1.
Mendahulukan salam kepada guru dan bersalaman dengan bercium tangan sebagai
tanda penghormatan - ikut jantina.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Dengar dengan khusyuk ilmu yang disampaikan walaupun diulang 1000 kali.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Elakkan tidak menziarahi guru lebih 40 hari. Ini boleh mengurangkan keberkatan ilmu.
20.
Bismillahirrahmaanirrahim
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menerangkan tentang Islam,
termasuk di dalamnya masalah adab. Seorang penuntut ilmu harus
menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak mulia. Dia harus mengamalkan
ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap dirinya
maupun kepada orang lain.
Berikut diantara adab-adab yang selayaknya diperhatikan ketika
seseorang menuntut ilmu syari,
Pertama, Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu
Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Taala dan seseorang
tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena
Allah. Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya
kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.
Al-Bayyinah:5)
Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah
termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya.
Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang
menuntut ilmu syari yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah
Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk
mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya
aroma surga pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
Kedua, Rajin berdoa kepada Allah Taala, memohon ilmu yang bermanfaat
Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang
sombong (HR. Bukhari secara muallaq)
Keenam, Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh
atau guru
orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang
mempunyai akal sehat. (QS. Az-Zumar: 17-18)
Ketujuh, Diam ketika pelajaran disampaikan
Ketika belajar dan mengkaji ilmu syari tidak boleh berbicara yang tidak
bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan
ilmu syari yang disampaikan, tidak boleh ngobrol. Allah Taala berfirman,
dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah agar
kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Araaf: 204)
Kedelapan, Berusaha memahami ilmu syari yang disampaikan
para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan
yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar ilmu yang
disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap
kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, Ikatlah ilmu dengan tulisan (HR. Ibnu Abdil Barr)
Kesebelas, Mengamalkan ilmu syari yang telah dipelajari
Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita,
Allah Taala berfirman, Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. AtTahriim: 6).
Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak
manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi
seorang hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu.
Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah.
Bahkan demi sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai sampai batas
usaha yang maksimal. Syarat dakwah:
1. Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran
aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma dan Shifat,
serta semua yang berkaitan dengan masalah aqidah dan iman.
***
Sumber: https://muslimah.or.id/7216-adab-menuntut-ilmu.html
19 6073 1
Yang perlu diperhatikan oleh penuntut ilmu di zaman ini adalah adab
dalam menuntut ilmu. Di zaman modern saat ini, beberapa pendidik
merasa adab para murid mulai berkurang. Misalnya:
Padahal dengan abda yang baik maka ilmu tersebut menjadi berkah.
Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu jika adabnya saja tidak
diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan lama atau tidak
akan mendapatkan berkah.
Misalnya kisah berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai
majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak
ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang
mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum. (Siyaru
Alamin Nubala 17/161, Muassasah Risalah, Asy-syamilah).
Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka menekankan agar belajar adab
dahulu baru ilmu. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
: : :
: :
Aku berkata kepada ibuku, Aku akan pergi untuk belajar. Ibuku
berkata,Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu! Lalu ibuku memakaikan
aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku,
kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan,
Sekarang, pergilah untuk belajar! Dia juga pernah
mengatakan, Pergilah kepada Rabiah (guru Imam Malik, pen)!
Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!. (Audatul
Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet.
Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,
Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau
lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya
mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya. (Siyaru
Alamin Nubala 21/373, Muassasah Risalah, Asy-syamilah).
Mari kita perbaiki adab kita dalam menuntut ilmu dan mengikhlaskannya
kepada Allah.
Demikian semoga bermanfaat
Sumber: http://muslim.or.id/23489-pelajari-dahulu-adab-dan-akhlaknya-baruilmunya.html
ilustrasi
Adab pertama ini memberi gambaran kepada kita bahwa sebelum memulai
aktivitasnya, terlebih dahulu seorang pencari ilmu mengevaluasi kondisi hati.
Adakah penyakit hati yang masih mengendap dalam dirinya sehingga ia harus
membersihkannya terlebih dahulu?
Imam Nawawi dalam mukaddimhn Syarh Al-Muhadzdzab berkata:
Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu menyucikan hatinya dari kotorankotoran sehingga ia layak menerima ilmu, menghafal, dan memanfaatkannya.
Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad memberi perumpaan yang sungguh indah
tentang hati yang kotor. Beliau mengatakan, Jika seseorang datang dengan
membawa sebuah wadah kotor untuk diisi madu di dalamnya, maka orang
yang akan membeli madu tersebut pasti akan berkata, Cucilah terlebih dahulu
wadah yang kotor ini, baru kamu isi dengan madu.
Kata Imam Abdullah, Dalam masalah dunia saja, wadah yang kotor perlu
dibersihkan, maka bagaimana dapat rahasia-rahasia ilmu Allah itu justru
diletakkan di dalam hati-hati yang dekil?
Pada satu kesempatan, Imam Malik memberi nasihat kepada muridnya Imam
Syafi`i. Kala itu, Sang Guru merasa takjub dengan kecerdasan yang dimiliki
oleh Syafi`i. Nasihat tersebut bunyinya, Wahai Muhammad, bertakwalah
kepada Allah. Jauhilah maksiat. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wataala
telah meletakkan cahaya di dalam hatimu maka janganlah kamu padamkan
dengan maksiat-maksiat kepada-Nya.
Adab pertama ini merupakan langkah awal bagi para pencari ilmu, tak
terkecuali para guru, untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit yang
malah menjadi penghalang masuknya ilmu dalam sanubari.
Ilmu tidak terletak pada ijazah, raport, dan gelar akademik semata, tapi pada
manfaat dan amal sebagai buahnya ilmu. Dan, itu tak akan mungkin terwujud
tanpa hati yang bersih.
Adab kedua, menurut Habib Zain, adalah ikhlas karena Allah di dalam mencari
ilmu. Seseorang tidak diperkenankan mencari ilmu dengan kemuliaan diri
yang melekat. Seorang pencari ilmu mesti ikhlas karena Allah. Dengan modal
ikhlas tersebut, ia berusaha membuat hati gurunya ridha mengangkat dan
mengakui sebagai murid setianya.
Suatu hari, Abdullah bin Abbas membawa tali pengikat kendaraan gurunya
Ubay bin Ka`ab. Ia tuntun kendaraan gurunya itu. Sang guru bertanya, Ada
apa ini, wahai putra Abbas? Dijawab, Demikianlah kami diperintahkan untuk
menghormati guru-guru kami. Abdullah tetap memandu jalannya kendaraan
sang guru sampai ke tempat tujuan.
Sufyan bin Uyainah berkata, Saat aku berusia empat tahun, aku telah dapat
membaca Al-Qur`an. Saat berusia tujuh tahun, aku telah dapat menulis hadits.
Saat berusia lima belas tahun, ayahku berkata kepadaku:
Wahai anakku, sekarang engkau telah beranjak dewasa. Maka lakukanlah
kebaikan niscaya engkau akan termasuk sebagai ahli kebaikan. Ketahuilah,
seseorang tidak akan diberi kebahagiaan berkumpul dengan para ulama
kecuali orang yang taat kepada mereka. Maka taatilah para ulama, niscaya
engkau akan memperoleh kebahagiaan. Berkhidmatlah kepada mereka, pasti
engkau akan mendapatkan ilmu mereka.
Kata Sufyan, Sejak mendengar nasihat ayahku tersebut, aku selalu condong
kepada para ulama, tidak berpaling sedikitpun dari mereka.
Adab kedua memberi pengertian bahwa pencari ilmu mesti menanggalkan
kebanggaan nasab, kedudukan, dan harta yang ia miliki. Ia lepaskan demi
terjun secara total meraih ilmu lewat para guru dan ulama dengan penuh
keihlasan kepada Allah Subhanahu Wataala.
Adab ketiga yang harus ada pada diri penuntut ilmu adalah mengambil faedah
(manfaat) di mana saja berada. Pencari ilmu mesti jeli melihat, mengamati,
dan meraih manfaat dari tiap jengkal langkah hidupnya. Tidaklah berlalu
sesaat dari umurnya, kecuali ia isi dengan kemanfaatan.
Abu Al-Bakhtary berkata: Duduk bersama suatu kaum yang lebih mempunyai
ilmu daripada saya, lebih saya sukai tinimbang bersama kaum yang derajat
ilmunya di bawah diriku Mengapa? Jawabnya, Karena, jika aku duduk
bersama kaum yang derajat pengetahuannya di bawahku, aku tidak bisa
mengambil manfaat. Namun jika aku duduk bersama orang-orang yang lebih
berilmu dari diri saya ini, aku bisa mengambil manfaat sebanyak-banyaknya.
Adab keempat yang disebutkan oleh Habib Zain adalah bersikap sederhana
dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Makan dan minum adalah
kebiasaan siapa saja. Manusia makan dan minum untuk hidup. Namun hal
demikian tidak lantas menjadi alasan untuk berlebih-lebihan, khususnya bagi
pencari ilmu.
Bahkan, seorang ulama bernama Sahnun berkata: Ilmu tidak akan diperoleh
bagi orang yang makan hingga kekenyangan.
Dalam wasiat penuh hikmah dari Lukman Al-Hakim kepada putranya, ia
berkata: Wahai anakku, jika perut telah terisi penuh pikiran akan tertidur,
hikmah akan berhenti mengalir, dan badan akan lumpuh dari beribadah.
Imam Syafi`i berkata, Aku tidak pernah merasa kenyang sejak enam belas
tahun silam. Karena kekenyangan itu membebani badan, mengeraskan hati,
menghilangkan kecerdasan, membuat kantuk, dan melemahkan orang
tersebut dari beribadah.
Demikianlah empat etika yang dipaparkan oleh Habib Zain seputar adab bagi
manusia-manusia yang menceburkan dirinya dalam lautan ilmu. Ambillah ilmu
yang hendak kita miliki sebanyak-banyaknya namun janganlah kita absen dari
adab. Dengan empat adab tersebut, ilmu menjadi berkah untuk semua.*
1. Awali dengan niat yang benar, baik dan ikhlas. Niatkan bahwa mencari/menuntut ilmu hanya
untuk mendapatkan ridho Allah. Niatkan bahwa ilmu yang dimiliki akan digunakan untuk
kebaikan, bukan untuk mengejar dunia semata. Niatkan bahwa dengan ilmu tersebut, kita
berjuang di jalan Allah. Memohonlah kepada Allah agar ilmu yang kita miliki bermanfaat
dunia-akhirat. Memohonlah kepada Allah agar kita terhindar dari ilmu/ajaran sesat dan
menyesatkan.
2. Selalu minta restu dan ridho orangtua. Mintalah dengan kerendahan hati dan santun kepada
orangtua untuk mendoakan agar kita selamat dunia-akhirat.
3. Berhati-hati dalam memilih ilmu. Pelajarilah ilmu agama sebagai landasan hidup. Pelajarilah
ilmu tentang aqidah, karena aqidah yang benar merupakan pondasi keimanan. Pelajarilah ilmu
tentang akhlak, karena akhlak merupakan cermin dari suasana hati. Ingatlah... bahwa
sesungguhnya Rasulullah SAW diutus ke dunia untuk memperbaiki akhlak manusia.
Pelajarilah ilmu fiqh agar tata cara ibadah kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Pelajarilah ilmu-ilmu duniawi sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah dan berbuat
kebaikan.
4. Belajar kepada guru yang terpercaya akan keilmuannya dan agamanya. Cara ini lebih cepat
dan lebih meyakinkan daripada belajar tanpa guru. Dengan belajar kepada guru akan
memungkinkan diskusi, tanya-jawab dan timbal-balik antara murid dan guru.
5. Belajar kepada alam. Gunakanlah akal untuk memikirkan alam semesta ini dan kejadiankejadiannya, dalam rangka meneguhkan/menguatkan keyakinan kita terhadap kekuasaan dan
keagunggan Allah.
6. Belajar dari pengalaman dan ujian hidup. Jika hidup dan kehidupan ini kita jalani dengan
kesholehan hati, maka setiap pengalaman dan ujian/cobaan dapat kita jadikan pelajaran. Sabar
dan rasa syukur kepada Allah merupakan dua aspek penting dalam mengambil atau memetik
pelajaran dari pengalaman dan ujian hidup.
Jangan menjadi manusia yang berilmu (pintar) tetapi zolim. Dan jangan pula menjadi
manusia yang taat beribadah (sholeh) tapi bodoh. Ilmu tanpa didasari dengan keimanan, maka
dengan ilmu tersebut manusia akan berbuat kerusakan dan kezoliman. Iman tanpa didasari
dengan ilmu, maka keimanannya bersifat semu, hanya sebuah khayalan dan sugesti belaka,
begitupun ibadahnya hanya bersifat ikut-ikutan. Oleh karena itu, raihlah kesuksesan dengan 2
sayap, iman dan ilmu. Insya Allah... kesuksesan yang kita raih bukan hanya di dunia, tapi
juga di akhirat.
Menuntut ilmu tidaklah mudah, tetapi juga tidak sulit. Dalam menuntut ilmu
dibutuhkan keyakinan, kesabaran, kesungguhan, dan pengorbanan. Kita harus meyakini
bahwa kita pasti bisa memahami suatu ilmu/pelajaran. Kita harus bersabar, karena untuk
memahami suatu ilmu sampai tuntas memerlukan waktu yang lama. Kita harus sungguhsungguh, karena hanya dengan kesungguhan suatu ilmu dapat kita miliki. Kita harus
mempunyai jiwa berkorban, karena untuk meraih ilmu perlu tenaga dan biaya.
Beberapa hal yang dapat memperoleh kemudahan dalam menuntut ilmu:
1. taat beribadah, rajin bangun malam untuk sholat tahajud dan tafakur.
menghormati dan memuliakan guru dan keluarganya dengan tulus dan ikhlas
tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan nasihat guru
Keberhasilan dan kemudahan dalam proses menuntut ilmu terletak pada kelakuan baik
(adab) si penuntut ilmu, terutama adab kepada guru. Sayyidina Ali rodhialluanhu berkata,
"aku ibarat budak dari orang yang mengajarkanku walaupun hanya satu huruf ". Perkataan
Ali ini merupakan ungkapan bahwa begitu besar penghormatan beliau kepada guru.
Khalifah Harun Ar Rasyid pernah mengirimkan putranya untuk belajar kepada syekh
burhanuddin. Suatu saat, ketika khalifah berkunjung untuk menemui putranya yang sedang
belajar, khalifah melihat putranya itu sedang menuangkan air wudhu untuk syekh. Lalu
khalifah berkata kepada putranya, " Wahai anakku, kenapa engkau menggunakan tangan
kananmu untuk menuangkan air sementara tangan kirimu kau biarkan diam. Gunakanlah
kedua tanganmu, yang satu untuk menuangkan air dan yang satu lagi untuk membasuh kaki
gurumu." Subhanallah... begitu tegas khalifah mendidik anaknya agar hormat kepada guru.
murid
murid
tidak meminta menjadi pemimpin mereka, hanya menjadi sesama saudara dengan
mereka
lapang dada dalam perbedaan pendapat yang mungkin terjadi di antara sesama
murid
ilmu
Semoga ilmu yang kita miliki dapat bermanfaat, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi
juga bermanfaat untuk orang lain. Oleh karena itu, hendaknya kita berusaha untuk selalu
berbuat baik, memperhatikan adab dan berakhlak mulia. Insya Allah.... ilmu yang kita miliki
dapat menyelamatkan kita di kemudian hari. Jika penuntut ilmu tidak memperhatikan bahkan
meninggalkan adab dan akhlak, maka amal dan ilmunya tidak akan mendapatkan barokah dari
Allah.