Anda di halaman 1dari 16

Thursday, January 12, 2012

20 Adab Belajar Mengikut Imam al-Ghazali

1.

Mendahulukan salam kepada guru dan bersalaman dengan bercium tangan sebagai
tanda penghormatan - ikut jantina.

2.

Jangan banyak bercakap di hadapan guru.

3.

Jangan bercakap jikalau tidak ditanya.

4.

Jangan bertanya melainkan jikalau diarah oleh guru.

5.

Jangan menyangkal kata-kata guru.

6.

Jangan mengumpat pelajar lain.

7.

Jangan berbisik di hadapan guru.

8.

Jangan berpaling kiri dan kanan.

9.

Jangan menyoal semasa guru kepenatan.

10.

Berdiri apabila guru bangun (ketika guru keluar dan masuk).

11.

Dengar dengan khusyuk ilmu yang disampaikan walaupun diulang 1000 kali.

12.

Rujuk guru dalam memilih ilmu.

13.

Jangan duduk tempat guru.

14.

Jangan berjalan di hadapan guru kecuali darurat.

15.

Jangan ketuk pintu berulang kali hingga guru keluar menemuinya.

16.

Sentiasa mendapat keredhaannya dan jauhkan kemurkaannya.

17.

Muliakan anak-anak guru.

18.

Selalu berhubung dengan guru.

19.

Elakkan tidak menziarahi guru lebih 40 hari. Ini boleh mengurangkan keberkatan ilmu.

20.

Selalu mendoakan guru selepas setiap solat lima waktu.


Semoga ianya berguna dan dapat diamalkan oleh murid-murid.

Bismillahirrahmaanirrahim
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menerangkan tentang Islam,
termasuk di dalamnya masalah adab. Seorang penuntut ilmu harus
menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak mulia. Dia harus mengamalkan
ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap dirinya
maupun kepada orang lain.
Berikut diantara adab-adab yang selayaknya diperhatikan ketika
seseorang menuntut ilmu syari,
Pertama, Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu

Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Taala dan seseorang
tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena
Allah. Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya
kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.
Al-Bayyinah:5)
Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah
termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya.
Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang
menuntut ilmu syari yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah
Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk
mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya
aroma surga pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
Kedua, Rajin berdoa kepada Allah Taala, memohon ilmu yang bermanfaat

Hendaknya setiap penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang


bermanfaat kepada Allah Taala dan memohon pertolongan kepadaNya
dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepadaNya.
Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk selalu
memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Taala dan berlindung
kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat, karena banyak kaum

Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti


mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan lainnya.
Ketiga, Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus ilmu

Dalam menuntut ilmu syari diperlukan kesungguhan. Tidak layak para


penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan
mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah apabila kita
bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam barsabda, Dua orang yang rakus
yang tidak pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan
tidak pernah kenyang dengannya dan (2) orang yang rakus terhadap
dunia dan tidak pernah kenyang dengannya. (HR. Al-Baihaqi)
Keempat, Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada
Allah Taala

Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak


melakukan dosa dan maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat
menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati,
merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Taala.
Kelima, Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu

Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan


ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.
Imam Mujahid mengatakan,


Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang
sombong (HR. Bukhari secara muallaq)
Keenam, Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh
atau guru

Allah Taala berfirman, sebab itu sampaikanlah berita gembira itu


kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-

orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang
mempunyai akal sehat. (QS. Az-Zumar: 17-18)
Ketujuh, Diam ketika pelajaran disampaikan

Ketika belajar dan mengkaji ilmu syari tidak boleh berbicara yang tidak
bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan
ilmu syari yang disampaikan, tidak boleh ngobrol. Allah Taala berfirman,
dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah agar
kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Araaf: 204)
Kedelapan, Berusaha memahami ilmu syari yang disampaikan

Kiat memahami pelajaran yang disampaikan: mencari tempat duduk yang


tepat di hadaapan guru, memperhatikan penjelasan guru dan bacaan
murid yang berpengalama. Bersungguh-sungguh untuk mengikat
(mencatat) faedah-faedah pelajaran, tidak banyak bertanya saat pelajaran
disampaikan, tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu
yang sama, mengulang pelajaran setelah kajian selesai dan bersungguhsungguh mengamalkan ilmu yang telah dipelajari.
Kesembilan, Menghafalkan ilmu syari yang disampaikan

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar
perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan
menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang
yang lebih faham daripadanya (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu alaihi wa sallam berdoa kepada
Allah Taala agar Dia memberikan cahaya pada wajah orang-orang yang
mendengar, memahami, menghafal, dan mengamalkan sabda
beliau shallallahu alaihi wa sallam. Maka kita pun diperintahkan untuk
menghafal pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Quran dan haditshadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Kesepuluh, Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan

Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin


penting, fawaa-id (faedah dan manfaat) dari ayat, hadits dan perkataan

para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan
yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar ilmu yang
disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap
kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, Ikatlah ilmu dengan tulisan (HR. Ibnu Abdil Barr)
Kesebelas, Mengamalkan ilmu syari yang telah dipelajari

Menuntut ilmu syari bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar


kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa
diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan tuntutan dari
ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang menuntut ilmu
bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu,
kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Perumpamaan seorang alim
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan
dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang
menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri. (HR Ath-Thabrani)
Kedua belas, Berusaha mendakwahkan ilmu

Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita,
Allah Taala berfirman, Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. AtTahriim: 6).
Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak
manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi
seorang hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu.
Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah.
Bahkan demi sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai sampai batas
usaha yang maksimal. Syarat dakwah:
1. Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran
aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma dan Shifat,
serta semua yang berkaitan dengan masalah aqidah dan iman.

2. Manhajnya benar, memahami Al-quran dan As-sunnah sesuai dengan


pemahaman Salafush Shalih.
3. Beramal dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba
(mengikuti) contoh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidak
mengadakan bidah, baik dalam itiqad (keyakinan), perbuatan, atau
perkataan.

***

Sumber: https://muslimah.or.id/7216-adab-menuntut-ilmu.html

Pelajari Dahulu Adab Dan Akhlaknya Baru Ilmunya


Yang perlu diperhatikan oleh penuntut ilmu di zaman ini adalah adab dalam
menuntut ilmu. Di zaman modern saat ini, beberapa pendidik merasa adab para
murid mulai berkurang
By dr. Raehanul Bahraen 23 November 2014

19 6073 1

Yang perlu diperhatikan oleh penuntut ilmu di zaman ini adalah adab
dalam menuntut ilmu. Di zaman modern saat ini, beberapa pendidik
merasa adab para murid mulai berkurang. Misalnya:

Kurang hormat dengan gurunya

Terlambat ketika menghadiri majelis ilmu

Tidak mengulangi (murajaah) pelajaran sebelumnya

Padahal dengan abda yang baik maka ilmu tersebut menjadi berkah.
Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu jika adabnya saja tidak
diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan lama atau tidak
akan mendapatkan berkah.

Padahal di zaman keemasannya adab menuntut ilmu sangat diperhatikan


oleh para ulama. Misalnya:
1. Datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada yang
sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu
saat itu sangat ramai
2. Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama.
Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya
harus hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus
hafal kitab hadits yang tebal yaitu Al-Muwattha.
3. Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main. Misalnya
bermain gadget atau HP atau mengobrol dengan temannya.

Misalnya kisah berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai
majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,

Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak
ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang
mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum. (Siyaru
Alamin Nubala 17/161, Muassasah Risalah, Asy-syamilah).
Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka menekankan agar belajar adab
dahulu baru ilmu. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
: : :
: :
Aku berkata kepada ibuku, Aku akan pergi untuk belajar. Ibuku
berkata,Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu! Lalu ibuku memakaikan
aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku,
kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan,
Sekarang, pergilah untuk belajar! Dia juga pernah
mengatakan, Pergilah kepada Rabiah (guru Imam Malik, pen)!
Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!. (Audatul
Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet.
Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,

Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau
lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya
mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya. (Siyaru
Alamin Nubala 21/373, Muassasah Risalah, Asy-syamilah).
Mari kita perbaiki adab kita dalam menuntut ilmu dan mengikhlaskannya
kepada Allah.
Demikian semoga bermanfaat

Sumber: http://muslim.or.id/23489-pelajari-dahulu-adab-dan-akhlaknya-baruilmunya.html

Empat Adab dalam Menuntut Ilmu


Sabtu, 29 Agustus 2015 - 13:21 WIB
Ulama bernama Sahnun berkata: "Ilmu tidak akan diperoleh bagi orang yang makan hingga
kekenyangan"

ilustrasi

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil


ADAB mencari ilmu selama ini sering diabaikan. Hubungan antara murid dan
guru tak ubahnya penjual dan pembeli. Si murid merasa telah membayar SPP
dan uang gedung dengan nilai nominal yang tidak murah sehingga
penghormatan kepada guru dianggap sebagai hal yang bukan acuan utama.
Kini, saatnya kita kembali mendulang adab-adab mencari ilmu yang telah
dipanggungkan oleh para ulama sehingga ilmu dapat memberi manfaat, bukan
hanya pada tataran duniawi, namun juga pada tataran ukhrawi.
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumait dengan ketajaman analisa dan penanya,
mementaskan empat adab bagi pencari ilmu.
Adab pertama bagi seorang pencari ilmu ialah menyucikan hati dari segala
pelanggaran-pelanggaran yang dimurkai Allah.

Adab pertama ini memberi gambaran kepada kita bahwa sebelum memulai
aktivitasnya, terlebih dahulu seorang pencari ilmu mengevaluasi kondisi hati.
Adakah penyakit hati yang masih mengendap dalam dirinya sehingga ia harus
membersihkannya terlebih dahulu?
Imam Nawawi dalam mukaddimhn Syarh Al-Muhadzdzab berkata:
Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu menyucikan hatinya dari kotorankotoran sehingga ia layak menerima ilmu, menghafal, dan memanfaatkannya.
Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad memberi perumpaan yang sungguh indah
tentang hati yang kotor. Beliau mengatakan, Jika seseorang datang dengan
membawa sebuah wadah kotor untuk diisi madu di dalamnya, maka orang
yang akan membeli madu tersebut pasti akan berkata, Cucilah terlebih dahulu
wadah yang kotor ini, baru kamu isi dengan madu.
Kata Imam Abdullah, Dalam masalah dunia saja, wadah yang kotor perlu
dibersihkan, maka bagaimana dapat rahasia-rahasia ilmu Allah itu justru
diletakkan di dalam hati-hati yang dekil?
Pada satu kesempatan, Imam Malik memberi nasihat kepada muridnya Imam
Syafi`i. Kala itu, Sang Guru merasa takjub dengan kecerdasan yang dimiliki
oleh Syafi`i. Nasihat tersebut bunyinya, Wahai Muhammad, bertakwalah
kepada Allah. Jauhilah maksiat. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wataala
telah meletakkan cahaya di dalam hatimu maka janganlah kamu padamkan
dengan maksiat-maksiat kepada-Nya.
Adab pertama ini merupakan langkah awal bagi para pencari ilmu, tak
terkecuali para guru, untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit yang
malah menjadi penghalang masuknya ilmu dalam sanubari.
Ilmu tidak terletak pada ijazah, raport, dan gelar akademik semata, tapi pada
manfaat dan amal sebagai buahnya ilmu. Dan, itu tak akan mungkin terwujud
tanpa hati yang bersih.
Adab kedua, menurut Habib Zain, adalah ikhlas karena Allah di dalam mencari
ilmu. Seseorang tidak diperkenankan mencari ilmu dengan kemuliaan diri
yang melekat. Seorang pencari ilmu mesti ikhlas karena Allah. Dengan modal
ikhlas tersebut, ia berusaha membuat hati gurunya ridha mengangkat dan
mengakui sebagai murid setianya.
Suatu hari, Abdullah bin Abbas membawa tali pengikat kendaraan gurunya
Ubay bin Ka`ab. Ia tuntun kendaraan gurunya itu. Sang guru bertanya, Ada

apa ini, wahai putra Abbas? Dijawab, Demikianlah kami diperintahkan untuk
menghormati guru-guru kami. Abdullah tetap memandu jalannya kendaraan
sang guru sampai ke tempat tujuan.
Sufyan bin Uyainah berkata, Saat aku berusia empat tahun, aku telah dapat
membaca Al-Qur`an. Saat berusia tujuh tahun, aku telah dapat menulis hadits.
Saat berusia lima belas tahun, ayahku berkata kepadaku:
Wahai anakku, sekarang engkau telah beranjak dewasa. Maka lakukanlah
kebaikan niscaya engkau akan termasuk sebagai ahli kebaikan. Ketahuilah,
seseorang tidak akan diberi kebahagiaan berkumpul dengan para ulama
kecuali orang yang taat kepada mereka. Maka taatilah para ulama, niscaya
engkau akan memperoleh kebahagiaan. Berkhidmatlah kepada mereka, pasti
engkau akan mendapatkan ilmu mereka.
Kata Sufyan, Sejak mendengar nasihat ayahku tersebut, aku selalu condong
kepada para ulama, tidak berpaling sedikitpun dari mereka.
Adab kedua memberi pengertian bahwa pencari ilmu mesti menanggalkan
kebanggaan nasab, kedudukan, dan harta yang ia miliki. Ia lepaskan demi
terjun secara total meraih ilmu lewat para guru dan ulama dengan penuh
keihlasan kepada Allah Subhanahu Wataala.
Adab ketiga yang harus ada pada diri penuntut ilmu adalah mengambil faedah
(manfaat) di mana saja berada. Pencari ilmu mesti jeli melihat, mengamati,
dan meraih manfaat dari tiap jengkal langkah hidupnya. Tidaklah berlalu
sesaat dari umurnya, kecuali ia isi dengan kemanfaatan.
Abu Al-Bakhtary berkata: Duduk bersama suatu kaum yang lebih mempunyai
ilmu daripada saya, lebih saya sukai tinimbang bersama kaum yang derajat
ilmunya di bawah diriku Mengapa? Jawabnya, Karena, jika aku duduk
bersama kaum yang derajat pengetahuannya di bawahku, aku tidak bisa
mengambil manfaat. Namun jika aku duduk bersama orang-orang yang lebih
berilmu dari diri saya ini, aku bisa mengambil manfaat sebanyak-banyaknya.
Adab keempat yang disebutkan oleh Habib Zain adalah bersikap sederhana
dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Makan dan minum adalah
kebiasaan siapa saja. Manusia makan dan minum untuk hidup. Namun hal
demikian tidak lantas menjadi alasan untuk berlebih-lebihan, khususnya bagi
pencari ilmu.

Bahkan, seorang ulama bernama Sahnun berkata: Ilmu tidak akan diperoleh
bagi orang yang makan hingga kekenyangan.
Dalam wasiat penuh hikmah dari Lukman Al-Hakim kepada putranya, ia
berkata: Wahai anakku, jika perut telah terisi penuh pikiran akan tertidur,
hikmah akan berhenti mengalir, dan badan akan lumpuh dari beribadah.
Imam Syafi`i berkata, Aku tidak pernah merasa kenyang sejak enam belas
tahun silam. Karena kekenyangan itu membebani badan, mengeraskan hati,
menghilangkan kecerdasan, membuat kantuk, dan melemahkan orang
tersebut dari beribadah.
Demikianlah empat etika yang dipaparkan oleh Habib Zain seputar adab bagi
manusia-manusia yang menceburkan dirinya dalam lautan ilmu. Ambillah ilmu
yang hendak kita miliki sebanyak-banyaknya namun janganlah kita absen dari
adab. Dengan empat adab tersebut, ilmu menjadi berkah untuk semua.*

Adab dan Akhlak dalam Menuntut Ilmu

Di dalam Al Quran diterangkan bahwa sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat


orang-orang yang beriman dan berilmu. Ilmu merupakan sarana utama menuju kebahagiaan
abadi. Ilmu merupakan pondasi utama sebelum berkata-kata dan berbuat. Dengan ilmu,
manusia dapat memiliki peradaban dan kebudayaan. Dengan ilmu, manusia dapat
memperoleh kehidupan dunia, dan dengan ilmu pula, manusia menggapai kehidupan akhirat.
Baik atau buruknya suatu ilmu, bukan karena ilmunya, melainkan karena niat dan
tujuan si pemiliki ilmu. Ibarat pisau, tergantung siapa yang memilikinya. Jika pisau dimiliki
oleh orang jahat, maka pisau itu bisa digunakan untuk membunuh, merampok atau mencuri.
Tetapi jika dimiliki oleh orang baik, maka pisau itu bisa digunakan untuk memotong hewan
qurban, mengiris bawang atau membelah ikan.
Di bawah ini merupakan metode yang baik dalam mencari/menuntut ilmu, agar ilmu
yang kita miliki bermanfaat dan mendapat barokah dari Allah

1. Awali dengan niat yang benar, baik dan ikhlas. Niatkan bahwa mencari/menuntut ilmu hanya
untuk mendapatkan ridho Allah. Niatkan bahwa ilmu yang dimiliki akan digunakan untuk
kebaikan, bukan untuk mengejar dunia semata. Niatkan bahwa dengan ilmu tersebut, kita
berjuang di jalan Allah. Memohonlah kepada Allah agar ilmu yang kita miliki bermanfaat
dunia-akhirat. Memohonlah kepada Allah agar kita terhindar dari ilmu/ajaran sesat dan
menyesatkan.
2. Selalu minta restu dan ridho orangtua. Mintalah dengan kerendahan hati dan santun kepada
orangtua untuk mendoakan agar kita selamat dunia-akhirat.
3. Berhati-hati dalam memilih ilmu. Pelajarilah ilmu agama sebagai landasan hidup. Pelajarilah
ilmu tentang aqidah, karena aqidah yang benar merupakan pondasi keimanan. Pelajarilah ilmu
tentang akhlak, karena akhlak merupakan cermin dari suasana hati. Ingatlah... bahwa
sesungguhnya Rasulullah SAW diutus ke dunia untuk memperbaiki akhlak manusia.
Pelajarilah ilmu fiqh agar tata cara ibadah kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Pelajarilah ilmu-ilmu duniawi sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah dan berbuat
kebaikan.
4. Belajar kepada guru yang terpercaya akan keilmuannya dan agamanya. Cara ini lebih cepat
dan lebih meyakinkan daripada belajar tanpa guru. Dengan belajar kepada guru akan
memungkinkan diskusi, tanya-jawab dan timbal-balik antara murid dan guru.
5. Belajar kepada alam. Gunakanlah akal untuk memikirkan alam semesta ini dan kejadiankejadiannya, dalam rangka meneguhkan/menguatkan keyakinan kita terhadap kekuasaan dan
keagunggan Allah.
6. Belajar dari pengalaman dan ujian hidup. Jika hidup dan kehidupan ini kita jalani dengan
kesholehan hati, maka setiap pengalaman dan ujian/cobaan dapat kita jadikan pelajaran. Sabar
dan rasa syukur kepada Allah merupakan dua aspek penting dalam mengambil atau memetik
pelajaran dari pengalaman dan ujian hidup.
Jangan menjadi manusia yang berilmu (pintar) tetapi zolim. Dan jangan pula menjadi
manusia yang taat beribadah (sholeh) tapi bodoh. Ilmu tanpa didasari dengan keimanan, maka
dengan ilmu tersebut manusia akan berbuat kerusakan dan kezoliman. Iman tanpa didasari
dengan ilmu, maka keimanannya bersifat semu, hanya sebuah khayalan dan sugesti belaka,
begitupun ibadahnya hanya bersifat ikut-ikutan. Oleh karena itu, raihlah kesuksesan dengan 2
sayap, iman dan ilmu. Insya Allah... kesuksesan yang kita raih bukan hanya di dunia, tapi
juga di akhirat.
Menuntut ilmu tidaklah mudah, tetapi juga tidak sulit. Dalam menuntut ilmu
dibutuhkan keyakinan, kesabaran, kesungguhan, dan pengorbanan. Kita harus meyakini
bahwa kita pasti bisa memahami suatu ilmu/pelajaran. Kita harus bersabar, karena untuk
memahami suatu ilmu sampai tuntas memerlukan waktu yang lama. Kita harus sungguhsungguh, karena hanya dengan kesungguhan suatu ilmu dapat kita miliki. Kita harus
mempunyai jiwa berkorban, karena untuk meraih ilmu perlu tenaga dan biaya.
Beberapa hal yang dapat memperoleh kemudahan dalam menuntut ilmu:
1. taat beribadah, rajin bangun malam untuk sholat tahajud dan tafakur.

2. tidak berbuat maksiat


3. memuliakan/menghormati guru (adab murid kepada guru)
4. memuliakan/menghormati sahabat (adab murid kepada sesama murid)
5. memuliakan/menghormati kitab/buku (adab murid kepada pelajaran)
6. sering bergaul/berdiskusi dengan ulama (memuliakan ulama)
7. membiarkan diri lapar ketika sedang belajar (rajin berpuasa)

Adab murid kepada guru

menghormati dan memuliakan guru dan keluarganya dengan tulus dan ikhlas
tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan nasihat guru

jujur dan setia bersama guru


bersikap rendah hati, lembut dan santun kepada guru
hendaknya memaafkan guru ketika beliau melakukan suatu kesalahan
tidak menjelek-jelekan dan tidak memfitnah guru
tidak menghianati dan tidak menyakiti hati guru
berusaha melayani guru dengan sebaik-baiknya
selalu berusaha menyenangkan hati guru
memanggil guru dengan panggilan yang disukainya
berusaha menyukai apa yang disukai oleh guru
membiasakan diri memberikan hadiah kepada guru dan keluarganya sebagai tanda

penghormatan kepada mereka


tidak berjalan di depan guru ketika berjalan bersamanya
tidak terbahak-bahak di depan guru
tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan guru
selalu duduk dalam sikap sopan
berusaha keras (jihad )dan tekad membuat kemajuan bersama guru

Keberhasilan dan kemudahan dalam proses menuntut ilmu terletak pada kelakuan baik
(adab) si penuntut ilmu, terutama adab kepada guru. Sayyidina Ali rodhialluanhu berkata,
"aku ibarat budak dari orang yang mengajarkanku walaupun hanya satu huruf ". Perkataan
Ali ini merupakan ungkapan bahwa begitu besar penghormatan beliau kepada guru.
Khalifah Harun Ar Rasyid pernah mengirimkan putranya untuk belajar kepada syekh
burhanuddin. Suatu saat, ketika khalifah berkunjung untuk menemui putranya yang sedang
belajar, khalifah melihat putranya itu sedang menuangkan air wudhu untuk syekh. Lalu
khalifah berkata kepada putranya, " Wahai anakku, kenapa engkau menggunakan tangan
kananmu untuk menuangkan air sementara tangan kirimu kau biarkan diam. Gunakanlah

kedua tanganmu, yang satu untuk menuangkan air dan yang satu lagi untuk membasuh kaki
gurumu." Subhanallah... begitu tegas khalifah mendidik anaknya agar hormat kepada guru.

Adab murid kepada sesama murid


menghormati dan memuliakan sesama

murid dengan tulus dan ikhlas

hendaknya memberikan nasehat kepada sesama

murid dengan kerendahan hati dan

bebas dari kesombongan (amar maruf nahi munkar )


selalu berbaik sangka kepada sesama
tidak menyakiti hati sesama

murid dan tidak mencari-cari keburukan mereka

murid

hendaknya menerima permintaan maaf sesama


selalu membantu sesama

murid apabila mereka memintanya

murid dalam suka maupun duka

bersikap rendah hati dan santun kepada sesama

murid

tidak meminta menjadi pemimpin mereka, hanya menjadi sesama saudara dengan

mereka
lapang dada dalam perbedaan pendapat yang mungkin terjadi di antara sesama

murid

Adab murid kepada pelajaran


niat yang ikhlas

karena Allah ketika memulai belajar

diniatkan bahwa belajar (menuntut

ilmu )itu untuk menghilangkan kebodohan diri dan

orang lain di lingkungannya


menghormati dan memuliakan buku pelajaran (kitab )dengan tulus dan ikhlas
menjaga kebersihan dan kerapihan buku pelajaran (kitab )
meletakkan buku pelajaran (kitab )di tempat yang baik dan terhormat
tekun dan kontinyu dalam memahami pelajaran (ilmu )
membiasakan diri menghafal pelajaran dan menjaga hafalan
selalu menulis atau mencatat pelajaran (ilmu )yang diperoleh
meneliti sumber dan isi pelajaran (ilmu )yang ada dalam buku atau kitab
bersikap adil terhadap isi pelajaran (ilmu )yang ada dalam buku atau kitab
menjauhkan sifat malu yang berlebihan dalam proses memahami suatu pelajaran atau

ilmu
Semoga ilmu yang kita miliki dapat bermanfaat, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi
juga bermanfaat untuk orang lain. Oleh karena itu, hendaknya kita berusaha untuk selalu
berbuat baik, memperhatikan adab dan berakhlak mulia. Insya Allah.... ilmu yang kita miliki

dapat menyelamatkan kita di kemudian hari. Jika penuntut ilmu tidak memperhatikan bahkan
meninggalkan adab dan akhlak, maka amal dan ilmunya tidak akan mendapatkan barokah dari
Allah.

Anda mungkin juga menyukai