Oleh Wini
0
Bagikan
Ilmu sebelum amal, kalimat ini adalah pengingat bagi kita agar tidak hanya sekedar ikut-
ikutan dalam beribadah. Karena seorang dokter pun tidak dapat menjadi dokter sebelum ia
mempelajari ilmu-ilmu kedokteran. Ada memang hal-hal yang dapat dipelajari secara
otodidak oleh siapapun asal belajar dengan sungguh-sungguh. Dan ilmu apakah yang
seharusnya kita pelajari terlebih dahulu?
Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia adalah ilmu yang menuntut untuk diamalkan saat itu,
adapun ketika amalan tersebut belum tertuntut untuk diamalkan maka belum wajib untuk dipelajari.
Jadi ilmu mengenai tauhid, mengenai 2 kalimat syahadat, mengenai keimanan adalah ilmu yang
wajib dipelajari ketika seseorang menjadi muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui.
Kemudian ilmu mengenai shalat, hal-hal yang berkaitan dengan shalat, seperti bersuci dan lainnya,
merupakan ilmu berikutnya yang harus dipelajari. Kemudian ilmu tentang hal-hal yang halal dan
haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya.
Contohnya seseorang yang saat ini belum mampu berhaji, maka ilmu tentang haji belum wajib untuk
ia pelajari saat ini. Akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, ia wajib mengetahui ilmu tentang haji
dan segala sesuatu yang berkaitan dengan haji. Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan,
adalah hal pertama yang harus dipelajari karena setiap amalan yang ia lakukan tentunya berkaitan
dengan niat. Kalau niatnya dalam melakukan ibadah karena Allah maka itulah amalan yang benar.
Adapun kalau niatnya karena selain Allah maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika
dilatarbelakangi dengan aqidah dan tauhid yang benar.
Marilah kita awali setiap keyakinan dan amalan dengan ilmu agar luruslah niat kita dan tidak
terjerumus dalam ibadah yang tidak ada tuntunan (alias bid’ah). Ingatlah bahwa suatu amalan yang
dibangun tanpa dasar ilmu malah akan mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan,
من عبد هللا بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan
daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)
Di samping itu pula, setiap ilmu hendaklah diamalkan agar tidak serupa dengan orang Yahudi.
Sufyan bin ‘Uyainah –rahimahullah- mengatakan,
َ َّ َكانَ فِي ِه َشبَهٌ ِم ْن ْاليَهُو ِد َو َم ْن فَ َس َد ِم ْن ِعبَا ِدنَا َكانَ فِي ِه َشبَهٌ ِم ْن النtَم ْن فَ َس َد ِم ْن ُعلَ َمائِنَا
صا َرى
“Orang berilmu yang rusak (karena tidak mengamalkan apa yang dia ilmui) memiliki keserupaan
dengan orang Yahudi. Sedangkan ahli ibadah yang rusak (karena beribadah tanpa dasar ilmu)
memiliki keserupaan dengan orang Nashrani.” (Majmu’ Al Fatawa, 16/567)
Mempelajari ilmu sebelum mengamalkan akan membawa kita pada hidayah-Nya dan keberkahan in
sya Allah. Mempelajari ilmu agama akan memberikan kita keselamatan di dunia dan akhirat, jadi
jangan merasa rugi, bersemangatlah. []
Sumber : rumaysho.com
Mu'allim, Muaddib, Murabbi dan
Mursyid
23 November 2018 22:38 Diperbarui: 24 November 2018 13:58 3434 0 0
Mu'alim yaitu pengajar yang mencurahkan ilmu pengetahuan untuk anak didiknya. Seorang
mu'allim lebih memfokuskan kepada ilmu akal. Sebagai guru yang bersifat mu'allim, isi
kandungan pendidikan perlu disampaikan berserta ilmu yang berkaitan dengan nilai-nilai murni
dalam proses melahirkan insan bermoral.
Murabbi bermaksud yang lebih luas melebihi tahap mu'allim. Konsep Murabbi merujuk kepada
pendidik yang bukan saja mengajarkan sesuatu ilmu tetapi dalam masa yang sama mencoba
mendidik rohani, jasmani, fisik dan mental anak didiknya untuk menghayati dan mengamalkan
ilmu yang telah dipelajari.
Mu'addib (Ta'dib) berasal dari perkataan adab yaitu budi pekerti. Mu'addib juga membawa
maksud yang hampir kepada istilah mentor. Mu'addib adalah pemupuk adab, akhlak, nilai atau
proses pembentukan disiplin. Peranan mu'addib adalah menyiapkan mu'addab yang dapat
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat yang diletakkan di atas bahu mereka. Mu'addib
mempunyai budi pekerti yang tinggi, membina kecerdasan akal dan jasmani selaras dengan
falsafah yang menitik beratkan potensi insan bermoral dan berakhlak mulia secara seimbang.
Mursyid bermaksud seseorang yang pakar dalam memberi petunjuk terutama dalam bidang
kerohanian. Mursyid secara istilahnya merupakan mereka yang bertanggungjawab memimpin
dan membimbing perjalanan rohani murid untuk sampai kepada Allah SWT dalam proses tarbiah
yang teratur. Mursyid bertanggungjawab untuk mengajar dari sudut dhohir (syariat) dan makna
(batin). Tugas membentuk kepimpinan insan merupakan tugas yang berat dan perlu dilaksanakan
oleh guru.
Mursyid secara istilahnya (menurut kaum sufi), merupakan mereka yang bertanggungjawab
memimpin murid dan membimbing perjalanan rohani murid untuk sampai kepada Allah SWT
dalam proses tarbiah yang teratur, dalam bentuk tarekat sufiyah.
Para mursyid dianggap golongan pewaris Nabi SAW dalam bidang pentarbiah umat dan
pemurnian jiwa mereka (tazkiyatun nafs), yang mendapat izin irsyad (izin untuk memberi
bimbingan kepada manusia) dari para mursyid mereka sebelum mereka, yang mana mereka juga
mendapat izin irsyad dari mursyid sebelum mereka dan seterusnya, sehinggalah silsilah izin
irsyad tersebut sampai kepada Rasulullah SAW (tanpa terputus turutannya).
Wallahu A'lam