Anda di halaman 1dari 5

MENUNTUT ILMU DALAM PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH

Andi Sutra Ratu Afizha


Fakultas Agama Islam, Universitas Muslim Indonesia, Makassar
Email: andisutraratuafizha19@gmail.com

Pendahuluan
Pendidikan adalah kewajiban bagi umat muslim. Pendidikan merupakan lembaga utama yang
memainkan peranan penting dalam membangun dan menumbuh kembangkan peradaban. Maju
mundurnya suatu peradaban ditentukan oleh pendidikan. Bahkan, peradaban dan kebudayaan
umat manusia tidak akan pernah muncul tanpa ada lembaga yang mengarahkan manusia kearah
tersebut. Karena manusia terlahir kedunia tidak memiliki daya dan ilmu yang dapat membuatnya
berkembang lebih maju.
Menuntut ilmu adalah suatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan kebahagian hidup di
dunia dan akhirat. Tanpa adanya ilmu, manusia tidak bisa melakukan segala hal. Dalam mencari
nafkah perlu ilmu, beribadah peril ilu dan bahkan makan dan minumpun memerlukan ilmu.
Menuntut ilmu merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditolak apalagi menyangkut dengan
kewajiban seseorang sebagai hamba Allah SWT. jika seseorang tidak memahami kewajibannya
sebagai hamba, maka bagaimana bisa dia memperoleh kebahagiaan dan keselamatan di dunia
dan akhirat.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dikatakan “carilah ilmu walaupun
sampai ke negara cina, karena sesungguhnya mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi orang
Islam, sesungguhnya malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang mau mencari ilmu
seraya berdo’a semoga Allah meridhai apa yang ia cari”.
Dalam menuntut ilmu kita juga mempelajari tentang adab dan akhlak untuk memperbaiki dan
membina hubungan manusia dengan pencipta serta hubungan manusia dengan manusia. Oleh
karena itu, penulis tertarik mengambil judul menuntut ilmu dalam perspektif maqashid Syariah.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Untuk memudahkan pengumpulan
data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian
ini, maka digunakan metode penelitian kepustakaan dengan bantuan bermacam-macam material
yang terdapat di ruangan perpustakaan, misalnya beragam informasi kepustakaan (buku,
ensiklopedi, jurnal ilmiah, internet dan sumber lain).
Pembahasan

1
Dalam pembahasan ini, penulis akan menguraikan pembahasan tentang menuntut ilmu dalam
perspektif maqasid syariah.
Maqasid syariah terdiri dari dua kata yaitu maqasid (‫ )مقاصد‬dan syariah (‫)شريعة‬. Secara etimologi
maqasid bermakna maksud, tujuan. Maqasid adalah bentuk plural dari kata al-maqsud (‫)المقصود‬
dari akar kata al-qashd (‫)القصد‬. Secara bahasa, sebagaimana yang dikutip oleh musolli dalam
jurnalnya “maqasid syariah: kajian teoritis dan aplikatif pada isu-isu kontemporer” bahwa al-
qashd mempunyai beberapa makna diantaranya: Pertama, jalan yang lurus (istiqamah al-thariq).
Kedua, tujuan yang paling utama (al-i’timad wa al-amm). Makna inilah yang sering kali
digunakan dan dimaksud oleh ulama fiqh dan ulama ushul fiqh. Tujuan (al-maqasid) adalah
acuan dalam setiap perbuatan mukallaf dan hukum berubah seiring dengan perubahan tujuan (al-
maqasid). Ia adalah elemen yang terdalam yang menjadikan landasan dalam setiap perbuatan
seseorang. Tujuan dan niat dalam hal ini tidak ada perbedaan yang mendasar.
Sedangkan kata syariah bermakna jalan menuju aliran air, atau jalan yang mesti dilalui, atau
aliran sungai. Kemudian ahli fiqh mengkaitkan makna tersebut dengan al-ahkam (hukum-hukum
syariat) sehingga mengandung pengertian hukum-hukum yang ditetapkan Allah bagi hambanya.
Maka disebutlah dengan ahkam syariah, karena hukum tersebut lurus, tidak bengkok, tidak
sunyi dari hikmah dan tujuan.
Adapun pengertian maqasid syariah secara terminologi ulama berbeda pendapat, diantaranya:
1. Izzuddin Bin Abd Al-Salam mendefinisikan maqasid syariah adalah makna dan
kebijaksanaan yang dipelihara oleh syari’ pada semua penetapan hukum atau sebagian
besarnya, sekalipun tidak dikhususkan untuk memeliharanya pada setiap jenis hukum dari
hukum-hukum syariah, maka termasuk didalamnya setiap hal yang diberi sifat hukum dan
tujuannya yang tidak terlepas syara’ dalam memeliharanya.
2. Ibn Ashur mendefinisikan maqasid syariah sebagai nilai atau hikmah yang menjadi
perhatian syari’ dalam seluruh kandungan syariat, baik yang bersifat terperinci atau global.
Bisa jadi nilai-nilai itu memuat nilai universal syariah seperti al-wasathiyah (moderasi), al-
tasamuh (toleran) dan al-shumul (holistik).
3. ‘Allal Al-Fasi membuat definisi maqasid syariah sebagai tujuan-tujuan atau maksud-maksud
disyariatkannya suatu hukum, serta rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya yang
ditetapkan oleh Allah swt (sebagai syari’).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa maqasid syariah merupakan maksud dan
tujuan Allah dalam mensyariatkan suatu hukum, atau lebih tepatnya dikenal dengan tujuan
hukum syara’. Al-Syatibi menyatakan bahwa sesungguhnya Syari’ dalam mensyariatkan

2
hukumnya bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan hambanya baik di dunia maupun di
akhirat secara bersamaan.
Adapun implementasi menuntut ilmu dalam maqashid syariah yaitu:
1. Pemeliharaan agama/hifzh al-din, Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-
laki maupun muslim perempuan. Ketika Allah telah menurunkan perintah yang mewajibkan
atas suatu hal, maka kita harus menaatinya. Di dalam Alquran dan hadis telah banyak
membahas mengenai menuntut ilmu, yakni tentang pentingnya dalam menguasai ilmu dan
segala hal yang mengarah pada kewajiban menuntut ilmu.
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda “menuntut ilmu itu wajib
bagi setiap muslim”.
Dengan menuntut ilmu seseorang dapat memahami ajaran agama secara mendalam, dapat
menjaga keimanan serta lebih mengenal pencipta dan dirinya sendiri sehingga ia bisa lebih
taat kepada Allah SWT. Selain itu, dengan menuntut ilmu serta memahami ilmu tersebut,
seseorang dapat berdakwah atau menyebarkan agama islam secara luas.
2. Pemeliharaan jiwa/hifzh al-nafs, Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. mengajak kaum
muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-
orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Dalam perspektif Islam, ilmu adalah
keistimewaan yang menjadikan manusia unggul dari makhluk-makhluk lain guna
menjalankan fungsi kekhalifahan. Dan berkali-kali pula al-Qur’an dan Hadits Rasulullah
SAW. menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang mukmin yang berilmu
pengetahuan.
Dengan menuntut ilmuu seseorang mengetahui dan memahami konsep Kesehatan,
keselamatan dan kebersihan sehingga dapat menjaga dirinya sendiri dan orang lain dari
berbagai resiko dan bahaya yang dapat membahayakan nyawanya.
3. Pemeliharaan akal/hifzh al-aql, Mencari ilmu mempunyai peranan yang penting dalam
kehidupan manusia, karena dengan belajar manusia bisa menjadi pandai, ia dapat
mengetahui sesuatu yang sebelumnya ia belum mengetahui dan memahaminya, dan selain
belajar merupakan perbuatan yang mulia, ia juga dinilai suatu ibadah di hadapan Allah. Ilmu
adalah cahaya. Tanpa ilmu manusia akan tersesat karena terus menerus dilanda kegelapan.
Sebaliknya, dengan ilmu manusia akan mendapatkan cahaya yang akan menunjukkan
kepada kebenaran. Menuntut ilmu membantu melindungi akal dengan memberikan
pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan rasional.
Dengan meningkatkan berbagai pemahaman tentang berbagai masalah dan konsep, maka
manusia dapat menghindari kesalahan dan Tindakan yang tidak bermanfaat.

3
4. Pemeliharaan keturunan/hifzh al-nasl, Kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim, dan
perempuan akan menjadi seorang ibu. Ibu adalah madrasah yaitu pembangun (fondamen)
dasar perilaku atau moralitas melalui arahan dengan berbagai keutamaan, hasrat, kemajuan,
tindak, dan keyakinan diri. Ibu merupakan penanggung jawab utama terhadap pendidikan
baik mendidik akhlak maupun kepribadian mereka, dan harus bekerja keras dalam
mengawasi tingkah laku mereka dengan menanamkan perilaku terpuji, serta tujuan-tujuan
yang mulia. Dengan memberikan Pendidikan yang baik kepada anak, maka seseorang dapat
melindungi dan meningkatkan masa depan generasi mendatang.
5. Pemeliharaan harta/hifzh al-mal, ilmu termasuk harta yang dapat diwariskan kepada
generasi berikutnya. Ilmu merupakan harta yang paling berharga karena dengan ilmu
seseorang dapat mengetahui berbagai disiplin ilmu. Dengan ilmu yang diperoleh seseorang
dapat mengelola keuangan dengan bijaksana, menghindari sesuatu yang merugikan diri
sendiri, serta memastikan bahwa harta yang diperoleh adalah halal dan bermanfaat.
Kesimpulan
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dengan pengetahuan dan Pendidikan
seseorang dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip
islam, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, menuntut
ilmu adalah salah satu cara untuk mencapai maqasid syariah dengan memenuhi tujuan-tujuan
utama dalam islam diantaranya menjaga dan memahami makna hukum islam.

Referensi
Aji, A. M., Harisah, H., & Mukri, S. G. (2020). Hak Wirausaha Perempuan Perspektif Maqasid
Syariah. Islamic Banking: Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan
Syariah, 6(1), 161-178.

Gade, F. (2012). Ibu sebagai madrasah dalam pendidikan anak. Jurnal Ilmiah Didaktika, 13(1).

Khasanah, W. (2021). Kewajiban menuntut ilmu dalam Islam. Jurnal riset agama, 1(2), 296-
307.

Lailiyah, N. (2019). Etika Mencari Ilmu Kajian Kitab Washoyaa Al Abaa’Lil Abnaa’Karya
Muhammad Syakir Perspektif Pendidikan Islam. Ilmuna: Jurnal Studi Pendidikan
Agama Islam, 1(2), 101-125.

Lindawati, D. L., Akil, A., & Nurlaeli, A. (2021). Analisis Adab Mencari Ilmu dalam Kitab
Ta’ limul Muta’ allim dan Implikasinya terhadap Pendidikan Karakter di SMAIT
Harapan Umat Karawang. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 6(2), 254-264.

4
Saihu, S. (2020). Etika Menuntut Ilmu Menurut Kitab Ta’lim Muta’alim. Al Amin: Jurnal
Kajian Ilmu dan Budaya Islam, 3(01), 99-112.

Anda mungkin juga menyukai