Anda di halaman 1dari 4

Akhir-akhir ini seringkali mendengar kabar baik di dunia nyata atau maya tentang kabar al-ukh atau al-akh.

Perubahan atas ikhwah tersebut.. Sayangnya bukan perubahan ke arah yang lebih baik. Tentang jilbab yang semakin memedek, interaksi yang semakin tak terjaga, halaqah yang tidak lancar, futur akut dsb. Sedih, tapi khawatir dan rasa takutlah yang lebih mendominasi perasaan. Kenapa? Karena kita tidak pernah tahu kondisi keimanan kita esok hari. Huah~ segera mengencangkan ikat kepala, membuka file-file di tsaqofah Islamiyah. Akhirnya mencoba menelaah kembali materi tarbiyah dzatiyah. Mengapa tarbiyah dzatiyah? Bisa jadi sindrom-sindrom kefuturan yang muncul saat pasca kampus atau menuju karena tarbiyah dztiyah ikhwah tersebut mengendor. Terlebih lingkungan pasca kampus tidak sekondusif kampus, mungkin di kampung halaman sulit untuk menemukan murobbi, susah menemukan teman satu lingkaran dan godaan hedonisme yang mengencang. Inilah sedikit ringkasan tentang tarbiyah dzatiyah. Eits, eits, btw kita perlu tahu makhluk bernama tarbiyah dzatiyah itu apa? Menurut Abdullah bin Abdul Aziz al-Aidah tarbiyah dzatiyah adalah sejumlah metode tarbiyah yang diterapkan seorang muslim/ah untuk dirinya guna membentuk kepribadian Islami yang paripurna dalam segi ilmu, iman, akhlak, sosial serta naik tinggi ke tingkat kesempurnaan sebagai manusia. Simpelnya, kita membina diri sendiri dengan berbagai cara dan berbagai sisi diri kita. Membina diri sendiri menjadi penting karena menjaga diri sendiri harus didahulukan sebelum menjaga orang lain, sesuai dengan firman Allah pada QS At-tahrim: 6. Jangan sampai kita berkoarkoar ke orang lain untuk mengerjakan orang lain untuk mengerjakan ini-itu melarang ini-itu tapi diri sendiri amal, akhlak dan ilmunya berantakan ~istighfar sambil ngurut dada~ Terlebih kalau bukan kita sendiri yang membina diri siapa lagi yang mau membina? Toh, kelak di yaumul hisab kita dihisab sendiri kan? Ngga sama bareng-bareng sama temen se-liqo kita. Sifat dai ideal itu kan mirip sopir bukan kernet kan? Kalau kernet kan cuman bisa ngajak tapi dianya sendiri ngga berangkat, sedangkan sopir itu kalau mengajak itu dia akan menjadi barisan terdepan. Bukankah kunci sukses dakwah Rasulullah adalah qudwah beliau SAW yang luar biasa? So, ayo kita mulai men-tarbiyah diri kita agar kita tegar dan tsabat di jalan dakwah ini, jalan menuju keridhoanNya. Kita cek metode tarbiyah dzatiyah yang musti kita lakukan, Pertama, muhasabah. Bercermin, menatap dalam wajah di cermin itu, mengingat kembali bibir itu telah berapa banyak berdusta, mengeluarkan kata yang tak layak dan seberapa kering dengan kalimat Illahi. Balik menatap kebermanfaatan mata ini. Lebih sering maksiatkah dibandingkan membaca quran? Menghitung-hitung kesalahan diri sebelum dihisab oleh Sang Penghisab di hari akhir. Melakukannya secara rutin. Seperti yang dipaparkan oleh Ibnu al-Qoyim, baiknya sebelum kita terlelap lakukanlah evaluasi kemudian bertaubatlah agar kita tidur dalam kondisi tak berbeban. Bukankah kita tak pernah tahu apakah akan kembali membuka mata pada esok hari.

Kedua, taubatan nasuha. Setelah kita mengetahui dan sadar akan dosa-dosa yang telah kita lakukan adalah bertaubat. Berikut ini merupakan firman Allah mengenai perintah bertaubat.

Ternyata dosa itu tidak hanya pelanggaran saat bermaksiat tapi juga kelalaian kita dalam melaksanakan sholat tepat waktu, berjamaah. Tidak peduli dengan kondisi sekitar. Waduuuh~ istighfar, istighfar.. Banyak sekali dosa berarti ya? Ayo kita bersegera dalam ampunan Allah, mumpung Ramadhan. Berbicara tentang taubat berarti berbicara tentang kejujuran kita kepada Allah, pengakuan atas kekhilafan dan kesungguhan untuk tidak mengulanginya. Ketiga, memperluas wawasan dan ilmu. Ilmu merupakan hal yang sangat penting dalam tarbiyah dzatiyah. Bagaimana jadinya jika kita beramal tanpa ilmu? Akan banyak kecacatan di sana-sini. Menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menuntut ilmu itu wajib dan dapat menyembuhkan hati yang sakit. Mengetahui agama dan melaksanaknnya adalah jalan untuk masuk surga. Luar biasa bukan? Logikanya adalah saat kita sudah memiliki ilmu maka amal yang kita lakukan adalah amal terbaik sesuai dengan sunnah dan syariat Allah. Beda halnya saat ilmu kita sedikit bahkan tidak ada maka caatlah amalan kita. Ilmu yang harus kita buru adalah ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah serta ilmu-ilmu Allah lain yang bermanfaat. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menuntut ilmu adalah senantiasa meluruskan niat hanya karena Allah dan di jalan Allah, bersemangat untuk mencari ilmu (tarbiyah madal hayah), mengamalkan ilmu tersebut dan membagikan ilmu tersebut (berdakwah). Kisah inspiratif mengenai ilmu ini dikisahkan Muhammad Ismail, bahwa Ahmad bin Hambal berlari dari satu tempat liqo ke liqo lain, kemudian beliau ditanya sampai kapan akan melaksanakan itu semua, Ahmad bin Hambal menjawab sampai mati! Luarrrr biasaaa! Keempat, mengerjakan amalan-amalan iman. Mengerjakan amalan-amalan ini merupakan sarana yang paling variatif dan konkrit dalam merealisasikan perintah Allah serta contoh Rasulullah SAW. Beberapa point penting dalam melaksanakan amalan iman: pertama, melaksanakan ibadah wajib dengan sebaik-baiknya, misalnya senantiasa mengusahakan shalat tepat waktu, berjamaah dan di masjid (bagi ikhwan); kedua, meningkatkan ibadah sunnah, seperti melaksanakan shalat rawatib, shalat witir, dhuha, qiyamul lail dan shaum sunnah; ketiga, senantiasa berdzikir kepada Allah, dzikir dengan membaca Al-Quran, dzikir pagi dan petang (al-Matsurat) dan dzikir dengan jumlah tertentu.

Setiap kali kita merasa malas untuk melakukan amalan terbaik maka ingatkanlah hati ini bahwa bisa jadi esok tak ada lagi kesempatan untuk melakukan ini. Keempat, memperhatikan aspek sosial. Keimanan dan amalan sholih kita akan berbuah akhlak yang ranum. Akhlak mulia merupakan point penting dalam ajaran Islam dan Rasulullah SAW menjadi model terbaik untuk pelaksaan perintah Allah ini. Bahkan menurut Ibnul al-Qoyim agama adalah akhlak, barangsiapa yang meninggalkan akhlak berarti meninggalkan agama. Perhatikan ayat-ayat ini

Allah memberikan redaksi menyukai bukan memerintahkan betapa Islam memperhatikan moral dari pemeluknya. Bagaimana tidak akan tergiur untuk adil dan berbuat baik jika imbalannya adalag disukai oleh Pemilik Alam Semesta? Panduan mentarbiyah akhlak kita menurut penulis, di antaranya bijaksana, membersihkan hati dari akhlak tercela, meningkatkan kualitas akhlak, bergaul dengan orang-orang yang berakhlak mulia dan memperhatikan etika umum. Kelima, terlibat dalam aktivitas dakwah. Dakwah merupakan sarana penting dalam tarbiyah dzatiyah. Melalui dakwah kita dapat berinteraksi dengan orang-orang yang berilmu dan terbina

dengan baik. Aktif dalam kegiatan dakwah juga berarti menjadi penerus para nabi dan rasul dalam menyampaikan risalah. Problematika umat saat ini meruapkan salah satu pemantik ghiroh kita untuk menapaki jalan terjalnya dawah. Mengecap rasa-rasa perjuangan Rasulullah saat menunaikan perintah Allah meski hanya sedikit. Hal terpenting saat akan terjun dalam dunia dakwah adalah mengetahui urgensi dakwah, menggunakan setiap kesempatan untuk berdakwah, kontinu dan tidak berhenti (istiqomah), menyadari bahwa pintu dakwah itu banyak dan berkerja sama dengan pihak lain (amal jamai cooy...). Ketujuh, Mujahadah (jihad).

Anda mungkin juga menyukai