak tahu diri. Tidak tahu apakah dirinya benar atau salah dalam membina madu-nya. Tidak tahu apakah dirinya peduli atau tidak dengan orang lain. Juga tidak tahu apakah dirinya berada dalam kebenaran atau tidak. Selama tidak bertentangan dengan syari, madu wajib mentaati murabbi-nya, walau bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Namun perlu diingat! Bahwa ketaatan madu kepada Anda bukan berarti menutup koridor musyawarah, saran dan kritik. Hal itu tetap perlu dijalankan agar keputusan Anda lebih bijaksana. Dengan madu taat kepada Anda, maka Anda lebih mudah untuk membina, mengarahkan, menasihati, dan memobilisasi mereka untuk kepentingan dakwah dan jamaah. Sangat bermanfaat bila al akh murabbi memberi kesempatan kepada binaan untuk bertanya dan meminta penjelasan, meminta agar tiada seorang pun dari mereka menyimpan sesuatu yang mengganggu jiwanya tanpa berusaha meminta penjelasan tentangnya, dan memberi kesempatan pada mereka untuk bertanya empat mata bagi yang menghendaki, agar tiada rasa tidak enak. [Musthafa Masyhur] Ketika kita diberi nikmat oleh Allah SWT untuk menjadi murabbi, hendaknya kita memahami bahwa binaan kita hanyalah titipan, bukan kepunyaan. Saat halaqah berlangsung, bukan hanya binaan kita yang ter-tarbiyah, tetapi diri kita juga berproses untuk lebih bersabar, bijaksana, dan dewasa dalam membina. Sudah semestinya kita bisa menempatkan cinta dan perhatian kita kepada binaan secara proporsional. Karena cinta butuh jarak yang tepat untuk berekspresi. Ia tidak terlalu jauh tapi tidak terlalu dekat. Tidak cuek tapi tidak juga otoriter. Layaknya mencintai bunga mawar. Janganlah kita petik dengan alasan ingin melindunginya. Karena dengan begitu, kitalah yang sesungguhnya menghancurkan mawar tersebut. Tapi buatlah pagar di sekelilingnya, agar tidak ada hewan atau orang-orang yang hendak merusaknya. Kemudian siramilah ia dengan sabar agar ia dapat tumbuh dengan indah dan mampu berdiaspora dengan baik. Allahu alam
mendukung dakwah, menggerakkan dakwah, membela dakwah, hingga berjuang dijalan dakwah. Poin-poin tersebut lah yang wajib kita kejar untuk mewujudkan keberhasilan dakwah. Ada 2 pilar utama yang menjadi kunci kesuksesan dakwah dan tercapainya targetan-targetan dakwah di atas. Dua pilar tersebut adalah Qiyadah Rosyidah (pemimpin yang bijak) dan Jundiyah muthiah (pengikut yang taat). Qiyadah Rosyidah di sini berarti adalah pemimpin yang dapat bijaksana dalam mengambil keputusan. Dia tidak pernah meninggalkan syura dan istisyarah dalam setiap keputusannya. Sedangkan Jundiyah muthiah di sini pun, bukanlah pengikut yang hanya sekedar mengikuti secara penuh (taqlid buta), tetapi adalah jundi yang taat pada pemimpinnya disertai dengan pemikiran yang tajam dan berpegang pada Al-Quran dan Sunnah (ala bashirah). Ketika semua elemen yang diperlukan untuk dapat meraih keberhasilan dalam dakwah dapat bersinergi dengan baik, dapat saling melengkapi dan memahami satu dengan yang lain, maka keberhasilan atau kesuksesan dakwah adalah merupakan sesuatu yang pasti. Perwujudan asholatul fikrah (kemurnian fikrah), fahmul awaiq (memahami rintangan), muwasholatul amal (kerja yang terus menerus dan berkelanjutan), tauhidushoff (ketahanan barisan), serta wihdatuttaujih (kesatuan komando) adalah sebuah keniscayaan. Maka yakini lah, kemenangan dakwah ada pada kita. Mungkin tidak segera, namun pasti, karena ia adalah janjiNya. Wallahualam bishshowab Review talim Lembaga Dakwah Kampus oleh Ust. Masturi.
Warnailah mereka dengan penuh keikhlasan, tunjukkan totalitas dan ketulusan diri saat sedang mewarnainya. Berharap nantinya mereka akan menjadi lukisan yang menakjubkan.. Di tengah usaha mewarnai yang sedang kita geluti, tambahkanlah banyak campuran warna Doa di dalamnya. Kerjakan lukisan tersebut dengan rapi dan hati-hati. Insya Allah hasilnya akan menyejukkan setiap mata yang memandang. Sungguh sudah menjadi rahasia umum bahwa jalan dakwah itu banyak batu, lewati segala jalan bebatuan dengan senyuman. Percayalah bahwa pada setiap perjalanan pasti ada pemberhentiannya, ada ujungnya. Ujung dari jalan berbatu itu tidak lain ialah jannahNya. Ya, itu adalah sebuah janji. Percayalah bahwa janjiNya adalah PASTI. Yaa ayyuhannaas, inna wadallahi haqq. Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar! (QS Faathir: 5)
Para penentang dakwah ini, tidak pernah berhenti menghalangi langkah para penyeru kebenaran, serangan itu dilakukan dengan mengintimidasi secara dzahir maupun sirriy, dari menyebarkan propaganda serta stigma terorisme terhadap jihad hingga menyebarkan paham Sepilis (Sekuler, pluralis dan liberal). Hal ini lah yang menuntut kejelian para pelaku dakwah agar mampu terus bertahan. Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (AsShaf: 8) Jika kita mengukur sebuah kemuliaan dengan adanya kenikmatan hidup, kecukupan, kelapangan dan bergelimangan harta. Jelas hal ini adalah kesalahan besar, terlebih bagi para aktivis dakwah yang mengikrarkan dirinya untuk memperjuangkan kalimah Allah, mengingat para pendahulu kita begitu dekat dengan kemiskinan dan penderitaan, mereka menolak menggadai aqidahnya demi keridhaan Rabbnya. Sudah takdirnya jika perjuangan itu begitu bersahabat dengan penderitaan sebagai sebuah ujian akan kesungguhan dan membangun militansi dakwah. Laa rohata illa fil jannah (tidak ada istirahat kecuali kelak di syurga). Dan semestinya ujian itu dapat menambah keimanan seorang aktivis mengingat tugasnya begitu panjang dan penuh dengan duri namun imbalan yang akan menggantinya jauh lebih berharga dari dunia dan seisinya. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (As-shaf: 10-12) Selain itu terkadang pertolongan Allah dalam dakwah ini pun dapat dijemput dengan berbagai strategi dakwah. Salah satunya berdiplomasi dengan pihak non muslim selama dibutuhkan, serta selama tidak berdiplomasi dalam urusan yang mungkar dan jelas hal tersebut bertujuan demi kemashlahatan dakwah dan kaum muslimin secara umum. Dimana sabda Rasulullah saw, yaitu:
Dari Abi Hurairah radliyallaahu anhu ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam: Sesungguhnya Allah (bisa jadi) menolong agama ini melalui perantaraan orang fajir [HR. Bukhari nomor 2897 dan Muslim nomor 111] Dalam kaitannya dengan upaya musuh-musuh Islam untuk menyerang umat Islam dan menyingkirkan dai-dainya dari muka bumi ini, maka Islam mewajibkan kepada umatnya melalui nash-nash syari dan hukum-hukum fiqih untuk menyatukan barisan kaum muslimin walaupun berada di wilayah yang berbeda. Ujian seorang aktivis adalah sebuah konsumsi seharihari yang akan menjadi pupuk terhadap suburnya keimanannya. Begitulah cara Allah Swt mendidik para pejuangnya agar mampu menjadi orang-orang terpilih dalam mengemban amanah yang bernilai investasi dunia akhirat.
sekeliling kita yang tegar menjalani hidupnya, tidak mudah berputus asa dan pantang menyerah. Hidup ini tidak mudah, tapi kita tidak boleh Menyerah. Yang perlu kita ketahui bersama adalah, Sesusah-susahnya kondisi yang kita alami, cobalah tengok di belahan bumi lainnya, di sana masih ada yang lebih susah di bandingkan masalah yang sedang menimpa diri kita. Jika mereka saja bisa, mengapa kita tidak. Jadi tidak ada alasan tidak bisa bagi kita sebelum kita mengusahakan tang terbaik. Optimislah! Jangan jadikan setiap masalah yang hadir sebagai penghancur masa depanmu. Tapi, sudah sepatutnya kita mendekatkan diri kepada Allah Sang Pemberi masalah dan menjadikan masalah sebagai daya ungkit yang akan melesatkan potensi yang tersembunyi dalam diri kita, yaitu potensi keimanan dan ketaqwaan. Allah Azza wa Jalla berfirman: Janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula kamu bersedih hati. Padahal kamulah orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang yang beriman. (QS. Ali-Imran: 139). Setiap perjalanan kehidupan seseorang sesungguhnya sarat dengan hikmah yang dapat dijadikan pelajaran hidup. Begitu juga dengan setiap masalah demi masalah yang kita alami. Kita pun harus belajar untuk tidak mudah menyerah dengan kekurangan. Berdoa sudah seharusnya dilakukan setiap muslim, apapun kondisinya, di manapun, kapan pun, kepada Allah tentunya. Tidak perlu menunggu saat susah. Berbuat baik dan selalu mohon ampun kepada Allah, maka engkau akan ditolong oleh-Nya. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (QS. Al Fatihah: 5) Ketika kegundahan, kegalauan dan masalah hidup itu hadir, ingatlah bahwa Allah itu tidak hanya sedang menguji kita. Wallahu alam.
dakwatuna.com Pagi yang indah selalu dihadirkan Allah SWT untuk kita yang memiliki keterpautan hati dan bisa merasakan betapa besar Cinta-Nya pada hambanya. Mata yang masih bisa melihat Keindahan itu, udara yang masih bisa kita hirup, aliran darah dan denyut nadi yang masih bisa kita rasakan, menunjukkan jika kita masih diberi eksistensi oleh-Nya. Rasulullah SAW yang melihat umatnya dari syurga Firdaus-Nya, mendoakan kita yang tak kenal letih memperjuangkan risalah dakwah untuk kejayaan Islam di Bumi Allah ini. Semoga kelak kita semua dikumpulkan bersama Baginda Rasul dan para keluarga serta sahabat. Terkadang kita ini terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan, keburukan, maupun kelalaian. Namun ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah. Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah, tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang sama, ternyata keluarganya babak belur, di kampus tak disukai, di lingkungan masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk. Jangankan mengubah Indonesia, mengubah keluarga sendiri saja tidak mampu. Banyak yang menginginkan situasi negara berubah, tapi kenapa merubah sikap adik saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu yang memadai untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri. Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat baik-baik. Siapa pun yang bercita-cita besar, rahasianya adalah perubahan diri sendiri. Ingin mengubah Indonesia, caranya adalah ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa. Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan kalau tidak dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian ucapan dengan tindakan kita. Boleh jadi orang yang banyak memikirkan diri sendiri itu dinilai egois. Pandangan itu ada benarnya jika kita memikirkan diri sendiri lalu hasilnya juga hanya untuk diri sendiri. Tapi yang dimaksud di sini adalah memikirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas. Perumpamaan yang lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikirkan genteng, memikirkan tiang yang kokoh, akan tetapi pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupakan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesungguhan untuk mengubah dirinya, yang diawali dengan keberanian melihat kekurangan diri. Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses mana pun bakal rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk mengubah dirinya. Kata kuncinya adalah keberanian. Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu mudah, tapi, tidak sembarang orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orangorang yang sukses sejati. Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu bisa dilakukan oleh orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya, inilah calon orang besar.
Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang lain. Walaupun dia tidak berucap sepatah kata pun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, kegigihan kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat dan merasakannya. Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya semakin besar seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar. Jadi kalau ada orang yang bertanya tentang sulitnya mengubah keluarga, sulitnya mengubah anak, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai ustadz, atau kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri. Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan bawahannya, lihat dulu diri sendiri seperti apa. Kalau kita sebagai pemimpin negara, jangan banyak menyalahkan rakyatnya. Lebih baik para penyelenggara negara gigih memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani memperbaiki diri. Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian menjadi suri teladan. Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik bersungguhsungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus, sikap makin mulia, etos kerja makin sungguh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini akan disaksikan orang. Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapi pembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan. Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut. Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawali dari keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Jadi teringat kutipan kata bijak dari sebuah buku seperti ini: Jadilah kau sedemikian kuat sehingga tidak ada yang dapat mengganggu kedamaian pikiranmu Lihatlah sisi yang menyenangkan dari setiap hal Senyumlah pada setiap orang Gunakanlah waktumu sebanyak mungkin untuk meningkatkan kemampuanmu sehingga kau tak punya waktu lagi untuk mengkritik orang lain Jadilah kau terlalu besar untuk khawatir dan terlalu mulia untuk meluapkan kemarahan Satu-satunya tempat dimana kita dapat memperoleh keberhasilan tanpa kerja keras adalah hanya dalam kamus. Di awal tahun, awal bulan dan awal minggu (Jumat adalah awal minggu bagi umat Islam), ayo kita semua mulai memperbaiki diri. Suatu karya besar selalu diciptakan oleh orang-orang yang berfikir besar. Namun perubahan besar pasti dimulai dari satu langkah kecil, dan itu dimulai dari diri kita masing-masing. Wallahualam bishowab
dakwatuna.com - Sebut saja A dan B. Dua orang sahabat yang sejak kecil sering bercanda bersama, menangis bersama, bahkan melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi pun selalu bersama. Kecocokan antara keduanya telah terbingkai dalam sebuah jalinan persaudaraan yang unik, yang tak mudah kita temui di kebanyakan episode persaudaraan yang lain. Suatu ketika, di sebuah serambi masjid kampus, mereka sepakat untuk saling mengoreksi dan mengevaluasi dir mereka masing-masing. Si A harus mengevaluasi kekurangan dan kelebihan si B. Begitu pun sebaliknya, si B juga harus bisa menyebutkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri si A. Mereka bersepakat bahwa beberapa hari lagi akan bertemu di tempat yang sama untuk menyampaikan hasil evaluasi yang mereka siapkan mulai dari pertemuan itu. Hingga tibalah hari dimana mereka menyampaikan boring evaluasinya. A, silakan kamu mulai bacakan evaluasimu terhadap tingkahku selama ini. Ucap si A mengawali pembicaraan. Tidak B, kamu saja yang memulainya. Sepertinya tulisanmu lebih banyak. Dan sepertinya kamu lebih siap untuk menyampaikannya lebih dahulu. Hmm, baiklah. Aku yang akan memulainya. Silakan B, aku akan mendengarkan. Tapi,,, kamu janji ya tidak akan marah padaku setelah kubacakan penilaianku padamu? Baiklah, aku tidak akan marah. Sampaikan saja sejujurnya padaku. Err, kamu mau mendengar yang mana dulu? Tentang kelebihanmu atau kekuranganmu? Kekuranganku saja dulu. A, kamu itu orangnya egois, maunya selalu diperhatikan, tidak peka sama lingkungan, tak pernah mau terus terang tentang masalah yang menimpamu. Kamu itu selalu menyalahkan orang lain ketika ada masalah yang menimpamu, kamu itu maaf B, maafkan aku bila selama ini telah sering menyakitimu. Ujar si A memotong perkataan si B yang sedang membacakan evaluasinya. Tak apa A, maaf juga bila kamu telah tersinggung mendengarkan evaluasiku ini. Tapi, aku masih belum selesai membacakannya. Apakah harus ku hentikan? Tidak B, lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkannya. Kata si A sambil menyeka pipinya yang mulai meneteskan air mata.
Kamu itu, maaf. Pemalas, tergantung pada orang tua, selalu bilang aku seperti anakanak. Dan kamu itu plin-plan. Sejenak B menatap wajah saudaranya. Binar matanya mulai terbasahi air mata yang mulai menetes melintasi pipinya. A, ada apa? Apa ku menyakitimu? Kalau begitu aku hentikan saja evaluasiku. Aku tak ingin sahabatku bersedih seperti ini. Tidak apa B, terus lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkan nasihat dari sahabat terbaik ku. Aku tak sanggup melihatmu bersedih seperti ini. Biar ku hentikan saja ya. Tolong B, lanjutkan saja. Aku tidak apa-apa sahabatku. Aku hanya ingin mengetahui dari lisanmu mengenai kesalahan-kesalahanku padamu. Apakah kekuranganku masih banyak? ujar A sambil menahan tangis yang hampir meledak Maaf A, masih ada tiga halaman lagi. Baiklah, aku lanjutkan. Si B pun melanjutkan membaca daftar kekurangan si a yang telah ia tuliskan. Selanjutnya, si B membacakan daftar kelebihan yang dimiliki si A. A, bagiku kamu tetap istimewa, kamu adalah temanku yang paling cerdas dan kamu sering mengingatkanku bila ku tersalah. Si B membacakan daftar kelebihan si A yang hanya tiga paragraph tersebut. Sudah A, aku sudah membacakan semuanya. Selanjutnya giliranmu. Sambil berusaha senyum, si A membacakan daftar kelebihan dan kekurangan si B. Sekarang aku akan membacakan kelebihanmu dulu saja ya B. Baik A, kalau kamu berkenan, silakan. Kamu itu kreatif, cekatan, suka menolong, penuh ide brilian, konsisten, tak mengharap imbalan duniawi, kata-katamu selalu terjaga, dan selalu senyum tatkala menyapa orangorang di sekitarmu. Ucap si A panjang lebar hingga tiga halaman A4 ia selesai bacakan. sudah B, aku sudah selesai membacakan semua yang kutulis. kekuranganku? Tidak, tidak ada. Aku sudah rampung membaca semua evaluasiku padamu saudaraku. Apa maksudmu? Apa saja kekuranganku dan tingkah burukku yang telah menyakitimu selama aku menjadi sahabatmu A? coba sebutkan saja, aku tidak akan marah. Aku tak bisa menuliskan apapun pada lembar kekuranganmu A. bagiku, kekuranganmu telah mengajarkanmu untuk lebih dewasa dan bijak dalam mengambil setiap keputusan. Dan semua itu telah terbingkai indah dalam memori hidupku sahabatku. Oleh karena itu tak ada yang bisa kubacakan mengenai kekuranganmu.
Duhai sahabatku, maafkan aku. Sungguh engkau adalah sahabat terbaik yang pernah kutemui. Engkau adalah mutiara yang selalu menjadi perhiasan dalam hidupku, menghiasi setiap lembaran perjalanan kehidupan yang penuh kejadian mengharu biru ini. Dan kini, serambi masjid kampus itu pun menjadi saksi, tetesan air mata yang mengalir karena sebuah ikatan yang begitu berharga. Ikatan ukhuwah. ***** Ah, rasanya aku belum bisa menjadi seperti A yang mampu menangkap setiap aura kebaikan dari sahabatnya. Menjadikan segala kekurangan sahabatnya sebagai pelecut semangat untuk mendewasakan diri tanpa mengungkit-ngungkit apalagi membicarakan kekurangan sahabatnya pada orang lain. Kita, pasti pernah punya salah. Bahkan sering kita lakukan pada orang lain. Pada sahabat kita. Saat ego masih tersimpan dalam hati, saat persepsi menutupi mata hati bahwa orang lain harus menjadi yang sempurna di hadapan kita, tanpa cacat, tanpa kekurangan. Maka, sesungguhnya kita telah membutakan mata hati kita untuk memberikan permaafan pada orang lain. Menganggap setiap kesalahan sahabat kita adalah dosa besar yang takkan termaafkan dan telah menutup pintu maaf bagi setiap kesalahan mereka. Sahabatku, Saudaraku ikatan kita bukan sembarang ikatan. Kita diikat bukan karena kesamaan kampus, kesamaan asal daerah, kesamaan jurusan, kesamaan organisasi. Akan tetapi kita diikat atas dasar cinta yang terbingkai dalam ukhuwah. Cinta pada Allah dan ukhuwah yang menggelora mempersatukan setiap keping-keping hati yang tersebar di seluruh penjuru bumi-Nya ini. Sahabatku, Saudaraku ikatan kita adalah ikatan yang istimewa. Yang telah dipertautkan oleh Yang Maha Istimewa, yang selalu kita ucapkan doa-doa rabithah dalam waktu istimewa kita, di sepertiga malam terakhir sambil berdoa, Ya Allah.Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu ,berhimpun dalam naungan cintaMu, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan, menegakkan syariat dalam kehidupan, Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya, terangilah dengan cahayaMu, yang tiada pernah padam, Ya Rabbi bimbinglah kami. Lapangkanlah dada kami, dengan karunia iman dan indahnya tawakal padaMu, hidupkan dengan marifatMu, matikan dalam syahid di jalan Mu, Engkaulah pelindung dan pembela..
dakwatuna.com - Bermula dari postingan seorang ibu bekerja yang juga moderator sebuah page parenting di Facebook. Ibu ini bercerita jika bangun sebelum subuh, kemudian shalat tahajjud, membaca Al-Quran dan doa matsurat ia merasa memiliki energi yang luar biasa untuk menjalankan aktivitas domestik dan publiknya seharian tanpa lelah. Setelah postingan itu banyak memberyang bertanya apa itu doa matsurat. Karena banyak yang tidak tahu, si ibu terniat untuk membagikan buku doa matsurat kepada member page tersebut hitung-hitung sebagai ungkapan rasa syukur 8 tahun pernikahannya. Setelah mendapat honor mengajar pasca sarjana di sebuah perguruan tinggi, si ibu membeli 3 kodi (60) buku doa matsurat untuk dikirim ke seluruh wilayah Indonesia. Si ibu mungkin mengeluarkan uang beberapa ratus ribu untuk membeli buku doa matsurat, amplop dan ongkos kirim. Tapi usahanya untuk menyebar kebaikan tentu menjadi catatan tersendiri bagi Allah SWT. Tidak akan miskin orang yang bersedekah, tidak akan berkurang harta dan ilmu yang kita berikan kepada orang lain. Jika kita memberi 1 dari 2 harta yang kita miliki (2-1) dalam matematika manusia maka harta kita akan tinggal 1 bahkan bisa habis jika kita kurangi satu lagi. Tapi tidak bagi Allah, 2-1 bisa jadi 10. Itu yang terjadi pada ibu moderator sebuah page parenting di Facebook tadi. Walau buku doa matsurat belum dia kirimkan tapi Allah SWT telah mengganti puluhan kali lipat dari uang yang ia keluarkan. Siang itu dia dipanggil bagian keuangan tempat dia bekerja. Dia di suruh menandatangani kwitansi rapelan kenaikan gaji 5 bulan yang totalnya jutaan. Tentu saja si ibu terkejut karena dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan kenaikan gaji. Dan yang paling mengharukan setelah penyesuaian gaji walaupun paling muda tetapi sekarang gajinya paling tinggi karena pendidikannya juga paling tinggi di tempat kerjanya itu. Luar biasa! Tidak akan miskin orang yang suka berbagi. Bahkan sebaliknya Allah akan menjadikan kita kaya. Tidak saja kaya hati, tapi juga kaya materi..!!!
1. Tidak egois Tidak egois nampaknya sulit bagi setiap orang. Tidak egois adalah sikap untuk mengalah. Mengalah bahwasanya masih ada orang lain yang membutuhkan. Orang yang tidak egois adalah orang yang tidak ingin macam-macam. Tidak mau menyakiti orang lain, dan rela berkorban untuk orang lain. Tidak egois, mengedepankan ketenteraman dan ketenangan. Tidak akan mau mengambil perkara karena sesuatu yang bukan haknya. Tidak egois, memberikan ruang untuk orang lain untuk terus meningkatkan kompetensi diri. Orang yang egois akan merasa semuanya serba kurang. Ingin lebih, lebih dan lebih. Tidak pernah mensyukuri dengan apa yang dimilikinya saat ini. Melihat tetangga yang hidup dengan fasilitas mewah, lantas tidak mau kalah. Berlombalomba menunjukkan siapa yang paling kaya. Berlomba-lomba menduduki jabatan yang paling tinggi. Orang egois adalah orang yang selalu menuntut hak. Tanggung jawab diserahkan kepada orang lain. Ketika rapat, tidak memperhatikan suara yang lain. Egois yang tumbuh subur aka n menghasilkan bibit kapitalisme. Kebebasan individu tanpa batas yang menjadi utama. 2. Jujur Begitu banyak orang pintar di negeri ini, namun sulit rasanya menemukan orang yang jujur. Itu adalah salah satu slogan yang seringkali saya ucapkan kepada orang lain. Yang saya kutip dari orang lain. Menjadi pribadi yang jujur tidaklah mudah. Pasti ada saja orang yang tidak menyukai hal ini. Mereka yang tidak menyukai kejujuran adalah mereka yang ingin kebohongan menjadi hal yang biasa dalam hidup. Saya pun pernah mendengar pendapat seseorang Jika kalian hidup jujur, kalian tidak akan bisa bertahan lama dalam sebuah jabatan, makanya jangan terlalu jujur! Banyak fenomena yang terjadi di negeri ini yang disebabkan oleh krisis kejujuran. Sulitkah berbuat jujur? Di sekolah pun kita sulit menemukan siswa yang jujur. Apakah benar kejujuran telah pergi dari negeri ini? Didukung pula dengan ranking Indonesia di mata dunia tentang kejujuran. Obat yang paling mujarab untuk melawan kebohongan adalah keyakinan diri bahwa masih ada kehidupan setelah ini, dan segala tingkah laku itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan yang maha kuasa. 3. Disiplin Bangsa yang tidak disiplin, jangan harap bisa maju. Itulah pendapat dari Mahathir Mohammad dalam buku Character Building ini. Antrian di halte busway, di bank adalah cara untuk melatih kedisiplinan. Pengguna lalu lintas pun banyak yang tidak disiplin, banyak melanggar ramburambu. Supir yang ugal-ugalan adalah supir yang tidak disiplin. Menggunakan jalur busway untuk sampai ke tujuan dengan cepat. Kemacetan yang ada di jalan raya adalah buah dari ketidakdisiplinan pengguna jalan. Tidak ada kata mengeluh dalam disiplin. Disiplin rasanya sulit untuk diterapkan di negeri ini. Negeri ini terkenal dengan Jam karet. Mari kita belajar dari ayam, yang sebelum adzan subuh dia bangun dan membangunkan manusia. Setelah berkokok, ayamayam mencari makan. Karena di pagi hari, rezeki-Nya sedang turun ke muka bumi. Tidak disiplin adalah buah dari kemalasan. Kita butuh istirahat sejenak untuk mengisi bahan bakar dan mengatur strategi bukan untuk bersantai. Karena istirahat yang terlalu lama akan melalaikan. Tiga karakter dasar di atas adalah hal yang wajib yang harus dimiliki tiap orang. Tidak hanya pemimpin yang harus memilikinya. Bukankah lebih baik jika pemimpin yang berkarakter memiliki masyarakat yang berkarakter pula? Jangan salahkan pemimpin, jangan salahkan pemerintah dan jangan salahkan orang lain mengenai kondisi negeri ini. Tengoklah diri kita apa hal yang harus diperbaiki. Apa yang harus dilakukan untuk membangun negeri ini. Langkah awal yang harus dilakukan adalah jadilah pribadi yang berkarakter! Referensi: Character Building, Erie Sudewo
dakwatuna.com - Isi adalah kosong. Kosong adalah berisi Kalimat itu pernah kudapat dari film kera sakti. Kalimat yang pernah diucapkan oleh guru sun go kong, biksu Tong Sam Cong. Sedangkan salah satu dosenku pernah bilang bahwa perkataan itu tidaklah benar. Kosong, ya tetap kosong. Berisi, ya berisi. Tidak mungkin orang yang tidak pernah mau mengisi otaknya dengan belajar bisa serta merta otaknya menjadi berisi dan bisa disamakan dengan orang pintar. Oleh karena itu, kosong tidak berisi dan berisi tidaklah kosong. Berbicara tentang kosong, aku teringat pada sebuah angka yang ditemukan oleh Al Khawarizmi. Angka nol. Angka yang kemudian menyempurnakan banyak bilangan. Apakah nol sama dengan kosong? Jawabannya adalah belum tentu. Jika nol berdiri sendiri, angka ini tidak mempunyai arti, alias nol sama dengan kosong. Tapi tanpa angka nol, semua bilangan bisa menjadi kacau. Tak kan ada bilangan ganjil dan genap jika tidak ada angka nol. Bayangkan jika orang berhitung dari angka 1. Setelah angka 9, lalu angka apa? kalau saja tak ada angka nol, setelah Sembilan langsung angka 11. Lalu pertanyaannya, angka 11 itu ganjil ataukah genap? Jika ganjil, maka angka 9 angka ganjil atau genap? Jika hitungan itu diteruskan, akan terjadi ke-tidak-konsekuen-an antara bilangan ganjil dan genap. Angka 1 disebut ganjil, lalu angka 11 termasuk apa? angka 21, 31, 41, jenis bilangan apa? Alhamdulillah seorang ilmuwan muslim telah memecahkan permasalahan ini. Dengan angka nol yang telah ditemukan oleh Al Khwarizmi, masalah itu bisa dibereskan dan ilmu menjadi berkembang seperti saat ini. Segala hal yang diciptakan oleh Allah mengandung banyak pelajaran. Tak terkecuali angka nol. Banyak orang yang menganggap amalan-amalan kecil bernilai kosong, bukan nol. Akibatnya, banyak yang tidak mau mengerjakan amal-amal kecil. Memungut sampah di jalan, misalnya. Menyelamatkan semut yang berada di tengah-tengah air yang sedang berjuang mencapai daratan, menyirami bunga yang layu, memberikan uang recehan pada anak jalanan yang mengelap motor di perempatan lampu merah, membantu menyeberangkan orang tua, mengucapkan salam setiap bertemu saudaranya, tersenyum, atau amalan-amalan kecil lainnya yang sering kali enggan dilakukan karena nilainya kecil. Padahal sesuatu yang kecil yang dilakukan secara terusmenerus lebih baik dari pada sesuatu yang besar, tapi bersifat insidental. Sedikit-sedikit, lama-lama akan jadi bukit. Layaknya angka nol yang seringkali disamakan dengan kosong. Amalan-amalan kecil pun sering dianggap kosong. Padahal sebenarnya tergantung dimana meletakkan angka nol itu. Jika nol diletakkan sebelum angka 1, maka nilainya hanya 1, meskipun jumlah yang dituliskan banyak. Inilah gambaran orang yang menyepelekan amalan kecil. Tapi jika letaknya setelah angka 1, nilainya akan jauh lebih besar, walaupun jumlah angka nol yang ada hanya sedikit. Dua buah angka nol dituliskan sebelum angka 1, akan menjadi sia-sia, 001 tetap sama dengan 1. Jika dibalik, akan menjadi 100, lebih banyak dari angka 1. Jika melakukan amalan, meskipun kecil, tapi diniatkan untuk ibadah, maka ibarat angka nol yang diletakkan setelah angka 1, Ia berlipat ganda. Terkadang sesuatu yang kecil itu sering disepelekan, tapi sesungguhnya dari hal-hal yang kecil inilah bisa menghasilkan sebuah perubahan besar. Jika belum mampu melaksanakan yang besar, istiqamahlah pada yang kecil. Karena segala hal yang besar itu tersusun oleh hal-hal yang kecil. Tanpa adanya sekumpulan sel, otot tidak akan pernah terbentuk. Tanpa adanya proton-netron, atom tak akan ada. Tanpa adanya tentara-tentara yang hebat, panglima perang tidak akan berdaya melawan musuhnya.
3 Ranah Dakwah *
dakwatuna.com - Saya jadi teringat salah satu novel A. Fuadi berjudul Ranah 3 Warna (R3W) dimana inti ceritanya ialah petualangan, pengalaman, atau perjalanan yang dialami oleh Alif (tokoh utama) di tiga lokasi berbeda di kolong langit ini, yaitu Jakarta, Yordania, dan Kanada. Apa korelasinya dengan tulisan ini? Kalau dalam R3W Alif harus berjibaku mengalami manis pahitnya perjuangan di tiga negara berbeda untuk meniti pada tangga kesuksesannya, maka kita pun sebaiknya melalui Ranah 3 Dakwah jika ingin lebih membuat dakwah Islam masif di tengah masyarakat. Ketiga ranah dakwah tersebut ialah sosialisasi, legislasi, dan eksekusi. Ketiga ranah ini saya dapatkan dari Ust. Hepi Andi Bastoni. Sudah sama-sama kita ketahui bahwa inti dakwah sebenarnya ialah menyeru/ mengajak kepada kebaikan. Oleh karena itu, sosialisasi menjadi hal penting pertama yang harus dilakukan. Dalam konteks ini bisa dibetulkan pepatah Tak kenal maka tak sayang. Tentu sosialisasi yang dilakukan hendaknya mengusung metode asertif (meminjam istilah yang Akh Febri Zulhenda gunakan dalam tulisannya yang berjudul Jangan Salah Memainkan Senjata). Para ahli sudah banyak yang mencoba mendefinisikan kata asertif. Namun, di sini saya lebih condong mengambil definisi dari Rathus (1981) yang memberi batasan asertifitas sebagai kemampuan mengekspresikan perasaan, membela hak secara sah dan menolak permintaan yang dianggap tidak layak serta tidak menghina atau meremehkan orang lain. Intinya, penerapan metode asertif dalam upaya dakwah ialah kita menyampaikan dengan bahasa yang tidak menyinggung secara frontal pihak yang jadi target dan mereka bisa menerima pendapat kita itu dengan senang hati. Tentu hal ini tidak mudah kita terapkan di lapangan dakwah yang sesungguhnya. Tapi, bukankah tidak mudah itu bukan berarti tidak mungkin? Ranah selanjutnya yang harus pula diperjuangkan ialah legislasi. Fakta pentingnya memiliki perwakilan di wilayah kekuasaan strategis untuk kepentingan dakwah sepertinya sulit untuk dibantah. Hal ini karena posisi tetap penting dalam suatu grand planning dakwah di manapun dan kapan pun itu. Memang ada kalanya ketika situasi sedang berada dalam zona yang mudharatnya lebih besar, sebaiknya kita jangan dulu masuk lingkaran tersebut. Namun, kita tidak boleh berhenti untuk memiliki mimpi dan terus berjuang untuk bisa memasuki dan kemudian membenahi lingkaran tersebut. Sampai-sampai Eep Saefullah Fatah, seorang pengamat politik Islam terkemuka di negeri ini pernah menyatakan bahwa lingkaran kekuasaan mutlak diperlukan karena agenda dakwah juga harus menyentuh ranah politik. Beliau mengibaratkan pelaksana agenda dakwah dengan menyebutkan harus ada yang menjadi burung dan cacing di waktu yang sama. Burung artinya mereka yang bertugas di lingkaran kekuasaan. Sedangkan cacing ialah mereka yang diamanahi untuk menjadi pelaksana di lapangan. Tentu saja keduanya tidak berarti yang satu lebih mulia daripada yang lain. Amal dan keikhlasan tetap jadi penentu kemuliaan di sisi Allah SWT. Perumpamaan ini memiliki kaitan yang erat dengan ranah ketiga nanti. Akhirnya, ketika kita sudah bisa mengendalikan semua yang ada dalam lingkaran itu, tentu aturan main, tat tertib, atau semua regulasi yang berlaku bisa kita setting sesuai apa yang kita yakini kebenarannya, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Adapun ranah ketiga yaitu eksekusi. Produk yang kita lahirkan dari ranah legislasi nampaknya tidak akan bekerja maksimal jika eksekutornya tidak satu visi dengan kita. Akibatnya, ada kemungkinan besar terjadinya banyak penyimpangan di tataran praktik. Untuk itu, adanya proses kaderisasi untuk menciptakan para eksekutor dengan kualitas dan kuantitas yang hebat tidak bisa kita abaikan. Mengapa? Tentu saja karena kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan orang kita yang mungkin pada waktunya nanti akan resign atau hambatan lain yang tidak bisa dihindari. Mungkin sedikit yang dibahas di atas tidak akan bernilai apapun jika tidak kita upayakan untuk tercipta. Salah satu yang bisa kita lakukan saat ini untuk bisa mencapai tiga ranah tersebut dengan sukses ialah mulai memperbaiki diri dari segala segi. Mengapa hal ini penting? Ketiga ranah tersebut sangat berkaitan erat dengan keberadaan orang-orang di sekitar kita. Sudah seperti menjadi rahasia umum bahwa masyarakat saat ini rata-rata masih cenderung melihat siapa yang mengatakan daripada apa yang dikatakan. Walaupun idealnya dalam menerima kebaikan yang bersifat universal sebaiknya kita lebih melihat pada aspek apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan. Di sinilah letak urgensi menjadi sosok teladan di tengah masyarakat dibuktikan. Mudah-mudahan segala yang kita lakukan saat ini ialah salah satunya bertujuan untuk menciptakan pribadi teladan yang dengan keteladanannya bisa membawa umat ini menuju kepada cahaya Islam sebenarnya. Cahaya Islam yang terang benderang laksana matahari di siang hari dan bisa memusnahkan kejahiliyahan modern yang lebih ganas daripada zaman Nabi Muhammad SAW dahulu. Aamiiin. * Tulisan ini adalah episode #2 (tamat) dari tulisan yang terinspirasi saat mengikuti agenda Rihlah dan Silaturahim KAMMI Komisariat Madani pada tanggal 9 Dzulhijjah 1432 H/ 5 November 2011 M bertempat di Pendopo rumah Ust. Hepi Andi Bastoni (penulis dan mantan jurnalis Islam) di kompleks Perum Taman Kenari, Bogor.
dakwatuna.com - Dua tahun silam, masih teringat tajam kisah perjalanan sekelompok manusia yang mewakafkan dirinya untuk umat. Kisah manusia pilihan yang hidup untuk memperbaharui peradaban. Mereka dipersatukan sejak awal masuk kampus, namun ada juga yang datang kemudian. Mereka belajar bersama, mereka berjuang sama, mereka bergerak bersama, dalam satu cita, Islam. Perjalanan dakwah tak selamanya dihiasi ukhuwah yang indah, kadang adakalanya timbul pertengkaran kecil, kadang hadir cinta dan persahabatan yang kekal. Semua kejadian, semua problema, semua konflik antar aktivis dakwah, bukan menandakan dakwah menghancurkan ukhuwah, justru dakwah ini telah mempererat ukhuwah. Di tengah perjalanan masa perkuliahan, ketika tanggung jawab dan amanah sudah waktunya diberikan, mereka pun dengan semangat memilih jalan masing-masing, ada yang memilih jalur siyasah (BEM), LDK, DKM, Himpunan, dan lembagalembaga lainnya baik yang internal ataupun eksternal. Sejak saat ini, mereka mempunyai tugas dan peran yang berbeda, meskipun tetap berada pada halaqah yang sama. Roda perjalanan pun berputar seiring jaman. Berbagai masalah dan konflik mulai berdatangan. Inilah ujian keimanan dan tujuan kita dipertemukan dengan tarbiyah. Ketika ukhuwah mendapat ujian, mulailah timbul ketidakpercayaan, ketika agenda-agenda dakwah berantakan dan saling bertabrakan, mulailah mereka saling menyalahkan. Ketika banyak tantangan dan ujian, tidak sedikit mereka berjatuhan, mundur lantas menghilang dari pentas dakwah. Ketika halaqah, yang seharusnya menjadi ajang untuk konsolidasi, memperbaiki dan menyatukan arah dakwah, digunakan sebagai ajang perdebatan, halaqah yang biasanya dipenuhi cinta dan ketenangan, berubah menjadi tangis dan kekacauan. Perbedaan yang sebenarnya kecil, bisa berubah menjadi besar dan berujung konflik antar lembaga dalam menentukan arah dan strategi dakwah. Namun sekali lagi, ini bukanlah kehancuran, karena pada hakikatnya, ini adalah proses menuju kedewasaan dalam mengelola perbedaan. Dakwah kampus memang memiliki keunikan, dinamis dan memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Maka, tidak heran jika permasalahan dan tantangan juga tinggi dan beragam. Namun, di sinilah letak dari proses pembelajaran, pendewasaan dan persiapan yang matang sebelum terjun ke masyarakat. Pertengkaran kecil itu akan menjadi kenangan yang sulit dilupakan, menjadi perekat yang sangat kuat dalam persaudaraan. Menjadi sebuah kerinduan. Dan akhirnya, kelulusan seakan menjadi akhir dari perjalanan, mereka mulai berpisah, ada yang tetap istiqamah melanjutkan dakwah dan tarbiyahnya, baik di kampus atau di masyarakat, namun ada juga yang berhenti dari dakwah dan tarbiyah, dan memilih jalannya sendiri. Itu semua pilihan, yang pasti romantisme dakwah kampus telah membuat mereka dewasa, mempererat ikatan hati mereka, mengekalkan cintanya, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan. Semoga Allah membimbing, memberi keistiqamahan dalam langkah mereka, dalam jalan mereka, mengekalkan cinta mereka, memberikan azam dan tekad dalam dakwah dan tarbiyahnya, dan mempersatukan mereka di dunia dan di surgaNya. * Didedikasikan kepada Aktivis Dakwah Kampus di seluruh Indonesia, Forum Silaturahim Lembaga Dakwah (FSLDK), dan khusus kepada sahabat perjuangan di kampus putih biru, Bandung Selatan Dakwah tak akan mati, tapi kita akan mati. Kita akan mati sebagai pengemban Dakwah atau Mati sebagai beban bagi Dakwah? Bergerak, dan terus bergerak, untuk kebangkitan Dakwah Kampus
Innalillahi Sosok mengagumkan itu kembali terngiang dalam memori Si cerdas, tangguh, bijak dan entah apasepertinya aku butuh kata baru untuk menggambarkan ke-luarbiasa-annya Aku kembali lagi kagum dan kagum, hanya dapat mengaguminya astagfirullah. tipu daya syetan itu ya Allah astaghfirullah.
dakwatuna.com - Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik(QS. Ali-Imran: 14) Sebagai aktivis dakwah sudah pasti, ujian dalam mengarungi samudra kehidupan dakwah ini tidaklah akan mudah. Beragam tantangan gulungan ombak penghalang akan terus datang. Menerpa perjalanan hingga kelak kita sampai di finishnya. Dengan porak-poranda mungkin, basah kuyup, ya itu sudah pasti. Namun bagaimana pun, itu semua akan dan harus dilalui. Cinta. Rasanya ini merupakan salah satu ujian berat yang harus dilalui kita para aktivis dakwah. Cinta dalam konteks sebuah rasa manusiawi yang timbul antar dua insan yang berlainan jenis. Layaknya cinta Adam dan hawa, cinta Yusuf dan Zulaikha, cinta baginda Rasulullah dan ibunda Siti Khadijah. Rasa ini tentunya sangat rentan sekali untuk kita para aktivis dakwah thulabi yang kesehariannya senantiasa dihadapkan pada kenyataan dan keharusan kita berinteraksi intensif antar lawan jenis sesama aktivis dakwah. Tentunya tidak dapat dipungkiri, bahwa cinta akan timbul karena terbiasa. Terbiasa beramal jamai bersama, terbiasa menyelesaikan berbagai persoalan dakwah bersama, terbiasa saling mengingatkan dalam kebaikan bersama, bahkan mungkin terbiasa menangis bersama dalam berbagai muhasabah tiap agenda. Merasai bersama pahit manis, asam-garam kehidupan dakwah kampus atau sekolah dalam kurun waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Tentu benih-benih itu tanpa ditanam dan disiram pun akan tetap bertumbuh. Tidak ada yang salah atas itu semua. Bukan hal yang salah jika kita jatuh cinta. Bahwasannya aktivis dakwah pun juga hanya manusia biasa bukan? Maka jangan salahkan cinta, pun jangan pula terbebani dengannya, apalagi sampai berusaha untuk membunuhnya. Karena sejatinya dia adalah fitrah. Dan fitrah cinta ini adalah persoalan bagaimana kita dalam menyikapinya. Beberapa baris kalimat pembuka di atas sangat mungkin pernah terbesit dalam hati-hati kita. Ketika melihat sosok aktivis militan yang pesona keimanannya begitu memancar. Keshalihan pribadinya begitu nampak. Pemikiran briliannya selalu menyempurnakan kerja-kerja dakwah. Ditambah aura kepemimpinannya yang bijaksana lagi tegas. Salahkah jika muncul rasa itu? Sekali lagi tidak. Bukan perasaan itu yang salah, melainkan pilihan langkah kita yang sering kali salah dalam menyikapinya.
Lantas apa dan bagaimana cara kita untuk menyikapinya? Seorang ustadz pada siarannya di salah satu radio dakwah pernah menyampaikan, bahwasannya benar, cinta datang dari mata turun ke hati, dari pendengaran turun ke hati. Maka jagalah keduanya ini. Jagalah dengan sungguh-sungguh seluruh indera yang dikaruniakan oleh-Nya. Menjaganya dengan sebenar-benar penjagaan dan memohon pada pemiliknya dengan segala kerendahan dan penghambaan untuk senantiasa menjaga hati kita tetap pada koridor yang diridhai-Nya. Menjaga pandangan untuk menjaga hati (ghodul bashar ilaa ghodul qulub). Maka hal penting pertama adalah ini, jangan pernah sepelekan hal ini. Kemudian sadarilah. Bersegeralah menyadarkan diri, bahwasannya semua rasa yang timbul itu adalah fana, maya, semu. Rasa itu timbul oleh karena adanya sebab. Maka seiring dengan hilangnya sebab-sebab yang mengharuskan kebersamaan dan ke-terbiasa-an tersebut, maka akan menyertai pula hilangnya perasaan yang pernah bertumbuh itu. Cepat atau lambat pun rasa itu akan berkurang lalu hilang. Lalu yakinlah. Bahwasanya jelas janji-Nya dalam Al-Quran. Telah Ia siapkan laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik, pun sebaliknya. Jika dalam al-huda itu pun telah jelas tertulis, maka masih adakah alasan kita untuk meragu? Mari sibukkan diri dalam perbaikan. Meningkatkan kualitas diri dan berusaha memantaskan diri untuk mendapatkan satu yang terbaik yang telah disiapkan oleh-Nya untuk masingmasing dari kita. Jangan biarkan tipu daya syetan itu memonopoli hati dan pikiran kita. Menjerembabkan diri kita ke jurang nista. Wallahualam bishshowab
Berikut sebuah pesan singkat yang mulai beredar dikalangan Mahasiswa Akhir Tahun. Untuk diRenungkan Setidaknya satu lembar setiap malam. Renungkan dan mulailah menuliskannya. Bukankah janji kita ingin menjadi SARJANA? Jangan sampai membuat mereka meneteskan air mata. Bukankah harapan mereka tidak mengada-ada? Hanya ingin melihat kita menjadi SARJANA! Baju Toga itu, mengeringkan semua keringat mereka, menghapus air mata mereka. Meski itu tidak cukup untuk membayar semua pengorbanan mereka. Namun dengan itu kita dapat membuat mereka tersenyum bangga. Bukan emas dan permata sebagai bentuk balas jasa. Hanya kata sederhana SARJANA! Lupakah kita waktu mereka mengantarkan ke kota. Mereka pulang lalu bercerita pada siapa saja yang ditemuinya bahwa anak mereka sekarang kuliah dan jadi calon SARJANA. Mereka lalu menjual apapun yang ada, mereka mulai menghemat uang belanja, memberikan yang terbaik buat ANAKNYA. Hanya untuk menjadi SARJANA. LUPAKAH KITA?
Tersindir rasanya ketika membaca kalimat panjang yang dikirim seorang sahabat. Sedih dan kecewa kepada diri sendiri. Berurai air mata ini. Mulai teringat lagi ketika awal mejadi mahasiswa. Apa yang salah? Dimana yang tidak benar dan Bagaimana seharusnya? Tahun ini, berat. Sangat berat malah. Semuanya mulai terasa menjadi prioritas. KULIAH, PENELITIAN, PROPOSAL dan TUGAS AKHIR. Mulai membiasakan telinga, hati dan pikiran dengan kata-kata yang terangkai dalam kalimat-kalimat yang terasa sangat menusuk di kalbu. Tapi memang itulah nyatanya. Menahan rindu untuk pulang ke Kampung Halaman, menghindari hadir didepan teman-teman sesering mungkin, dan membatasi segala komunikasi yang diprediksi akan menimbulkan berbagai pertanyaan seperti : Kapan Wisuda? Sudah Proposalkah? Bagaimana penelitian? Apa judul Tugas Akhir? Sudah sampai dimana Tugas Akhirnya? Hmm Kasihan kepada perasaan sendiri. SEDIH. Berusaha kembali menguatkan hati. Muncul rasa iri dan cemburu melihat teman-teman yang dengan begitu lancarnya menyelesaikan Tugas Akhirnya. Dan bertanya seraya menyalahkan diri sendiri MENGAPA BUKAN AKU????. Muncul pikiran-pikiran buruk dan tidak sepantasnya di pikiran ini. Mulai meragukan teman-teman yang telah melangkah lebih dulu. Menjaga jarak dan silaturrahmi. Menggangap nasihat mereka sebagai sikap yang menggurui dan salah.
Menata kembali hati, pikiran dan langkah-langkah menjadi SARJANA. Merenung. Tidak ada yang salah sebenarnya. Hanya kita yang belum maksimal dan mendapatkan batu sandungan disetiap langkah kita. Semoga saja benar. Teringat masa-masa yang telah terlewatkan. Membagi waktu dan pikiran di dunia yang berbeda. KULIAH dan ORGNISASI. Rasanya tidak ada yang tersia-siakan. Semua sudah pas pada porsinya. Hmm, entahlah. Mungkin ada beberapa waktu yang tersita untuk organisasi. Mungkin pikiran yang mulai merasakan bosan untuk kuliah sementara organisasi memberikan pengalaman baru yang memiliki pesona berbeda. Mungkin. Sebenarnya bukan mungkin. Tapi memang seperti itu nyatanya. Teringat lagi masa-masa sebelumnya. Pesan dan nasehat ayah-bunda sebelum beranjak untuk menuntut ilmu. Belajar yang serius anakku. Belajar yang rajin. Jangan tinggalkan sholat dan selalu berdoa serta membaca Alquran. Bergaul dengan teman yang baik dan sesuai. Ayahbunda percaya padamu. Kebebasan yang diberikan, karena memang kamu sudah dewasa. Jadi bertanggungjawablah. Pesan yang dahulu terasa hanya biasa saja kini mulai memiliki makna yang berbeda. Seperti sebuah amanah yang amat berharga. Ayah-bunda, sebenarnya ananda kuliah dengan seperti yang ada. Belajar dengan semestinya, serta berdoa dan menjalankan pesan-pesan itu. Tapi,, Ayah-bunda ananda juga ikut di suatu organisasi. Rasanya inilah yang ananda ingini selain hanya kuliah saja. Organisasi sebagai Tempat ananda mengasah rasa peka dan peduli, memunculkan pemikiran-pemikiran kretif dan inovatif, mengembangkan diri serta menambah ilmu yang tidak diberikan di bangku kuliah. Organisasi tempat ananda menemukan keluarga baru. Tempat ananda berkeluh-kesah dan berbagi semuanya, ada suka, duka dan ada cerita. Organisasilah tempat ananda melampiaskan rasa rindu, ketika rindu kepada Ayah-bunda tidak bisa ditahan lagi. Ayah-bunda, memang pikiran ananda terbagi. Memikirkan kuliah juga memuikirkan hal yang lainnya. Tapi sudah sepantasnya ananda memikirkan ini. Memikirkan kita, orang lain dan bangsa ini. Memang terdengar lucu. Memikirkan bangsa?? Tapi memang begitulah ananda saat ini. Meskipun belum memberikan perubahan besar buat bangsa ini. Tapi, Ayah-bunda, ananda belajar peduli, merasakan dan mencari solusi untuk permasalahan orang lain. Ayah-bunda, terkadang waktu, uang dan kesempatan yang ada juga ananda bagi. Bolos kuliah, yang bukan hanya sekali. Tapi berkali-kali. Bukan karena malas, Ayah-bunda. Tapi karena ada hal lain yang mesti dikorbankan untuk diri ini dan orang lain. Menyisihkan uang yang Ayah-bunda kirimkan bahkan terkadang membuang kesempatan yang ada demi hal ini. Maafkan ananda, Ayah-bunda. Bukan tidak menghargai atau menghormati Ayah-bunda. Bukan menyia-nyiakan kepercayaan Ayah-bunda. Tapi inilah yang ananda butuhkan dan inilah kewajiban ananda sebagai manusia dan generasi muda bangsa ini. Ayah-bunda tahu ananda bukan anak yang bodoh, nakal, apalagi durhaka. Butuh waktu lama untuk wisuda bukan karena ananda tidak serius atau bermain-main. Rasanya ada hal yang harus dan menjadi kewajiban bagi ananda untuk melaksanakannya. Untuk membagi pikiran dan waktu ananda. Ananda berharap Ayah-bunda mengerti dan memahami. Setiap pertanyaan Ayah-bunda mengenai kuliah ananda jawab sebagaimana adanya. Beginilah kondisinya. Ayah-bunda, ananda punya banyak cerita mengenai keluarga baru ananda (organisasi) yang tidak tahan rasanya ingin ananda ceritakan. Tapi sedikit kecewa ketika Ayah-bunda menanggapinya biasa-biasa saja. Ananda punya teman, pernah bertemu dengan orang hebat
dan sukses, pernah kesana-kesini, pernah mengangkatkan berbagai acara, dan pernah melakukan berbagai hal yang orang lain tidak melakukannya. Bahkan mereka tidak punya kesempatan untuk itu. Ananda tidak pernah menyesal, Ayah-bunda. Membayar cukup setimpal untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman ini. Sama sekali tidak pernah menyesal. Tapi ananda takut, Ayah-bunda tidak lagi percaya. Kecewa dan sedih. Itu yang ananda takutkan. Percayakah Ayah-bunda, setiap hari ananda merenungkan ini. Setiap kali Ayah-bunda menelpon ananda menangis sesudahnya. Setiap malam mengejar ketinggalan-ketinggalan ananda selama kuliah ini. Jika ada matakuliah yang nilainya rendah, bukan karena ananda bodoh atau malas. Tapi karena ananda melebihi batas absen dan tidak boleh ujian. Ananda ingin menjelaskan. Ananda ingin Ayah-bunda mendengarkan. Cukup itu. Cukup Ayah-bunda percaya bahwa apa yang ananda lakukan itu benar. Dan memang itulah yang harusnya nanda lakukan. Maafkanlah ananda, Ayah-bunda. Ampuni ananda. Tidak ada niat terlintas sedikitpun untuk membuat kecewa, sedih apalagi marah. Sekarang ananda sedang berjuang. Berjuang mendapatkan apa yang sama-sama kita cita-citakan. Doakan ananda, Ayah-bunda. Terimakasih buat semuanya. Terimakasih sebesar-besarnya. Ananda tahu tak akan sanggup membalasnya. Didedikasikan: untuk Saudara/I ku. Kita masih berjuang dan perjuangan ini belum selesai. Sama sekali kita belum melakukan apa-apa untuk diri kita, orang tua kita, bangsa dan agama kita. Semangat!! Semoga ridho Allah dan orang tua bersama kita. Amin ya Allah