Anda di halaman 1dari 29

Ringkasan

Perhiasan Penuntutu ilmu


Karya: Syaikh Abu Bakar Zaid

Oleh:
Dr. Muhammad Fahad bin Ibrahim Al-Wad'an

Penerjemah:
Ahmad La Ode Lc.

0
Pembukaan
Segala puji hanya milik Allah semata, semoga shalawat dan salam tercurah
kepada makluknya yang terbaik, nabi kita Muhamaad shalallahu ‘alaihi wasallam, kepada
keluarganya dan para sahabatnya. Amma ba'ad:
Tidak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu memiliki adab-adab yang sangat
banyak . Dimana apabila seorang penuntut ilmu berkomitmen dengannya maka hal itu
akan memperbaiki perilakunya, baik bersama gurunya maupun bersama teman-temannya.
Begitu pula akan mempersingkat jalannya dan membimbingnya untuk mendapatkan hasil
dan keunggulan.
Kebutuhan seorang penuntut ilmu terhadap adab sama halnya dengan kebutuhan
napas terhadap udara. Dengan adab ilmu dapat dipahami, dan sesuai kadar penghormatan
seorang penuntut ilmu kepada gurunya maka dia akan mendapatkan manfaat dari
ilmunya.
Sungguh syariat yang suci ini telah memotivasi untuk menghiasi diri dengan
akhlak dan adab-adab yang baik. Juga menjelaskan bahwa itu adalah ciri dari pemeluk
agama Islam. Dan sesungguhnya tidak akan sampai kepada ilmu melainkan bagi mereka
yang berhias dengan adab-adab ilmu dan terbebas dari perkara-perkara yang dapat
merusaknya . Oleh sebab itu, para ulama sangat perhatian dengannya, baik lewat tulisan
dan karya-karya ilmiah mereka ataupun mereka mengajarkan adab-adab ilmu tersebut
kepada murid-murid mereka dalam majelis-majelis ilmu. Pada akhirnya kerja keras
mereka terus berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya dan mereka saling
mewariskan ilmu. Karena itu mereka mendapatkan berkahnya ilmu dengan bermajelis
bersama ahlinya dan berhias dengan adab-adabnya.
Ketika saya duduk bermajelis dengan saudaraku, syaikh Dr. Ibrohim bin Fahad
Al-Wad'an -semoga Allah memberi taufik kepadanya-, dimana beliau telah
mendengarkan kaset rekaman suara syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
rahimahullah, yang menjelaskan kitab "Hilyatu Thalibil Ilmi" karya Syaikh Bakar Abu
Zaid, tiba-tiba saudara saya ini berkata: penjelasan kitab ini sangat panjang, -dan itu
tentunya karena asal dari kitabnya juga sangat panjang. Maka beliau pun berangan-angan
agar kitab ini dapat diringkas kepada ukuran yang lebih kecil sehingga para pemula dari
penuntut ilmu dapat mengambil manfaat darinya dan seorang yang telah menggapai ilmu
yang tinggi juga tidak merasa cukup dengannya! Pada saat itu juga terbesit dalam
pikiranku untuk meringkas kitab ini agar mudah dipahami dan seorang penuntut ilmu
dapat menguasai pembahasan-pembahasan utamanya sehingga dengan mudah tersimpan
dalam memorinya. Serta ia dapat memahaminya semenjak awal ia menuntut ilmu sampai
ketika wawasannya telah meluas dan daya serapanya semakin berkembang. Demikan
pula agar dapat memudahkan bagi penuntut ilmu untuk memperolehnya dan
menghafalnya.
Maka apa yang saya pikirkan ini, memanggilku untuk menulis ringkasan ini.
Untuk mengingatkan seorang yang berilmu dari apa yang telah dicapainya dan sebagai

1
pemberitahuan terhadap seorang penuntut ilmu apa yang harus ia perbuat. Semoga Allah
memberi taufik kepada kita terhadap ilmu dan amal serta menyampaikan kita kepada
keridhaanNya yang merupakan akhir dari harapan.
Dr. Muhammad bin Fahad Al-Wad'an
Riyadh, 10/5/1428 H

2
Bab 1
Adab-Adab Penuntut Ilmu Terhadap Dirinya
1. Ilmu adalah ibadah:
Dasar utama dalam "Hilyah" (perhiasan) ini, bahkan bagi segala perkara yang
dituntut, pengetahuanmu bahwa ilmu adalah ibadah. Karena itu anda harus mengetahui,
bahwa syarat ibadah adalah:
a. Mengikhlaskan niat kepada Allah ta'ala, sebagaimana firman Allah ta'ala:

‫ُواﷲَ ﻣُﺨْ ﻠِﺼِ ﯿﻦَ ﻟَﮫُ اﻟﺪﱢﯾﻦَ ُﺣﻨَﻔَﺎء‬


‫وَ ﻣَﺎأُ ِﻣﺮُوا إ ﱠِﻻ ﻟِﯿَ ْﻌﺒُﺪ ﱠ‬
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5).
Dan dalam hadits, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

...‫إﻧﻤﺎ اﻷﻋﻤﺎل ﺑﺎﻟﻨﯿﺎت‬


“Sesungguhya amalan tergantung dengan niatnya…”
Jadi, apabila ilmu telah kehilangan niat yang ikhlas maka akan berpindah dari
ketaatan yang paling afdhol menjadi pelanggaran yang paling fatal dan ilmu tersebut
tidak memberi manfaat . Contoh yang dapat menghancurkan ilmu adalah riya dan ingin
dipuji ketika berbicara…
Maka dari itu, hendaklah engkau berkomitmen untuk membebaskan diri dari
segala yang dapat mengotori niatmu yang tulus ketika menuntut ilmu. Seperti cinta
terhadap ketenaran dan ingin lebih unggul dari teman-teman. Sebab hal semacam ini dan
yang semisalnya apabila telah mencemari niat maka akan menghancurkannya dan berkah
dari ilmu akan hilang. Oleh karenanya, wajib bagi dirimu untuk membentengi niatmu dari
kotornya kehendak untuk selain Allah ta'ala. Bahkan lindungilah dengan benteng yang
sangat kokoh.
b. Sifat yang menghimpun kebaikan dunia dan akhirat adalah cinta kepada Allah dan
RasulNya. Dan perealisasiannya adalah memurnikan muta'baah (mengikuti) jejak yang
ma'shum (Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam).
2. Jadilah salafi:
Jadilah salafi sejati yaitu mengikuti jalan shalafus shalih dari para sahabat radhi
Allahu anhum dan orang-orang setelah mereka yang mengikuti jejak mereka pada semua
lingkup agama ini, dari tauhid, ibadah, dan selainnya.
3. Terus menerus takut kepada Allah ta'ala:
Yaitu menghiasi diri dengan menghidupkan lahir dan batin dengan ketakutan
kepada Allah ta'ala, menjaga syariat-syariat Islam serta menampakan sunnah dan
menyebarkannya, baik dengan mengamalkannya ataupun dengan menda'wahkannya.

3
Teruslah takut kepada Allah baik ketika anda sendirian ataupun di depan umum.
Karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang takut kepada Allah ta'ala. Dan tidaklah
takut kepada Allah melainkan dia adalah seorang yang alim (berilmu). Tentunya tidak
hilang dari benakmu bahwa seorang yang berilmu tidaklah dikatakan sebagai seorang
yang berilmu kecuali dia adalah seorang yang beramal, dan seorang yang berilmu tidak
akan mengamalkan ilmunya melainkan ketakutan kepada Allah terus melekat kepadanya.

4. Terus Murooqabah (merasa diawasi)


Yakni menghiasi diri dengan terus muroqabatullah (merasa diawasi Allah) baik
ketika sendirian maupun di depan umum. Sambil berjalan kepada Rabmu antara khauf
(takut) dan roja (berharap). Sebab kedua hal ini bagaikan dua sayap burung bagi seorang
muslim.
Menghadaplah kepada Allah dengan sepenuhnya. Dan hendaklah hatimu dipenuhi
dengan kecintaan kepadaNya, lisanmu selalu berzikir mengingatNya, serta merasa
gembira, bahagia dan senang dengan hukum-hukum dan hikamah-hikmahNya,
subhanahu wata'ala.

5. Rendah diri serta menghilangkan kesombongan dan keangkuhan:


Berhiaslah dengan adab-adab jiwa seperti al-ifaf (menjaga diri), al-hilm (murah
hati), sabar dan tawadhu terhadap kebenaran. Juga hendaklah kamu tenang dalam
keadaanmu, seperti alwaqor (berwibawa), teguh, dan merendahkan diri. Sambil menahan
kerendahan diri ketika menuntut ilmu demi kemulian ilmu dan tunduk kepada kebenaran.
Dan berhati-hatilah dari sifat pamer karena itu adalah kenifakan dan
kesombongan. Dan sungguh, penjagaan para salaf darinya telah mencapai taraf yang
sangat tinggi sekali.
Hindarilah penyakit kesombongan, karena kesombongan, kerakusan, dan hasad
merupakan dosa pertama dimana Allah dimaksiati dengannya. Menentang gurumu adalah
kesombongan, kamu keberatan untuk menerima faedah dari orang yang dibawahmu
adalah kesombongan, dan kurangnya anda beramal dengan ilmu merupkan lumpur
kesombongan dan alamat keburukan.

6. Qana'ah dan zuhud:


Hendaknya sorang penuntut ilmu berhias dengan qona'ah dan zuhud. Adapun
hakekat dari pada zuhud adalah zuhud dari perkara yang haram dan menjauh dari
batasan-batasannnya. Yaitu dengan berhenti dari perkara-perkara mutasyabih (yang
samar) dan dari mendambakan apa yang ada di tangan manusia lain.
Untuk itu, hendaknya seseorang sederhana dalam kehidupannya. Tentunya tanpa
membuat dirinya pula terlihat buruk. Yakni dengan menjaga dirinya sendiri dan orang-
orang-orang yang ditanggungnya serta tidak menjatuhkan dirinya ketempat yang hina dan
rendah.

4
7. Berhias dengan keindahan ilmu:
Yakni menapaki jalan yang bagus dan petunjuk yang baik, seperti terus tenang
dan berwibawa, khusyu, tawadhu, dan komitmen terhadap sasaran yang dituju. Dan itu
dapat ditempuh dengan memperbaiki zahir dan batin serta membebaskan diri dari
perusak-perusaknya.

8. Berhias dengan muru'ah (menjaga diri agar terus berada pada keadaan paling
afdhal):
Yakni berhias dengan muru'ah dan yang mengantarkan kepadanya. Seperti
akhlak-akhlak yang mulia, muka yang berseri-seri, mengucapkan salam, menaggung
kebutuhan manusia, menjaga harga diri tanpa merasa sombong, gagah perkasa tanpa
merasa angkuh, bersifat kesatria tanpa ashabiyah (fanatik golongan), dan gagah berani
tetapi bukan dengan cara jahiliyah.
Karena itu, singkirkanlah peretak muru'ah. Baik itu dari pekerjaan-pekerjaan yang
hina ataupun dari sifat-sifat yang tercela, seperti ujub, riya, tidak mau menerima
kebenaran, angkuh, meremehkan orang lain, dan mendatangi tempat-tempat yang
menimbulkan kecurigaan.

9. Bersenang-senang dengan sifat kesatria


Seperti pemberani, sangat tegas dalam kebenaran, berakhlak dengan akhlak-
akhlak yang mulia, berderma pada jalan-jalan kebaikan, hingga pada akhirnya harapan
seorang laki-laki dapat berhenti disisimu.
Untuk itu, berhati-hatilah dari perkara-perkara yang dapat merusaknya. Seperti
berjiwa lemah, tidak sabar dan lemah dalam berderma. Sebab hal itu akan dapat
melenyapkan ilmu dan mencegah lisan untuk mengatakan yang hak.

10. Memboikot gaya hidup mewah:


Janganlah kamu terus terbuai dalam (kesenangan dan kemewahan) karena
sesungguhnya "albadzdzah (tawa'dhu dalam berpakaian dan menghilangkan berbangga-
bangga dengannya) merupakan bagian keimanan". Amalkanlah wasiat Amirul Mu'minin
Umar bin Khathab radhi Allahu 'anhu: “Hindarilah gaya hidup mewah dan pakaian orang
'ajam (non muslim), dan hendklah kalian mengikuti gaya hidup Ma'ad bin Adnan dan
terbiasalah untuk hidup menderita…”
Karena itu, janganlah tertipu dari kepalsuan peradaban. Sebab hal itu dapat
membuat watakmu menjadi feminim, membuat sarafmu lemah, dan mengikatmu dengan
benang ilusi. Mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh telah sampai kepada
tujuan mereka sementara engkau masih berjalan di tempat, sibuk berdandan dengan
pakaianmu…
Hendaklah kamu terus waspada dalam pakaianmu karena itu akan
mengungkapkan nilai daripada dirimu kepada orang lain. Kepada siapa anda berafiliasi
serta bagaimana keadaan dan perasaanmu. Manusia akan menulis tentangmu dengan
pakaianmu. Bahkan gaya dalam berpakaian dapat menjadikan orang lain dapat membaca
karakter orang yang berpakaian dari keteguhan, berpikir dewasa, membuat-buat wibawa,

5
hidup dalam rahbaniyyah (jalan hidup membebaskan diri dari kesibukan dunia demi
beribadah), cenderung suka main-main dan cinta ketenaran.
Maka berpakaianlah dengan pakaian yang dapat memperindahmu dan yang tidak
membuatmu buruk. Jangan jadikan pakaianmu sebagai sumber dimana orang menilaimu
dengan buruk dan orang-orang pencela mencelamu.
Menjauhlah dari pakaian kekanak-kanakan. Tetapi bukan berarti anda memakai
pakaian yang buruk rupa. Akan tetapi sederhana dalam berpakaian sesuai yang telah
digariskan oleh syariat yang dibalut dengan jalan yang shalih dan petunjuk yang baik.

11. Berpaling dari majelis yang sia-sia:


Janganlah kamu menginjak permadani orang-orang yang menghiasi majelis-
majelis mereka dengan panggilan-panggilan kemungkaran, yang merobek tirai-tirai adab
dan ketolol-tololan. Sebab kejahatan terhadap ilmu dan ahli ilmu sangatlah besar.

12. Berpaling dari kegaduhan:


Yakni menjaga diri dari kegaduhan dan keributan, karena sesungguhnya
kesalahan berada di bawah kegaduhan. Dan tentunya ini menafikan adab dalam menuntut
ilmu.

13. Berhias dengan kelembutan:


Teruslah lembut dalam berbicara dan menjauh dari ucapan-ucapan yang kasar.
Sebab kalimat-kalimat yang lembut akan menjinakan jiwa-jiwa yang durhaka.

14. Berpkir cermat:


Yakni hendaklah anda berhias dengan berpikir, karena barang siapa yang dia
berpikir maka dia akan mengetahui. Ada yang mengatakan: "berpikirlah maka kamu akan
mengetahui".

15. Teguh dan kukuh:


Berhiaslah dengan keteguhan dan kekukuhan apalagi dalam keadaan susah dan
sangat penting. Termasuk di dalamnya adalah sabar dan teguh dalam talaki (menuntut
ilmu) dan menghabiskan waktu dalam menuntut ilmu bersama seorang guru. Karena
sesungguhnya "barang siapa yang kokoh maka dia akan tumbuh".

6
BabII
Tata Cara Menimba Ilmu dan Talaki

1. Tata cara menimba ilmu dan tingkatan-tingkatannya:


"Barang siapa tidak mantap dalam usul (dasar-dasar ilmu) maka ia akan gagal
untuk sampai pada tujuan (mencapai ilmu)". "Barang siapa menimba ilmu langsung
dalam jumlah banyak maka akan hilang juga dalam jumlah besar". Oleh sebab itu, ketika
menuntut ilmu tidak boleh tidak harus dengan cara ta'sil (dimulai dari pokok-pokok) dan
ta'sis (dari dasar) pada setiap disiplin ilmu yang anda cari. Yaitu dengan anda
memantapkan dasar-dasarnya dan ringkasan-ringkasannya melalui seorang guru yang
mutqin (mumpuni), bukan dengan cara mempelajarinya seorang diri, serta ambilah
dengan cara tadarruj (bertahap).
Allah berfirman:
ً‫ﺚ وَ ﻧَ ﱠﺰ ْﻟﻨَﺎهُ ﺗَﻨﺰِﯾﻼ‬
ٍ ‫س َﻋﻠَﻰ ُﻣ ْﻜ‬
ِ ‫وَ ﻗُﺮْ آﻧﺎ ً ﻓَﺮَ ْﻗﻨَﺎهُ ﻟِﺘَﻘْﺮَ أَهُ َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺎ‬
Dan Al Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian. (QS. Al-Isroo: 106).
Allah berfirman:
ً‫وَ ﻗَﺎلَ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ َﻛﻔَﺮُوا ﻟَﻮْ َﻻ ﻧُﺰﱢ لَ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ ا ْﻟﻘُﺮْ آنُ ُﺟ ْﻤﻠَﺔً وَ اﺣِ َﺪةً َﻛ َﺬﻟِﻚَ ﻟِﻨُﺜَﺒﱢﺖَ ﺑِ ِﮫ ﻓُﺆَ ادَكَ وَ رَ ﺗﱠ ْﻠﻨَﺎهُ ﺗَﺮْ ﺗِﯿﻼ‬
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (QS. Al-Furqaan: 32)
Dihadapanmu ada perkara-perkara yang harus kamu perhatikan pada setiap
disiplin ilmu yang kamu cari:
1. Menghafal Mukhtashar (ringkasan) pada disiplin ilmu tersebut.
2. Memantapkannya pada seorang syaikh yang mutqin (mumpuni).
3. Tidak menyibukan diri dengan tulisan-tulisan yang panjang lebar dan yang
becerai berai sebelum memantapkan dan menguasai dasar-dasarnya.
4. Jangan kamu berpindah dari mukhtashar (ringkasan) yang satu kepada
ringkasan yang lainnya jika tidak diperlukan, sebab hal semacam ini akan
membuatmu tidak fokus.
5. Berburu faedah-faedah dan kaidah-kaidah ilmiah.
6. Mengosentrasikan jiwa untuk menuntut ilmu dan meningkat di dalamnya,
perhatian dan hasrat yang bergelora untuk menggapai ilmu dan untuk sampai
kepada yang lebih tinggi, hingga anda sampai kepada tulisan-tulisan yang
panjang dengan penuh kepercayaan diri.

Ketahuilah, bahwa penyebutan mukhtasharot (ringkasan-ringkasan) dan


almuthawwalat (yang panjang-panjang) dimana pencarian ilmu dan talaki kepada seorang
guru di bangun diatasnya , secara umum antara lingkungan yang satu dengan yang
lainnya saling berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan mazhab dan bagaimana ulama

7
tersebut dibesarkan didaerahnya ketika memantapkan mukhtashar dan ia digembleng di
atasnya.
Dan pencarian ilmu di daerah kami pada seorang guru di masjid-masjid melalui
tiga tahapan: tingkatan pemula, tingkatan orang-orang menengah dan tingkatan orang-
orang yang sudah matang:
Pada pelajaran tauhid (kitab-kitab yang dipelajari) : "Tsalaatsatul Ushuul wa
Adillatuha" (Tiga Landasan Pokok dan Dalil-Dalinya), "Qawaa'idul Arba'" (Empat
Kaidah-Kaidah Pokok), kemudian "Kasyfu Syubhat" (Menyingkap Syubhat-Syubhat),
kemudian "Kitabut Tauhid" (Kitab tauhid), kitab-kitab ini dalam tauhid ibadah.
Dan pada tauhid asma wa shifat (kitab-kitab yang dipelajari) : "Al-Aqiidatul
Washithiyah", kemudian "Al-Hamawiyah", "Tadmuriyah", lalu "Thahawiyah" bersama
syarahnya (penjelasannya).
Di dalam nahwu (kitab-kitab yang dipelajari) : "Al-Aajurumiyah" kemudian
"Mulihatul I'rab" karya Al-Hariri, kemudian "Qathrun Nada" karya Ibnu Hisyam dan
"Alfiyah Ibnu Maalik" bersama syarahnya karya Ibnu Aqiil.
Di dalam Hadits (kitab-kitab yang dipelajari) : "Al-Arbain" karya Imam An-
Nawawi, kemudian "Umdatul Ahkaam" karya Al-Maqdisi, kemudian "Bulughul Murom"
karya Ibnu hajar dan "Al-Muntaqa" karya Ibnu Taimiyah.
Di dalam Ilmu Musthalhul hadits (kitab-kitab yang dipelajari) : "Nukhbatul Fikr"
karya Ibnu Hajar, kemudian "Al-fiyah Al-'Iraaqi".
Dan di dalam fikih (kitab-kitab yang dipelajari), misalnya: "Aadaabul Masyi ila
Ash-Shalah", kemudian "Zaadul Mustaqni" karya Al-Hajaawi atau Umdatul Fiqh",
kemudian "Al-Muqni", karya Al-Khaallaf Al-Mazhabi, dan "Al-Mughni" karya Al-
Khallaf Al-Aali.
Di Dalam Ushulul Fiqh (kitab-kitab yang dipelajari) : "Al-Waroqaat" karya
Aljuwaini, kemudian "Raudhatun Naadzir" karya Ibnu Qudaamah.
Di dalam Faroidh (kitab-kitab yang dipelajari) : "Ar-Rahabiyah" kemudian
syarahnya (penjelasannya) dan Al-Fawaaid Al-Jaliyyah.
Di dalam Tafsir (kitab-kitab yang dipelajari) : "Tafsir Ibnu Katsir".
Di dalam Ushulut Tafsiir : "Al-Muqaddimah" karya Ibnu Taimiyah.
Di dalam Siroh Nabawiyah (kitab-kitab yang dipelajari) : "Mukhtashar Siroh
nabawiyah" karya Muhammad bin Abdul Wahhab, diringkas dari kitab Ibnu Hisyam dan
dari "Zaadul Ma'ad" karya Ibnul Qayyim.
Dan di dalam lisaanul Arob : agar perhatian dengan syair-syairnya, seperti "Al-
Mu'allaqatu As-Sab'u", dan supaya membaca pada "Al-Qamuusul Muhiith" karya Al-
Fairuuz Aabaadi. Semoga Allah merhamati mereka semua.

2. Talaki ilmu dari seorang guru:


Asal dalam menuntut ilmu adalah dengan cara talqin (dihafal) dan talaqi
(mengambilnya secara langsung) dari seorang guru serta melazimi para syaikh (guru) dan
mengambilnya dari lisan-lisan mereka bukan dari lembaran-lembaran isi buku.

8
Imam Al-Auzaa'i berkata: "Dahulu ilmu ini sangatlah mulia, dimana para laki-laki
(penuntut ilmu) menerimanya diantara sesama mereka. Namun ketika sudah di tulis
dalam kitab-kitab maka masuklah di dalamnya orang-orang yang bukan ahlinya".

9
Bab III
Adab Seorang Penuntut Ilmu Terhadap Gurunya

1. Memperhatikan kemuliaan seorang guru:


Karena ilmu tidak boleh diambil pertama kali dari kitab, bahkan harus diambil
dari seorang guru dimana kamu memantapkan kunci-kunci ilmu darinya agar terjamin
dari kesalahan dan ketergelinciran, maka wajib bagi kamu untuk berhias dengan
memperhatikan kemuliaannya. Dan sesungguhnya itu adalah ciri keberhasilan dan
pencapaian ilmu. Jadikanlah gurumu sebagai subjek yang dihormati olehmu, dimuliakan,
dihargai dan lembut kepadanya. Pergunakanlah semua adab-adab yang mulia, ketika
kamu duduk bersamanya dan bebicara kepadanya, bagus dalam bertanya dan mendengar,
beradap dengan baik ketika membuka lembaran-lembaran kitab di hadapannya dan
bersama kitab, tidak menentangnya dan berdebat di hadapannya, tidak mendahuluinya
ketika berbicara atau berjalan atau banyak berbicara di hadapannya atau memotong
bicaranya dan pelajarannya dengan ucapanmu atau memaksanya untuk menjawab, juga
jauhilah banyak pertanyaan terlebih lagi banyak orang yang menyaksikannya. Sebab hal
ini akan mengantarkanmu kepada kesombongan dan baginya kebosanan.
Janganlah kamu memanggilnya dengan namanya semata atau bersama gelarnya,
seperti ucapanmu: wahai guru fulan! Akan tetapi ucapkan: Wahai guru saya! Atau wahai
guru kami! Jangan kamu menyebut namanya karena itu lebih tinggi di dalam adab.
Jangan pula kamu berbicara kepadanya dengan menggunakan taaul khitahab (seperti kata
kamu), atau kamu memanggilnya dari jarak jauh jika tidak dalam keadaan darurat.
Teruslah memuliakan majelis dan menampakan kegembiraan dari pelajaran-
pelajaran dan faedah-faedah darinya. Apabila nampak bagimu kesalahan atau kekeliruan
dari gurumu maka janganlah hal itu menjadikan dirinya jatuh di hadapan matamu, karena
sesunguhnya hal itu merupakan sebab kamu tidak dapat mendapatkan ilmu darinya. Dan
siapakah yang bisa selamat dari kesalahan?
Dan berhati-hatilah dari praktek-praktek yang dapat membuatnya gelisah, seperti
menguji seorang guru untuk mengetahui kemampuan ilmiahnya dan apa yang dia tahan
dari ilmunya.
Apabila nampak kepadamu untuk berpindah kepada guru yang lainnya maka
minta izinlah darinya karena itu lebih mendatangkan penghormatan baginya dan
menjadikan hatinya cinta dan sayang kepadamu…
Ketahuilah, sesuai kadar perhatianmu terhadap kehormatan seorang guru maka
keberhasilan dan keberuntungan akan anda gapai. Dan sesuai kadar kehilangannya maka
itu merupakan alamat kegagalan.

2. Modal hartamu berasal dari gurumu:


Yakni teladanilah akhlak-akhlaknya yang baik dan budi pekertinya yang mulia.
Adapun talaki dan talkin maka itu adalah keuntungan tambahan. Akan tetapi janganlah
dorongan cinta kepada gurumu membawamu kepada keadaan buruk dimana kamu tidak
menyadarinya dan setiap orang yang melihat kepadamu mengetahuinya. Jangan kamu
taklid kepadanya dalam suara dan nadanya, tidak juga dalam cara jalannya,

10
pergerakannya dan bentuknya. Sebab dia dapat menjadi seorang syaikh yang agung
dengan itu, maka jangan kamu terjatuh dengan mengikutinya dalam hal ini.

3. Ketangkasan guru dalam memberikaan pelajaran:


Hal itu sesuai dengan kadar indra seorang penuntut ilmu dalam
mendengarkannya, kosentrasi jiwanya, dan reaksi perasaanya terhadap gurunya dalam
pelajaran. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai kamu menjadi sebab
terputusnya ilmunya, disebabkan karena kamu malas, bosan, pasrah, serta pikiran yang
tidak fokus dan lemah.

4. Menulis dari seorang guru ketika pelajaran berlangsung:


Hal ini antara guru yang satu dengan yang lain berbeda-beda, maka pahamilah.
Dan ini memiliki adab dan syarat:
Adapun adabnya, maka seyogyanya kamu memberitahukan kepada gurumu
bahwa kamu akan menulis atau kamu telah menulis pelajarannya agar mudah
mengingatnya.
Adapun syaratnya: kamu memberi isyarat bahwa kamu telah menulisnya dari
mendengarkan pelajaran yang dibawakannya.

5. Attalaqi (mengambil ilmu) dari seorang ahli bid’ah


Berhati-hatilah dari seorang mubtadi' (ahli bid’ah) yang telah tersentuh
penyimpangan akidah dan awan khurofat telah menyelimutinya serta dia jadikan hawa
nafsuhnya sebagai pengadil, yang itu dia namakan sebagai akal sementara dia berpaling
dari nas (Alqur'an atau sunnah).
Jika kamu dalam keadaan lapang dan memiliki pilihan, maka janganlah kamu
mengambil ilmu dari seorang mubadi', seperti dari Syiah Rafidhah atau Khawarij atau
Murjiah atau Qadariyah atau Quburiyah (penyembah kuburan)…
Sungguh para salaf dahulu telah berniat mencari pahala dalam merendahkan dan
meremehkan mereka serta menolak seorang mubtadi' dan kebid'ahannya. Mereka pun
memberi peringatan agar tidak berinteraksi, bermusyawarah, dan makan bersama mereka.
Maka janganlah kamu pura-pura menyembunyikan api antara seorang ahlu sunnah dan
kaum mubtadi'.
Diantara para salaf dahulu ada yang yang tidak mau menshalatkan jenazahnya
seorang mubtadi'. Diantara mereka pula ada yang melarang untuk shalat di belakang
seorang imam mubtadi'. Bahkan mereka mengusir para mubtadi' dari majelis-majelis
mereka.
Kabar-kabar dari para salaf dahulu sangat banyak dalam hal penolakan dan
pemboikotan terhadap mubtadi. Itu sebagai peringatan dari keburukan mereka, mencegah
bid'ah mereka tersebar dan mematahkan jiwa-jiwa mereka agar penyebaran bid'ah
menjadi lemah.
Maka jadilah salafi (pengikut salaf) sejati dan berhati-hatilah dari seorang
mubtadi' yang dapat menyesatkanmu.

11
Adapun apabila kamu berada pada sekolah formal, dimana kamu tidak memiliki
pilihan maka hendaklah kamu berwaspada darinya disertai meminta perlindungan Allah
dari keburukannya. Tentunya dengan terus mawas diri dari tipu muslihatnya. Dan tidak
ada jalan bagi kamu selain terus mencari tahu perkaranya, berlindung dari keburukannya
dan menyingkap tirai kebusukannya.
Apabila kamu telah kuat dalam ilmu, maka tumpaslah para mubtadi' dan
kebid'ahannya dengan hujjah dan penjelasan lisanmu. Wassalam.

12
Bab 1V
Adab Berteman

Jauhilah teman yang buruk:


Sebagaimana "al-irqu dassas" (DNA memiliki pengaruh terhadap seseorang),
demikian pula "adap yang buruk memiliki pengaruh terhadap seseorang". Sebab yang
namanya tabiat dapat dipindahkan dan watak dapat saling mencuri satu sama lain.
Manusia bagaikan kawanan burung yang terfitrah untuk saling menyerupai satu sama
lain. Maka hindarilah untuk bergaul dengan orang yang adabnya buruk karena itu adalah
kebinasaan. Pilihlah teman dan sahabat yang dapat membantumu dalam prosesmu
mencari ilmu dan mendekatkanmu kepada tuhanmu serta dapat memberimu petunjuk
terhadap tujuan dan cita-citamu yang mulia. Ambilah pembagian sahabat dengan
timbangan yang paling akurat:
1. Shadiqu manfa'ah (sahabat pengambil manfaat saja).
2. Shadiqu ladzzah (sahabat bersenang senang).
3. Shadiiqu Fadhilah (Sahabat pemilik keutamaan).
Yang pertama dan yang kedua akan hilang seiring hilangnya pendorongnya, yang
pertama karena manfaat dan yang kedua karena kelezatan. Adapun yang ketiga dapat
diandalkan, dimana pendorong persahabatannya adalah saling bertukar keyakinan untuk
mengokohkan keutamaan-keutamaan dari masing-masing keduanya.
Sahabat yang punya keutamaan ini "mata uang yang sangat tinggi harganya"
dimana seseorang akan mulia ketika memilikinya.

13
Bab V
Adab Penuntut Ilmu Dalam Kehidupan Ilmiahnya

1. Semangat yang besar dalam menuntut ilmu


Diantara karakter Islam adalah berhias dengan semangat yang besar, dimana hal
itu, dengan izin Allah akan mendatangkan kepadamu kebaikan tanpa henti-hentinya,
untuk kamu dapat meningkat kepada derajat yang sempurna. Yang pada akhirnya akan
mengalir dalam nadimu darah kesatria dan berpacu dalam medan ilmu dan amal.
Tapi jangan salah, sehingga kamu mencapuradukkan antara semangat yang besar
dan kesombongan. Semangat yang besar adalah perhiasan warisan para nabi sementara
kesombongan adalah penyakitnya orang sakit yang disebabkan kesewenang-wenangan
dan kekuatan .
2. Rakus dalam menuntut ilmu:
Hendaklah kamu memperbanyak mendulang warisan nabi Muhammad shalallahu
'alaihi wasallam, mengerahkan kemampuan dalam menuntutnya, mencapainya dan
mendalaminya. Bagaimana pun tingginya pencapaianmu dalam ilmu, ingatlah ungkapan:
"Berapa banyak yang telah ditinggalkan para penduhulu untuk generasi yang
berikutnya!"

3. Melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu:


Barang siapa tidak melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu untuk mencari
guru dan berpesiar untuk mengambil ilmu dari mereka, maka tingkat kematangannya
dalam ilmu akan jauh. Sebab mereka para ulama yang telah menghabiskan waktu untuk
belajar, mengajar dan menimba ilmu, pada mereka terdapat perbaikan-perbaikan,
kecermatan, lelucon ilmiah, pengalaman-pengalaman atau yang semisalnya yang jarang
di dapatkan dalam tulisan-tulisan buku.
Hindarilah untuk duduk-duduk saja seperti jalan yang ditempuh orang-orang
tasawwuf yang pemalas, yang lebih mengutamakan "ilmu khiroq (seperti ilmu laduni)
atas ilmu waroq (yang ada dibuku).

4. Menjaga ilmu dengan menulis:


Kerahkanlah kesungguhanmu dalam menjaga ilmu (menjagannya dengan
menulis); karena mengikat ilmu dengan tulisan jaminan untuk tidak hilang dan lebih
mempersingkat waktu mencari ketika dibutuhkan. Terlebih lagi, bila ada faedah-faedah
yang menakjubkan dan perkara-perkara ilmu yang kadang berada pada tempat yang tidak
disangka-sangka atau berada disudut-sudut tersembunyi bukan pada tempat mengalirnya,
juga mutiara-mutiara yang terpisah-pisah yang kamu melihatnya atau mendengarnya
dimana kamu takut kehilangannya. Karena sesungguhnya hafalan kadang lemah dan
kelupaan datang menimpa.
Apabila telah terkumpul disisimu apa yang telah Allah kehendaki untuk
terkumpul maka susunlah pada (buku catatanmu) atau (buku memorimu) berdasarkan

14
temanya. Karena itu dapat membantu meringankan bebanmu pada saat-saat yang sempit
dimana kadang para pembesar ulama yang terpercaya tidak dapat mencapainya.

5. Menjaga dengan merawatnya:


Kerahkanlah kemampuanmu untuk menjaga ilmu (penjagaan perawatan) dengan
beramal dan mengikutinya. Dan wajib bagi kamu untuk mengikhlaskan niat dalam
menuntutnya. Berhati-hatilah untuk menjadikannya sebagai jalan untuk mendapatkan
kemewahan atau jalan untuk mengambil imbalan. Takutlah dari membangga-banggakan
diri dengannnya. Dan jadikanlah hafalanmu terhadap hadits sebagai hafalan untuk
diamalkan bukan untuk menghafal riwayat saja.
Seyogyanya begi penuntut ilmu hadits untuk memiliki keistimewaan pada
keumuman perkaranya dibandingkan jalannya orang-orang awam (biasa). Yaitu dengan
mengamalkan peninggalan-peninggalan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang
memungkinkan untuk dikerjakan, dan Mengaplikasikan sunnah-sunnah Rasulullah pada
dirinya.

6. Senantiasa memeriksa hafalan:


Periksalah ilmumu dari waktu ke waktu, karena tanpa pemeriksaan, itu akan
menjadi sebab perginya ilmu. Apabila Alqur'an yang dimudahkan untuk diingat kadang
hilang apabila tidak senantiasa diperiksa, lalu bagaimana lagi menurut kalian dengan
ilmu-ilmu yang lainnya?!
Sebaik-baik ilmu adalah yang dasarnya dikuasai dan cabang-cabangnya diingat
yang mengantarkan kepada Allah dan membimbing kepada yang diridhaiNya.

7. Attafaqquh (mendalami ilmu hingga menjadi fakih) dengan mengeluarkan


cabang dari usulnya (dasarnya):
Dibalik fikih ada attafaquh (mendalami ilmu hingga menjadi ahli fikih). Dan
orang yang bertafaquh adalah dia yang meletakan hukum-hukum sesuai dengan persepsi-
persepsi syariat.
Disebutkan dalam hadits Ibnu Mas'ud radhi Allah anhu, bahwa Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
‫ﻧﻀّﺮ ﷲ اﻣﺮ ًء ﺳﻤﻊ ﻣﻘﺎﻟﺘﻲ ﻓﺤﻔﻈﮭﺎ ووﻋﺎھﺎ ﻓﺄداھﺎ ﻛﻤﺎ ﺳﻤﻌﮭﺎ ﻓﺮبّ ﺣﺎﻣﻞ ﻓﻘﮫ ﻟﯿﺲ ﺑﻔﻘﯿﮫ وربّ ﺣﺎﻣﻞ‬
‫ﻓﻘﮫ إﻟﻰ ﻣﻦ ھﻮ أﻓﻘﮫ ﻣﻨﮫ‬
"Semoga Allah memperindah wajah seseorang yang dia mendengar sabdaku lalu
menghafalnya dan memahaminya kemudian menyampaikannya sesuai dengan yang
didengarnya. Betapa banyak yang membawa fikih namun bukan seorang yang fakih dan
batapa banyak yang membawa fikih lalu dia sampaikan kepada orang yang lebih paham
darinya".
Imam Ibnu Khair rahimahullah dalam mengomentari hadits ini berkata: "Di
dalamnya ada penjelasan bahwa fikih itu adalah istinbath (mengeluarkan hukum-hukum
syariat dari nas-nas) dan istidrok (berusaha mengetahui) makna-makna kalam
(pembicaraan) melalui jalan tafahhum (memahami sedikit demi sedikit). Dan termasuk

15
kandungannya adalah menjelaskan tentang wajibnya attafaquh (menuntu ilmu),
membahas makna-makna hadits dan mengeluarkan makna-maknanya yang tersembunyi.
Ketahuilah bahwa di hadapan attafaquh ada attafakur (berpikir) dengan melihat
lebih dalam kepada keagungan langit dan bumi serta memikirkan sedalam-dalamnya
tentang dirinya sendiri dan sekitarnya.
Akan tetapi tafaquh ini harus dibatasi oleh burhan (bukti) dan harus dicegah dari
kemauan sesuka hati dan hawa nafsuh.
Perhatikanlah dengan seksama ketika ada masalah-masalah baru, dengan
mengeluarkan cabang dari usulnya (dasarnya) dan dengan perhatian yang sempurna
terhadap qawaaid (kaidah-kaidah) dan dhawaabith (aturan-aturan).
Pusatkanlah pikiramnu untuk melihat pada cabang, antara penelitian dan
meletakannya dalam syariat-syariat yang umum sesuai dengan kaidah-kaidah umum dan
usul-usulnya. Seperti kaidah-kaidah almashaalih (maslahat-maslahat), daf'u ad-haror
(mencegah kemudhorotan), almasyaaqqah tajlibu at-taisir (kesusahan mendatangkan
kemudahan), saddu babil hiyal (menutup pintu-pintu rekayasa) dan saddu zariiah
(menutup sarana yang mengantarkan kepada keharaman).
Sudah seharusnya bagimu untuk bertafaquh (menuntut ilmu) dalam nas-nas
syariat dan melihat dengan seksama apa-apa yang mengelilingi keadaan-keadaan
pensyariatan serta mentadaburi maqashid (tujuan-tujuan) syariat. Orang yang fakih
adalah dia yang ketika ada masalah-masalah baru muncul yang tidak ada nasnya, ia dapat
mengeluarkan hukumnya.

8. Bersandar kepada Allah ta'ala dalam menuntut ilmu dan mencari hasil:
Tidak usah risau apabila tidak dibukakan bagimu satu ilmu dari disiplin ilmu.
Sebab kadang kala sebagian ilmu terasa sukar bagi sebagian orang yang telah terkenal…,
jadi wahai penuntut ilmu! Hendaknya kamu melipatgandakan semangatmu dan mintalah
pertolongan kepada Allah di dalam doamu, serta pasrah dan bersimpuh dihadapanNya.

9. Amanah ilmiah:
Wajib bagi seorang penuntut ilmu untuk melebihi orang lain ketika berhias
dengan amanah ilmiah baik dalam menuntut ilmu, menahan ilmu, beramal, dan
menyampaikan. Sebab "Keberhasilan umat begantung kepada kebaikan amalan-
amalannya, dan kebaikan amalan-amalan mereka bergantung kapada kebenaran ilmu
yang ada pada mereka, dan kebenaran ilmu mereka bergantung kepada amanahnya para
pemangku ilmu terhadap apa yang mereka riwayatkan dan mereka sifatkan…."

10. Jujur:
Kejujuran lisan merupakan tanda ketenangan, kemuliaan jiwa yang tersembunyi,
tingginya cita-cita dan kekuatan akal.

Imam Al-Auzaa'i berkata: "Pelajarilah kejujuran sebelum kalian mempelajari


ilmu".

16
Jujur adalah menyampaikan pembicaraan sesuai kenyataan dan keyakinan. Dan
kejujuran hanya memiliki satu jalan. Adapun lawannya yaitu kebohongan maka itu
bermacam-macam. Dan itu dikumpulan pada tiga:
1. Kadzibul mutamaliq (kebohongan yang halus), yaitu yang menyelisihi
kenyataan dan keyakinan. Seperti orang berbohong secara halus berkaitan
dengan seseorang yang dia tahu bahwa orang ini fasik atau mubtadi' kemudian
dia sifati sebagai orang yang istiqamah.
2. Kadzibul munaafiq (kebohongan kemunafikan), yaitu kebohongan yang
menyelisihi keyakinan dan kenyataan yang sebenarnya. Seperti seorang
munafik yang berbicara seperti apa yang dikatakan oleh Ahlu Sunnah dan
yang mendapatkan hidayah.
3. Kadzibul ghabi (kebohongan yang tolol), yaitu yang menyelisihi kenyataan
dan keyakinan yang benar. Seperti seseorang yang meyakini kebaikan
seorang sufi yang mubtadi' lalu dia mensifatinya dengan bahwa ia adalah
wali-wali Allah.
Wahai penuntut ilmu! Berhati-hatilah kamu untuk keluar dari kejujuran menuju
kepada kebohongan. Dan kebohongan yang paling buruk ialah berdusta di dalam ilmu;
disebabkan penyakit untuk mengungguli orang-orang yang sepadan atau agar nama
tersohor di berbagai penjuru.

11. Tameng penuntut ilmu:


Tameng penuntut ilmu adalah ucapan laa adri (saya tidak tahu). Dan anda harus
tahu bahwa seper dua dari ilmu adalah ucapan: "saya tidak tahu" dan seper dua dari
kebodohan adalah ucapan: "yuqaal (menduga-duga) dan Adzunnu (saya kira).

12. Menjaga modal hartamu (waktu-waktu dalam hidupmu):


Hendaklah anda menjaga waktu-waktumu untuk mendapatkan ilmu. Jadilah
sekutunya amal bukan sekutunya kemalasan dan kesombongan, jadilah alas tempat
mengumpulkan amal bukan untuk hiburan dan obrolan yang sia-sia. Jagalah waktumu
dengan berusaha, bersungguh-sungguh, terus menuntut ilmu, duduk bersama guru,
menyibukan diri dengan ilmu, membaca dan mengajarkannya, menelaah, mentadaburi,
menghafal dan membahas. Terlebih lagi dimasa-masa tumbuh sebagai anak muda,
hendaknya mempergunakan kesempatan yang berharga ini untuk menggapai kedudukan
ilmu yang tinggi.
Dan berhati-hatilah dari kata-kata "nanti", nanti setelah selesai ini atau nanti
setelah pensiun dari kerja, akan tetapi, bergegaslah. Jika kamu telah mengamalkannya
maka ini merupakan saksi darimu bahwa kamu membawa "tekad yang kuat dalam
menuntut ilmu".

13. Menghibur diri:


Ambilah dari waktu-waktumu beberapa saat untuk menghibur dirimu dengan
taman-taman ilmu dari buku-buku kuliah (pengetahuan umum) sebab hati dapat terhibur
dengannya beberapa saat.

17
Dari Ali bin Abi Thalib radhi Allahu anhu, beliau berkata: "hendaklah kalian
menghibur hati-hati kalian, carilah untuknya hukmah-hikmah pilihan, karena hati juga
lelah sebagaimana badan lelah".

14. Membaca untuk dibenarkan dan dikoreksi:


Bersemangatlah membaca untuk dibenarkan dan dikoreksi di hadapan seorang
guru yang mutkin (mumpuni) agar kamu terjamin dari penyimpangan, salah dalam
membaca, kekeliruan dan keragu-raguan.

15. Mengupas kitab-kitab yang panjang:


Ini merupakan salah satu tugas yang paling penting agar dapat memperbanyak
dan memperluas ilmu pengetahuan, juga untuk mengeluarkan faedah-faedah dan
permata-permatanya yang tersimpan, mendapatkan pengalaman dalam sumber-sumber
penelitian dan masail (perkara-perkara), serta dapat mengetahui metode para penulis
dalam tulisan-tulisan dan istilah-istilah mereka.

16. Bagus dalam bertanya:


Hendklah kamu mematuhi adab-adab berdiskusi, termasuk di dalamnya baik
dalam bertanya dan mendengar serta memahami dengan benar sebelum memberikan
jawaban. Hindarilah ketika jawaban telah diberikan kepadamu, lalu kamu mengatakan:
"akan tetapi guru si fulan mengatakan kepadaku seperti ini dan itu" sebab hal ini
merupakan kerendahan dalam adab dan saling membenturkan ahli ilmu sesama mereka.
Apabila kamu harus melakukannya, maka katakanlah: "bagaimana pendapatmu
dalam fatwa yang mengatakan seperti ini? Tapi jangan menyebut nama seseorang.

17. Almunaazhoroh (berdebat untuk mencari kebenaran) tanpa mumarooh


(mendebat setelah kebenaran jelas):
Hindarilah yang namanya mumaroh (mendebat setelah kebenaran jelas) karena itu
adalah kemurkaan. Adapun berdebat dalam kebenaran maka itu adalah kenikmatan.
Dimana hal ini akan menampakan yang benar atas kebatilan dan yang kuat atas yang
lemah. Dan ini terbangun di atas munashahah (saling menasehati), kesantunan dan
menyebarkan ilmu. Adapun mumaarooh dalam debat dan diskusi adalah mendebat
dengan hujah yang batil, riya, kesalahan, kesombongan, ingin menang dan ingin
dibilang...

18. Mendiskusikan ilmu…


Bersenang-senanglah bersama orang-orang yang berilmu dengan saling bertukar
ilmu. Karena sesungguhnya hal itu merupakan medan yang dapat melebihi muthalaah
(membaca buku), juga dapat mengasah pikiran dan menguatkan ingatan. Tentunya
dengan terus memperhatikan keadilan dan kesopanan serta menjauh dari ketidakadilan,
kerusuhan dan berbicara dengan serampangan.

18
Berdiskusi bersama dirimu sendiri dalam membolak balikan perkara-perkara
ilmu, dimana hal semacam ini tidak boleh terpisah darimu. Ada yang mengatakan:
"menghidupkan ilmu adalah mudzakirotuhu (mendiskusikannya).

19. Penuntut ilmu hidup diantara Alqur'an, sunnah dan ilmu-ilmunya:


Keduanya (Alqur'an dan sunnah) bagaikan dua sayab bagi seekor burung, maka
berhati-hatilah jangan sampai salah satu sayap tersebut patah.

20. Menyempurnakan ilmu alat dari setiap disiplin ilmu:


Kamu tidak akan menjadi penuntut ilmu yang mutqin (mumpuni) dan ahli dalam
satu disiplin ilmu sebelum kamu menyempurnakan ilmu alat dari disiplin ilmu tersebut.
Seperti dalam fikih ada ilmu ushululul fikih dan dalam hadits ada ilmu riwayat dan
diroyah (musthalahul hadits). Demikianlah, kalau tidak maka kamu jangan menyesal
karena kepayahan.

19
Bab VI
Berhias dengan amal

1. Diantara tanda-tanda ilmu yang bermanfaat:


Bertanyalah kepada dirimu sendiri tentang bagianmu dari tanda-tanda ilmu yang
bermanfaat, dan itu adalah:
1. Beramal dengannya.
2. Tidak suka mensucikan dan memuji diri sendiri, juga tidak suka untuk
sombong dihadapan manusia lainnya. Sifat tawaadhu semakin bertambah
seiring dengan bertambahnya ilmu.
3. Lari dari cinta untuk jadi pemimpin, tenar dan dunia.
4. Memboikot pengakuan bahwa saya orang berilmu.
5. Berprasangka buruk kepada jiwa sendiri dan berprasangka baik terhadap jiwa
orang lain agar terbebas dari menyakiti mereka.

2. Menzakatkan ilmu:
Tunaikanlah zakatnya ilmu yaitu berbicara kebenaran dengan terang-terangan,
memerintahkan kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mempertimbangkan
antara maslahat dan mudhorot (keburukuan), menyebarkan ilmu, senang memberi
manfaat, mempergunakan kedudukan untuk kebaikan, memberi syafaat (sebagai
perantara) yang baik bagi kaum muslimin dalam mewakili kebenaran dan kebaikan.
Maka bersemangatlah dengan perhiasan ini, karena ini adalah puncak dari buah
amalanmu. Ini pula untuk kemuliaan ilmu; sebab ilmu akan semakin bertambah dengan
banyak mendermakannya. Sebaliknya akan semakin berkurang bila sedikit
mendermakannya, dan akan hilang dengan menyembunyikannya. Jangan kamu termakan
isu oleh ucapan zaman telah rusak, orang-orang fasik telah mendominasi, nasehat kurang
bermanfaat dari kewajibanmu untuk menyampaikan dan berda'wah. Apabila kamu
melakukan itu, maka itu adalah perbuatan yang menjadikan orang-orang fasik telah
membawa emas merah agar mereka semakin sempurna menghancurkan kebaikan dan
mengankat bendera kehinaan.

3. Kemuliaan ulama:
Berhiaslah dengan (kemuliaan ulama) : menjaga ilmu dan mengagungkannya,
serta melindungi sisi keagungannya dan kemuliannya. Sesuai kadar yang kamu kerahkan
dalam perkara ini dan beramal dengannya, maka hasil akan dapat diperoleh. Dan sesuai
kadar kamu menyia-nyiakannya maka kehilangannya ada di depan matamu.
Untuk itu, berhati-hatilah dari para pembesar yang memanfaatkanmu dan dari
para sufaha (orang-orang bodoh) yang menunggangimu sehingga kamu bermudah-mudah
dalam berfatwa atau memutuskan, atau membahas atau berbicara….
Jangan kamu berjalan dengannya menuju ahli dunia dan jangan kamu menunggu
dengannya dipintu-pintu rumah mereka, jangan pula kamu berikan kepada yang bukan
ahlinya walaupun kedudukannya tinggi.

20
Senangkanlah matamu dan mata hatimu dengan membaca taraajim (terjemahan-
terjemahan) dan perjalan hidup ulama-ulama terdahulu maka kamu akan melihat
pengorbonan jiwa raga mereka dalam menjaga jalan ini. Terlebih lagi dia yang telah
mengumpulkan keteladan pada perkara ini.

4. Melindungi ilmu:
Apabila kamu telah mencapai kedudukan, maka ingatlah bahwa benang yang
membawamu sampai kesana disebabkan oleh jalanmu menuntut ilmu. Karena kebaikan
Allah kemudian sebab ilmumu akhirnya kamu mencapai apa yang telah kamu capai dari
kepemimpinan di dalam ilmu atau fatwa atau qadho (memutuskan hukum)…maka
berikanlah ilmu kehormatannya dan bagiannya dengan beramal dan mendudukannya
pada kedudukannya.
Hindarilah jalannya orang-orang yang menjadikan asas utama mereka (menjaga
kedudukan), lalu mereka melipat lidah-lidah mereka untuk berbicara kebenaran. Dan
karena kecintaan terhadap kepemimpinan telah membawa mereka tidak dapat berjalan
pada kebenaran.

5. Al-Mudaaro (Menampakan persahabatan kepada orang yang berbuat


kemungkaran namun bertekad merubah kemunkarannya yang belum bisa dia
rubah karena maslahat), tapi tidak al-mudaahanah (membiarkan kemungkaran
seseorang terjadi tanpa ada niat merubahnya).
Al-Mudaahanah adalah akhlak yang membawa kepada kerendahan, adapun al-
mudaaroh tidak demikian. Namun jangan mencampur adukan antara keduanya. Ingat al-
mudaahanah akan membawamu kepada budaya kemunafikan secara terang-terangan. Dan
sifat inilah yang dapat mengikis agamamu.

6. Cinta yang dalam terhadap kitab-kitab:


Kemuliaan ilmu telah diketahui, karena keumuman manfaatnya dan kebutuhan
yang sangat mendesak terhadapnya. Oleh sebab itu, kecintaan seorang penuntut ilmu
dalam mencarinya sangatlah dalam sekali. Demikian pula dalam mengumpulkan kitab-
kitab, tentunya dengan penyeleksinya terlebih dahulu.
Untuk itu, kumpulkanlah kitab-kitab yang merupakan usul (dasar-dasar).
Ketahuilah, bahwa kitab yang satu tidak mencukupkan dari kitab yang lainnya. Dan
jangan mengumpulkan diperpustakaanmu yang dapat mengacaukan pikiranmu dari kitab-
kitab ghutsaiyah (banyak tapi tidak bermanfaat), seperti kitab-kitabnya mubtadiah (ahli
bid’ah), karena itu adalah racun yang mematikan.

7. Penopang perpustakaanmu:
Ambilah kitab-kitab yang disusun dengan metode istidlal dan mendalami ilal-ilal
(alasan-alasan) hukum dan menyelami rahasia-rahasia suatu perkara. Diantara yang
paling bagus dari kitab-kitab tersebut adalah kitab-kitab karangan: 1. Ibnu Taimiyah. 2.
Ibnul Qayyim. 3. Ibnu Abdil Barr, "At-Tamhiid". 4. Ibnu Qudaamah, "Al-Mughni". 5.
Adz-Zahabi. 6. Ibnu Katsir. 7. Ibnu Rojab. 8. Ibnu Hajar. 9. Asy-Syaukaani. 10. Syaikh

21
Muhammad bin Abdul Wahhab. 11. Kitab-kitab ulama da'wah, dan yang paling paripurna
adalah "Ad-Duroru As-Saniyyah. 12. As-Shan'aani, "Subulus Salam". 13. Shidiq Hasan
Khan Al-Qanwiji. 14. Al-Allamah Muhammad Al-Amiin ASy-Syinqhithi, "Adhwaul
Bayan", dan selain mereka sangat banyak sekali.

8. Bagaimana bermu'alah (memperlakukan) kitab:


Jangan kamu mengambil manfaat dari kitab sampai kamu mengetahui istilah-
istilah penulisnya. Dan kebanyakan pada mukadimah menyingkap tentang itu. Maka
ketika membaca buku mulailah dengan mukadimahnya.

9. Membaca kitab secara sepintas sebelum meletakannya di perpustakaan:


Apabila kamu memperoleh kitab maka jangan kamu taruh di perpustakaanmu
kecuali kamu telah membacanya secara sepintas atau membaca mukadimahnya atau
daftar isinya atau tema-temanya. Adapun kamu hanya menaruhnya di perpustaakannmu
bersama disiplin ilmu yang lainnya, boleh jadi waktu dan hidupmu berlalu tanpa kamu
melihat di dalamnya.

10. Menghilangkan ketidakjelasan tulisan


Apabila kamu menulis maka hilangkanlah ketidakjelasan pada tulisan tersebut.
Dan itu bisa terealisasi dengan:
1. Menulis dengan tulisan yang jelas.
2. Menulisnya sesuai dengan kaidah-kaidah menulis (imla).
3. Menghilangkan kata yang tidak jelas atau tidak terpakai dengan memberi titik
atau harokat.
4. Memberi tanda terhadap yang bermasalah.
5. Meletakan tanda-tanda baca pada selain ayat-ayat Alqur’an dan hadits.

22
Bab : VII
Peringatan-Peringatan

1. Bermimpi di siang bolong:


Berhati-hatilah (bermimpi di siang bolong), di antaranya kamu mengaku
mengilmui terhadap apa yang kamu tidak ketahui dan menguasai dengan mantap apa
yang kamu tidak kuasai. Apabila kamu mengerjakannya maka itu adalah tirai tebal yang
dapat menghalangimu dari ilmu.

2. Berhati-hatilah untuk menjadi "Abu Syibrin (bapak sejengkal):


Ada yang mengatakan: "ilmu itu ada tiga jengkal, barang siapa yang memasuki
jengkal pertama maka dia akan merasa sombong, barang siapa masuk pada jengkal yang
kedua maka ia akan tawa'dhu, dan barang siapa masuk pada jengkal yang ketiga, maka
dia mengetahui bahwa dia tidak mengetahui (bodoh).

3. Menginginkan kepemimpinan sebelum saatnya:


Berhati-hatilah untuk mengiginkan kepemimpinan sebelum menjadi ahlinya,
karena itu adalah penyakit ilmu dan amal.

4. Mengangkat diri sendiri menjadi macan tutul di dalam ilmu:


Berhati-hatilah terhadap jalannya orang-orang yang bangkrut di dalam ilmu. Dia
membahas satu atau dua masalah dan ketika di dalam majelis ilmu ada yang
menyinggung masalah tersebut, ia kemudian menonjolkan bahasannya untuk
menampakan ilmunya.
Betapa banyak keburukan yang dilahirkan dalam perkara ini. Dan paling
sedikitnya ia mengetahui bahwa manusia lainnya mengetahui hakekat dirinya.

5. Menggoreskan tinta pada kertas sebelum matang:


Demikian pula harus berhati-hati dari menulis buku yang kosong dari
menciptakan sesuatu yang baru , yang ujung-ujungnya hanyalah "tahbiirul kaa'idz
(menggorekan tinta pada kertas). Hindarilah untuk menyibukan diri dari menulis buku
sebelum menyenpurnakan alat-alatnya, menyempurnakan keahlianmu, dan matang di
tangan para ulama.
Adapun menyibukan diri dengan tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi orang yang
sudah ahli di dalamnya, menyempurnakan alat-alatnya, pengetahuanya telah banyak,
telah berlatih dalam membahas, telah dimerojaah (diulang-ulangi), ditelaah, membaca
buku-buku yang panjang, menghafal kitab-kitab mukhtashar (ringkas), dan sebagai
pengingat masail (sub-sub pembahasannya) maka itu adalah sebaik-baik apa yang telah
dikerjakan orang-orang yang mulia dari orang-orang yang utama.

6. Sikapmu dari kekeliruan orang-orang yang melebihimu:


Apabila kamu mendapatkan kekeliruan dari seorang alim maka jangan kamu
bergembira untuk menjatuhkannya, akan tetapi bergembiralah untuk membenarkan

23
kekeliruaannya saja. Kekeliruan dan kesalahan seorang alim yang berlimpah dalam
ilmunya dan keutamaanya hendaknya diingatkan. Namun jangan menyebarkan fitnah
terhadapnya untuk menjatuhkan dan merendahkannya sehingga orang-orang yang
semisalnya tertipu.

7. Lawanlah syubhat:
Jauhilah sumber dan timbulnya syubhat pada dirimu dan orang lain. Syubhat itu
menyambar-nyambar sementara hati manusia itu lemah. Dan yang paling banyak
membawakan syubhat-yubhat tersebut adalah orang-orang ahli bid’ah, maka menjauhlah
dari mereka.

8. Jauhilah Al-Lahn (kekeliruan dalam irob dan sharof):


Jauhilah al-lahn dalam ucapan dan tulisan, kerena ketidakadaan al-lahn adalah
keagungan dan jernihnya perasa. Dan untuk mendapatkan keelokan makna-maknanya hal
itu bergantung kepada selamatnya susunan kata-katanya.

9. Mengeluarkan pemikiran:
Berhati-hatilah dari mengeluarkan pemikiran sebalum matangnya.

10. Pemikiran isroiliyat (Yahudi dan Nasrani) yang baru:


Berhati-hatilah dari pemikiran isroiliyat yang dihembuskan orang-orang barat dari
Yahudi dan Nasrani. Sebab itu lebih menghancurkan dan sangat berbahaya dibandingkan
dengan israiliyat terdahulu. Sungguh rasa kantuk telah menimpa sebagian kaum
muslimin darinya dan sebagian lagi telah merendahkan diri kepadanya. Maka berhati-
hatilah kamu terjatuh di dalamnya.

11. Berhati-hatilah dari debat albinzanti


Yaitu debat yang dalam yang tidak ada manfaatnya atau debat yang sia-sia.
Dahulu orang-orang Binzantiyun mereka berdebat dalam jenis malaikat sementara
musuh-musuh mereka telah berada di pintu negeri mereka kemudian menyerang secara
tiba-tiba.
Petunjuk para salaf: supaya berhenti dari banyak berbantah-bantahan atau
berdebat. Dan berbicara panjang lebar di dalamnya termasuk bagian sidikitnya sifat
waro'.

12. Tidak ada kelompok dan golongan dimana wala (loyalitas) dan baro (berlepas
diri) dibangun di atasanya:
Asal dalam agama Islam tidak ada ciri bagi pemeluknya selain Islam dan salam.
Wahai penuntut ilmu! -Semoga Allah memberi berkah kepadamu dan kepada
ilmumu- tuntutlah ilmu, carilah amal dan berda'walah di jalan Allah ta'ala sesuai jalan
para salaf.
Janganlah menjadi orang yang keluar masuk dalam kelompok-kelompok sehingga
kamu kaluar dari keluasan kepada kesempitan. Islam semuanya untukmu, baik jalannya

24
yang lurus ataupun manhajnya. Kaum muslimin, mereka semua adalah satu jama'ah dan
tangan (pertolongan) Allah bersama jama'ah. Maka tidak ada hizbiyah (fanatik
kelompok) dan golongan di dalam Islam.
Berhati-hatilah, -semoga Allah merahmatimu- dari golongan-golongan dan
kelompok-kelompok sesat yang pemikirannya telah menyebar dan orang-orang yang
memunculkannya telah menimbulkan keburukan. Dan itu tidak lain seperti saluran air
yang mengumpulkan air yang keruh lalu dibuang percuma. Kecuali mereka yang telah
dirahmati Allah yang mereka berjalan di atas jalannya Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasalam dan para sahabatnya.

13. Perusak-perusak perhiasan ini:


Ketahuilah bahwa perusak yang paling besar dari hilyah (perhiasan) ini adalah
rusaknya susunan kalungnya:
1. Menyebarkan rahasia.
2. Memindahkan pembicaraan dari suatu kaum ke kaum yang lainnya untuk
mengadu domba.
3. Keras terhadap sesuatu tanpa ada kelembutan dan meninggikan suara
(congkak kepada manusia).
4. Banyak bersendau gurau.
5. Tiba-tiba masuk dalam pembicaraan diantara dua orang.
6. Dendam.
7. Dengki.
8. Berprasangka buruk.
9. Duduk bermajelis dengan seorang mubtadi' (ahli bid’ah).
10. Melangkahkan kaki ketempat-tempat yang haram.
Hindarilah dosa-dosa ini dan yang semisalnya. Hentikan langkahmu dari perkara-
perkara haram dan yang dilarang. Jika kamu melakukannya, maka ketahuilah bahwa
kamu orang yang lemah agamanya. Lalu bagaimana kamu akan menjadi penuntut ilmu
dimana banyak manusia akan mengenalmu, dan kamu diberi kenikmatan dengan ilmu
dan amal?
Semoga Allah memberi ketepatan pada langkah-langkah kita, memberikan
ketakwaan, dan kesudahan yang baik di akhirat dan di dunia.
Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kita, Muhammad, serta atas
keluarganya dan para sahabatnya.
Dan akhir daripada doa kami adalah alhamdulillahi rabbil 'aalamin.

Diringakas
Dr. Muhammad bin Fahhad bin Ibroohim Al-Wad'an
Riyadh 1438 H.

25
DAFTAR ISI
Pembukaan……………………………………………………………………………….. 1
Bab 1 : Adab-Adab Penuntut Ilmu Terhadap Dirinya
1.Ilmu adalah ibadah...…………………………………………………………………… 3
2. Jadilah salafi..……………………………………………………..……………....….. 3
3. Terus menerus takut kepada Allah ta'ala…………………………………………….. 3
4. Terus Muroqabah (merasa diawasi)…………………………………………………. 4
5. Rendah diri serta menghilangkan kesombongan dan keangkuhan…………………... 4
6. Qana'ah dan zuhud…………………………………………………………………… 4
7. Berhias dengan keindahan ilmu……………………………………………………… 5
8. Berhias dengan muru'ah (menjaga diri agar terus berada pada keadaan yang paling
afdhal)………………………………………………………………………………... 5
9. Bersenang-senang dengan sifat kesatria………………………………………………. 5
10. Memboikot gaya hidup mewah………………………………………………………. 5
11. Berpaling dari majelis yang sia-sia …………………………………………………...6
12. Berpaling dari kegaduhan……………………………………………………………. 6
13. Berhias dengan kelembutan………………………………………………………….. 6
14. Berpkir cermat……………………………………………………………………….. 6
15. Teguh dan kukuh……………………………………………………………………... 6

Bab II : Tata Cara Menimba Ilmu dan Talaki

1. Tata cara menimba ilmu dan tingkatan-tingkatannya…………………………………. 7


2. Talaki ilmu dari seorang guru…………………………………………………………. 8

Bab III : Adab Seorang Penuntut Ilmu Terhadap Gurunya

1. Memperhatikan kemuliaan seorang guru…………………………………………….. 10


2. Modal hartamu berasal dari gurumu…………………………………………………. 10
3. Ketangkasan guru dalam memberikaan pelajaran…………………………………… 11
4. Menulis dari seorang guru ketika pelajaran berlangsung……………………………. 11
5. Attalaqi (mengambil ilmu) dari seorang ahli bid’ah…………………………………. 11

Bab 1V : Adab Berteman

Jauhilah teman yang buruk……………………………………………………………... 13


Bab V : Adab Penuntut Ilmu Dalam Kehidupan Ilmiahnya
1. Semangat yang besar dalam menuntut ilmu…………………………………………. 14
2. Rakus dalam menuntut ilmu…………………………………………………………. 14
3. Melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu………………………………………… 14

26
4. Menjaga ilmu dengan menulis……………………………………………………….. 14
5. Menjaga dengan merawatnya………………………………………………………... 15
6. Senantiasa memeriksa hafalan……………………………………………………….. 15
7. Attafaquh (mendalami ilmu hingga menjadi fakih) dengan mengeluarkan cabang dari
usulnya
(dasarnya)……………………………………………………………………………….. 15
8. Bersandar kepada Allah ta'ala dalam menuntut ilmu dan mencari hasil…………….. 16
9. Amanah ilmiah……………………………………………………………………….. 16
10. Jujur…………………………………………………………………………………. 16
11. Tameng penuntut ilmu……………………………………………………………… 17
12. Menjaga modal hartamu (waktu-waktu dalam hidupmu)…………………………... 17
13. Menghibur diri……………………………………………………………………… 17
14. Membaca untuk dibenarkan dan dikoreksi…………………………………………. 18
15. Mengupas kitab-kitab yang panjang………………………………………………... 18
16. Bagus dalam bertanya………………………………………………………………. 18
17. Almunaazhoroh (berdebat untuk mencari kebenaran) tanpa mumarooh (mendebat
setelah kebenaran jelas)………………………………………………………………… 18
18. Mendiskusikan ilmu………………………………………………………………… 18
19. Penuntut ilmu hidup diantara Alqur'an, sunnah dan ilmu-ilmunya………………… 19
20. Menyempurnakan ilmu alat dari setiap disiplin ilmu………………………………. 19

Bab VI : Berhias dengan amal


1. Diantara tanda-tanda ilmu yang bermanfaat…………………………………………. 20
2. Menzakatkan ilmu……………………………………………………………………. 20
3. Kemuliaan ulama…………………………………………………………………….. 20
4. Melindungi ilmu……………………………………………………………………… 21
5. Al-Mudaaro (Menampakan persahabatan kepada orang yang berbuat kemungkaran
namun bertekad merubah kemunkarannya yang belum bisa dia rubah karena maslahat),
tapi tidak al-mudaahanah (membiarkan kemunkaran seseorang terjadi tanpa ada niat
merubahnya)……………………………………………………………………………. 21
6. Cinta yang dalam terhadap kitab-kitab………………………………………………. 21
7. Penopang perpustakaanmu…………………………………………………………… 21
8. Bagaimana bermu'alah (memperlakukan) kitab……………………………………... 22
9. Membaca kitab secara sepintas sebelum meletakannya di perpustakaan……………. 22
10. Menghilangkan ketidakjelasan tulisan……………………………………………… 22

Bab VII : Peringatan-Peringatan


1. Bermimpi di siang bolong……………………………………………………………. 23
2. Berhati-hatilah untuk menjadi "Abu Syibrin (bapak sejengkal)……………………... 23
3. Menginginkan kepemimpinan sebelum saatnya……………………………………... 23
4. Mengangkat diri sendiri menjadi macan tutul di dalam ilmu………………………... 23
5. Menggoreskan tinta pada kertas sebelum matang…………………………………… 23
6. Sikapmu dari kekeliruan orang-orang yang melebihimu……………………………. 23

27
7. Lawanlah syubhat……………………………………………………………………. 24
8. Jauhilah Al-Lahn (kekeliruan dalam irob dan sharof)……………………………….. 24
9. Mengeluarkan pemikiran…………………………………………………………….. 24
10. Pemikiran isroiliyat (Yahhudi dan Nasrani) yang baru…………………………….. 24
11. Berhati-hatilah dari debat albinzanti……………………………………………….. 24
12. Tidak ada kelompok dan golongan dimana wala (loyalitas) dan baro (berlepas diri)
dibangun di atasanya……………………………………………………………………. 24
13. Perusak-perusak perhiasan ini………………………………………………………. 25

28

Anda mungkin juga menyukai