Anda di halaman 1dari 7

Murabbi, Antara Kasih Dan Adab

FEB 14 • MUAMALAH, TARBIYAH • 1738 VIEWS • NO COMMENTSON MURABBI, ANTARA KASIH


DAN ADAB

Oleh : Muhammad Ode Wahyu


Banyak orang-orang besar lupa siapa yang membesarkannya. Yang mereka ingat tidak lain
hanyalah orang-orang yang berada disekitaran mereka saat pakaian kebesaran bersama
mereka.
Ini adalah penyakit yang amat buruk. Sayangnya, penyakit ini tidak hanya menimpa orang-
orang seperti mereka saja, namun juga pada para penuntut ilmu syar’i.
Saat ini kita saksikan beberapa Orang dari  penuntut ilmu syar’i berlagak amat sombong.
Guru (baca Murabbi) yang dahulu mengajarinya ilmu, tak dianggap lagi sebagai guru. Ia
bahkan menganggap gurunya tersebut sebagai musuh yang harus dibasmi.
Murabbi, nama ini mungkin tidak asing bagimu. Jika engkau adalah seorang yang pernah
belajar darinya, maka bersyukurlah. Karena ia tidak hanya mengajarkanmu ilmu, tapi juga
adab tinggi nan luhur. Jangan jadi seperti orang-orang besar yang lupa akan hal itu, ibarat
kacang lupa kulitnya karena engkau bisa saja binasa.
Coba bayangkanlah murabbimu itu, saat engkau masih di zaman jahiliyahmu. Saat ia
membinamu, mungkin ketika itu engkau masih memegang sebungkus rokok, bahkan
mungkin engakaupun sempat merokok dihadapannya. Dengan mudahnya kau ucapkan,
“Maaf ustadz, belum bisa dihilangkan”.
 
Tahukah engkau betapa berat hatinya? Saat itu ia sakit melihat keadaanmu yang demikian
itu. Ia ingin marah, karena ingin merubah kemungkaran yang engkau lalukan
dihadapannya.
 
Tapi, perlahan demi perlahan. Ia tenangkan jiwanya, ia pun menenangkan dirimu dengan
kata-katanya agar engkau tidak lari dari jalan dakwahnya. Karena jika ia menegurmu
dengan keras saat itu, pasti engkau akan lari dan tidak seperti dirimu saat ini.
 
Pasti banyak kisah yang lain antara dirimu dan murabbimu itu. Yang mana jika engkau
mengingatnya dan melihat perubahan besar padamu saat ini, engkau akan malu dengan
dirimu yang dulu. Ingatlah dan jangan lupakan murabbimu, betapa besar kesabarannya
dengan dirimu saat itu.
 
Ketahuilah, itu adalah adab, betapa beratnya upaya yang ia lakukan untuk menarikmu dari
jalan yang gelap itu. Dan Dialah Allah yang memberi taufik pada manusia.
Maka bersyukurlah pada Allah, kemudian pada murabbimu yang telah mengajarimu itu.
Karena orang yang tidak bersyukur pada manusia berarti ia tidak berayukur kepada Allah.
Syaikh Muhammad bin Salih al-Utsaimin rahimahullah berkata:
 
‫آداب الطالب مع شيخه وهذه من أهم اآلداب لطالب العلم أن يعتبر شيخه معلما مربيا معلما يلقى إليه العلم مربيا يلقى إليه األدب والتلميذ اذا لم يثق بشيخه‬
‫في هذين األمرين لن يستفيد من الفائدة المرجوة‬
Artinya:
“Adab seorang penuntut ilmu terhadap gurunya. Ini diantara adab yang sangat penting bagi
seorang penuntut ilmu, yaitu ia menganggap gurunya sebagai pendidik dan murabbi. Ia
sebagai pendidik yang telah mengajarkan padanya ilmu dan ia sebagai murabbi yang telah
mengajarkan padanya adab. Sesungguhnya seorang murid yang tidak percaya pada
gurunya pada dua perkara ini, maka ia tidak akan mendapatkan faidah yang ia
harapkan”. (Syarh Hilyah Thalib al-Ilm: 74, Daar al-Alamiyah’, Cet. 1)
 
Belajarlah pada murabbimu walau ia bukanlah seorang yang terkenal.
 
Ibnu Quddamah rahimahullah berkata:
“Selagi seorang penuntut ilmu itu merasa sombong dengan tidak mau mengambil faidah
dari orang yang tidak terkenal dan diutamakan, maka dia adalah orang yang jahil. Sebab
hikmah (kebenaran) adalah milik orang mu’min yang hilang, maka dimanapun ia
mendapatkannya, maka hendaklah dia mengambilnya” (Mukhtashar Minhaj al-Qashidin: 16,
Maktabah al-Fayyadh, cet. 1.)
 
Belajarlah pada murabbimu selagi ia mutqin terhadap materi yang ia ajarkan itu, karena
seorang yang berdakwah tidak mesti menjadi ahli ilmu terlebih dahulu.
Kepadamu setiap murabbi, ingatlah satu hal, bahwa ilmu dan dakwah ini adalah amanah
agung dari Allah. Karena itu, jangan sekali-kali mengajarkan dan menyampaikan sesuatu
yang engkau tidak ketahui tentangnya. Itu bisa membinasakanmu.
Bersyukurlah dengan materi-materi tarbiyah yang diajarkan oleh murabbimu sebelumnya,
lalu pelajari dan kuasai apa yang disampaikan itu. Agar ia menjadi warisan berharga
buatmu yang akan diwariskan secara turun-temurun dan engkau bisa mendapat banyak
pahala serta dapat mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhanmu. Wallahul muwaffiq.
Inilah Ilmu Yang Wajib Di Pelajari Terlebih Dulu

Oleh Wini

 0

 Bagikan

Ilmu sebelum amal, kalimat ini adalah pengingat bagi kita agar tidak hanya sekedar ikut-
ikutan dalam beribadah. Karena seorang dokter pun tidak dapat menjadi dokter sebelum ia
mempelajari ilmu-ilmu kedokteran. Ada memang hal-hal yang dapat dipelajari secara
otodidak oleh siapapun asal belajar dengan sungguh-sungguh. Dan ilmu apakah yang
seharusnya kita pelajari terlebih dahulu?

Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia adalah ilmu yang menuntut untuk diamalkan saat itu,
adapun ketika amalan tersebut belum tertuntut untuk diamalkan maka belum wajib untuk dipelajari.
Jadi ilmu mengenai tauhid, mengenai 2 kalimat syahadat, mengenai keimanan adalah ilmu yang
wajib dipelajari ketika seseorang menjadi muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui.

Kemudian ilmu mengenai shalat, hal-hal yang berkaitan dengan shalat, seperti bersuci dan lainnya,
merupakan ilmu berikutnya yang harus dipelajari. Kemudian ilmu tentang hal-hal yang halal dan
haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya.

Contohnya seseorang yang saat ini belum mampu berhaji, maka ilmu tentang haji belum wajib untuk
ia pelajari saat ini. Akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, ia wajib mengetahui ilmu tentang haji
dan segala sesuatu yang berkaitan dengan haji. Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan,
adalah hal pertama yang harus dipelajari karena setiap amalan yang ia lakukan tentunya berkaitan
dengan niat. Kalau niatnya dalam melakukan ibadah karena Allah maka itulah amalan yang benar.
Adapun kalau niatnya karena selain Allah maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika
dilatarbelakangi dengan aqidah dan tauhid yang benar.

Marilah kita awali setiap keyakinan dan amalan dengan ilmu agar luruslah niat kita dan tidak
terjerumus dalam ibadah yang tidak ada tuntunan (alias bid’ah). Ingatlah bahwa suatu amalan yang
dibangun tanpa dasar ilmu malah akan mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan,

‫من عبد هللا بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح‬

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan
daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)
Di samping itu pula, setiap ilmu hendaklah diamalkan agar tidak serupa dengan orang Yahudi.
Sufyan bin ‘Uyainah –rahimahullah- mengatakan,

َ َّ‫ َكانَ فِي ِه َشبَهٌ ِم ْن ْاليَهُو ِد َو َم ْن فَ َس َد ِم ْن ِعبَا ِدنَا َكانَ فِي ِه َشبَهٌ ِم ْن الن‬t‫َم ْن فَ َس َد ِم ْن ُعلَ َمائِنَا‬
‫صا َرى‬

“Orang berilmu yang rusak (karena tidak mengamalkan apa yang dia ilmui) memiliki keserupaan
dengan orang Yahudi. Sedangkan ahli ibadah yang rusak (karena beribadah tanpa dasar ilmu)
memiliki keserupaan dengan orang Nashrani.” (Majmu’ Al Fatawa, 16/567)
Mempelajari ilmu sebelum mengamalkan akan membawa kita pada hidayah-Nya dan keberkahan in
sya Allah. Mempelajari ilmu agama akan memberikan kita keselamatan di dunia dan akhirat, jadi
jangan merasa rugi, bersemangatlah. []

Sumber : rumaysho.com
Mu'allim, Muaddib, Murabbi dan
Mursyid
23 November 2018   22:38 Diperbarui: 24 November 2018   13:58  3434  0 0

Mu'alim yaitu pengajar yang mencurahkan ilmu pengetahuan untuk anak didiknya. Seorang
mu'allim lebih memfokuskan kepada ilmu akal. Sebagai guru yang bersifat mu'allim, isi
kandungan pendidikan perlu disampaikan berserta ilmu yang berkaitan dengan nilai-nilai murni
dalam proses melahirkan insan bermoral.

Murabbi bermaksud yang lebih luas melebihi tahap mu'allim. Konsep Murabbi merujuk kepada
pendidik yang bukan saja mengajarkan sesuatu ilmu tetapi dalam masa yang sama mencoba
mendidik rohani, jasmani, fisik dan mental anak didiknya untuk menghayati dan mengamalkan
ilmu yang telah dipelajari. 

Guru murabbi lebih memfokuskan penghayatan sesuatu ilmu, sekaligus membentuk


keperibadian, sikap dan tabiat anak didiknya. Tugas murabbi lebih berlegar di hati. Spiritual
Quotient (SQ) dapat dibentuk di dalam diri murid-murid karena pengajaran berbentuk
pendidikan jiwa diperkukuhkan dengan memberi kesedaran, keyakinan dan juga melalui amalan.

Mu'addib (Ta'dib) berasal dari perkataan adab yaitu budi pekerti. Mu'addib juga membawa
maksud yang hampir kepada istilah mentor. Mu'addib adalah pemupuk adab, akhlak, nilai atau
proses pembentukan disiplin. Peranan mu'addib adalah menyiapkan mu'addab yang dapat
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat yang diletakkan di atas bahu mereka. Mu'addib
mempunyai budi pekerti yang tinggi, membina kecerdasan akal dan jasmani selaras dengan
falsafah yang menitik beratkan potensi insan bermoral dan berakhlak mulia secara seimbang.

Mursyid bermaksud seseorang yang pakar dalam memberi petunjuk terutama dalam bidang
kerohanian. Mursyid secara istilahnya merupakan mereka yang bertanggungjawab memimpin
dan membimbing perjalanan rohani murid untuk sampai kepada Allah SWT dalam proses tarbiah
yang teratur. Mursyid bertanggungjawab untuk mengajar dari sudut dhohir (syariat) dan makna
(batin). Tugas membentuk kepimpinan insan merupakan tugas yang berat dan perlu dilaksanakan
oleh guru.

Perkataan mursyid berasal dari bahasa arab, dari kata irsyada,yaitu memberi petunjuk. Dalam


arti kata lain, mursyid berarti seseorang yang pakar dalam memberi petunjuk terutama dalam
bidang kerohanian.

Mursyid secara istilahnya (menurut kaum sufi), merupakan mereka yang bertanggungjawab
memimpin murid dan membimbing perjalanan rohani murid untuk sampai kepada Allah SWT
dalam proses tarbiah yang teratur, dalam bentuk tarekat sufiyah.
Para mursyid dianggap golongan pewaris Nabi SAW dalam bidang pentarbiah umat dan
pemurnian jiwa mereka (tazkiyatun nafs), yang mendapat izin irsyad (izin untuk memberi
bimbingan kepada manusia) dari para mursyid mereka sebelum mereka, yang mana mereka juga
mendapat izin irsyad dari mursyid sebelum mereka dan seterusnya, sehinggalah silsilah izin
irsyad tersebut sampai kepada Rasulullah SAW (tanpa terputus turutannya).

Wallahu A'lam

Anda mungkin juga menyukai