Anda di halaman 1dari 32

1/21/2018 Dr.

Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

Dr. Uhar Suharsaputra


BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

Az Zarnuji tentang Pendidikan


Posted on 14 Januari 2018

Nama lengkap beliau adalah Nu’man bin Ibrahim bin Khalil al-Zarnuji, Taj al-Din, hidup sekitar tahun 591
H/1195 M-630 H/1242 M/645H/1253M (terdapat perbedaan masa hidup, lahir dan wafatnya/versi lain nama
lengkapnya Burhanuddin Al-Islam Az-Zarnuji hidup pada masa sekitar akhir abad 12 sampai awal abad 13
masehi). Az-Zarnuji hidup di akhir periode Daulah Abbasiyah, (Khalifah Abbasiyah terakhir (al-Mu’tashim) wafat
pada tahun 1258 M), dan jatuhnya Daulat Abasiyyah akibat serangan bangsa Mongol. Selama hidupnya, beliau
mempelajari banyak bidang keilmuan melalui para ulama’ masa itu. Beberapa ilmu yang dipelajari seperti fikih,
tasawuf, sastra, dan juga ilmu kalam (teologi). Dari beberapa guru yang berbeda fokus keilmuannya, menunjukan
bahwa Syekh az-Zarnuji bukan hanya ahli pendidikan, tapi juga seorang ahli fikih, sastra, dan lainnya. Az-Zarnuji
hidup di era keemasan islam akhir, di mana di era ini banyak bermunculan dan berkembang lembaga-lembaga
pendidikan islam seperti Madrasah Nizhamiyah (Al Ghazali pernah menjadi Guru di Madrasah ini), Madrasah
An-Nuriyah Al-Kubra, juga Madrasah Al-Mustansyiriah. Madrasah-madrasah tersebut menyediakan fasilitas yang
lengkap sebagai sarana pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan, di antaranya perpustakaan, aula, dan
gedung-gedung tempat belajar yang megah. Kondisi tersebut memberi pengaruh yang sangat positif bagi
perjalanan intelektual Burhanuddin Az-Zarnuji untuk menjadi seorang ilmuwan yang berpengetahuan dan
berwawasan luas. Pemikiran Pendidikan (Islam) Az-Zarnuji tersusun secara sistematis dalam kitabnya “Ta’limul
Muta’alim Thariqu Atta’allum” (Pendidikan/Pengajaran murid, cara2 menuntut Ilmu, Kitab kecil yg sampai saat
ini dipelajari di pondok2 Pesantren di Indonesia, terdiri dari tiga belas bab). Di dalam kitab tsb Az Zarnuji
berbicara tentang Pendidikan yg secara prinsip sejalan dg apa yg dikemukakan Al Ghazali terkait dg Ilmu,
Pendidik/Guru, dan murid, serta Etikanya dg penjelasan posisi masing2 dlm konteks pendidikan..

Ilmu selalu menempati posisi utama dlm pendidikan baik dlm pemikuran Al Ghazali maupun Az Zarnuji yg hidup
pasca Al Ghazali yg tentunya dapat efek baik langsung araupun tak langsung dari pemikiran Al Ghazali. Namun
hal itu tentunya merujuk pada ajaran Islam (Quran dan Sunnah) yg sejak awal memerintahkan manusia untuk
membaca dan wajibnya menuntut Ilmu, karena hanya dengan itulah kewajiban, larangan Tuhan dapat diketahui,
difahami dan dilaksanakan. Az Zarnuji mengatakan “Tidak seorang pun yang meragukan akan pentingnya ilmu
pengetahuan, karena ilmu itu khusus dimiliki umat manusia. Adapun selain ilmu, itu bisa dimiliki manusia dan
bisa dimiliki binatang”. Namun demikia Dia juga mengingatkan ttg ilmu yg tepat dan baik yg harus dipelajari,
dididikan pada murid, bukan sembarang ilmu, “Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim
laki-laki dan perempuan ini tidak untuk sembarang ilmu, tapi terbatas pada ilmu agama, dan ilmu yang
menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang berkata,“Ilmu
yang paling utama ialah ilmu Hal. Dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga perilaku.”. Yang dimaksud
ilmu hal ialah ilmu agama islam, yg mencakup beberapa bagian yaitu: 1) Ilmu tauhid, 2) Ilmu fikih, 3) Ilmu alat
seperti nahwu sharaf, 4) Ilmu kerohanian seperti tawakkal, taubat, ridha, dan lain-lain.

Ilmu ditafsiri dengan : Sifat yang dimiliki seseorang, maka menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam
pengertiannya. Ilmu itu sangat penting karena itu sebagai perantara (sarana) untuk bertaqwa. Dengan taqwa
inilah manusia menerima kedudukan terhormat disisi Allah, dan keuntungan yang abadi. Sebagaimana dikatakan

https://uharsputra.wordpress.com/ 1/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam syairnya : “Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi
pemiliknya. dia perlebihan, dan pertanda segala pujian, Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan
berenanglah di lautan ilmu yang berguna.” Allah Ta’ala mengangkat derajat Nabi Adam as. Diatas para malaikat.
Oleh karena itu, malaikat di perintah oleh Allah agar sujud kepada Nabi Adam as. Belajarlah ilmu agama, karena
ia adalah ilmu yang paling unggul. Ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan taqwa, ilmu paling lurus
untuk di pelajari. Dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni jalan petunjuk. Tuhan yang
dapat menyelamatkan manusia dari segala keresahan. Oleh karena itu orang yang ahli ilmu agama dan bersifat
wara’ lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu ahli ibadah tapi bodoh. Ilmu ada yg wajib dipelajari semua
orang (Ilmu Fardu Ain) dan ilmu yg tidak wajib dipelajari semua orang (Ilmu Fardu Kifatah). Adapun
mempelajari amalan agama yang dikerjakan pada saat tertentu seperti shalat zenajah dan lain-lain, itu hukumnya
fardhu kifayah. Jika di suatu tempat/daerah sudah ada orang yang mempelajari ilmu tersebut, maka yang lain
bebas dari kewajiban. Tapi bila di suatu daerah tak ada seorangpun yang mempelajarinya maka seluruh daerah
itu berdosa. Oleh karena itu pemerintah wajib memerintahkan kepada rakyatnya supaya belajar ilmu yang
hukumnya fardhu kifayah tersebut. Pemerintah berhak memaksa mereka untuk melaksanakannya. Sementara
mempelajari amalan ibadah yang hukumnya fardhu ain itu ibarat makanan yang di butuhkan setiap orang.
Sedangkan mempelajari amalan yang hukumnya fardhu kifayah, itu ibarat obat, yang mana tidak dibutuhkan oleh
setiap orang, dan penggunaannya pun pada waktu-waktu tertentu.

Ilmu yg dipelajari atau dudidikan harus disesuaikan dg tingkat urgensi dan relevansi. Ilmu fardu ain menduduki
posisi utama, dan di dalamnya juga perlu dilihat relevasi dg kegiatan hidup manysua di masyarakat. Misalnya:
Setiap orang islam wajib mempelajari/mengetahui rukun shalat sebagai kewajiban individu muslim dlm amalan
ibadah yang harus dikerjakan untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi perantara
untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah/perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah
sebagian wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama. Maka, mempelajari ilmu agama hukumnya wajib.
Misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji jika sudah mampu. Sementara itu prinsif relevansi juga
penting misal: Setiap orang yang berkecimpung di dunia perdagangan, wajib mengetahui cara berdagang dalam
islam supaya dapat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan. Setiap orang juga harus mengetahui ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan batin atau hati, misalnya tawakal, tobat, takut kepada Allah, dan ridha. Sebab, semua itu
terjadi pada segala keadaan. Secara implikatif juga berarti bahwa jika seorang Tentara, dia harus belajar tentang
cara berperang, serta berprilsku dalam peperangan sesuai ajaran agama. Semua itu, baik prinsip urgensi, prinsif
tanggung jawab, juga relevansi semua diarshkan pd kebaikan hidup dan kehidupan manusia dalam menjalankan
peran Kekhalifahan di muka bumi, denga tugas kewajiban beribadah pada Allah swt, dan Ilmu itu sendiri
merupakan perantara (sarana) untuk bertaqwa. Dengan taqwa inilah manusia menerima kedudukan terhormat
disisi Allah, dan keuntungan yang abadi. Sebagaimana dikatakan Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam
syairnya : “Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. dia perlebihan, dan pertanda segala pujian,
Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna”.

ILMU yg dipelajari atau yang diajarkan tak hanya harus ilmu yg baik dlm timbangan agama, “Belajarlah ilmu
agama, karena ia adalah ilmu yang paling unggul. Ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan taqwa,
ilmu paling lurus untuk di pelajarai. Dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni jalan
petunjuk. Tuhan yang dapat menyelamatkan manusia dari segala keresahan. Oleh karena itu orang yang ahli ilmu
agama dan bersifat wara’ lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu ahli ibadah tapi bodoh.
Menuntutbilmu juga harus diimbangi atau diisi dengan etika terpuji, agar ilmu yg dipelajari dpat membawa
kebaikan bagi guru dan muridnya. Untuk itu Setiap orang islam, termasuk Guru dan Murid, juga wajib
mengetahui/mempelajari akhlak yang terpuji dan yang tercela, seperti watak murah hati, kikir, penakut,
https://uharsputra.wordpress.com/ 2/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

pemberani, merendah diri/tawadlu, congkak, menjaga diri dari keburukan, israf (berlebihan), bakhil terlalu
hemat dan sebagainya. Sifat sombong, kikir, penakut, israf, hukumnya haram. Dan tidak mungkin bisa terhindar
dari sifat-sifat itu tanpa mengetahui kriteria sifat-sifat tersebut serta mengetahui cara menghilangkannya. Oleh
karena itu orang islam wajib mengetahuinya dan mempelajarinya. Karena seyogyanya manusia jangan sampai
lengah diri dari hal-hal yang bermanfaat dan berbahaya di dunia dan akhirat. Dengan demikian dia akan
mengambil mana yang bermanfaat dan menjauhi mana yang berbahaya, agar supaya baik akal dan ilmunya tidak
menjadi beban pemberat atas dirinya dan menambah siksanya. Kita berlindung kepada allah dari murka dan
siksanya.

Disamping memposisikan ilmu agama yg baik yang fardu ain maupun yg fardu kifayah. Zarnuji juga berbicara
ilmu2 yg tak terkait langsung dg ilmu agama dg beberapa contoh: seperti haramnya mempelajari astrologi (ilmu
nujum), karena itu tak akan merubah takdir Tuhan, Dia mengatakan bahwa mempelajari ilmu nujum (astrologi,
ilmu meramal nasib) itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan penyakit yang sangat membahayakan. Dan
mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sia-sia belaka, karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari taqdir
Tuhan. Sementara itu mempelajari ilmu falak (astronomi) itu dibolehkan mempelajarinya, karena penting untuk
mengetahui arah kiblat, dan waktu-waktu shalat, selain itu boleh pula mempelajari ilmu kedokteran, karena ia
merupakan usaha penyembuhan yang tidak ada hubungannya dengan sihir, jimat, tenung dan lain-
lainnya.Karena Nabi juga pernah berobat, bahkan Imam Syafi’I rahimahullah berkata, “ilmu itu ada dua, yaitu
ilmu piqih untuk mengetahui hukum agama, dan ilmu kedokteran untuk memelihara badan”. Ini menunjukkan
bahwa meskipun suatu ilmu tidak merupakan cabangvlangsung dari ilmu agama, namun tetap dianjurkan untuk
dipelajari, juga diajarkan selama ilmu dapat memberikan kontribusi bagi pelaksanaan ajaran agama, serta
kebaikan hidup manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Ilmu itu makanan Akal, mengajari dan mempelajarinya merupakan upaya mengembangkan dan memperkuat Al
Quwwah an Nathiqoh (kekuatan akal fikir). Sama seperti jasad memerlukan Makanan untuk bertahan
hidup,maka Akal memerlukan ilmu pengetahuan. Akal fikir jika tak diisi ilmu pengetahuan, laksana jasad tanpa
makanan, tentu matilah dia. Makanan ada yg lejat menyehatkan badan, ada juga yg tidak, makanan ada yg tak
lezat tapi menyehatkan, ada juga yg tidak. Demikian juga halnya dg ilmu ada yg bermanfaat dan membiru
manfaat ada juga yg tidak. Dlm konteks tersebut ajaran agama jadi pertimbangan dlm menentukan kategori ilmu,
dan tentu akan berkembang sesuai dg perkembangan ilmu serta perubahan sosial masyarakat. Jika WISATA
JASMANI/JASADI/FISIKAL kita bisa foto SELFI dan jika foto tsb diupload ke medsos, maka Itu berarti kita telah
mempublikasikannya dlm ruang sosial (masyarakat) untuk memberi tahu yang lain bahwa kita sudah ke tempat
ini itu, dan AQAL FIKIR pun bisa BERWISATA, jika kita mencari ilmu dg membaca dan lainnya maka SELFI nya
berbentuk tulisan sebagai ekspresi akal fikir, dan jika tulisan2 itu diterbitkan maka berarti kita telah
mempublikasikan pada masyarakat hasil wIsata akal kita. Semua itu perlu ketertarikan dan mengalaminya dg
riang hingga merasa menikmatinya atau merasakan lezatnya baik WISATA JASADI maupun WISATA AQAL.
Wisata jasadi cenderung lebih mudah disukai dan dijalani karena berbagai promosi yg menarik, tinggal hartanya,
dananya ada atau tidak, sementara Wisata akal cenderung lebih berat dilakukan meskipun tak perlu harta, dana,
bahkan tak harus pergi kemanapun, tapi jika kita telah merasa hobi tuk belajar maka wisata aqal tinggal
dikembangkan saja apalagi klw merasa lezatnya memahami ilmu, akan mengurangi atau membatasi kesukaan
dalam Wisata Jasadi Duniawi, inilah i’tibar yg bisa kita ambil esensinya dari yg dikemukakan oleh Az Zarnuji:
“Siapa saja yg telah merasakan kelezatan rasa ilmu dan amal, maka semakin kecillah kegemarannya akan harta
benda dunia. Syaikhul Imamil Ajall Ustadz Qawamuddin Hammad bin Ibrahim bin ismail Ash-Shoffar Al-
Anshoriy membacakan kami syair imla’ abu hanifah: Siapa saja gerangan, menuntut ilmu untuk hari kemudian

https://uharsputra.wordpress.com/ 3/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

untuknya dapat keutamaan, anugrah Allah penunjuk jalan. “Aduh, saja merugi, penuntut ilmu nan suci Hanya
buat sesuap nasi, dari hamba ilahi”.

Dengan posisi ilmu yg tinggi, tentu dituntut suatu perlakuan adab etika dalam berinteraksi dengannya baik
sebagai penuntut ilmu (murid) maupun pengajar, penyebar ilmu. Dalam konteks Murid, Zarnuji mengemukakan
berbagai adab yg perlu dimiliki atau dilakukan oleh penuntut ilmu. Pertama tama seorang murid harus
menguatkan niat tuk belajar, karena semua amal perbuatan tergantung pd niatnya. Di waktu belajar hendaklah
“berniat mencari Ridha Allah swt. Kebahagian akhirat, memerangi kebodohan sendiri dan segenap kaum bodoh,
mengembangkan agama dan melanggengkan islam sebab kelanggengan islam itu harus diwujudkan dengan ilmu.
Belajar juga hendaklah diniati untuk mensyukuri kenikmatan akal dan badan yang sehat. Belajar jangan diniatkan
untuk mencari pengaruh, kenikmatan dunia ataupun kehormatan di depan sultan dan penguasai-penguasa lain.
Penuntut ilmu (murid) hendaknya memperhatikan apa yang yg harus diniatkan, ditekadkan jangan sampai Ia
(seorang murid) yg telah mengatasi kepayahan yang cukup banyak dan berat dalam menuntut, memperoleh ilmu
hanya digunakan sebagai sarana keduniawian yang sedikit nilainya dan segera hancur. Lebih jauh Az Zarnuji
mengemukakan sifa-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang murid/penuntut ilmu/santri atau peserta didik
yang sedang menuntut ilmu : 1) Cinta kepada ilmu, 2) Hormat dan patuh kepada guru, 3) Sayang kepada kitab
atau buku yang merupakan sumber belajar, 4) Saling menghormati kepada sesama peserta didik, 5)
Memanfaatkan waktu untuk belajar dengan sebaik-baiknya, 6) Konsisten dan tekun, 7) Menjaga diri dari hal-hal
yang haram dan subhat menurut agama, 8) Memiliki cita-cita yang mulia, dan 9) Bertawakkal kepada Allah swt.
atas hasil jerih payahnya dalam menuntut ilmu.

Seorang murid hendaknya memilih ilmu yg terbaik yg dibutuhkan dlm kehidupan agama pada saat itu, dan juga
mempertimbangkan kebaikannya untuk masa depan. Sebagai fobdasi murid sebaiknya lebih dahulu mempelajari
ilmu tauhid, mengenali Allah lengkap dengan dalilnya. Karena orang yang imannya hanya taklid sekalipun boleh
dan syah, namun tetap harus memahami dalil dalilnya (istidlal). Disamping itu Hendaknya pula memilih ilmu-
ilmu yang klasik yg sudah mapan (established) bukan ilmu yang baru lahir yg cenderung mendirong pd
perbantahan, apalagi sesudah meninggalnya ulama2 besar, karena hal itu akan pada menjauhkan pelajar/murid
dari mengenali fiqh (kebenaran Agama), dan hanya menghabiskan usia dengan tanpa guna, menumbuhkan sikap
anti-pati/buas dan gemar bermusuhan. Dan itulah termasuk tanda-tanda kiamat akan tiba serta lenyapnya fiqih
dan pengetahuan-pengetahuan lain. Untuk menghadapi berbagai pengorbanan dan cobaan dlm menuntut ilmu,
seirang murid hendaklah menguatkan Kesabaran dan taba, karena hal itu pangkal keutamaan dalam segala
urusan termasuk belajar, meskipuni jarang yang bisa melakukan. “Keberanian ialah sabar sejenak.” Maka
sebaiknya pelajar mempunyai hati tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari suatu
kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari, dalam satu bidang ilmu jangan sampai berpindah
bidang lain sebelum memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan sampai berpindah kelain
daerah kecuali karena terpaksa. Kalau hal ini di langgar, dapat membuat urusan jadi kacau balau, hati tidak
tenang, waktupun terbuang dan melukai hati sang guru”.

Seorang penuntut ilmu (pelajar, murid, santri dan sebutan lainnya),disamping cermat dlm memilih ilmu yg akan
dipelajarinya, juga perlu hati2, cermat dan teliti dlm memilih Guru (analogi kelembagaan mungkin memilih
Sekolah, pesantren). Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang lebih alim (mendalam penguasaan
keilmuannya), waro’ (teguh menjaga diri dari keburukan) dan juga lebih tua usianya (ini mungkin aga unik dlm
konteks sekarang, terutama dlm pendidikan kontemporer). Hal ini tergambar dari pemilihan Guru yg dilakukan
oleh Abu Hanifah setelah lebih dahulu memikir dan mempertimbangkan lebih lanjut, dan menentukan
pilihannya kepada tuan Hammad Bin Abu Sulaiman. Dia (Abu Hanifah) Berkata bahwa: “beliau (Hammad
https://uharsputra.wordpress.com/ 4/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

Sulaeman) saya kenal sebagai orang tua yang budi luhur, berdada lebar serta penyabar. Saya mengabdi di
pangkuan tuan Hammad Bin Abu Sulaiman, dan ternyata sayapun makin berkembang”. Seorang pelajar/murid
tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau
mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya, karena termasuk arti
mengagungkan ilmu, bila menghormati pada sang guru. Ali ra berkata: “Saya menjadi hamba sahaya orang yang
telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekakan ataupun tetap menjadi
hambanya”.

Lebih lanjut, terkait dg adab murid, (peserta didik, santri), akan dikemukakan terjemahan kitab ta’lim bab empa:
“Penting diketahui, Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat
bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya.
Ada dikatakan : “Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya pula
karena tidak mau mengagungkannya. “Tidaklah anda telah tahu, manusia tidak menjadi kafir karena maksiatnya,
tapi jadi kafir lantaran tidak mengagungkan Allah.Guru kita Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata :
Guru-guru kami berucap : “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memulyakan,
mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan
ilmiyahnya. Kalau toh ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti.” Termasuk arti menghormati
guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan
darinya, berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan
sabar menanti diluar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah.Pada pokoknya, adalah melakukan hal-hal yang
membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjungjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan
agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan durhak kepada Allah Maha
Pencipta. Termasuk arti menghormati guru pula, yaitu menghormati putera dan semua oarang yang bersangkut
paut dengannya.Guru kita Syaikhul Islam Burhanuiddin Shahibul Hidayah pernah bercerita bahwa ada seorang
imam besar di Bochara, pada suatu ketika sedang asyiknya di tenmgah majlis belajar ia sering berdiri lalu duduk
kembali. Setelah ditanyai kenapa demikian, lalu jawabnya : ada seorang putra guruku yang sedang main-main
dihalaman rumah dengan teman-temannya, bila saya melihatnya sayapun berdiri demi menghormati guruku”.

Semua adab penuntut ilmu pada guru pada prinsipnya merupakan sukap dan prilaku guna menjamin keridhoan
Guru dalam mendidik. Ilmu yg dipelajari memiliki dimensi spiritual sehingga tidak hanya bicara bertambah atau
menguasainya tapi juga memiliki konsep keberkahan manfaat yg terkait dg penghormatan pd guru. “Barang siapa
melukai hati sang gurunya, berkah ilmunya tertutup dan hanya sedikit kemamfaatannya. Bahkan
kumpulantulisan yg menerangkan ttg ilmu yg dipelajari murid seperti kitab, buku2 juga tak boleh dipandang
remeh tp juga dihormati dan dijaga dg baik. “Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu memulyakan kitab, karena
itu, sebaiknya pelajar jika mengambil kitabnya itu selalu dalam keadaan suci. Hikayat, bahwa Syaikhul islam
Syamsul Aimmah Al-Khulwaniy pernah berkata : “Hanya saya dapati ilmu ilmuku ini adalah dengan
mengagungkan. Sungguh, saya mengambil kertas belajarku selalu dalam keadaan suci. Syaikhul Imam Syamsul
Aimmah As-sarkhasiy pada suatu malam mengulang kembali pelajaran-pelajarnnya yang terdahulu, kebetulan
terkena sakit perut. Jadi sering kentut. Untuk itu ia melakukan 17 kali berwudlu dalam satu malam tersebut,
karena mempertahankan supaya belajar dalam keadaan suci. Demikianlah sebab ilmu itu cahaya, wudlupun
cahaya. Dan cahaya ilmu akan semakin cemerlang bila di barengi cahaya berwudlu”.

Dalam hal proses ikut pendidikan, pembelajaran diperlukan tekad yg kuat serta kesungguhan. “Semua, pelajar,
murid, santri juga harus bersungguh hati dalam belajar serta kontinu (terus-terusan). Seperti itu pula di
tunjukkan firman Allah: “Dan Orang-orang yang mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka
https://uharsputra.wordpress.com/ 5/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

kepada jalan-jalan Kami” (Surat 29, Al-Ankabut 69). Ada dikatakan pula : “siapa sungguh-sungguh dalam
mencari sesuatu pastilah ketemu” “Brangsiapa mengetuk pintu bertubi-tubi, pasti dapat memasuki”.
“Sejauhmana usahamu, sekian pula tercapai cita-citamu”. “Dalam mencapai kesuksesan mempelajari ilmu dan
fiqh itu diperlukan kesungguhan tiga fihak. Yaitu guru, pelajar dan wali murid jika masih ada”. Sya’ir gubahan
Asy-Syafi’iy dikemukan kepadaku oleh Al Ustadz Sadiduddin Asy-Syairaziy: “Dengan kesungguhan, hal yg jauh
jadi berada dekat, pintu terkuncipun jadi terbuka.Titah Allah yang paling berhaq bilang sengsara, yang bercita
tinggi namun hidupnya miskin papa. Disini bukti kelestarian taqdir dan hukumNya, bila sipandai hidup sengsara,
sedang sibodoh cukup berharta. Tapi yang hidup akalnya, tidak di beri harta dan benda, keduanya pada berpisah,
satu disini satu disana”. “Kau idamkan menjadi paqih penganlisa, padahal tidak mau sengsara, berkorban,
macam-macam sajalah penyakit gila. Tidak bakal engkau memboyong harta, tanpa menanggung pengorbanan
dan derita, ilmupun begitu pula”. Jadi bertekadlah bersungguh sungguhlah dan berkorbanlan tuk menuntut ilmu.

Pelajar, siswa, santri harus memiliki cita cita tinggi/besar dlm menuntut ilmu, karena manusia itu akan terbang
dengan cita-citanya, sebagaimna halnya burung terbang dengan kedua sayapnya. Abu-Thoyyib berkata: “Seberapa
kadar besar ahli cita, si cita-cita kan didapati. Seberapa kadar orang mulya, kemulyaan kan di temui. Barang kecil
tampaknya besar, dimata orang bercita kecil. Barang besar dimata orang bercita besar, tampaknya kecil”. Cita2 yg
tinggi akan memperkuat kesungguhan, tekad yg kuat serta mempermudah capai keberhasilan. Pangkal
kesuksesan adalah kesungguhan dan himmah/cita2 yang luhur. Barang siapa berhimmah menghapalkan seluruh
kitab Muhammad Ibnul Hasan, lagi pula disertai usaha yang sungguh-sungguh dan tak kenal berhenti, maka
menurut ukuran lahir pasti akan bisa menghafal sebagian besar atau separohnya. Demikian pula sebaliknya, bila
cita-citanya tinggi tapi tidak ada kesungguhan berusaha, atau sungguh-sungguh tetapi tidak bercita-cita tinggi,
maka hanya sedikit pula ilmu yang berhasil didapatkanny. Syaikhul Imam Al-Ustadz Ridladdin mengemukakan,
bahwa kaisar Dzul Qarnain dikala berkehendak menaklukan dunia timur dan barat bermusyawarah dengan para
Hukama’ dan katanya : Bagaimana saya harus pergi untuk memperoleh kekuasaan dan kerajaan ini, padahal
dunia ini hanya sedikit nilainya, fana dan hina, yang berarti ini bukan ita-cita luhur? Hukama menjawab :
“Pergilah Tuan, demi mendapat dunia dan akherat.” Kaisar menyahut: “Inilah yang baik.” janganlah lemah/malas
dalam upaya dan janganlah rendah dalam bercita. Imam Abu Hanifah berkata kepada Abu Yusuf : ” Hati dan
akalmu tertutup. Tapi engkau bisa keluar dari belenggu itu dengan cara terus belajar dan jauhilah ber-malas-
malasan. Syaikh Abu Nashr Ash-Shoffar Al-Anshariy berkata: “Diriku oh diriku, janganlah kau bermalas-malasan.
Untuk berbakti, adil, berbuat bagus perlahan-lahan. Setiap yang beramal kebajikan, untung kan didapat. Tapi
yang bermalasan, tertimpa bala dan kerugian. Ada sya’ir gubahanku (Az Zarnuji) yang semakna itu:
Tinggalkanlah oh diriku, bermalasan dan menunda urusan. Kalau tidak, letakkan saja aku, dijurang kehinaan.
Tak kulihat, orang pemalas mendapat imbalan hasil. Selain sesal, dan cita-cita menjadi gagal. Hendaklah pelajar
bersungguh-sungguh sampai terasa letih guna mencapai kesuksesan, dan tak kenal berhenti, dengan cara
menghayati keutamaan ilmu. Ilmu itu kekal, sedang harta adalah fana. Ilmu yang bermanfaat akan menjunjung
tinggi nama seseorang, tetap harum namanya walaupun ia sudah mati. Dan karena itu, ia dikatakan selalu hidup
abadi. Syaikhul Ajall Al-Hasan bin Ali Al-Marghibaniy membawakan syi’ir buat kami: “Kaum bodoh, telah mati
sebelum mati. Orang alim, tetap hidup walaupun mati”.

Disamping persyaratan internal yg harus dimiliki seorang penuntut ilmu, juga dikemukakan ttg cara mengikatnya
dalam interaksi antara murid dan ilmu yg dipelajarinya. Belajarlah dari yang mudah dg batasan yg memadai,
jangan sampai overlearning karena akan mengganggu perkembangan akal fikir tuk berkembang optimal. Syaikh
Qadli Imam Umar bin Abu Bakar Az-Zanji yg dinukil Imam Abu Hanifah berkata: guru-guru kami berkata:
“sebaiknya bagi oarang yang mulai belajar, mengambil pelajaran baru sepanjang yang kira-kira mampu
dihapalkan dengan faham, setelah diajarkannya dua kali berulang. Kemudian untuk setiap hari, ditambah sedikit
https://uharsputra.wordpress.com/ 6/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

demi sedikit sehingga setelah banyak dan panjang pun masih bisa menghapal dengan paham pula setelah
diulanga dua kali. Demikianlah lambat laun setapak demi setapak”. Mulailah dengan pelajaran-pelajaran yang
dengan mudah bisa di fahami. Syaikhul Islam Ustadz Syarifuddin Al-Uqaili berkata; “Menurut saya, yang benar
dalam masalah ini adalah seperti yang telah dikemukakan oleh para guru kita. Yaitu untuk murid yang baru,
mereka pilihkan kitab-kitab yang ringkas/kecil. Sebab dengan begitu akan lebih mudah di fahami dan di hapal,
serta tidak membosankan”. Juga dianjurkan murid membuat catatan sendiri mengenai pelajaran-pelajaran yang
sudah di fahami hafalannya, untuk kemudian sering diulang-ulang kembali. Karena dengan cara begitu, akan
bermanfaat sekali, dan hindari menulis apa saja yang ia sendiri (murid) tidak tahu maksudnya, karena hal ini
akan menumpulkan otak dan waktupun akan hilang terbuang dengan sia-sia.

Seorang Murid, Pelajar, Santri, hendaknya mencurahkan kemampuannya dalam memahami pelajaran dari sang
guru dg memikurkannya dan sering diulang-ulang sendiri. Karena bila pelajaran yang baru itu hanya sedikit dan
sering diulang-ulang, akhirnyapun dapat dimengerti. “Hafal dua huruf lebih bagus daripada mendengarkan saja
dua bab pelajaran, dan memahami dua huruf lebih baik daripada menghapal dua bab pelajaran. Disamping
metode repetition (menghafal ulang), seorang pelajar seharusnya melakukan Mudzakarah (forum saling
mengingatkan), munadharah (forum saling mengadu pandangan) dan mutharahah (diskusi). Hal ini dilakukan
atas dasar keinsyafan, penghayatan serta menjauhi hal-hal yang negatif. Munadharah dan mudzakarah adalah
cara dalam melakukan musyawarah, sedang permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari kebenaran.
Karena itu, harus dilakukan dengan penghayatan, kepala dingin dan penuh keinsyafan. Jika tak demikian, tidak
akan berhasil, apalagi jika dilaksanakan dengan cara kekerasan dan niat yg kurang baik (seperti menyombongkan
ilmunya, merasa paling benar). Apabila di dalam pembahasan, diskusi, tukar pendapat dan pandangan itu
dimaksudkan untuk sekedar mengobarkan perang lidah, maka tidak diperbolehkan menurut agama. Yang
diperbolehkan adalah dalam rangka mencari kebenaran. Bicara berbelit-belit dan membuat alasan itu tidak
diperkenankan, selama teman bicaranya tidak sekedar mencari kemenangan dan masih dalam mencari
kebenaran. Bila ada hal yg sulit untuk dikemukakan pemikiran ttg nya maka catat dan dalami, cari aargumennya,
jangan asal berpendapat, rendah hatilah dlm berdiskusi, berdebat, tukar pandangan, gak salah dan gak hina jika
berkata “pertanyaan anda saya catat dahulu untuk kucari pemecahannya. Diatas orang berilmu, masih ada yang
lebih banyak ilmunya.” (wa fauqo dii ilmin aliimm).

Dalam belajar, seorang siswa, murid, penuntut ilmu, jangan mencukupkan dg bersendirian dg mengulang dan
menghafal, karena untuk memperkuat ikatan ilmu memerlukan interaksi dg yang lain, disinilah berdiskusi,
bertukar pendapat menjadi penting, karena disamping didalamnya ada proses pengulangan, juga akan
menambah pengetahuan baru. Az Zarnuji berkata bahwa “mutharahah dan mudzakarah (diskusi, tukar pendapat)
itu jelas lebih besar/baik daripada sekedar mengulang pelajaran sendirian, sebab disamping berarti mengulang
pelajaran, juga menambah pengetahuan yang baru”.“Sesaat mutharahah dilakukan, lebih bagus dari mengulang
pelajaran sebulan. “Sudah tentu harus dilakukan dengan orang yang insaf dan bertabiat jujur, dan jangan
mudzakarah dengan orang yang sekedar mencari menang dalam pembicaraan semata, lagi pula bertabiat tidak
jujur. Sebab itu akan meruaak suasana diakusi dan dapat mempengaruhi akhlak. Dlm berbicara, berdiskusi, tukar
pendapat dan pandangan ilmiyah haruslah difikirkan secara cermat dan matang serta argumentatif, sebab
perkataan, ucapan adalah laksana anak panah, dimana tepat pada sasaran bila dibidikan terlebih dahulu perlu
menimbang dan memikirkannya serta jangan sampai terlupa jika berkata harus memahami apa sebabnya, kapan
waktunya, bagaimana caranya, berapa panjangnya dan dimana tempatnya, sehingga pemikiran kita dapat
menggambarkan suatu yg runut dan dapat difahami..

https://uharsputra.wordpress.com/ 7/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

Pemanfaatan waktu yg efektif produktif juga harus menjadi perhatian peserta didik, baik itu secara mandiri
maupun dikondisikan oleh pendidik (organisasi sekolah dlm konteks sekarang). Seluruh waktunya dan dalam
situasi bagaimanapun, pelajar hendaknya mengambil pelajaran dari siapapun. Rasulullah saw bersabda: “Hikmah
(ilmu) itu barang hilangnya orang mukmin, dimana saja ditemui ambillah. Ambillah yang jernih tinggalkanlah
yang keruh.”Ini bermakna bahwa belajar itu bisa dilaksanakan kapan saja dan dari siapa saja. Demikian juga dg
diskusi dan tukar pendapat, seperti yg dilakukan oleh Abu Hanifah yg banyak mutharahah dan mudzakarah di
kedainya, Abu Hanifah pedagang kain itu menjadi alim fiqh. Melihat kenyataan tersebut, kita juga bisa tahu
bahwa menuntut ilmu dan fiqh itu bisa pula dilakukan bersama-sama dengan bekerja mencari uang. Abu Hafsh
Al-Kabir sendiri bekerja sambil mengulang-ulang pelajarannya sendiri. Karena itu, apabila seorang pelajar harus
juga mencarikan nafkah keluarga dan segenap tanggungannya, berusahalah di tengah-tengah keasyikan
bekerjanya itu untuk mempelajari sendiri pelajarannya dengan semangat dan segiat mungkin. Belajar jangan
malu pada siapapun dan dimanapun, dan yg tahu, juga jangan pelit berbagi ilmu yg diketahuinya. Suatu ketika
Abu Yusuf ditanya: “Dengan apakah tuan memperoleh ilmu? beliau menjawab: “Saya tidak merasa malu belajar
dan tidak kikir mengajar”. Juga pernah ditanyakan kepada Ibnu Abbas ra : “dengan apakah tuan mendapat
ilmu?” beliau menjawab: “Dengan lisan banyak bertanya dan hati selalu berpikir.”. Mengulang (menghafal),
Bertanya, dan berfikir nampak jadi cara yg baik, efektif dan produktif dalam memelihara dan menambah ilmu.

Orang yang kebetulan sehat badan dan pikirannya, tiada lagi alasan baginya untuk tidak belajar dan tafaqquh
sebab tidak ada lagi yang lebih melarat daripada Abu Yusuf, tapi toh tidak pernah melupakan pelajarannya.
Sementara itu, apabila seseorang kebetulan kaya raya, alangkah bagusnya bila harta yang halal itu di miliki orang
shaleh. Ada ditanyakan kepada seorang yang alim “dengan apa tuan mendapatkan ilmu?” lalu menjawabnya:
“Dengan ayahku yang kaya. Dengan kekayaan itu, beliau berbakti kepada ahli ilmu dan ahli keutamaan”. Dengan
harta yang dimiliki, hendaklah suka membeli kitab dan mengaji menulis jika diperlukan. Demikian itu akan lebih
memudahkan belajar dan bertafaqquh. Perbuatan seperti ini, berarti mensyukuri nikmat akal dan ilmu, yang hal
itu menyebabkan bertambahnya ilmu. Diriwayatkan bahwa Abu Hanifah berucap: “Hanya saja kudapatkan ilmu
dengan Bersyukur dan Hamdallah. Tiap-tiap berhasil kufahami ilmu, fiqh dan hikmah selalu saja kuucapkan
Hamdalah. Dengan cara itu, jadi berkembanglah ilmuku.” Seorang Pelajar, siswa, santri harus menyatakan
syukurnya dengan lisan, hati, badan dan juga hartanya (mengorbankan harta tuk belajar), serta harus
mengetahui/menyadari bahwa kefahaman, ilmu dan taufik itu semuanya datang dari hadirat Allah Swt.
Memohon hidayahnya dengan berdo’a, karena hanya Dialah yang memberikan hidayah kepada siapa saja yang
memohon.

Seorang pelajar hendaklah hanyalah kepada Allah, takutpun hanya kepadaNya. Sikap tersebut bisa di ukur
dengan melampaui batas-batas agama atau tidak. Barangsiapa takut kepada sesama makhluk lalu ia mendurhakai
Allah, maka berarti telah takut kepada selain Allah. Tapi sebaliknya bila ia telah takut kepada makhluk namun
telah taat kepada Allah dan berjalan pada batas-batas syareat, maka tidak bisa dianggap telah takut kepada selain
Allah. Ia masih dinilai takut kepada Allah. Begitu pula dalam masalah harapan seseorang. Dlm hal menghafal,
mengulang pelajaran sebaiknya diulang beberapa kali dg prioritas paling sering mulai yg sehari sebelumnya.
misal yg hari kemarin diulang 5 kali, yg hari kemarinnya 4 kali, hari kemarinnya lagi 3 kali terus 2 kali dan 1 kali
selang sehari kebelakang, sehingga tiap materi akan diulang sebanyak 16 kali. Hendaknya dalam mengulangi
pelajarannya itu jangan pelan-pelan. Belajar lebih bagus bersuara kuat dengan penuh semangat. Namun jangan
terlalu keras, dan jangan pula hingga menyusahkan dirinya yang menyebabkan tidak bisa belajar lagi. Segala
sesuatu yang terbaik adalah yang cukupan. Suatu hikayat menceritakan, bahwa suatu saat Abu Yusuf sedang
mengikuti mudzakarah fiqh dengan suara kuat dan penuh semangat. Lalu dengan rasa heran, iparnya berkata:
“saya tahu Abu Yusuf telah lima hari kelaparan, tapi ia tetap munadharah dengan suara keras dan penuh
https://uharsputra.wordpress.com/ 8/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

semanat. Demikian juga seyogyanya pelajar tidak panik dan kebingungan, sebab itu semua adalah kelemahan yg
dapat mengganggu belajar dan melemahkan kemampuan menghafal. “Kebodohan membunuh si bodoh sebelum
matinya. Belum dikubur, badanya telah jadi pusara. Orang hidup tanpa berilmu, hukumnya mati.Bila bangkit
kembali, tak kan bisa bangkit kembali”. Syakhul Islam Burhanuddin membawakan Syi’ir buat kita : “Kalau sang
ilmu, tingkat tertinggi tuk tempat singgah. Kalau lainnya, meninggi bila banyak anak buah. Orang berilmu,
namanya harum berlipat tinggi. Orang bodoh, begitu mati tertimbun duli. Mendaki tinggi, kepuncak ilmu,
mustahil bisa. Bila maksudnya, bagai komandan pasukan kuda. Dengarkan dulu, sedikit saja dikte buatmu. Cuma
ringkasan, kemulyaan ilmu yang aku tahu. Ia cahaya, penerang buta, terang benderang. Tapi si bodoh, sepanjang
masa gelap menantang. Wahai kaum berakal, ilmu itu pangkat mulia. Bila telah didapat, pangkat lain lepas tak
mengapa. Bila engkau meninggalkan dunia dengan segala nikmatnya. Pejamkan mata, cukuplah ilmu jadi
anugrah berharga.

Masa belajar itu sejak manusia berada di buaian hingga masuk keliang kubur. “Hasan bin Ziyad waktu sudah
berumur 80 tahun baru mulai belajar fiqh, 40 tahun berjalan tidak pernah tidur di ranjangnya, lalu 40 tahun
berikutnya menjadi mufti. Masa yang paling cemerlang untuk belajar adalah permulaan masa-masa jadi pemuda,
dg waktu terbaik waktu sahur berpuasa dan waktu di antara magrib dan isya.’ Tetapi sebaiknya menggunakan
seluruh waktu yang ada untuk belajar, dan bila telah merasa bosan terhadap ilmu yang sedang dihadapi supaya
berganti kepada ilmu lain. Apabila Ibnu Abbas telah bosan mempelajari Ilmu Kalam,, dia belajar sastra para
pujangga penyair. Muhammad Ibnul Hasan semalam tanpa tidur selalu bersebelahan dengan buku-bukunya, dan
bila telah merasa bosan suatu ilmu, berpindah ilmu yang lain. Iapun menyediakan air penolak tidur di
sampingnya, dan ujarnya: “Tidur itu dari panas api, yang harus dihapuskan dengan air. Bila hasil jerih payah
menuntut ilmu menjadikannta seorang alim, hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi naseha
(beebagi ilmunta)t serta jangan berbuat dengki. Dengki itu tidak akan bermanfaat, justru membahayakan diri
sendiri. Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin ra. Berkata : Banyak ulama yang berkata : “Putra sang guru dapat
menjadi alim, karena sang guru itu selalu berkehendak agar muridnya kelak menjadi ulama ahli Al-Quran.
Kemudian atas berkah I’tikad bagus dan kasih sayangnya itulah putranya menjadi alim.”

Pelajar, Santri, Murid, peserta didik hendaknya menggunakan setiap kesempatan waktunya untuk belajar, terus-
menerus sampai memperoleh keutamaan. dan berusaha untuk mencatatnya halvhal yg terkait dg ilmu
pengetahuan yg didapatnya. Disamping itu sekuat apapun hapalan tentu perlu back up catatan yg dapat dengan
mudah di deteksi, diretrieve (dilihat ulang). Hapalan dapat pergi dan akan lari, tapi tulisan tetap berdiri. Syaikhul
Ustadz Zainul Islam yang terkenal dengan gelar Adibul Mukhtar menyatakan : Hilal bin Yasar berkata : “Kulihat
Nabi saw. Mengemukakan sepatah ilmu dan hikmah kepada sahabat beliau, lalu usulku: “Ya Rasulullah, ulangilah
untukku apa yang telah tuan sampaikan kepada mereka” beliau bertanya kepadaku : “apakah engkau bawa botol
dawat Alat untuk menulis)?”, jawabku : “tidak” beliaupun lagi bersabda : “Oh Hilal, janganlah engkau berpisah
dari botol dawat, karena sampai hari kiamat kebagusan itu selalu disana dan pada yang membawanya”. Yang
mulya Hasanudin berwasiat kepada Syamsuddin putra beliau, agar setiap hari menghafal sedikit ilmu dan
sepatah hikmah. Hal itu mudah dilakukan, dan dalam waktu singkat menjadi semakin banyak. Isham bin Yusuf
membeli pena seharga satu dinar guna mencatat apa yang ia didengar seketika itu. Umur cukup pendek, sedang
pengetahuan cukup banyak. Pelajar jangan sampai membuang-buang waktu dan saatnya (untuk belajar), serta
hendaknya mengambil kesempatan (untuk belajar)di malam hari dan di kala sepi. Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razi
disebutkan : “malam itu panjang, jangan kau potong dengan (banyak) tidur; dan siang itu bersinar cemerlang,
maka jangan kau kotori dengan perbuatan dosa (jadi belajarlah)”. Hendaknya pelajar bisa mengambil pelajaran
dari para sesepuh dan mencerap ilmu mereka. Tidak setiap yang telah berlalu bisa didapatkan kembali. Seorang

https://uharsputra.wordpress.com/ 9/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

ilmuwan (Alim, Ulama) hendaknya tidak usah turut melibatkan diri dalam arena pertikaian dan peperangan
pendapat dengan orang lain, karena hal itu hanya embuat waktu menjadi habis sia-sia.

Pelajar hendaknya selalu membawa buku untuk dipelajari. “Barangsiapa tak ada buku di sakunya, maka tak ada
hikmah di hatinya.” Lalu buku itu hendaknya berwarna putih. Juga hendaknya membawa botol dawat (alat tulis
warna hitam), agar bisa mencatat segala pengetahuan yang di dengar. Dalam menghafal ingatlah bahwa yang
paling kuat menyebabkan mudah hafal adalah kesungguhan, kontinuitas, mengurangi makan (jangan terlalu
banyak makan) dan shalat di malam hari. Juga membaca Al-Qur’an termasuk penyebab kuatnya hafalan
seseorang pelajar, penuntut ilmu: “Tiada sesuatu yang lebih bisa menguatkan hafalan seseorang, kecuali
membaca Al-Qur’an dengan menyimak. “Membaca Al-Qur’an yang dilakukan dengan menyimak itu lebih utama,
sebagaimana sabda Nabi saw : “Amalan umatku yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an dengan menyimak
tulisannya.” Demikian juga jangan lupa selalu berdoa untuk ditambahi terus ilmu. Pelajar hendaknya tidak
mengabaikan perbuatan-perbuatan yang berstatus adab kesopanan, dan amal-amal kesunahan (kebaikan). Sebab
siapa yang mengabaikan adab menjadi tertutup dari yang sunah (kebaikan). Jangan ngobrol berbicara hal2 yg tak
berguna, “siapa yang tersibukkan oleh perbuatan yang tanpa guna bagi dirinya.” Maka yang semestinya akan
berguna menjadi terlewat darinya. Ali ra berkata : “Bila telah sempurna akal pikiran, maka menguranglah
ucapan. Sebuah syair: “Jikalau orang berakal sempurna, sedikitkan bicara. Bila seorang banyak bicara Dialah yg
tolol.”Bicara adalah hiasan, diam itu keselamatan.Bila kamu berbicara, makanya jangan berlebihan, lantaran jika
diam, engkau menyesal, tapi sekali. Namun klw karena omong, kamupun kan menyesal berkali-kali..

Iklan

| Meninggalkan komentar

Al Ghazali tentang Pendidikan


Posted on 2 Januari 2018

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i, lahir di kota Thus Prsia pada
tahun ; 1058M/450H dan meninggal tahun 1111M/505H; pada usia 52–53 tahun). Dia adalah seorang filosof dan teolog muslim
Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan. Seorang Ulama, Filsuf sekaligus seorang Sufi yg menjadi
tonggak kebangkitan ilmu ilmu Islam ketika mengalami keredupan. Beliau mulai menuntut ilmu sejak masa kecilnya yaitu Ilmu
Fiqih kepada Al-Imam Ahmad Bin Muhammad Ar-Rodhakoni di kota Baghdad, lalu Al-ghazali melanjutkan studinya ke negara
Jurjan, beliau belajar kepada Al-Imam Abi Nashr Al-isma’ili, Kemudian Al-Ghazali melanjutkan studinya ke Kota Naysabur untuk
menimba ilmu kepada Al-Imam Al-Haromain Mufti Kota Mekkah dan Madinah. Dia disekolahkan di Madrasah Nidzomiyah di
Baghdad, Iraq. Setelah Al-Ghazali mengusai segala bidang ilmu, baik dalam Ilmu Fiqih, ilmu Jidal (debat ilmiah), Ilmu Ushul dan
Filsafat. Dalam perkembangan intelektualnya, akhirnya Al-Ghazali memilih jalan Shufi, dan kemudian Dia menuju ke negara Syam
untuk ‘Uzlah (menjauh dari hiruk pikuk) serta Kholwah (menyendiri) di Menara Masjid. Sebelumnya Dia merupakan akhli argumen

https://uharsputra.wordpress.com/ 10/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

dlm berdebat, Dia selalu mensalami sudut pandang temsn debatnya sehingga mampu melakukan, mengemukakan argumen tepat
valud dan dipercata fihak yg berdiskusi. Pada suatu saat Nidhomul Mulk mengumpulkan para ahli ilmu dan semua para Ulama’
untuk berdiskusi, berdebat serta berusaha untuk memusuhi Al-Ghazali. Namun Setelah Al-Ghazali menjelaskan ilmunya yang
didapatkan dari Guru-Gurunya, akhirnya semua Ulama’ mengerti keutamaan Al-Ghazali. Hingga akhirnya Al-Ghazali diperintahkan
pergi ke Madrasah Nidhomiyah di Baghdad pada Tahun 484 Hijriyah dan diangkat sebagai pendidik/Guru dan mengajar di sana,
hingga semua orang terheran dengan kepiawaian Al-Ghazali dalam mengajar dan berargumen, serta mempunyai keutamaan yang
indah dan fasih lisannya hingga semua orang mencitainya.

Dalam praktek pendidikan, pengajaran yg dilakukan menekankan pentingnya melatih hafalan (terus memperkuat daya ingat)
sebagai fondasi berargumen, disamping metode rasa serta amalan yg dapat meningkatkan kedekatan dg Tuhan setelah beliau
menjadi sufi. Terkait dg pentingnya menghafal (di luar kepala) ini berhubungan dg pengalaman beliau sewaktu masih jadi pelajar yg
dpt dikisahkan (hendy irawan) sbb: Setelah bertahun-tahun belajar, Al-Ghazali pulang ke kampung halamannya. Dia menyusun
dan mengumpulkan catatan-catatannya, lalu ikut kafilah yang akan pergi ke kampungnya. Ditengah jalan, kafilah itu dihadang oleh
segorombolan perampok. Mereka mengambil setiap barang yang dijumpai. Pada giliran barang-barang bawaan Al-Ghazali, ia
berkata kepada perampok tersebut, “Kalian boleh ambil semua barang-barangku, tapi tolong jangan kalian ambil yang satu ini.
Gerombolan perampok tersebut menduga bahwa pasti itu adalah barang-barang yang bernilai. Secepat kilat mereka merebut dan
membukanya. Mereka tidak melihat apa-apa kecuali setumpukan kertas-kertas yang hitam. “Hai anak muda (Al Ghazali), apa ini?
Untuk apa kau menyimpannya? tanya para perampok itu. “Itulah barang-barang yang tidak akan berguna bagi kalian, tapi berguna
bagiku,” jawab Al-Ghazali. “Apa gunanya?”, “Ini adalah hasil pelajaranku selama beberapa tahun,” jawab Al-ghazali. “Jika kalian
merampasnya dariku, maka ilmuku akan habis, dan usahaku yang bertahun-tahun itu akan sia-sia. “mengapa engkau begitu ingin
melindungi buku itu?” tanya sang pemimpin perampok. “karena buku ini adalah buku satu-satunya yang mencatat sebuah ilmu yang
sangat penting…” jawab Al-Ghazali. “Hanya yang ada dalam lembaran-lembaran inikah ilmumu?” tanya salah seorang perampok “,
Ya, “ jawab Al-Ghazali. Perampok itu melanjutkan, “Bagaimana menurutmu seandainya semua buku pelajaranmu ini ku ambil?
maka sudah pasti kamu berpikir bahwa kamu akan menjadi orang bodoh. Karena kamu masih mengandalkan buku dan catatan.
Pelajaran seharusnya di simpan di kepala bukan di dalam buku. Kalau memang begitu penting, mengapa tidak kau ajari orang lain
tentang ilmu tersebut? bukankah kalau buku ini terbakar habis, maka hilanglah ilmu yang kau anggap penting itu? Ketahuilah wahai
anak muda, Ilmu yang disimpan dalam bungkusan dan yang dapat dicuri, sebenarnya bukanlah ilmu. Pikirkanlah nasib dirimu baik-
baik.”Kemudian para perampok itu pergi meninggalkan Al-Ghazali yang sedang memunguti kitab-kitab dan buku catatannya sambil
merenungi cemoohan kepala perampok tersebut. Semua ucapan perampok tersebut yang nadanya mencemooh bagi Al-Ghazali
justru merupakan nasehat penting dan hikmah serta berkah yang tak ternilai harganya. Sejak peristiwa itu Al-Ghazali semakin rajin
menghafal. Satu persatu pelajaran yang asalnya merupakan tulisan kini telah pindah dan tertanam dalam otak dan hati sanubari Al-
Ghazali. Al-Ghazali berkata, “Sebaik-baik nasehat yang membimbing kehidupan intelektualitasku adalah nasehat yang kudengar dari
mulut seorang perampok.”
Penguasan ilmu pengetahuan yg mendalam dan mudah diretrieve (diambil kembali) karena hafal, menjadi fondasi dlm berbagai
debat, diskusi dan mengembangkan wacana keilmyan dan keislaman dalam masyarakat yg sunfai aliean ajaran telah makin jauh
sehingga banyak sungai2 kecil tg mempengaruhi kejernihan air sungainta dg berbabagai ajaran yg bersifat ilmiah seperti filsafat,
golongan batiniah, golongan ahli ilmu kalam, bahkan golongan sufi/mistik. Dalam kondisi demikuan Al Ghazali mendalaminya,
kemudian mengkritisinya berbagai kesesatan di dalam ajaran2 nya, dan untuk itu dia menulis buku kecil berjudul “Al Munqidzu min
Al dhollal” (pembebas dari kesesatan), adapun buku terkenalnya yg Dia susun adalah “Ihya Ulumuddin” (Menghidupkan kembali
Ilnu ilmu Agama), sebuah buku yg anat berpengaruh pada kehidupan intelektual dan amal keuslaman sampai sekarang. Al-Ghazali
merupakan salah satu tokoh Muslim yang pemikirannya sangat luas (dlm terminologi sekarang Kmenguasai dan memahami
berbagai disiplin ilmu, generalis dan ensiklopedis) dan masalah pendidikan mrrupakan aspek saja diri ilmu (Hudan) kehidupan yg
untuk kebahagian (Dunya wal akhirah) manusia di dalamnya, Rasul Muhammad saw di utus mengajari, mendakwahi agar manusia
mengikuti jalan Tuhan. Pada hakikatnya pendidikan menurut Al-Ghazali adalah dengan mengutamakan perwujudan secara utuh

https://uharsputra.wordpress.com/ 11/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

dan terpadu manusia sebagai mekhluk Tuhan yg dikembangkan mulai dari kandungan sampai mati (ini sejalan dg hadist Utlubul
ilma minal mahdi ila allahdi).
Pendidikan terjadi sepanjang hayat, sejalan dg kewajiman manusia menuntut ilmu, dan pendudikan aapun haruslah menjada cara
untuk makin raqorrub ila Allah (mendekatkan duri pada Allah swt). Oleh karenanya, Pendidikan merupakan proses pembimbingan
manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk
pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan
diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna. Dengan demikian pendidikan adalah membentuk manusia shalih dan
sholihah, yakni manusia yang mempunyai kemampuan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan kewajiban-
kewajibannya kepada manusia sebagai hamba-Nya. Dalam prises tersebut peran pendidik (Orang tua, masyarakat, ulama) amat
menentukan, Mereka perlu memahami tingkat perkembangan murid (Anak), serra harus berusaha membimbing, meningkatkan,
menyempurnakan, dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan Khaliq-Nya. Tugas ini didasarkan pada pandangan bahwa
manusia merupakan makhluk yang mulia. Kesempurnaan manusia terletak pada kesucian hatinya. Untuk itu pendidik dalam
perspektif Islam melaksanakan proses pendidikan hendaknya diarahkan pada aspek tazkiyah an-nafs. Dusamping itu Seorang
pendidik dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan yang menjadi kepribadiannya: 1) Sabar, 2) penyayang, 3) Sopan dan santun, 4)
tidak sombong, 5) tawadlu, 6) mampu berargumen secara tepat dan benar.
Kepribadian Guru tsb menunjukan suatu perhatian penting dlm pendidikan, pengajaran, karena mereka itu menjadi corong, atau
transformator ilmu pengetahuan bagi para pencari, penuntut ilmu (murid). Untuk itu posisi, peran dan tugas pendidik sanga
penting, serta substansi ilmu pengetahuan yg disampaikannya juga menjadi menentukan bagi kebaikan murid sekaligus kebaikan
hidup manusia. Berikut pernyataan Al Ghazali: “Sebaik baik makhluk di atas bumi adalah manusia, dan sebaik baik bagian tubuh
manusia adalah hati. Sedang guru berusaha untuk menyempurnakan, membersihkan dan mengarahkan untuk mendekatkan diri
pada Allah azza wajalla. Maka mengajarkan ilmu adalah salah satu bentuk ibadah dan termasuk memenuhi tugas kekhalifahan di
bumi, bahkan yg paling utama”. (IHYA ULUMUDDIN)”. “Kesempurnaan manusia terletak pada pendekatan dirinya pd Allah Swt.
Itu hanya bisa dilakukan lewat ilmu pengetahuan. Maka bila ilmunya makin banyak dan makin sempurna, berarti ia lebih dekat dg
Allah dan lebih mendekati sifat Malaikan. (FATIHAT AL ULUM). demikian pulihan pernyataan Al Ghazali, yg sebenarnya bantak
sekali tersebar dlm berbagai kitab/buku yg dutulisnya, yg menekankan pentingnya Guru dan Ilmu dalam kehidupan manusia,
termasuk dlm mendidik dan mengajar.
Pendidikan, pengajaran merupakan suatu interaksi antara pendidik, pengajar, ilmu dan peserta didik, murid. Hubungan
pendidik/guru dg ilmu tercermin dari penguasaan, pemahaman dan pengembangan akan ilmunya. Hubungan murid dg ilmu
tercermin dari penguasaan, pengingatan, dan penerapannya. Hubungan Pendidik/guru dg murid terlihat dari pembimbingan,
pengarahan, pemberdayaan, penghormatan dan perubahan pd fihak peserta didik/murid, serta peningkatan pada fihak pendidik.
Apapun kondisi dan situasinya pendudikan esensinya adalah human relation yg bersifat edukatif, keberhasilannya tebtu tak hanya
ditentukab oleh kepribadian guru, namun juga oleh prilaku dan adab peserta didik, murid dalam mengikuti peroses pendidikan,
pembelajaran. Dlm konteks inilah Al Ghazali memandang penting pada etika, akhlaq murid dlm mengikuti mengalami pendidikan
(belajar). Al-Ghazali berpandangan bahwa terdapat hal-hal yang harus dipenuhi murid tugas dan kewajiban dalam proses
pendidikan (belajar mengajar): 1) Mendahulukan kesucian jiwa. 2).Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan. 3)
Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang guru. 4) Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan. 5) Peserta didik
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a)Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik senantiasa mensucikan jiwanya dengan akhlaq al-karimah (Q.S. Al-An’am: 162, Adz
Dzaariyaat:56). b) Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (Q.S. Adh Dhuhaa:4). c) Bersikap
tawadhu’ (rendah hati). d)Menjaga pikiran & pertentangan yang timbul dari berbagai aliran. e) Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji,
untuk ukhrawi dan duniawi. f) Belajar dengan bertahap atau berjenjang, dimulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran
yang sukar (abstrak) atau dari ilmu fardlu ‘ain menuju ilmu fardlu kifayah (QS Al-Fath:9). g) Belajar ilmu sampai tuntas untuk
kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam. h)
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi. i) Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu

https://uharsputra.wordpress.com/ 12/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat yang dapat membahagiakan, mensejahterakan serta memberi keselamatan hidup
dunia akhirat.
Dlm proses pendidikan, pembelajaran, kedudukan ilmu sangat menentukan bagi keberhasilan pendidikan, baik bagi pendidik/guru
maupun murid, karena kemampuan penguasaan ilmu lah dg pemanfaatan anugrah akal, yg menjadi pembeda manusia dg makhluk
lainnya. Al Ghazali tidak hanya bicara ilmu diniyah namun juga ilmu lain yg bermanfaat bagi pelaksanaan tugas kekhalifahan di
muka bumi, hanya ada penekanan prioritas pd ilmu agama sebagai sarat utama pengabdian, ibadah pd Allah swt, karena untuk
itulah manusia dan jin diciptakan (wama kholaqtu al jinna wa al insana ila li ya’buduun). Dalam konteks itu, maka perlakuan pd
ilmu (interaksi dg ilmu) haruslah dilakukan dg hormat dan tawadhu, karena Belajar itu merupakan proses jiwa yang menuntut
konsentrasi, oleh karena itu murid perlu memusatkan fikiran dan perhatiannya terhadap ilmu yang sedang dikaji, disamping
tentunya Harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, serta dapat dipraktekkan dengan dan dlm
akhlaqul karimah. Dlm pandangan Ghazali menuntut, belajar, mengajar ilmu bukanlah untuk sembarang ilmu, karena Ilmu
mempunyai nilai dan muatan/konten yang bebeda-beda, begitu pula tujuannya, ada yang sangat penting, kurang penting dan tidak
penting.
Apa yang diajarkan tentu harus dilihat substantif ontologinya dan fungsional kontennya secara epistemologis dan axiologis, yang
terarah bagi kebaikan di dunia dan akherat (Fiddunya hasanah, wa fil akhiroti hasanah). Al Ghazali membagi ilmu dalam beberapa
perspektif, dilihat dari substansi kebermanfaatannya dibagi ke dalam 3 kategori: 1) Ilmu yang tercela (al madzmum) ialah ilmu yang
tidak ada manfaatnya baik sedikit maupun banyak, untuk kehidupan yg baik di dunia maupun akhirat dan terkadang hanya
membawa mudharat bagi orang yang memilikinya, maupun bagi orang lain, seperti sihir, nujum, ramalan. 2) Ilmu yang terpuji ialah
ilmu, baik sedikit maupun banyak, dsn semakin banyak semakin baik, yang pantas untuk dipelajari (al-mahmud), ilmu-ilmu yang
erat kaitannya dengan peribadatan dan macam-macamnya. 3) Ilmu terpuji dalam kadar tertentu atau sedikit, dan tercela jika
mempelajarinya secara mendalam, seperti ilmu logika, filsafat, ilahiyyat dan lain-lain. Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, Al-
Ghazali membagi lagi menjadi dua bagian yang dilihat dari kepentingan dan tanggung jawabnya, yaitu: 1) Ilmu fardhu ain, yg harus
diketahui oleh semua Muslim, yaitu ilmu agama terutama ttg peribadatan. 2) Ilmu fardhu kifayah yang dipelajari oleh sebagian
Muslim untuk memudahkan urusan duniawi, seperti: ilmu hitung, kedokteran, teknik, ilmu pertanian dan industri.
Disamping berfikir ttg pendidikan dalam makna umum, Al Ghazali juga sangat memahami ttg pendidikan Anak2 sebagai fondasi
bagi pendidikan selanjutnya, sehingga pada saat seorang muridnya hendak meninggalkan tempat belajarnya, dan meminta nasihat,
Beliau menuliskannya dlm kitab kecil yg berjudul “AYYUHA AL WALAD” (Wahai Anak). Dia mengawali nasihatnya dengan kalimat
yang sangat indah. Ia memanggil muridnya dengan panggilan penuh simpati dan kasih sayang serta mendoakannya: “Wahai ananda
tercinta. Se moga Allah memanjangkan usiamu agar bisa mematuhi-Nya. Semoga pula Allah memudahkanmu dalam menempuh
jalan orang-orang yang dicintai-Nya”. Selama berabad-abad, Kitab Ayyuhal Walad karya Imam al-Ghazali dikenal sebagai salah satu
kitab penting dalam pendidikan anak dan pendidikan jiwa manusia. Al-Ghazali hidup pada saat dunia Islam diuji dengan ‘Perang
Salib’, dimana peran penting dari para ulama dalam melahirkan generasi Shalahuddin (Shalahuddin Al Ayubi), yg kemudian
berhasil membebaskan JERUSALEM. Itu semua diawali dengan pembenahan kon sep keilmuan dan pendidikan, yg antara lain
dikembangkan oleh Al Ghazali. (Dr. Majid Irsan al-Kilani, “Hakadza Dhahara Jilu Shalahuddin wa-Hakadza ‘Adat al-Quds”).
Pendidikan anak merupakan fondasi penting bagi berkembangnya berbagai kemampuan dan potensi2 yg dimiliki anak sebagai
anugrah Tuhan. Al-Ghazali (dalan Ihya Ulumu Addin) menulis satu bab khusus tentang pendidikan anak dg judul “Bayânu Tharîq fi
Riyâdhat al-Shibyân fî Awwali Nasy’ihim wa Ta’dîbihim wa Tahsîni Akhlâkihim” (Penjelasan metode/cara melatih anak pada masa
pertumbuhan, mendidiknya dan memperbaiki akhlaknya), yg mengingatkan pentingnya pendidikan anak: “Ketahuilah!
Sesungguhnya metode pendidikan anak merupakan hal yang paling penting dan paling ditekankan. Anak-anak itu adalah amanah
bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang suci merupakan permata yang paling berharga, belum terukir dan terbentuk. Ia menerima
setiap bentuk ukiran dan cenderung kepada setiap hal yang digiring kepadanya. Jika dibiasakan yang baik, dan diajarkan kebaikan
maka ia akan tumbuh menjadi baik dan bahagia di dunia dan akhirat. Ayahnya, gurunya dan setiap orang yang mendidiknya juga
akan mendapatkan pahala. Akan tetapi bila dibiasakan dg keburukan, dan dibiarkan seperti binatang maka ia akan celaka dan
binasa. Dan dosanya ditanggung oleh orangtuanya”. Selanjutnya Dia memberikan metode pendidikan anak yg dapat dikemukakan

https://uharsputra.wordpress.com/ 13/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

sbb: 1) orangtua (Sekolah) wajib mendidik anak-anaknya dengan adab/akhlak yang terpuji, dan dilaksanakan dg percontohan,
teladan. 2) menyarankan agar anak-anak diajarkan al-Qur’an, Hadits, dan kisah, sejarah orang2 saleh/baik, disamping itu ilmu
syair-syair (bahasa, sastra) yang Islami juga perlu untuk menanamkan cinta keindahan. 3) menanamkan, membiasakan
kedisiplinan yg disertai keadilan serta gunakan reward tuk memotivasi belajar anak. 4) perlunya diimbangi dg pendidikan, latihan
fisik, olah raga untuk menjaga kesehatan. 5) beri waktu dan izin anak untuk bermain setelah belajar untuk melunakan hati mereka,
melarang bermain akan membuat hati anak menjadi keras dan menurunkan semangat belajar.
Lebih lanjut, Dia mengatakan bahwa Anak juga perlu dididik, diajari bagaimana pergaulan, interaksi dosial yg beretika, sopan dan
santun. Dalam pergaulannya anak-anak harus dididik berbahasa yang santun, bersikap rendah hati (tawadhu’), menghormati orang
yang lebih tua, mencegah dari mengambil hak orang lain, dan menanamkan dalam diri mereka bahwa kemuliaan seseorang itu ada
di dalam sikap memberi kepada orang lain. Anak juga harus dididik agar tidak terlalu banyak bicara, mendengarkan orang lain yang
sedang berbicara, dan tidak mudah bersumpah meskipun dia benar. Adab-adab ini penting untuk diamalkan khususnya ketika
mereka berhadapan dengan orangtua, guru ataupun orang lain yang lebih tua. Sementara dalan Aspek ibadah, orangtua hendaknya
memperhatikan ibadah anak-anaknya, membiasakan anaknya dalam keadaan bersuci (dawâm al-thahârah), mendirikan shalat,
berpuasa Ramadhan sesuai kemampuan. Pembiasaan ibadah sejak kecil ini penting untuk dilakukan agar ketika si anak dewasa dia
sudah terbiasa melaksanakan perintah Allah dengan senang hati. Dalam praktek pendidikan, pembelajaran, pendidik, guru harus
memahami perbedaan kemampuan anak (peserta didik), ” seorang pendidik (guru) hendaknya menyesuaikan dg kemampuan
pemahaman murid. Jangan sampai mengajarkan materi pelajaran yg belum bisa dijangkau fikiran mereka. Itu akan berakibat murid
akan menolak, atau terpaksa menerimanya meskipun ia tidak faham”. Bila dlm belajar terdapat prilaku yg buruk dan lambat dlm
pemahaman, janganlah murid dipermalukan, “cegahlah (tegurlah) kejelekan (akhlaq) murid, sebisa mungkin dg cara sindiran, tidak
secara terang2an serta dg rasa kasih sayang, tidak dg cemoohan”.
Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan menunjukan suatu integrasi komprehensif dg kehidupan holostik manusia sebagai
pembentuk masyarakat yg dibangun atas dasar2 keagamaan, dimana agama menjadi fondasi masyarakat etis religius, yg akan
membangun manusia dng pendidikan yg juga sejalan dg masarakat yg terbangun (dibentuknya). Al Ghazali tidaklah secara tegas
menjulaskan tentang pendidik yg mandiri secara profesi, namun lebih menjelaskan ulama ( tunggalnya Alim, orang yg berilmu)
sebagai orang yg menjalankan tugas mendidik, mengahar, menyebarkan ilmu, dan tentunya berdakwah. Dari sini secara anatomis
istilah ulama mencakup tiga unsur yakni Orang (Alim/Ulama), ilmu (materi), dan murid (artinya yg menginginkan ilmu). Oleh
karena itu pendidikan selalu membicarakan karakter dan kompetensi Ulama (Pendidik, pengajar), ilmu dan keutamaannya, serta
etika murid. Pendudik harus menghormati dan bersungguh sungguh dlm menguasai ilmunya, dia harus hormat, dan tawadhu
terhadap ilmu, serta melihat secara moral, etika dlm menimbang kemanfaatan dan kemaslahatan ilmu. Terkait dg murid Pendidik
harus memperlakukan mereka penuh kasih sayang, jangan permalukan mereka bila ada kesalahan atau kekurangan, serta dituntut
pula untuk memahami karakter para murid, agar pendidikan, pembelajaran efektif berdampak pd fikiran, sikap dan prilaku murid
yg berakhlaq mulya.
Sementara itu murid harus menghormati dan tawadhu dihadapan Guru/ulama/pendidik, menghormati ilmu dan sungguh2
mempelajarinya hingga penguasaannya optimal dan dpt melekat kemanapun murid pergi dan dimanapun murid berada (dari sini
bermakna bahwa “ILMU TAK BERAT DIBAWA SEBANYAK APAPUN”, klw buku/kitab pasti berat dibawa, makin banyak makin
berat..implikasi nasihat Perampok pd Al Ghazali. Juga perkataan Ali Bin Abi Tholib ketika ditanya: “AYUL AFDHOLU? AL ILMU
AMIL MAAL? ALI MENJAWAB : AL ILMU AFDHOLU MINAL MAAL, AL ILMU YAHRISUKA WAL MAALU TAHRISUHU/Ilmu
menjagamu dan kamu menjaga harta). Dengan demikian terdapat siklus pendidikan yg membentuk TRILOGI PENDIDIKAN yaitu
“–> PENDIDIK –> ILMU –> MURID –> dg posisi Ilmu paling utama karena pendidik/guru dan murid sama sama berkhidmat dan
tawadlu pada ilmu, dan juga ilmu sebagai salah satu peninggi derajat, posisi manusia di mata Tuhan (Yarfaillahu alladzina amanu
minkum walladzina utul ilma darojat, QS:58:11).

| Meninggalkan komentar

https://uharsputra.wordpress.com/ 14/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

PendasKuningan
Posted on 26 Agustus 2017

Kepada rekan rekan pendidik, mari kita terus belajar tuk mutu pendidikan yang lebih baik dari waktu ke waktu,
berbagilah pengetahuan dan pengalaman untuk pencerahan bersama..silahkan tulis …. klik pada judul
“PendasKuningan”

| Meninggalkan komentar

Pendidikan Islam (1)


Posted on 14 Agustus 2017

Pendidikan merupakan khas manusia, dia ada dalam masyarakat maupun komunitas di manapun juga serta
kapanpun juga, sehingga kontinyuitas peradaban manusua terus bertahan sampai sekarang, tentu dg fluktuasi yg
jugaterjadi seiring dg kelahuran para rasul, para nabi yg berdampak pada tatanan sosial budaya masyarakat,
kumunitas. Kehadiran Agama Islam tentu memberi warna masyarakat tidak hanya dalam prinsip keagamaan dan
nubuwah, namun juga merekonstruksi susunan sosial budaya masyarakat sesuai dg ajaran Islam yag berbasis
wahyu Allah. Nabi Muhammad saw, sebagai pembawa risalah melakukan dawah dlm mengajak masyarakat pada
keyakinan dan ajaran Islam. Dlm konteks ini pendidikan terjadi, dimana nabi sendiri memantau ukuran
keislaman masyarakat berdasar al qu’ran, ikrar sahadat, sikap tauhid dan melaksanakan ibadah menjadi indikator
dari ketercapain tujuan da’wah yg tercakup dalam Iman dg komponen pengetahuan, sikap, dan prilaku
keagamaan. Dlm konteks ini tujuan dawah, pendidikan bertumpu pada tujuan keagamaan. Dalam
perkembangannya dari pelaksanaan person to person relation dlm pendidikan kemudian Nabi menggunakan
tempat di Rumah Al Arqam di Mekkah untuk mendidik para pengikut Islam dlm upaya lebih memantapkan
keyakinan keislamannya dg membacakan ayat Quran yg diwahyukan secara bertahap.

Pada awal kelahiran Islam, Dakwah adalah Pendidikan pada masyarakat untuk mendirong pada perubahan dalam keyakinan
melalui berkembangnya pengetahuan ke islaman sesuai al quran, sikap terhadap Tuhan, serta prilaku dalam beribadah pada Tuhan,
dsn ini terkait dg penciptaan Manusia tiada lain untuk Beribadah/mengabdi pada Allah. Dalam perspektif ini, secara dokrin
keagamaan, maka pendidikan Islam memiliki fokus idealistik, spiritualistik, dimana perbaikan hidup manusia dimulai dari tujuan
agama serta mempersiapkan manusia hidup di masa yg sangat depan (keridhoan Allah. kehidupan bahagia di akherat, masuk surga,
terhindar dari neraka), sebagai GRAND GOAL (Tujuan Utama), yg semua itu tentu dibangun dg tujuan instrumental yg menjadi
tangga pencapaiannya. Oleh karena itu, Dawah merupakan pendidikan dalam merekonstruksi masyarakat melalui perbaikan
keagamaan individu, sehingga ketika individu telah kuat, mengikatnya dlm suatu komunitas akan lebih mudah dan mengokohkan
bangunan keislaman dalam masyarakat. Secara perwujudan dokrin keagamaan dalam konteks sosial budaya masyarakat, pendidikan
Islam adalah segala upaya dlm membimbing, mengajar, melatih manusia menuju keutamaan dlm keber-Islam-an yg berakhlaq
mulya, bertakwa serta mampu mewujudkannya dalam berfikir, bersikap dan berprilaku sesuai ajaran islam yang dapat memeberi
kontribusi signifikan bagi perkembangan sosial budaya masyarakat, dengan demikian maka tujuan praktis pendidikan Islam secara
operasional empiris adalah Mewujudkan manusia yg beriman dan bertakwa dg berbagai karakter sesuai dan bersumber dari
ajaran/Doktrin Islam.

Dalam perkembangannya, seiring dengan berkembangnya Islam ke berbagai daerah, tentu terjadi proses akulturasi dalam berbagai
bidang kehidupan termasuk juga berkaitan dg format pendidikan masyarakat, yg awalnya di mesjid, atau rumah2 penduduk seperti
“darul arqom”, berkembang ke arah madrasah2 dg pendidik yg khuus diberi tugas untuk itu oleh para Khalifah/Sulthan, meskipun
pola2 informal tetap ada dalam bentuk Zawiyah2 (sudut2 mesjid) yg umumnya dilakukan para sufi yg biasanya di datangi murid2
dari berbagai daerah kekuasaan Islam. Dalam hal ini Islam menyikapi pertukaran budaya melalui pengkudusan (penyucian) atas

https://uharsputra.wordpress.com/ 15/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

budaya yang baru tuk kemufian diadopsi dan diadaptasi selama tidak dengan tegas bertentangan dg doktrin Islam (Quran dan
sunnah Nabi). Terdapat perbedaan dlm materi pendifikan, ada yg fokus pada tarekat dan membimbing muridnya mencapai Tuhan
dg Tarekat tertentu, ini yg dilakukan para sufi dg Zawiyah2 nya, ada yg gokus pada tata cara ibadah dg pendalaman fikih, ada yg
mendalami ketuhsnan Theologi, ada yg mendalami filsafat serta menghubungkannya dg dokrin islam serta berbagai ketangkasan yg
dipandang perlu dlm menegakkan dan mendawahkan Islam, yg jelas semua terpusat pd pendidikan agama dan keagamaan. Kondisi
ini juga berimplikasi pada kecenderungan penggunaan istilah yg terkait dg Pendidikan yg terdapat dalam doktrin Islam. Terdapat
beberapa istilah yg penting yg dpt juga jadi dasar pengklasifikasian model pendidikan Islam yaitu. TARBIYAH; TA’LIM; TADRIS;
TAHDIB; dan TA’DIB. Meskipun dlm konteks Pendidikan di Indonesia Penggunaan Kata TARBIYAH lebih menonjol dalam dunia
akademik, seperti Fakultas Tarbiyah, Sekolah Tinggi Tarbiyah Islamiyah, namun pemahaman istilah2 tsb tetap penting untuk jadi
dasar frame of reference dalam melihat Pendidikan Islam dan Filosofinya di Indonesia.

Beberapa istilah di atas sering dikaitkan dg istilah Pendidikan/Education. Education itu sendiri berasal dari bhs Latin Educere yang
artinya memasukan sesuatu, yg dimaknai maksudnya memasukan ilmu, nilsi, sikap dan prilaku pada fihak/orang lain. Dlm bahasa
indonesia education umumnya diartikan Pendidikan sebagai belajar terbimbing yg tentu didalamnya ada upaya Pemasukan atau
penanaman hal2 tertentu (nilai, pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada peserta didik/orang lain. Dalam bahasa Arab dg konteks
Doktrin Islam terdapat beberapa Kata, istilah yg bisa bermakna atau dimaknai paralel dg pendidikan/education yg tak jarang dg
dasar argumen tertentu, meskipun keumuman yg bisa dipandang konvensi, lebih dominan dlm penggunaannya. Berikut ini akan
dikemukakan makna masing2nya:

1. TARBIYAH. Berasal dari tiga kata kerja yg berbeda: raba; rabiya; rabba yg artinya berkembang; tumbuh,
memperbaiki, mengurus, menjaga, memelihara. Dari segi istilah Tarbiyah diartikan sebagai proses
pengembangan da. Bimbingan jasad, akal dan jiwa peserta didik (mutarabbi) untuk mencapai kedewasaan dan
mandiri untuk hidup di mastarakat (Ath Thabari), sementara Athiyah Abrasi mengartikan Tarbiyah sebagai upaya
menyiapkan individu dengan berbagai media agar memanfaatkan bakat dan minatnya, dan hidup dg sempurna
dlm masyarakat tempat dia berada, serta meliputi aspek jasmani, akal, akhlak, sisial, emosional, dan estetika (ini
bisa dipadankan dg mendidik).

2. TA’LIM. Berasal dari kata alima; allama yang artinya tahu, memberi tahu, dari kata ini juga lahir kata ilmu yg
artinya mengetahui sesuatu dengan sebenarnya (idroku syai’a bi haqiqotihi). Secara istilah diartikan sebagai
proses pemberitahuan sesuatu secara berulang2 sehingga muta’alimin (penerima informasi, siswa, nurid) dapat
memgerti dan memahami maknanya (ini busa dipadankan dg mengajar).

3. TADRIS. Berasal dqri kata darosa yang artinya menghapus; menghilangkan; berubah. Dlm makna kiyasan
(majazi) berarti membaca berulang ulang (darosa al kitaba). Secara istilah tadris dimaknai sebagai kegiatan
membaca (kitab, pengetahuan, ilmu) yg dilakukan berulang oleh mudarris (orang yg membaca, guru, Kyai,
Ustadz) kepada yg mendengarkan bacaan (mutadarris, siswa, santri). Dari kata ini pula lahir kata madrasah
(tempat pembacaan, sekolah, ponpes). Dlm konteks ini bisa dimaknai menghafal (membaca berulang, ngaderes
istilah di sunda).

4. TAHDIB (TAHDZIB). Berasal dari kata hadaba, haddaba yg artinya memotong, membereskan, membersihkan,
memurnikan. Secara istilah bermakna kegiatan yang bertujuan untuk membersihkan sesuatu yg tidak baik agar
menjadi bersih, suci murni dalam itikad, hati, jiwa, dan prilaku.

5. TA’DIB. Berasal dari kata addaba, al adab yg berarti berakhlak baik, membuat orang lain berakhlak baik, secara
istilah berarti proses penanaman untuk membuat akhlak seseorang menjadi baik (ber-akhlakul karimah).

https://uharsputra.wordpress.com/ 16/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

Istilah2 tersebut meskipun dlm tataran praktis lebih kuat menggunakan Tarbiyah untuk padanan Pendidikan,
namun kajian2 akademis terus berlangsung, Naquib Alatas menganjurkan gunakan istilah ta’dib, yg lain
menyarankan istilah ta’lim, tadris, dan juga tahdib, karena istilah Tarbiyah juga berlaku untuk hewan, tumbuhan
dlm hal terkait pemeliharaan, sementara Pendidikan hanya untuk manusia, dan istilah yg lain fokus untuk
manusia. Namun demikian makna Tarbiyah terus berkembang dg tetap memasukan aspek Tuhan sebagai
“Rabbul Alamiin” (Tuhan pemelihara dan pengatur Alam Semesta) di dalamnya, sehingga menggambarkan betul
Pendidikan (menurut) Islam, dimana dimensi ketuhanan dominan sebagai dasar dan sekaligus tujuan utama
pendidikan. Istilah tarbiyah dalam arti pendidikan memang tidak dikenal pada awal kehadiran Islam, namun
dlm perkembanganntya, istilah “tarbiyah” mendapatkan pengertian konotatif dimana istilah lainnya
(Ta’lim/mengajar; Tadrid/menghafal; Tahdib/mensucikan jiwa; dan Ta’dib/membangun akhlak) tercakup
menjadi bagian yg terkandung di dalamnya, yg semua itu bersumber pada Doktrin Islam ttg Ketuhanan sebagai
landasan dan tujuan pendidikan yaitu hidup sesuai dg perintah Tuhan untuk mendapat ridhontya dan kebaikan
hidup dunia dan masa depan sekali yaitu kehidupan di akherat.

Istilah Tarbiyah dlm perkembangannya terutama di Indonesia cukup dominan terutama di dunia akademik untuk menunjukan
suatu disiplin ilmu pendidikan dlm lingkungan studi keislaman, disamping istilah dirasah (darrosah, Tadris) islamiyah yg bermakna
kajian keislaman. namun dlm pelaksanaan dg konteks sosial budaya, istilah Ta’lim juga populer dipergunakan terutama dlm
pendidikan non formal, seperti penggunaan Istilah Majlis Ta’lim (kelompok pengajian berbasis mesjid, mushola) yg menunjukan
trend meningkat dg maksud pokoknya adalah aktivitas pendalaman Ilmu/pengetahuan keislaman, meskipun secara evolutif sering
dibarengi aktivitas lainnya yg berunsur kesenangan, keriangan yg terkadang tak sejalan benar dg esensi ta’lim yg esensinya adalah
pengajaran, pembelajaran, belajar hal2 terkait dg ajaran Islam. Padahal bila mengacu pd kitab “Talimul Mutaalim wa Thiriqut
taallum” yg biasa dipelajari di Pesantren2 Salafiyah, karya Syech Zarnuji, dg memdalam menjelaskan ta’lim dg berorientasi pd
tazkiyatun nafsi (penyucian Jiwa) yg memiliki bobot tarbiyah dlm basis ke Tuhanan. Istilah Tarbiyah kemudian mendapat penguatan
makna melalui kajian para Pakar, kata “rabba” yg menjadi asal kata tarbiyah juga terkait denga ketuhann, bahkan jika memakai
“alim lam” (menunjukan bentuk marifah/tertentu) jadi Al Rabb maka itu khusus untuk Tuhan sebagai pemelihara Alam semesta,
dan dari sini difahami bahwa Kata Tarbiyah untuk Pendidikan memiliki dimensi transenden, tidak sekedar pendidikan namun suatu
pendidikan yg bersumber dan bertujuan pada keselarasan dengan perinrah Tuhan dalam Dokrin Wahyunya (al Quran dan Sunnah).
M Jamil Khayat (1986) dlm bukunya “al Nazariyah al Tarbiyah fi Al Islam” menggambarkan makna tabiyah secara komprehensif dan
dinamis : “sesungguhnya Tarbiyah (pendidikan), dalam pemahaman yg islami, bukan merupakan sesuatu yg terpisah dari
masyarakat (al mujtama’), bahkan pokok2 dan pelaksanaannya selamanya mempertimbangkan mastarakat. Itumerupakan bagian
dari proses take and give. Dengan begitu esensi tarbiyah adalah pandangan menyeluruh dan saling terkait antara ajaran al quran
dengan keterbukaan pd perkembangan iptek di masyarakat”..

| Meninggalkan komentar

ONTOLOGI PENDIDIKAN
Posted on 3 Juli 2017

Dinamika interaksi manusia, lingkungan, sejarah, budaya serta wahyu melahirkan berbagai pandangan tentang manusia dalam
konteks kehidupan serta apa yang perlu dilakukan oleh pendidikan bagi berlangsungnya kehidupan masyarakat. Manusia seperti
apakah yg perlu dibangun, dibentuk oleh pendidikan?. Secara individual, manusia memiliki kekhasan masing2, tak kan ada yg sama,
kondisi ini menjadikan setiap manusia harus mengoptimalkan dirinya dlm kapasitas alamiah yg telah dimilikinya secara kodrati,
disini menjadi diri sendiri yg khas tiap orang sebagai bentuk perwujudan diri. Ini tentu perlu melihat esensi manusia dalam
eksistensi kehidupannya. Secara ontologis, terdapat dua pandangan utama dalam hal ini yaitu: 1) pandangan monisme, dan 2)
pandangan dualisme. Monisme memandang manusia sebagai substansi tunggal, disini ada yg memandang wujud fisiknya (material)

https://uharsputra.wordpress.com/ 17/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

dan ada yg memandang wujud jiwanya (mental) sedangkan pandangan dualistik memandang bahwa manusia gabungan dua wujud
yakni fisik dan jiwa (material dan mental). Bagi Monisme materialistik perwujudan diri asalah diri material, dimana kebaikan hidup
diukur oleh kesenangan jasadi, sehingga jika telah sampai ke sana berarti seseorang telah mekaktualisasikan dirinya. Bagi monisme
spiritualistik/jiwa, perwujudan diri adalah menjadi mahluk ruhani, jiwa, dimana keluhuran budi dan jiwa sesuai ajaran2
Tuhan/ruhaniah menggambarkan tercapainya aktualisasi diri. Sementara pandangan dualistik memandang bahwa kebaikan ada
dalam.keseimbangan keduanya. Ini berarti ketika pendidikan tuk menjadikan seseorang jadi dirinya sendir, diri yang mana yg
dimaksudkan secara ontologis

Pandangan2 dlm filsafat modern cenderung tak terlampau hirau dg masalah hakekat yg ada (ontologi), sebagai hal yg tak empiris
dan tak bisa mutlak jadi dasar dalam pemikiran pendidikan. Disamping itu para penganut monistik juga sering mengalami kesulitan
ketika dihadapkan pada perubahan yg terjadi tanpa menilik aspek lainnya yg tak jadi perhatiannya. Yg berpandangan dualistik juga
sering tetap berdebat tentang mana yg paling menentukan kehidupan manusia, apakah esensi dan atau eksistensi manusia. Pemikir
yg menolak metafisika (ontologi) berpandangan bahwa eksistensi manusia mendahului esensinya, manusia lahir kosong dan
wujudnya /eksistensinya dg pengalaman lah yg membangun esensinya sebagai manusia, tak perlu atau tak terkait dg nilai adikodrati
yg dibawa dg kelahirannya ke dunia, jadi mau jadi apapun adalah lingkungan pengalaman yg membentuknya. Pemikiran seperti ini
melihat nilai sebagai hal yang relatif, gak ada nilai yang perlu diwariskan karena semua dibentuk berdasarkan pengalaman
eksistensial yg dijalaninya, hidup adalah keterlemparan dlm horizon waktu dan manusia memaknainya. Pendidikan dewasa ini kuat
sekali dipengaruhi oleh pemikiran demikian, nilai global lah yg jadi acuan dengan sustem demokrasi, 6 literasi, 4 kompetensi, dan 6
karakter yg durumuskan dg jargon ketrampilan abad 21 yg juga jadi acuan pendidikan nasional dewasa ini. Tak satupun terkait
langsung dg nilai agama araupun pancasila (kecuali kita mengkaitkannya), nah dg kondisi ini apakah tidak cukup alasan bagi bangsa
untuk RISAU dg pembangunan pendidikan kita, tentu bukan tuk dihentikan tapi lebih pada bagaimana men-transformasikannya
agar bermanfaat lebih signifikan bagi bangsa dan manusia Indonesia.

Pendidikan dlm efeknya yg sosial merupakan bangun bersama individu2 yg menjalani pendidikannya, namun kumpulan induvidu
tak dapat serta merta jadi bangun sosial efek pendidikan, oleh karena itu pencermatan keduanya (individu dan sosial) perlu
keseimbangan dalam suatu pertemuan nilai yg sejalan dlm substansinya bukan sekedar permukaan (bukan dise-suai2-kan).
Perwujudan diri individu yg selalu bermuatan nilai dlm menyempurnakan potensi konstruktifnya, akan membentuk perwujudan
sosial masyarakatnya jika terdapat kohesivitas sistem yg merangkumnya, disini prilaku dan kebijakan sosial masyarakat harus
menjadi bagian utama dalam membangun kebaikan masyarakat. Para pemikir pendidikan, filosof moral umumnya melihat potensi
manusia secara normatif positif, sementara lawannya dipandang sebagai ketiadaan perwujudan potensi. Kondisi ini tentu
membingungkan manakala terdapat kejahatan, ketidak baikan yg terjadi, apakah itu potensi manusia atau ketiadaan potensi yg
terwujud. Hal ini tentu akan terus membingungkan manakala nilai2 diserahkan pada pengalaman empiris tanpa
mempertimbangkan nilai adikodrati yg dlm bentangan sejarah manusia telah menunjukan peran reformatif dan atau peran revolutif
tatanan sosial yg dipicu oleh gerakan bangun individu yg meng-aktualisasi-kan dirinya dlm konteks perbaikan mutu hidup
masyarakat.

Perwujudan diri, atau aktualusasi diri dlm jalan pendidikan seseorang merupakan sesuatu yg berdasarkan keyakinan dan nilai yg ada
dalam kwasaan itu sendiri. Masalahnya makna apa yg berikan kepadanya sebagai sesuatu yg bernilai dutentukan oleh perspektif
arau sudut pandang orang tsb. Paling tidak terdapat beberapa perspektif tentang perwujudan diri (atau menjadi diri sendiri) yg
membantu memahami kondisi sesuatu yg dipandang bernilai, yaitu: 1) pandangangan/pendekatan psikologistik-individualistik; 2)
pandangan/pendekatan sosiologis; 3) pandangan/pendekaran kooperatif; dan 4) pandangan/pendekatan Teistik. Basis pandangan
pemikiran tsb merupakan pendekaran dalam melihat perwujudan diri yg dlm pilar pendidikan UNESCO dusebut “Learning to be” yg
dimaknai sebagai belajar menjadi duri sendiri, atau belajar tuk mengaktualusasikan diri dalam hidup dan kehidupan masyarakat.
Ketika seorang mengatakan “aktualusasikan diri sendiri, jadilah diri sendiri”, jelas ini tak memberi makna nilai apapun, diri sendiri
yg gimana? “Yang individu; Yang sosial; Yang kooperatif, atau Yang Teistik/ketuhanan”, bila sydah jelas pilihannya, apakah sesuai

https://uharsputra.wordpress.com/ 18/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

dan relevan dengan nilai budaya masyarakat, komunitas?. Ternyata tidak sesederhana seperti yg sering kita katakan dan kita
dengar…menyederganakannya bisa saja, tapi tak kan bisa buat itu sederhana karena implikasi praktisnya dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk pendidikan akan berdampak pd masyarakat yg ingin dibangun ke depan…BERSAMBUNG.

| Meninggalkan komentar

BUKU BARU TERBIT APRIL 2016


Posted on 9 Juli 2016

Gambar | Posted on 9 Juli 2016 | Meninggalkan komentar

https://uharsputra.wordpress.com/ 19/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

ORIENTASI FILSAFAT BERBASIS TOKOH 1


Posted on 2 Juli 2016

SOCRATES DAN PLATO.

SOCRATES. Dia adalah filosof besar. Hidup di Athena Yunani antara tahun 470 sampai 399 SM. anak dari ayah
seorang pemahat dan ibu seorang bidan. Dia pernah jadi tentara yg kuat dan berani. Integritasnya mengagumkan
dan prilakunya yang tawadhu menjadikan dia sebagai inspirator kaum muda saat itu. filsafatnya fokus pada
manusia dalam memahami hidup dan kehidupan serta menjalaninya dengan logis, etis dan estetis dengan selalu
mencari tahu dan kebenaran dengan cara dialog (critical dialectics).
Dialog (dialektika kritis) merupakan dialog dua atau lebih pendirian yang berbeda (bertentangan) menuju
pertemuan antar ide, dengan cara ini SOCRATES bertindak seperti bidan yang menolong kelahiran bayi
(hadiwoyono). Pendirian/ide tidak diterima begitu saja tapi dilakukan uji bukti dan SOCRATES serta yang diajak
dialog tidak merasa dirinya yang paling benar karena perspektif memiliki variasi yg perlu dihormati
Dengan jalan dialog pemikiran terus meningkat dan ide ide akan makin terdalami teruraikan, oleh karena itu
dalam perspektif ini metodenya sering juga disebut MAINEUTIKA/PENGURAIAN. Dengan metode seperti itu
golongan SOFIS yang mencari kebenaran melalui RETORIKA menganggapnya sebagai perongrong namun kaum
muda sangat menyukainya karena pencarian atau pemerolehan pengetahuan, kebenaran dilakukan secara egaliter
dan bukan retoris yang lebih menekankan pembenaran bukan kebenaran.
Dia berjalan jalan untuk menemui berbagai kalangan dari para akhli dan masyarakat umum. Dia berdialog,
bertanya tentang berbagai hal mengenai hidup dan kehidupan manusia secara spesifik kemudian jawabannya
dikaji bersama sampai sering terbukti kekeliruan dan dari sini dialog terus dilakukan untuk mendapatkan
kebenaran/pengetahuan yang benar secara umum. Karena inilah SOCRATES dipandang menerapkan berfikir
INDUKTIF yg bergerak dari kasus khusus menuju ke kebenaran umum (Universal).
Dengan metode induksi dia mencari dan menggali tentang tujuan hidup dan tujuan hidup yang benar adalah
EUDAIMONIA (kebahagiaan jiwa) dan itu bisa dicapi dengan ARETE (virtue, kebajikan, keutamaan), yang adalah
pengetahuan yang benar yg menjadi dasar sikap dan tindak, sehingga muncul kebijakan (WISEDOM), untuk itu
orang harus terus mencintai kebijakan (PHILOSOPHIA).”wisedom adalah sesuatu yang luhur dan hanya dimiliki
Tuhan. Sebutan yang bersahaja adalah pecinta wisedom atau akhli filsafat” (Phaedrus, dalam H.C. Webb).
Dalam usia tua 70 TAHUN socrates harus menerima tuduhan murtad pada Para dewa yunani dan telah
menghasut para pemuda. Dan setelah disidangkan dia dihukum mati dengan jalan minum racun. Meslipun
sahanatnya mengajak tuk melarilan diri namun dia tidak mau. Akhirnya dia meninggal setelah meminum racun
dan ketika petugas pembawa racun dan menyerahkannya padanya socrates menerima dan bertanya cara
meminumnya..tidak menolak tidak berontak dan melakukannya dg sadar. Bukan karena menerima tuduhan yg
telah ditolaknya dlm sidang tp leyakinan akan kebenaranlah yg ditunjukan dg berani meski harus mati
karenanya..sungguh lematian yang estetis karena mempertahankan kebenaran logis dan leutamaan etis.
Dia mati secara fisik..ide pemikiran, serta model prilaku terus diabadikan para muridnya. PLATO adalah murid
terbesar penerusnya dalam melanjutkan, memelihra, mengembangkan ajarannya. SOCRATES memang tidak
menuliskan ide dan fikirannya karena alasan dia tak tahu apapun jadi apa yang dapat ditulis (kerendahan hati).
PLATO lah yang utama mengenalkan ajaran SOCRATES, dan menulisnya dalam format dialog dg temannya yang
berkunjung ke penjara menjelang hukuman matinya. Ini menjadi dasar dan latar tulisan PLATO tentang ajaran
SOCRATES yang terlihat dari TETRALOGI nya PLATO terdiri dari EUTHYPHRO, APOLOGY, CRITO, dan
PHAEDO.
EUTHYPHRO menggambarkan kekhawatiran dalam menghadapi dengar pendapat awal atas tuntutan
kemurtadannya serta konsekwensi untuk menemukan makna keshalehan hakiki. APOLOGY menggambarkan

https://uharsputra.wordpress.com/ 20/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

pembelaan di depan pengadilan serta ajuan hukuman yg mungkin setelah mendengar bahwa pengadilan sepakat
menghukum mati. CRITO menggambarkan kehidupan di penjara ketika menanggapi teman temannya yg
mengatur pelarian dari penjara. PHAEDO menggambarkan perbincangan di hari terakhir menjelang kematiannya
tentang keabadian jiwa serta meyakinkan teman temannya akan nasibnya (Tredennick dan Tarrant, 2003).
Tetralogi Plato disusun dalam bentuk dialog kecuali Apology. Didalamnya berbicara tentang pengetahuan,
kesalehan, keberanian, kebijakan kebajikan hidup dan kehidupan manusia. Namun semua itu sering dipandang
bukan murni ajaran SOCRATES, karena polesan bisa terjadi mengingat Plato sendiri adalah seorang filosuf yg
juga muridnya. Meskipun begitu dewasa ini Plato menjadi juru bicara hostoris yang diandalkan dalam memahami
SOCRATES, dibanding tulisan murid-murid lainnya seperti Aristhopanes (penulis drama komedi), Xenophone
(dipandang kurang bakat dalam Filsafat) yg menulis dialog kecil dlm Memorabilia. Aristhopanes menggambarkan
SOCRATES sebagai seorang yang korup terhadap anak muda dan tidak mengakui dewa yang dipuja seluruh
negeri/Yunani. Sementara Xenophone menggambarkan SOCRATES sebagai orang yg shaleh, mampu menjaga
diri. Suatu penggambaran yg bertentangan dan patut difahami.
Kebohongan tuduhan. yg coba digambarkan Aristbopanes mendapat dukungan massa dan nevara sampai
akhirnya SOCRATES dihukum mati. Sementar penggambaran sebagai orang bijak (Xenophone, Plato) menjadi
suara minor yg kalah/mengalah pada saat itu, namun sejarah menunjukan suara minor kalau kebenaran tetap
jadi pemenang dan sekarang ini SOCRATES diposisika. Sebagai orang. Bijak filosuf yg mati demi
mempertahankan kebenaran.
Kebebaran obyektif merupakan esensi ajarannya dalam melihat realitas hidup, kebenaran harus merupakan
sesuatu yg benar dimanapun dan kapanpun.. Ini sebagai kritik dan koreksi atas dominasi pemikiran kaum sofis yg
melihat kebenaran secara relatif tergantung kemampuan retorika yg disetujui masyarakat (umum), artinya yg
benar disini tidak harus benar disana. Dengan metode dialektis SOCRATES berpandangan bahwa manusia harus
mengutamakan kebahagiaan jiwa yg pencapaiannya melalui arete, dan ini berlaku dimana saja serta pada siapa
saja, oleh karena itu pemerintah/penguasa harus tahu yg baik dan mengenalkan/mendidik masyarakat ttg yg baik
dengan keutamaannya yaitu pengetahuan yg baik.
Untuk mengetahui yg baik dan menjalankan kebenaran perlu perjuangan, dan ujian akan dihadapinya, itulah
hidup yg layak karena kehidupan dan hidup yg tak teruji tak layak dijalani (APOLOGIA, PLATO). Kebenaran pasti
menang, kebenaran itu tak dapat kamu lawan. Yg bisa kamu lawan adalah SOCRATES (SYMPOSIUM, PLATO).
Dia dihukum mati, dia mati, tapi kebenaran tetap berjalan terus menginspirasi dan menggerakan pemikiran dan
kehidupan baru yg terus terbarukan.
KonsistensiNYA untuk berfikir benar dan bertindak baik sesuai kebenaran menjadi model existensial hidup dan
kehidupanNYA. Berikut akandikemukakan kutipan panjang perkataan SOCRATES yang dituturkan Plato dalan
PHAEDO: Tampaknya hanya ada satu jalan sempit yg bisa kita tempuh dg selamat untuk mencapai tujuan akhir
perjalana kita, dengan akal sebagai penuntun. Selama kita masih mempunyai tubuh – ditambah kejahatan yg bisa
merasuki jiwa kita, kita tak bakalan bisa sepenuhnya mencapai apa yg kita kehendaki, yakni kebenaran.
Tubuh selamanya menyia nyiakan waktu kita dg tuntutannya. Sampai kapanpun tubuh menghalangi upaya kita
mengejar keberadaan kita yg sejati. Tubuh memenuhi kita dg nafsu, keinginan, ketakutan, dan segala macam
hayalan dan kebodohan. Tubuh menghalangi kita berfikir lurus. Tubuh dibarengi mafsu-nafsunya telah
menyebabkan percekcokan, perpecahan sosial, dan perang…karena mementingkan tubuh, kita tak punya waktu
untuk berfilsafat.
Apabila kita mau memperoleh pengetahuan yg sejati, kita harus bebas dari tubuh, dan jiwa dapat melihat segala
sesuatu apa adanya (pengetahuan sejati). Selama masih hidup, satu diantara dua hal ini pasti benar yaitu takkan
peroleh pengetahuan sejati atau hanya bisa memperolehnya setelah mati karena jiwa berada pd dirinya sendiri.
Namun ketika hidup kita bisa berada sedekat dekatnya dengan pengetahuan sejati jika tidak menyatukan diri dg

https://uharsputra.wordpress.com/ 21/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

tubuh melebihi keharusan.


Tibalah saatnya bagi kita tuk berpisah, aku akan menjalani kematian, kalian terus jalani hidup. Mana yg lebih
baik adalah sesuatu yg tak diketahui siapapun, kecuali Tuhan (APOLOGI, Plato).Itulah SOCRATES..Yg hidup
dalam ahir yg menyedihkan secara material fisikal, namun kebaikan pemikiran dan jiwanya mampu
membungkusnya dengan indah dalam kerangka yg LOGIS, ETIS, ESTETIS..

PLATO…..salah seorang murid SOCRATES terpenting dalam melanjutkan dan mengembangkan pemikiran2
SOCRATES, Dia juga membangun pemikirannya sendiri sebagai filosuf. Lahir dari keluarga bagsawan Athena thn
427/428 SM dan meninggal thn 348 SM. HIdupnya cukup ironis pernah jadi penasehat raja, namun pernah juga
dijual sebagai budak, tp dibebaskan temannya dan ketika mau mengganti uang pembebasannya temannya tak
terima, kemudian uang itu digunakan untuk mendirikan Sekolah AKADEMIA, sebagai tempat mengasah fikiran
para muridnya.
Dia menulis cukup banyak karya buku termasuk yg dalam bentuk surat-surat, 9 buku termasuk dalam kategori
tetralogi 10 buku tentang Negara,namun ada 6 buku dianggap tidak otentik (kontroversial, diragukan dari
PLATO). Meskipun demikian pemikiranNYA tetap dapat diketahui. Buku-bukuNYA banyak ditulis dalam bentuk
dialog (percakapan, diskusi) dg menempatkan SOCRATES sebagai interlocutor (teman bercakap, teman diskusi)
bijak sehingga mengalir ide pemikiran yg memberi keyakinan akan kebenarannya.
PandanganNYA: terdapat dua dunia pertama: dunia ide (eidos, bentuk), realitas objektif yg sesungguhnya, berdiri
sendiri bebas dari subyek yg berfikir, tidak berubah, bersifat tunggal dan hanya bisa dikenali dg rasio. Kedua:
dunia material/fisikal yang terus berubah, bersifat jamak dan pengenalannya melalui panca indra. Ini merupakan
fikiran yg memadukan pendapat PERMENIDES, segala sesuatu bersifat tetap, dengan pendapat HERAKLEITOS,
segala sesuatu terus berubah. Untuk dunia ide, PLATO menjelaskannya dengan analogi kisah Manusia dalam
Goa.
Manusia ibarat tahanan terkerangkeng dlm goa menghadap dinding, dibelakangnya ada nyala api, para budak
berkegiatan ditengahnya. Para tawanan melihat bayangan yg dianganggap realitas, ketika ada yg lepas akan
disadari bahwa itu bukan realitas terlebih setelah keluar gua melihat cahaya matahari. Ketika kembali ke goa dan
cerita, tak ada yg percaya, tetap menganggap bayangan sebagai realitas. Nah dunia luar goa dg cahayanya
merupakan realitas sebenarnya, ide yg benar, baik dan obyektif, hanya dpt dikenali rasio, bayangan hanya
representasi tak sempurna dari realitas.
Masalah ide merupakan fondasi ajaran PLATO dg makna sesuatu realitas di luar fikiran dan bersifat obyektif
(bukan gagasan yg ada dalam fikiran dan bersifat subyektif). Ide tidak diciptakan, tidak tergantung pd pemikiran
kita, namun pemikiranlah yg tergantung pd ide. Berfikir, pemikiran adalah menaruh perhatian pada ide-ide.
Segitiga dipapan tulis merupakan representasi ide segitiga obyektif dan bisa direpresentasikan juga oleh segitiga
di kertas, di tembok dsb. Ide bagus bisa direpresentasikan dg kain bagus, mobil bagus dsb, itu terjadi karena ada
realitas bagus yg obyektif. Dunia ide berhubungan dg dunia fisik/materi, namun ide tidak dipengaruhi olehnya.
Terdapat tigacara hubungan antara keduanya: 1) ide hadir dalam benda konkrit, tp ide tak terkurangi olehnya,
gambar segitiga bisa dihapus namun tak mengurangi ide segitig; 2) benda konkrit berpartisipasi dlm satu atau
beberapa ide, orang jujur berpartisipasi dlm ide orang dan ide jujur; 3) ide sebagai model/ paradiegma bagi benda
konkrit. Dan benda konkrit merupakan represen-tasi tak sempurna dari ide, hanya menyerupai model saja.
Terdapatnya dua dunia berimplikasi pada dua jenis pengenalan yg bisa diperoleh manusia yaitu: 1) Pengenalan
ide-ide (yg bersifat jelas, tak berubah) melalui rasio (disebut episteme, pengetahuan), menghasilkan kepastian
dan memungkinkan kebenaran mutlak; 2) Pengenalan benda-benda, fisik, materi (yg bersifat selalu berubah)
melalui panca indra (disebut doxa, pendapat, opini), kebenaran relatif, tidak menghasilan kepastian.
Dunia ide dan dunia fisik tergambar dlm diri manusia (dualisme) dimana badan itu dunia fisik selalu berubah dan

https://uharsputra.wordpress.com/ 22/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

jiwa sebagai dunia ide yg telah mengenalinya sebelum bersatu dg badan. Badan adala belenggu jiwa dan untuk
mengenali lagi dunia ide, manusia perlu melepaskan (mengurangi) ketergantungannya pada dunia
fisik/materi/badan, sehingga dg fungsi rasionalnya, jiwa dpt mengarah pd dunia ide dan bersifat bijaksana yg
mampu menjaga hidup manusia. Fungsi jiwa lainnya kehendak/keberanian, sifat kegagahan, serta fungsi ketiga
yaitu keinginan/nafsu yg perlu pengendalian.
Melepaskan jiwa dari badan dicapai dg pengetahuan, fungsi rasional jiwa yg mengingat kembali ide-ide, ini perlu
upaya keras sebab kuatnya tarikan dunia fisik/badan/materi, hingga sulit naik ke dunia ide. Sedikit yg mampu
menjalaninya dg kurangnya dukungan masyarakat akan pentingnya pengetahuan kebenaran dan kebijakan.
Ibaratnya delman dg kusirnya (fungsi rasional jiwa) yg ditarik oleh dua kuda yg satu kuda kebenaran yg ingin
terbang ke dunia ide dan yg satu kuda napsu/kehendak yg ingin ke dan tetap dibawah, tarik menarik, dan nafsu
yg menang sehinga dipenjarakanlah jiwa dalam badan.
Namun demikian keterpenjaraan jiwa dapat terus dringankan dg pengenalan kembali pada dunia ide yg
puncaknya adalah ide yg baik yg menyinari ide ide lainnya dlm hirarkinya. Dan kematian akan menjadi pembebas
yg menghancurkan belenggu penjara (terbebas dari hidup di dalam goa), dimana jiwa akan tetap abadi dengan
dunia ide yg telah dikenalnya pd pra hidup (pra exostensi) manusia. Dari sini PLATO percaya akan adanya hidup
dan kehidupan sesudah mati dg jiwa yg kembali pd dunia ide dimana ide yg baik (Tuhan) sebagai realitas yg
sebenarnya, tetap tidak berubah dan abadi.
Itu bermakna bahwa hidup manusia yg baik adalah hidup yang dikendalikan jiwa yg baik dg akal sebagai penjaga
dan penuntun untuk mengenal ide-ide menuju ide yg baik yg menyinari seluruh ide-ide dlm dunia ide yg kekal.
Orang baik dikuasai akal budi, mampu menguasai diri sendiri dalam kesatuan. Orang yg dikuasai keinginan dan
nafsu akan terombang ambing oleh kekuasaan diluar diri, tidak teratur, kacau, karena menjadi obyek dorongan
irasional diluar diri (Taylor, 1989). Hidup yg baik didasarkan perhatian pd realitas yg sebenarnya, berhijrah dari
yg badani ke jiwani, dari indrawi ke ruhani, dan dari materi ke ide yg abadi.
Bila hidup manusia terarah pada alam ide, manusia akan ikut dalam keterarahan alam ide, dan alam ide itu
sendiri akan terarah pada ide tertinggi yaitu IDE YANG BAIK sebagai dasar segalanya. Segalanya menuju
padanya dan tertarik olehnya (Suseno, F.M). Manusia yg baik yg mampu mencapai puncak eksistensinya adalah
manusia yg terarah pada ide yang baik (Tuhan). Untuk sampai kesana CINTA menjadi kekuatan, karena YANG
BAIK adalah yg paling dicintai dan dirindu oleh dunia ide, dan dalam kesanggupan memandang yang BAIK maka
CINTA dan KEBAIKAN menyatu.
Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia) yakni hidup dengan mengenal dunia ide dan mengarah
pada yg baik, namun itu harus terjadi dalam polis/masarakat/negara bukan secara asketis. Oleh karena itu DIA
juga mengemukakan fikirannya tentang negara. Manusia-manusia yg baik akan menjadikan Negara baik, untuk
itu setiap kelompok harus mengisi posisinya dlm negara sesuai dg ciri kemampuannya. Negara ideal terdiri dari
tiga golongan yaitu Filosuf yg ngurus negara, Prajurit yg membantu negara, dan petani/tukang/Pegawai sbg
penyokong negara.
Negara/Pemerintah yg baik dihuni oleh orang-orang yg baik. Negara harus memperhatikan, mengutamakan
keselamat warganya bukan orang2 yg memerintah. Orang yg memerintah harus mempersembahkan hidupnya
bagi pemerintahan dg mengorbankan kepentingan diri sendiri. Negara perlu mendidik warganya dengan baik ke
arah yg baik dan bukan semata soal akal, tapi harus memberi bimbingan kepada perasaan2 yg dapat
mengarahkan diri pada akal, mampu mengendalikan nafsu. Negara harus baik, mendidik warganya menjadi baik
dan warga yg baik inilah yg dpt menjadikan Negara baik.
Dalam hal pelaksanaan pendidikan, PLATO berpendapat bahwa pendidikab anak 10 tahun ke atas menjadi
kewajiban/urusan Negara, pd masa ini olah raga dan musik menjadi materi utamanya ditambah membaca
menulis dan berhitung, untuk membuat badan dan fikiran sehat, dan menumbuhkan keberanian untuk mampu

https://uharsputra.wordpress.com/ 23/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

menjadi penjaga negara. Usia 14-16 diajarkan musik, puisi/bersajak, dan mengarang, untuk menanamkan
kehalusan perasaan, budi yg halus, harmoni dan irama, dan ini penting untuk menghidupkan rasa keadilan.
Usia 16-18 diberi pelajaran Matematika untuk mendidik, melatih cara berfikir, agama dan etika sopan santun
untuk menumbuhkan persatuan. Pada usia 18-20 tahun mendapat didikan militer, kemudian seleksi 1 untuk dpt
pendididikan keilmuan lebih mendalam. Setelah 10 tahun seleksi 2, yg gagal jadi pegawai negara, yg lulus
meneruskan 5 th belajar tentang wujud, ide, dan dialektika, setelah lulus dpt menjabat lebih tinggi, sesudah 15 th
bekerja (50 th) dpt diterima masuk dlm lingkungan pemerintahan atau filosuf, karena dipandang mampu
menyelenggarakan pemerintahan yg adil dg dasar ide yg Baik.
Semua pemikiran Plato terdapat dalam bentuk tulisan, meskipun ada juga yg secara lisan disampaikan dlm
kuliahnya di AKADEMIA, Sekolah/PT/Universiras yg didirikannya dg biaya pembebasan Budak (PLATO pd saat
itu). ini berarti Universitas/PT pertama berdiri sebagai efek perbudakan. PLATO mengajar selama 40 th sejak
usianya 40 th dan meninggal di usia 80 th, setengah kehidupannya diabdikan untuk mengajar murid-murid,
mengembangkan fikirannya dan ide yg baik sebagai realitas mutlak (TUHAN) menjadi dasar pemikirannya dlm
berbagai aspek kehidupan manusia baik individu yg baik,masyarakat yg baik maupun politik dan negara yg baik.
Setelah PLATO meninggal, AKADEMIA terus berjalan berganti ganti pemimpin selama hampir 800 tahun, baru
pada 529 M kaisar Yustinianus menutup seluruh sekolah filsafat di Athena termasuk AKADEMIA. Dari Sekolah
ini lahir Filosuf-filosuf besar, dan Aristoteles yg belajar dg Plato selama 20 tahun merupakan muridnya yg
dipandang terbesar sebagai filosuf dengan pengaruh kuat pada perkembangan berfikir dan filsafat kemudian.

| Meninggalkan komentar

https://uharsputra.wordpress.com/ 24/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

https://uharsputra.wordpress.com/ 25/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

https://uharsputra.wordpress.com/ 26/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

https://uharsputra.wordpress.com/ 27/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

https://uharsputra.wordpress.com/ 28/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

https://uharsputra.wordpress.com/ 29/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

https://uharsputra.wordpress.com/ 30/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

https://uharsputra.wordpress.com/ 31/32
1/21/2018 Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU BACA BUKU ILMU

Dr. Uhar Suharsaputra


Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

https://uharsputra.wordpress.com/ 32/32

Anda mungkin juga menyukai