Anda di halaman 1dari 5

Lika Liku Hijrah dalam Jebakan Insecurity

Fatimah Alanza Salsabila

Fenomena hijrah menjadi hal yang sudah tidak asing saat ini. Derasnya
gelombang hijrah dan kencangnya seruan untuk mengajak menuju kebaikan
layaknya gulungan ombak di tepi pantai, menyapu tak hanya di kalangan milenial
tetapi hingga mencapai kalangan artis dan influencer. Ini menjadi sebuah hal yang
patut kita syukuri karena semakin banyak yang bergerak menuju kebaikan,
dakwah islam semakin tersebar luas, dan InsyaAllah cahaya islam juga akan
semakin menerangi berbagai sisi kehidupan. Tetapi perjuangan untuk berubah
menuju kebaikan tentu tak semudah yang terlihat. Banyak rintangan dan lika-liku
yang menggores hati dan pikiran dalam menghadapi sebuah perubahan. Ujian
datang dari berbagai sisi, baik itu dari diri sendiri, teman-teman, dan lingkungan
pekerjaan. Insecure seperti rasa minder atau tidak percaya diri yang muncul akibat
cemoohan dan ejekan orang lain membuat langkah hijrah menjadi penuh
keraguan, ‘Apakah langkah hijrah ini tetap dilanjutkan atau kembali ke posisi
awal?’. Pada akhirnya, ketika ujian datang bertubi-tubi hingga sudah sampai pada
titik lelah hati, banyak yang memutuskan untuk kembali ke posisi awal. Padahal
sesungguhnya Allah tidak akan menguji suatu hamba melebihi batas
kemampuannya. Sesungguhnya Allah tengah melihat kesungguhan hati kita dalam
mempertahankan keimanan, sejauh mana kesabaran dan keteguhan kita dalam
berhijrah.

Sebelum mengulas lebih lanjut, ada baiknya kita mengetahui arti


sesungguhnya dari insecure. Konsep insecurity sudah ada pada teori yang
dikemukakan oleh Maslow sebagai salah satu tahap dalam teori Basic Human
Needs yaitu need for security. Apabila tahap tersebut (needs for security) tidak
terpenuhi maka individu akan merasakan perasaan disakiti atau terancam, merasa
ketakutan, cemas, bahkan merasa kurang puas dengan kehidupannya (Afolabi and
Balogun, 2017). Vornanen, Torronen, dan Niemela membagi perasaan insecure ke
dalam tiga bagian, yaitu 1) rasa insecure yang berhubungan dengan diri individu
seperti rendahnya rasa percaya diri, perasaan takut, dan kecemasan, 2) perasaan
yang berhubungan dengan interaksi sosial seperti perasaan kesepian, tidak
mendapat dukungan, dan bullying, 3) perasaan yang berhubungan dengan realita
kehidupan seperti ketidakpastian masa depan dan ketakutan akan kejahatan
(Vornanen, Törrönen and Niemelä, 2009). Adapun 3 hal yang paling banyak
menyebabkan rasa insecure muncul yaitu kegagalan dan penolakan, kurang
percaya diri karena kecemasan sosial, dan perfeksionisme (Dian, 2019). Maka
dapat saya simpulkan dari penjelasan-penjelasan tersebut bahwa rasa insecure ini
berupa perasaan cemas, ketakutan, rendahnya rasa percaya diri, dan semacamnya
yang dikarenakan individu tersebut merasakan ketidakamanan dalam
lingkungannya. Ketidakamanan ini dapat terjadi ketika seorang individu merasa

1
malu, bersalah, kekurangan, atau bahkan tidak mampu. Insecure bukan menjadi
suatu hal yang asing, mungkin jika kita membuat sebuah penelitian, 8 dari 10
orang pasti pernah mengalami rasa insecure, termasuk mereka yang hendak
berhijrah atau sedang menjalani proses hijrah.

Hijrah berasal dari bahasa arab yang berarti ‘meninggalkan, menjauhkan


dari, dan berpindah tempat’ (Murnisetya, 2020). Hijrah yang dimaksud disini
adalah meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, negatif, maksiat, dan hal-hal
tidak bermanfaat lainnya lalu menuju kehidupan yang lebih baik lagi dengan
membiasakan berbuat baik, berkata yang baik, niat yang baik, harapan-harapan
baik, dan mendekatkan diri kepada Allah dalam ketaatan (Murnisetya, 2020).
pengertian ini juga telah dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan
Muslim mengenai seseorang yang berhijrah, “Seorang muslim ialah orang yang
kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang
muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang
dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Beberapa orang yang berhijrah banyak mendapati berbagai ujian. Banyak


di antara mereka yang dirundung rasa insecure di masa transisi penghambaan
dunia menuju penghambaan pada Allah SWT. Beberapa penyebab yang paling
sering membuat rasa insecure ini muncul adalah permasalahan fisik. Fisik adalah
suatu hal yang paling menonjol di mata seseorang, sebagai suatu hal yang kasat
mata, fisik menjadi mudah sekali untuk dikomentari oleh orang lain. Banyak dari
mereka yang kini berhijrah memakai pakaian syar’i dikatakan mirip ibu-ibu,
memakai kerudung panjang seperti memakai taplak meja, disebut sok alim, dan
dipanggil dengan candaan ‘ibu haji’ atau ‘ustadzah’. Ucapan-ucapan tersebut
teramat mudah terucap di lisan tetapi bagi sebagian orang ucapan semacam itu
sangat mudah membekas bekas di hati dan sulit untuk dihilangkan. Beberapa
ucapan yang muncul bahkan hingga membandingkan standar kecantikan
seseorang bahwa ‘kamu lebih cantik tidak berhijab karena jika berhijab kamu
terlihat lebih tua’ atau ‘kamu lebih cantik jika tidak memakai gamis karena kamu
akan terlihat lebih kurus’, dan selusin perkataan lainnya yang akhirnya membuat
para pejuang hijrah ini patah semangat dalam jalan hijrahnya.

Masalah insecure seperti ini sebenarnya adalah masalah persepsi. Ada


orang yang berkulit sawo matang, tetapi ia insecure dengan warna kulitnya,
namun ada pula yang berkulit hitam tetapi ia percaya diri dengan ciri khas warna
kulitnya. Permasalahan fisik yang kita anggap sebagai sebuah kekurangan juga
dapat menjadi sesuatu yang diinginkan orang lain. Banyak sekali orang yang
gemuk ingin terlihat kurus, tetapi banyak sekali orang yang kurus ingin terlihat
gemuk. Inilah standar kecantikan manusia. Standar kecantikan manusia memang
berbeda-beda, maka jadikan standar Allah sebagai tujuan kita. Allah tidak
memandang fisik setiap hambanya, bagi Allah setiap kecantikan pada hambanya

2
bergantung pada keindahan akhlaknya. Yang menjadi pembeda setiap hamba di
sisi Allah adalah ketakwaan, bukan kecantikan. Jadi, abaikan penilaian manusia.
Jika kita terus menjalankan hidup mengikuti standar manusia maka kita akan
dibuat lelah oleh itu semua. Tiada usai bila kita mendengarkan manusia tentang
apa yang harus kita lakukan pada diri kita. Ucapan yang paling sesuai bagi kita
tentu dari Sang Pencipta (Siauw, F). Yang terbaik adalah menutup telinga dari
manusia atas protes mereka tentang apa yang sudah ditentukan Allah dan
Rasulnya (Siauw, F). Bukankah telah dikatakan dalam sebuah hadits riwayat
Muslim bahwa sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah, bukan wanita
dengan hidung mancung, berbadan tinggi, dan ramping. Bahkan bidadari surga
pun sebagai sosok yang cantik jelita, baik, dan suci cemburu pada wanita dunia.
Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari karena shalat, puasa, dan
ibadah mereka kepada Allah SWT (Lubis, 2016).

Hijrah juga menandai perubahan lingkungan. Terkadang, hijrah terasa sulit


karena muncul berbagai kekhawatiran, apakah aku pantas untuk menjadi orang
baik? Apa kata teman-temanku nanti? Bagaimana tanggapan orang-orang di
lingkunganku jika aku berubah? Mungkin mereka akan berkata “sekarang kamu
gak asyik lagi.” “kamu sudah gak gaul lagi.” “biasanya malam nongkrong,
sekarang udah anti keluar malam.” Akhirnya muncul rasa insecure dan rasa malu
untuk bersosialisasi dan menampakkan diri di lingkungan pertemanan lama kita
karena pakaian dan penampilan kita yang telah berubah jauh berbeda dari dahulu.
Terkadang solusi instan yang kita ambil adalah acuh dan langsung pergi menjauh.
Hingga akhirnya terputuslah silaturahmi dengan teman-teman di lingkungan
pertemanan lama. Kita menganggap bahwa lingkungan tersebut adalah sesuatu
yang gelap, buruk, dan suatu hal yang salah jika bergaul dan berkumpul bersama
mereka karena jalan taat yang telah berbeda. Anggapan dan pengabaian tersebut
adalah hal yang salah. Padahal mereka berada di posisi yang dahulu pernah kita
tempati, hanya saja sekarang kita telah mendapati apa yang mereka belum dapat.
Mereka belum menyentuh fase atau hidayah yang Allah anugerahkan kepada kita.
Maka seharusnya kita berbagi kepada mereka sesuatu yang telah kita dapat dari
perjalanan hijrah ini sebagai bukti kecintaan kita kepada saudara-saudara kita.

Kita juga perlu introspeksi diri dari tanggapan-tanggapan menyakitkan


yang mereka berikan kepada kita. Jangan sampai karena hijrah ini lalu kita
semakin sombong, cenderung kaku, menjadi pribadi yang keras, sulit menghargai
perbedaan, dan mudah menyalahkan orang lain. Komunikasikan kepada mereka
yang berkomentar buruk terkait perubahan kita. Kita juga perlu memperbanyak
ilmu karena semakin banyak ilmu akan semakin mudah bagi kita untuk
menanggapi komentar-komentar menyakitkan tersebut. Nasihati dengan cara yang
baik sehingga mereka sedikit demi sedikit akan paham dan mudah menerima
perubahan kita. Sebab dengan komunikasi masalah akan mudah terselesaikan.

3
Dalam perjalanan hijrah, tidak hanya mempertimbangkan lingkungan
pertemanan lama, tetapi kita juga harus menemukan lingkungan baru atau sahabat
taat yang akan menjadi support system dalam jalan hijrah ini. Tetapi lagi-lagi rasa
insecure juga muncul ketika diri ini yang baru berhijrah dan fakir ilmu
berkumpul dengan sahabat-sahabat taat yang sudah memiliki banyak ilmu,
lantunan Qurannya indah, dan hafalannya pun tak sedikit. Bayang-bayang akan
masa lalu selalu menghantui. Kita menganggap diri sendiri paling kotor, banyak
dosa, dan merasa minder untuk berkumpul bersama mereka yang ketaatannya jauh
lebih tinggi daripada kita. Rasa minder ini cukup berbahaya. Jangan sampai
karena kita merasa minder dan malu akan masa lalu membuat kita enggan untuk
membuka lembaran baru dan melangkah menuju kebaikan. Malu dalam berbuat
baik adalah bentuk malu yang salah, termasuk saat ingin kembali ke jalan Allah
tetapi malu akan dosa-dosa yang pernah dilakukan (Kyu, 2017). Malu seperti ini
tidak boleh ada dalam diri kita. Kita tidak perlu malu untuk kembali kepada-Nya.
Allah itu Maha Baik dan akan senantiasa mengampuni semua dosa yang pernah
hamba-Nya lakukan. Sebanyak apapun dosa yang pernah kita lakukan dan seluas
apapun kesalahan yang kita kerjakan, ketahuilah bahwa ampunan Allah jauh lebih
banyak dan luas dari dosa dan kesalahan kita semua. Allah telah mengabadikan
janji-Nya di dalam Alquran, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. Az-Zumar: 53).

Jika hendak menghilangkan rasa insecure pada lingkungan baru, maka kita
harus menghilangkan kebiasaan membanding-bandingkan orang lain dengan diri
kita. Setiap orang berhak untuk berproses menjadi lebih baik tanpa melihat latar
belakangnya baik atau buruk. Justru kita semua berjalan bersama-sama, yang kita
perlu lakukan adalah menjadikan rasa insecure tersebut sebagai motivasi untuk
menggali banyak ilmu dari mereka. Karena dalam hijrah sangat penting memiliki
guru dan support system. Semua rasa insecure yang muncul itu hanyalah was-was
setan yang ingin menghalangi kita untuk tidak bersegera berbuat baik. Setan
senantiasa membisikkan keraguan dalam diri kita hingga kita pun enggan untuk
bersegera dalam kebaikan (Aziz, 2019).

Terkadang ujian karena hijrah juga datang dari lingkungan kerja. Misalnya
ketika seseorang berhijrah dan meninggalkan pekerjaannya lamanya yang
berkutik dengan riba, membuka aurat, dan sebagainya. Hal tersebut awalnya
mungkin terasa berat untuk ditinggalkan. Mencari pekerjaan baru mungkin tak
mudah bagi sebagian orang. Rasa insecure kemudian muncul ketika belum
mendapatkan pekerjaan pengganti atau ketika gaji pekerjaan baru lebih rendah
dari pekerjaan sebelumnya. Kesabaran juga semakin diuji ketika gejolak ekonomi
dan perubahan finansial menimpa. Rasa insecure semakin menjadi-jadi ketika
mendapat cibiran dari rekan kerja. Tetapi ketahui dan yakinilah bahwa setiap

4
keburukan yang kita tinggalkan semata-mata karena Allah, maka Allah akan
mengganti semua itu dengan yang jauh lebih baik, “Sesungguhnya tidaklah
engkau meninggalkan sesuatu karena Alllah SWT melainkan Allah akan
menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik” (HR. Ahmad). Selain itu kita juga
harus selalu bersyukur dalam berbagai kondisi baik itu ketika susah maupun
ketika senang, sebab Allah berjanji akan menambahkan nikmat-Nya pada mereka
yang senantiasa bersyukur, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim:7). Allah juga telah berjanji
kepada siapa saja yang berhijrah di jalan Allah, niscaya akan mendapatkan
kehidupan dan rezeki yang banyak (Aziz, 2019), “Barang siapa yang berhijrah di
jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas
dan rezeki yang banyak.” (QS. An-Nisa: 100).

Hijrah tidak sepi dari ujian, sebaik apapun niat kita dalam berproses
menjadi lebih baik, pasti Allah akan mendatangkan ujian, baik itu dari lingkungan
pertemanan hingga lingkungan kerja. Setan pun tidak diam dan ingin terus
mengggoda, menarik ulur keimanan, keteguhan hati, dan kesungguhan kita. Kita
tidak perlu merasa insecure karena penampilan fisik yang kurang atau berubah,
karena sesungguhnya kita semua adalah ciptaan sempurna dari Sang Pencipta,
standar cantik bagi-Nya adalah mereka yang menghiasi diri dengan akhlak yang
baik, menutup aurat, dan senantiasa menjaga diri dari perbuatan maksiat. Buang
jauh rasa insecure yang muncul karena cacian, cemoohaan, dan komentar yang
membuat sedih, takut, gelisah, cemas, dan rasa percaya diri hilang. Perbanyak
bersyukur, mencintai diri sendiri, gali potensi dan kelebihan dalam diri, dan
jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Berhijrahlah untuk
mengharapkan ridha Allah, bukan karena ingin dinilai baik oleh manusia. Abaikan
penilaian manusia, adapun yang menilai adalah Allah SWT. Tetapi tidak semua
rasa insecure harus dibuang, jadikan rasa insecure yang muncul karena melihat
mereka yang taat dalam kebaikan dan istiqamah dalam beribadah, menjadi
stimulus disaat iman kita sedang futur dan menjadi dorongan kita untuk fastabiqul
khairat. Jangan ragu untuk terus melangkah maju dalam perjalanan hijrah ini.
Sesungguhnya kita semua akan mati, pulang kembali menghadap Allah SWT, jadi
mari kita persiapkan bekal kita dengan melangkah menempuh jalan kebaikan yang
diridhoi-Nya.

Anda mungkin juga menyukai