Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MATERI PAI SMA/

SMK MENGANALISIS SEMANGAT MENUNTUT ILMU,


MENERAPKAN, DAN MENYAMPAIKANNYA KEPADA
SESAMA DAN MENYAJIKAN KAITAN ANTARA
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU, DENGAN
KEWAJIBAN MEMBELA AGAMA SESUAI PERINTAH
QS.AT-TAUBAH/9:122 DAN HADIS TERKAIT
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Materi PAI SMA/SMK
Dosen Pengampu: Drs. Abdul Halim Nasution, M.Ag

Disusun Oleh:
Sem IV/ PAI 1
Kelompok VI:
Ainan Dio Akbar NIM 0301183274
Annisa Auliyah Harahap NIM 0301182116

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

1
Menganalisis Semangat Menuntut Ilmu, Menerapkan, Dan Menyampaikannya
Kepada Sesama Dan Menyajikan Kaitan Antara Kewajiban Menuntut Ilmu
Dengan Kewajiban Membela Agama Sesuai Perintah Qs.At-Taubah/9:122 Dan
Hadis Terkait
Disusun Oleh : Ainan Dio Akbar dan Annisa Auliyah Harahap
Abstrak
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam , hal ini
terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam
posisi yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam al-Qur’an, kata ilmu
dalam berbagai bentuknya digunakan lebih dari 800 kali, ini menunjukkan bahwa
ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-
nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari
agama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr. Mahadi Ghulsyani bahwa salah
satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya
terhadap masalah ilmu (sains), al-Qur’an dan Sunnah mengajak kaum muslim
untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-
orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi.
Dalam QS. al-Mujadilah ayat 11, Allah SWT., berfirman :
“Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman
diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan). dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Mujadilah : 11).
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu Oleh
Suja’i Sarifandi Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi akan menjadi
memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan
menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan
membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan
tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan
dengan firman Allah dalam QS. Fathir ayat 28 :

2
A. Pendahuluan
Dalam tinjauan Islam, pengertian ilmu menunjuk pada masing-masing bidang
pengetahuan yang mempelajari pokok persoalan tertentu. Dalam arti ini ilmu
berarti sesuatu cabang ilmu khusus, seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tafsir
dan lain sebagainya.
Ilmu dalam pengertian yang seluas-luasnya menurut Imam al-Ghazali
mencakup, ilmu Syar‘iyyah dan ilmu Ghairu Syar‘iyyah. Ilmu Syar‘iyyah adalah
ilmu yang berasal dari para Nabi dan wajib dutuntut dan dipelajari oleh setiap
Muslim. Di luar ilmu-ilmu yang bersumber dari para Nabi tersebut, al-Ghazali
mengelompokkan ke dalam kategori ghairu syar‘iyyah.
Imam alGhazali juga mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu:
(1) Ilmu Fardu A’in, dan (2) Ilmu Fardu Kifayah.
Ilmu Fardu A’in adalah ilmu tentang cara amal perbuatan sesuai syari’at,
dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam.
Sedangkan Ilmu Fardu Kifayah ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat
dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi, yang mencakup : ilmu
kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik,
bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu
dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Dalam perspektif Filsafat Ilmu, pengertian ilmu sekurang-kurangnya
mencakup tiga hal, yaitu : pengetahuan, aktifitas dan metode. Dalam hal
yang pertama ini ilmu sering disebut pengetahuan.
Menurut Ziauddin Sardar juga berpendapat bahwa ilmu atau sains adalah
“cara mempelajari alam secara obyektif dan sistematik serta ilmu merupakan
suatu aktifitas manusia.Kemudian menurut John Biesanz dan Mavis Biesanz
dua sarjana ilmu sosial, mereka mendefinisikan ilmu sebagai suatu cara yang

3
teratur untuk memperoleh pengetahuan (an organized way of oftening
knowledge) dari pada sebagai kumpulan teratur pada pengetahuan.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa ilmu mempunyai pengertian
sebagai pengetahuan, aktivitas dan metode. Tiga bagian ini satu sama lain
tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan
kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu tidak mungkin muncul
tanpa aktivitas manusia, sedangkan aktivitas itu harus dilaksanakan dengan
metode tertentu yang relevan dan akhirnya aktivitas dan metode itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Menurut Muslim A. Kadir,
“ilmu merupakan kumpulan sistematis sejumlah pengetahuan tentang alam
semesta yang diperoleh melalui kegiatan berfikir.” Sebagai produk pikir
maka ilmu Islam ini juga mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi
dan situasi social budaya umat Islam. Oleh karena itu ilmu yang meliputi
seluruh aspek tentang alam semesta ini sewajarnya bila bersifat terbuka,
artinya ilmu pengetahuan itu sendiri dapat menerima suatu kebenaran dari
luar, sehingga ilmu sendiri dapat semakin komprehensif. Pemahaman yang
teratur tentang ilmu, dengan demikian juga diharapkan menjadi lebih jelas
ialah pemaparan menurut tiga ciri pokok sebagai serangkaian kegiatan
manusia atau aktivitas, dan proses, sebagai tata tertib tindakan pikiran atau
metode dan sebagai keseluruhan hasil yang dicapai atau produk
(pengetahuan). Berdasarkan tiga kategori tersebut, yakni : proses, prosedur
dan produk yang kesemuanya bersifat dinamis dan berkembang menjadi
aktivitas penelitian, metode kerja, dan hasil penelitian.
A. Pembahasan
1. KI dan KD
Kompetensi Inti:
KI-1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2 Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun,
ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai,, responsif dan

4
pro-aktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi berbagai
permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosia dan alah serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
KI-3 Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan beradaban terkat
fenomena dan kejadian serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI-4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mendiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

KD KI 3
3.7 Menganalisis semangat menuntut ilmu, menerapkan, dan menyampaikannya
kepada sesama
KD KI 4
4.7 Menyajikan kaitan antara kewajiban menuntut ilmu, dengan kewajiban
membela agama sesuai perintah qs.at-taubah/9:122 dan hadis terkait

2. Indikator Pencapaian Kompetensi KD KI 3


Setelah mempelajari materi yang telah diajarkan oleh seorang pendidik, siswa
diharapkan mampu:
3.7.1 Siswa mampu menjelaskan pengertian semangat menuntut ilmu,
menerapkan, dan menyampaikannya kepada sesama
3.7.2 Siswa mampu menganalisis semangat menuntut ilmu, menerapkan, dan
menyampaikannya kepada sesama

5
3.7.3 Siswa mampu mengaitkan antara kewajiban menuntut ilmu, dengan
kewajiban membela agama sesuai perintah qs.at-taubah/9:122 dan hadis
terkait
3.7.4 Siswa mampu membentuk Sikap dan Perilaku Gemar menuntut Ilmu
Mencerminkan Q.S At-Taubah :122 dan Hadits terkait
Indikator Pencapaian Kompetensi KD KI 4
4.7.1 Siswa mampu mendemonstrasikan kewajiban menuntut ilmu dengan
kewajiban membela agama sesuai perintah qs.at-taubah/9:122 dan hadis
terkait dalam kehidupannya
4.7.2 Siswa mampu melatih dirinya untuk semangat menuntut ilmu, menerapkan,
dan menyampaikannya kepada sesama.
3. Materi Pokok Pembelajaran
a. Pengertian Menuntut Ilmu
b. Dalil Alquran Dan Hadis Yang Berkaitan Dengan Kewajiban Menuntut Ilmu
Dengan Kewajiban Membela Agama Sesuai Perintah Qs.At-Taubah/9:122
Dan Hadis Terkait Dalam Kehidupannya
c. Sikap dan Perilaku Gemar menuntut Ilmu Mencerminkan Q.S At-Taubah :
122 dan Hadits terkait
4. Uraian Matrei Pokok
A. Pengertian Menuntut Ilmu
Belajar atau menuntut ilmu merupakan hal yang sangat penting untuk
mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tanpa ilmu, manusia tidak
dapat melakukan segala hal. Untuk mencari nafkah perlu ilmu, beribadah perlu ilmu,
bahkan makan dan minumpun perlu ilmu. Dengan demikian belajar merupkan
sebuah kemestian yang tidak dapat ditolak apalagi terkait dengan kewajiban seorang
sebagai hamba Allah swt. Jika seorang tidak mengetahui kewajibannya sebagai
hamba bagaimana bisa dia dapat memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat.
Selanjutnya, amal menjadi ma`mum kepada ilmu. Tidak sah amal tanpa ilmu. Jadi
dalam makalah yang sederhana ini akan dibahas mengenai kewajiban menuntut ilmu
atau kewajiban belajar dari sudut pandang kajian hadis tematik. Oleh sebab itu

6
dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa hadis tentang kewajiban menuntut ilmu.
Ada 50 hadis yang diriwayatkan dari Rasul saw terkait mengenai kewajiban
menuntut ilmu. Namun, dalam makalah ini akan dibahas bebera saja dari hadis
tersebut karena pada dasarnya isi dan pesannya sama. Sebelum membahas mengenai
kewajiban menuntut ilmu dalam hadis ini akan dibahas pula mengenai pengertian
wajib belajar setelah itu baru dibahas mengenai kewajiban belajar sebagaimana
tertuang dalam hadis-hadis Rasul saw. Untuk lebih memperjelas topik ini
dipaparkan selanjutnya mengenai definisi ilmu, klasifikasinya serta keutamaannya.
Dengan demikian jelaslah bagaimana kewajiban menuntut ilmu, apa itu ilmu,
pembagian ilmu dan keutamaan menuntut ilmu. Makalah ini dapat lebih memotivasi
untuk giat belajar dan mendalami ilmu terutama ilmu-ilmu agama. Dewasa ini,
semua bangsa-bangsa menyadari pentingnya ilmu. Sering didengar slogan, “ilmu
adalah kekuatan”. Juga diketahui bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang
menjunjung tinggi ilmu dan pengetahuan untuk dapat memajukan taraf hidupnya.
Bangsa yang mundur adalah bangsa yang mengabaikan ilmu dan meremehkan
ilmuannya. Di dalam sejarah, bagaimana Alexander The Great menguasai dunia dan
mengukuhkan hegemoninya dari Barat sampai ke Timur dengan mengandalkan
tradisi keilmuan filsafat Yunani dan menyebarkannya ke seluruh dunia. Begitu juga
dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Dengan demikian makalah ini sangat penting
untuk dikaji dan dibahas sehingga dapat diketahui pentingnya ilmu dalam Islam dan
keutamaan ilmu. Dengan harapan, kiranya dapat menjadi motivasi dalam
mempelajari dan mendalami ilmu.1

Ilmu adalah Landasan Taqwa Dalam kitab Ta’lîm al-Muta’allim, al-Zarnuji menulis,
“Kemuliaan ilmu semata-mata karena ia merupakan perantara menuju taqwa, di
mana dengannya manusia memperoleh kemuliaan di sisi Allah dan kebahagiaan
abadi.”

1
SM,Ismail,Strategi Pembelajaran Islam Berbasis PAIKEM, Semarang, Rasail Media Group,
2008,hlm.34

7
Ibn Rajab al-Hanbali berkata, “Dasar takwa adalah hendaknya hamba mengetahui
yang harus dijaga kemudian dia menjaga diri.” Beliau juga berkata, “Barangsiapa
menempuh suatu jalan yang dikiranya jalan ke surga tanpa dasar ilmu, maka benar-
benar telah menempuh jalan yang paling sukar dan paling berat, dan tidak
menyampaikan kepada tujuan dengan kesukaran dan beratnya itu.” 2
Seorang ulama’ salaf yang lain berkata, “Bagaimana akan menjadi muttaqîn, orang
yang tidak mengerti apa yang harus dijaga?”
Imam asy-Syafii dalam kitab al-Risâlah berkata, “Adalah haq bagi bagi seorang
pencari ilmu untuk mencapai puncak kesungguhannya dalam memperbanyak ilmu,
bersabar menghadapi rintangan yang menjauhkannya dari mencari ilmu,
mengikhlaskan niat kepada Allah dalam mendapatkan ilmu baik secara tekstual
(hafalan) maupun dengan menyimpulkan (analisa), serta berharap kepada
pertolongan Allah di dalamnya karena tidak ada yang memperoleh kebaikan kecuali
dengan pertolongan-Nya.”
Beliau juga berkata, “Sesungguhnya seseorang yang memperoleh ilmu tentang
hukum-hukum Allah dalam Kitab-Nya, baik secara tekstual (hafalan) atau dengan
cara mencari dalil (istidlâl), maka Allah akan memberinya taufiq untuk berbicara
dan berbuat sesuai apa yang diketahuinya tersebut, beruntung dengan karunia dalam
agama dan dunianya, terhindar dari keraguan, bersinar terang hikmah dalam hatinya,
dan berhak untuk mendapat kedudukan sebagai imam (pemimpin) dalam
agamanya.” Kedudukan Belajar dalam Islam Dalam sebuah hadits, Nabi
Muhammad saw. menganjurkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke liang lahat.
Tidak ada Nabi lain yang begitu besar perhatian dan penekanannya pada kewajiban
menuntut ilmu sedetail Nabi Muhammad saw. Maka bukan hal yang asing jika
waktu itu kita mendengar bahwa Islam memegang peradaban penting dalam ilmu
pengetahuan. Semua cabang ilmu pengetahuan waktu itu didominasi oleh Islam

2
Ayatullah Sayyid Hasan Sadat Mustafawi, Peran Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan
Keberadapan Islam, 23 Mei 2007 10:01 PM, [Tersedia] http://multiply.com [Online] Kamis, 3
September 2009.

8
yang dibangun oleh para ilmuwan Islam pada zaman itu yang berawal dari kota
Mekkah, Madinah, Damaskus, Bagdad, Cordova dan negara-negara lainnya.
Itulah zaman yang kita kenal dengan zaman keemasan Islam, walaupun setelah itu
Islam mengalami kemunduran. Di zaman itu, di mana negara-negara di Eropa belum
ada yang membangun perguruan tinggi, negara-negara Islam telah banyak
membangun pusat-pusat studi pengetahun. Sekarang tugas kita untuk
mengembalikan masa kejayaan Islam seperti dulu melalui berbagai lembaga
keilmuan yang ada di negaranegara Islam. Dalam menuntut ilmu tidak mengenal
waktu, dan juga tidak mengenal gender. Pria dan wanita punya kesempatan yang
sama untuk menuntut ilmu. Sehingga setiap orang, baik pria maupun wanita bisa
mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah swt kepada kita sehingga
potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan yang diharapkan. Karena
itulah, agama menganggap bahwa menuntut ilmu itu termasuk bagian dari ibadah.
Ibadah tidak terbatas kepada masalah salat, puasa, haji, dan zakat. Bahkan menuntut
ilmu itu dianggap sebagai ibadah yang utama, karena dengan ilmulah kita bisa
melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya dengan benar. Imam Ja’far al-Shâdiq
pernah berkata: ”Aku sangat senang dan sangat ingin agar orang-orang yang dekat
denganku dan mencintaiku, mereka dapat belajar agama, dan supaya ada di atas
kepala mereka cambuk yang siap mencambuknya ketika ia bermalasmalasan untuk
menuntut ilmu agama.” Sudah merupakan kewajiban bagi tiap muslim baik itu pria
maupun wanita untuk mendapatkan pengetahuan. Untuk itu di antara keduanya tidak
ada perbedaan sama sekali dalam memperoleh pendidikan dan pengetahuan. Dan
berikut pentingnya mencari ilmu pengetahuan bagi pria dan wanita seperti yang
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam al-Qur'an dan Sunnah.
1. Pentingnya belajar dan mencari ilmu dalam Islam adalah seperti yang telah
diperintahkan oleh Allah swt dalam surat yang pertama kali diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. 3Al-Qur'an yang merupakan kitab suci umat
Islam dimulai dari kata “bacalah”. Dan jika diurutkan dari lima ayat awal itu

3
QS. al-‘Alâq : 1-5.

9
maka kita akan dapatkan kata “bacalah”, “mengajar” dan “kalam”, maka
akan terlihat betapa pentingnya membaca, belajar, menulis dan mengajar.
Nabi Muhammad saw. mewajibkan kepada tiap muslim pria dan wanita
untuk memperoleh pengetahuan. Menurut sebuah hadits beliau menyuruh
umatnya menuntut ilmu walaupun sampai ke negeri Cina. Dalam hadits
lainnya disebutkan bahwa mencari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bisa
menjadi penebus dosa-dosa yang pernah dilakukan.
2. Doa para Nabi dan orang-orang saleh banyak disebut dalam alQur'an. Allah
memerintahkan kepada umatnya di dalam al-Qur'an untuk berdoa: “...Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
Doa ini merupakan doa yang cukup populer bagi umat Islam selama
berabad-abad dan bahkan anak-anak kecil dari keluarga muslim sudah
menghafalkan dan membaca doa ini.4
3. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dan itu
dikarenakan Allah swt memberikan akal pikiran serta pengetahuan kepada
manusia. Karena akal pikiran serta pengetahuanlah yang membuat manusia
lebih utama dibanding malaikat. Allah mengajarkan kepada Nabi Adam AS
nama-nama benda lalu kemudian mengemukakannya kepada para malaikat.5
4. Hikmah atau ilmu adalah harta yang sangat berharga dan kekayaan yang
tiada habisnya. Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam
tentang al- Quran dan al-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah).6 Islam begitu menekankan betapa
pentingnya pendidikan itu. Dalam QS. al-Taubah ayat 122, Allah swt.
berfirman: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka

4
QS. Thâhâ : ayat 114
5
QS. al-Baqarah : ayat 31-33.
6
QS. al-Baqarah : ayat 269.

10
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Jihad merupakan kewajiban bagi tiap muslim laki-laki dewasa ketika keamanan
Islam dalam bahaya. Bahkan dalam keadaan darurat dan kritis pun kewajiban
untuk belajar tetap tidak hilang. Orang-orang beriman diserukan agar jangan
semua diantara mereka itu pergi berjihad ke medan perang. Akan lebih baik jika
mereka menyisakan sebagian lagi untuk belajar agama sehingga memiliki
kemampuan untuk mengajar nantinya. Nabi Muhammad saw. membebaskan
para tawanan perang Badar tanpa tebusan, cukup dengan syarat para tawanan
tersebut mengajarkan anak-anak muslim bagaimana membaca dan menulis. Hal
ini memperlihatkan pandangan Nabi Muhammad saw. tentang pentingnya
pendidikan dan melek huruf bagi anakanak muslim.
5. Para ahli tafsir umumnya berpandangan bahwa Q.S. al-Ahzâb ayat 34
ditujukan bagi istri-istri Nabi Muhammad saw. Istri-istri Nabi Muhammad
saw. diinstruksikan untuk belajar apa-apa yang telah dibacakan di rumah
mereka dari al-Qur'an dan hikmah. Istri-istri Nabi Muhammad saw. menjadi
sosok ”Ibu” bagi umat Islam baik ketika Nabi Muhammad saw. masih hidup
ataupun ketika beliau sudah wafat. Istri-istri Nabi merupakan sosok yang
dalam kesehariannya banyak mendapatkan pengajaran langsung dari Nabi
Muhammad saw. dan di antara mereka banyak yang meriwayatkan hadits
dan diminta pendapatnya tentang suatu hukum.
Namun secara tidak langsung apa yang Allah swt firmankan dalam ayat
tersebut berlaku juga secara umum bagi wanita muslimah dalam memperoleh
pendidikan dan mendapatkan pengajaran. Ini dikarenakan seorang wanita
akan menjadi ibu nantinya. Dan peran seorang ibu dalam Islam sangat vital
karena mereka mendidik dan membina anak-anak agar tercipta

11
generasigenerasi penerus yang dapat dibanggakan baik akhlak dan
kepribadiannya maupun ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Berdasarkan QS. al-Mujâdilah ayat 11, niscaya Allah akan memberikan
derajat yang tinggi serta penghargaan kepada orang-orang yang memiliki
ilmu pengetahuan. QS. Ali Imrân ayat 18 memasukkan orang-orang yang
berilmu di antara mereka yang menyatakan tentang Keesaan Allah. Menurut
sebuah hadits, derajat orang yang berilmu lebih tinggi dari ahli ibadah.
Menurut hadits lainnya juga bahwa seseorang yang pergi belajar mencari
ilmu maka ia akan dianggap sedang berada di jalan Allah (berjihad) sampai ia
kembali lagi.
6. Pentingnya menulis dan pena (simbol dari menulis) sehingga mendapatkan
tempat khusus dalam QS. al-Qalam: 1-2, Allah swt bersumpah demi pena,
dan di ayat lainnya Allah memerintahkan orang-orang beriman apabila
mereka bermuamalah agar tidak lupa untuk menuliskannya.
Semangat belajar dalam Islam selain dicontohkan para istri Nabi saw. juga
langsung dicontohkan para sahabat. Tidak mudah menggambarkan semangat
para sahabat menuntut ilmu. Bukan karena sedikitnya data, namun karena
melimpah-ruahnya riwayat tentang hal itu sehingga mustahil ditulis dalam
artikel ringkas ini. Sebagai bukti, adalah terawatnya ribuan hadits Rasulullah
dalam berbagai kitab yang shahih dan kredibel.
Jika tidak ada tradisi ilmu yang sangat kuat di tengah-tengah mereka, tentu
kita di zaman ini akan bernasib sama dengan kaum Nasrani dan Yahudi, di
mana agama mereka telah kehilangan otentisitas karena sumber-sumber
aslinya tidak terawat dan tidak mungkin ditelusuri kembali. Banyak di antara
sahabat yang kemudian dikenal sebagai para “ahli perawi hadits”, yang mana
mereka menghafal dan mentransmisikan kembali puluhan, ratusan sampai
ribuan hadits Nabi secara lisan dari ingatan mereka.
Pada generasi berikutnya, rekor ini dipecahkan dengan lebih spektakuler lagi.
Menurut sebuah catatan, Imam al-Bukhari menghafal sekitar 100.000 hadits

12
shahih, dan kurang lebih 200.000 hadits lainnya dari berbagai tingkatan.
Sesuatu yang sangat mengherankan, bahwa para sahabat sangat teliti
memperhatikan “peragaan” Rasulullah dalam segala halkan, banyak
diantaranya yang sangat sepele dan jarang diperhatikan. Riwayat tentang
rambut, jumlah uban, bentuk wajah, postur tubuh, gigi, cara berjalan, dan
lain-lain diingat dengan baik. Ada riwayat yang melimpah tentang cara
menyisir rambut, memakai alas kaki, masuk kamar kecil, cara berpakaian,
dsb. Sebagian kecil ada yang mencatat, dan mayoritas menghafalnya di luar
kepala. Seluruh “peragaan” itu kemudian dikenal sebagai al-Sunnah, yang
mencakup ucapan, tindakan, keputusan, dan gambaran sifat Rasulullah saw.
Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa para sahabat selain
memperhatikan, menghafal sekaligus berusaha mengamalkan segala bentuk
ucapan Nabi saw. (hadîts qaulî) juga memperhatikan dan menghafal tindakan
dan keputusan Nabi saw. yang kemudian disebut dengan hadîts fi’lî dan
hadîts taqrîrî. Itulah semangat belajar para pendahulu umat Islam yang
kemudian tradisi menuntut ilmu, belajar dan mengajar tersebut diwariskan
dari generasi ke generasi hingga sekarang. Tentunya setiap generasi muslim
menyesuaikan pendekatan dalam belajar yang disesuaikan dan
diakulturasikan sesuai zaman dan tempat supaya tradisi menuntut ilmu
tersebut tidak menjadi usang ditelan oleh zaman. Upaya umat Islam untuk
selalu meng-upgrade semangat belajar dalam Islam tersebut kini sering
disebut dengan istilah restrukturisasi, akulturasi, ataupun pembaharuan
pendidikan Islam.

13
B. Dalil Alquran Dan Hadis Yang Berkaitan Dengan Kewajiban Menuntut
Ilmu Dengan Kewajiban Membela Agama Sesuai Perintah Qs.At-
Taubah/9:122 Dan Hadis Terkait Dalam Kehidupannya
          
      
      

122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.
1. Asbabun Nuzul Surah At Taubah Ayat 122
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata, “Ketika turun ayat “Jika
kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu
dengan azab yang pedih”. Ada sekelompok orang yang tidak ikut berperang
karena sedang mengajarkan urusan agama kepada kaumnya. Lantas orang-orang
munafikun berkata, “Ada sekolompok orang di padang pasir. Sungguh, binasalah
penduduk padang pasir” Selanjutnya turunlah ayat, “Dan tidak sepatutnya
orangorang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang)”.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abullah bin Ubaidullah bin Umair, ia
berkata, “Begitu bergeloranya semangat kaum mukminin untuk berjihad maka
ketika Rasulullah mengirim ekspedisi, merke pun keluar menuju ekspedisi itu
dan meninggalkan Nabi di Madinah bersama beberapa orang maka turunlah
ayatt tersebut.7

2. Kandungan Surah At Taubah Ayat 122

7
Imam Suyuthi, (2017), Asbabub Nuzul : Sebab Sebab Turunnya Ayat Al Qur‟an, Jakarta :
Qisthi Press, hlm. 236

14
Tatkala kaum mukminin dicela oleh Allah apabila tidak ikut ke medan perang,
kemudian Rasulullah saw, mengirimkan syariyahnya, akhirnya mereka semua
berangkat ke medan perang tanpa ada seseorang pun yang tinggal, maka turunlah
firman Allah dalam Surah At Taubah ayat 122 “Tidak sepatutnya bagi orang
orang yang mukmin itu pergi ke medan perang semuanya. Mengapa tidak pergi
dari tiap tiap golongan suatu kabilah diantara mereka beberapa orang dan
beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat untuk
memperdalam pengetahuan mereka yakni tetap ringgal di tempat mengenai
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya dari medan perang, yaitu dnegan mengajarkan kepada
mereka hukum hukum agama yang telah dipelajarinya supaya mereka dapat
menjaga dirinya dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya
dan menjauhi larangannya8.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas ra. Memberikan penakwilannya bahwa
ayat ini penerapannya khusus untu sariyah sariyah, yakni bilamana pasukan
dakam bentuk sariyah lantaran Nabi SAW tidak ikut. Sedangkan ayat
sebelumnya juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut
berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi
SAW berangkat ke suatu ghazwah. Tidak patut bagi orang orang mukmin, dan
juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan
perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu sebenarnya
fardu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah
yang lain, bukan fardhu ‘ain yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah
menjadi wajib, apabila rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaun Mukminin
menuju medan perang. Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya
pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat pemukinan serta
memahamkan orang lain kepada agama. Sehingga mereka mengetahui hukum

8
Al Mahalli, (2000), Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat, Bandung : Sinar Baru
Aglesindo, hlm. 84

15
agama secara umum yang wajib diketahui setiap orang mukmin. 9 Orang orang
yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama
dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat keududkan yang tinggi disisi Allah
SWT dan tidak kalah tingginya dengan para pejuang yang mengorbankn harta
dan jiwa dalam meninggikan kaliat Allah, membela agama dan ajaran Islam.
Bahkan boleh jadi lebih utama dari para pejuan selain situasi ketika
memperthankan agama menjadi wajib „ain bagi setiap orang.
3. Kaitan Surah At Taubah Ayat 122 dengan Pendidikan
Allah SWT menurunkan sesuatunya pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu
yang mungkin tidak semua orang mengetahuinya, seperti ayat satu ini
merupakan ayat yang mempunyai makna yang begitu dalam dan maksud tertentu
mengenai manfaat ilmu dan bagaimana cara kita mendapatkan pahala dengan
berbagai cara, seperti menuntut, mengajarkan, dan mengamalkan ilmu. Segala
macam bentuk ilmu pengetahuan yang kita umat muslim miliki merupakan
titipan dari Allah SWT, kita harus bias menjaga apa yang telah Allah SWT
titipkan kepada kita sebagai umat muslim. Disamping itu setelah Allah SWT
memberikan ilmu kepada kita, kita harus bisa memanfaatkannya sebaik
mungkin. Ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk
mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk keuntungan pribadi saja atau
menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan serta kesombongan diri
terhadap orang orang yang belum menerima pengetahuan. Orang-orang yang
memiliki ilmu pengetahuan akan menjadi pusat bagi umatnya. Ia bertanggung
jawab untuk menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain untuk
memiliki ilmu pengetahuan pula. Disamping itu, ia juga harus mengamalkan
ilmunya supaya menjadi contoh teladan bagi orangorang sekitarnya dalam
menjalankan ketaatan peraturan dan ajaran-ajaran agama Islam. Jadi, dapat
diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang
9
Ahmad Mustafa Al Maraghi, (1992), Terjemah Tafsir Al Maraghi Juz 10-11- 12, Semarang :
CV Toha Putra, hlm. 15

16
nuslim dan mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu : menuntut ilmu,
mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain. Maksud yang tersurat
dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan adalah
dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang
telah mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, sehingga
tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu
pengetahuan yang berguna, bermanfaat dan dapat mencerdaskan kehidupan
mereka serta tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari
dan didalami. Umat Islam diperintahkan untuk memakmurkan bumi ini dengan
menciptakan kehidupan yang baik. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah sarana
untuk mencapai tujuan yang dicita citakan. Setiap sarana yang diperlukan untuk
melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya untuk dilaksanakan.
Dan setelah orang-orang yang berangkat perang itu telah kembali, maka orang-
orang yang memperdalam ilmu agama bersama Nabi itu dapat memberi kabar
dari apa yang pernah didengarnya dan apa yang telah diketahuinya. Ayat ini juga
menunjukkan kewajiban memperdalam Al-Kitab (Al-Qur‟an) dan As-Sunnah
(Hadits), dan sesungguhnya memperdalam ilmu agama serta Al-Qur‟an dan
Hadits adalah fardlu kifayah (bukan fardlu „ain).
Hadits Yang Berkaitan
1. Ilmu Menyebabkan Dimudahkannya Jalan Menuju Surga

Hal ini dilakukan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ,


Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda,

  ‫ ِه‬U ِ‫هُ ب‬U َ‫هَّ َل هللاُ ل‬U ‫ َس‬، ‫ا‬UU‫ ِه ِع ْل ًم‬U ِ‫ا يَ ْلتَ ِمسُ ب‬UUً‫ك طَ ِر ْيق‬
َ َ‫ل‬U ‫َم ْن َس‬
‫طَ ِر ْيقًا إِلَى ْال َجنَّ ِة‬

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu, Allah akan


menyempurnakannya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

17
2. Ilmu Adalah Warisan Para Nabi

Hal ini berfungsi gugur oleh hadits,

‫ظ‬UU‫ذ بح‬UU‫ذه أخ‬UU‫ فمن أخ‬,‫ ولكن ورثوا العلم‬,‫العلماء ورثة األنبياء وإن األنبياء لم يورثوا دينارا وال درهاما‬
‫وافر‬

“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak


mewariskan dinar atau dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu,
barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.  (HR.
Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah; Surat shahih oleh asy-Syaikh al-
Albani dalam Shahihul Jami ‘no. 6297).

3. Ilmu Akan Kekal Dan Akan Bermanfaat Bagi Pemiliknya, Meskipun Dia
Telah Meninggal

Dikutip dalam hadits,

‫ أو ولد صالح يدعو له‬,‫ أو علم ينتفع به‬,‫ صدقة جارية‬:‫إذا مات اإلنسان انقطع عمله إال من ثالث‬

“Jika seseorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga


hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa
untuknya” ( HR. Muslim).

18
4. Allah Tidak Memerintahkan Nabi-Nya Meminta Tambahan Apa Pun
Selain Ilmu

Allah berfirman:

ِّ‫لْ َرب‬UUUUUUUUUُ‫َوق‬
‫ِز ْدنِي ِع ْل ًما‬

“Dan katakanlah, ‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu“. (QS.


Thaaha [20]: 114). Ini dalil tegas diwajibkannya menuntut ilmu.

5. Orang Yang Dipahamkan Agama Adalah Orang Yang Dikehendaki


Kebaikan

Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫رًا‬UUUْ‫ ِه خَ ي‬UUUِ‫ر ِد هَّللا ُ ب‬UUUُ


ِ ‫َم ْن ي‬
‫يُفَقِّ ْههُ فِى الدِّي ِن‬

” Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka


Allah akan memahamkan dia tentang agama .” (HR. Bukhari no. 71 dan
Muslim No. 1037).

Yang menerbitkan faqih dalam haditsnya hanya mengetahui hukum syar’i,


tetapi lebih dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang mengetahui tauhid dan
pokok Islam, serta yang membahas dengan syari’at Allah.10 

10
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Kitabul ‘Ilmi,hlm.21

19
6. Yang Paling Takut Pada Allah Adalah Orang Yang Berilmu

Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,

‫إِنَّ َما يَ ْخ َشى هَّللا َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَ َما ُء‬

“ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,


mungkin ulama ” (QS. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada


Allah dengan takut yang nyata adalah para ulama (orang yang
berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung,
Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang
sempurna dan baik, maka ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan
lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya. ”(Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 308).

Para ulama berkata,

‫من كان باهلل اعرف كان هلل اخوف‬

” Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah “.

7. Orang Yang Berilmu Akan Allah Angkat Derajatnya

Allah Ta’ala berfirman:

ٍ ‫ ا‬U‫يَرْ فَ ِع هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم د ََر َج‬
 ‫ت‬
..

20
“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).

Allah Subhanahu wa Ta ‘ala berfirman,

ِ ‫َوقَالُوا لَوْ ُكنَّا نَ ْس َم ُع أَوْ نَ ْعقِ ُل َما ُكنَّا فِي أَصْ َحا‬
ِ ‫ب ال َّس ِع‬
‫ير‬

“Dan mereka mengatakan:“ Sekiranya kami mencari atau memotret (nila)


kami menawarkan penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala ”. (QS.
Al-Mulk: 10).

C. Sikap dan Perilaku Gemar menuntut Ilmu Mencerminkan Q.S At-


Taubah :122 dan Hadits terkait

1. memiliki motivasi untuk menuntut ilmu sepanjang hidup


2. mempunyai semangat menuntut ilmu dan memiliki semangat untuk
mengajarkannya kepada orang lain
3. berusaha sekuat tenaga untuki senantiasa meningkatkan ilmu pengetahuan
sebagai ikhtiar.
4. seluruh ilmu yang sudah didapat harus diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari sehingga kemashlahatannya dan manfaat bagi sesama umat terwujud.
5. menghindari sikap sombong dan bangga karena memiliki ilmu, karena
kepandaian seseorang hanya sedikit saja dari ilmu Allah Swt.

alasan pentingnya menuntut ilmu .

1. merupakan bagian dari ibadah


2. bagian dari jihad fi sabilillah
3. ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT

21
4. Ilmu yang bermanfaat memiliki pahala yang sangat besar
5. akan didoakan oleh seluruh makhluk di langit dan di bumi
6. hidup menjadi lebih maju, karena dengan ilmu banyak hal yang bisa diketahui
dan di pelajari.

Dikutip dalam hadits,

‫ أو ولد صالح يدعو له‬,‫ أو علم ينتفع به‬,‫ صدقة جارية‬:‫إذا مات اإلنسان انقطع عمله إال من ثالث‬

“Jika seseorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya”
( HR. Muslim).

1. Allah Tidak Memerintahkan Nabi-Nya Meminta Tambahan Apa


Pun Selain Ilmu

Allah berfirman:

‫َوقُلْ َربِّ ِز ْدنِي ِع ْل ًما‬

“Dan katakanlah, ‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku


ilmu“. (QS. Thaaha [20]: 114). Ini dalil tegas diwajibkannya
menuntut ilmu.

2. Orang Yang Dipahamkan Agama Adalah Orang Yang


Dikehendaki Kebaikan

Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َم ْن ي ُِر ِد هَّللا ُ بِ ِه خَ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِى الدِّي ِن‬

22
” Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan,
maka Allah akan memahamkan dia tentang agama .” (HR. Bukhari
no. 71 dan Muslim No. 1037).

Al-Qurthubi mendasarkan pada Menurutnya juga, bahwa hukum mencari ilmu


itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Fardlu’ain, seperti mencari ilmu tentang sholat, zakat dan puasa. AlQurtubi
beralasan dengan hadits Nabi ِ
Artinya : “Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib” Beliau juga beralasan dengan
hadits yang diriwayatkan dari Abdul Qudus bin Habib yaitu Abu Said Al-
Wuhadliyyi dari Hammad bin Sulaiman dari Ibrahim An-Nakhoi : ِ
Artinya : Ibrahim An-Nakhoi berkata, “Saya mendengar Anas bin Malik berkata,
“Saya mendengar Rasulullah bersabda “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim”. Ibrohim berkata “Saya tidak mendengar dari Anas bin Malik kecuali
hadits ini”.
b. Fardlu Kifayah, seperti berhasilnya hak-hak dan tegaknya hukumhukum dan
menjelaskan bantahan dan contoh-contoh. Karena tidak patut bagi semua
manusia belajar semuanya, karena menjadi sia-sia keadaan mereka itu dan
begitu pula keadaan tentara mereka. Maka menjadi jelas diantara dua
keadaan jika sebagian melakukannya (bukan fardlu „ain). Yang demikian itu
disebabkan karena kemudahan Allah terhadap hambanya dan karena Allah
telah membagi diantara mereka dari rahmat-Nya dan hikmah-Nya.
Bahwasannya mencari ilmu itu merupakan keutamaan yang besar dan
memiliki kedudukan yang mulia, dan tidak kalah suatu amal yang disertai
ilmu dengan amal tanpa ilmu.
At-Turmudzi telah meriwayatkan dari Hadits Abi Darda‟, bahwasannya Abi
Darda‟ mendengar rasulullah bersabda : “Barang siapa yang berjalan pada
suatu jalan untuk mencari limu, maka Allah memberinya jalan menuju syurga
dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya pada orang yang mencari

23
ilmu dengan sebab rela padanya. Dan sesungguhnya telah memintakan ampun
pada seseorang yang „alim itu segala apa yang ada di langit dan di bumi
sehingga aikan-ikan yang ada di dasar air. Sesungguhnya perbandingan antara
orang yang Alim dengan orang Ahli Ibadah (bukan ahli Ilmu), itu
sebagaimana keutamaan bulan pada malam bulan purnama atas semua
bintang. Dan sesungguhnya ulama‟ itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya
para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, tetapi mereka itu
mewariskan ilm. Maka barang siapa yang telah memiliki ilmu berarti ia telah
mengambil bagian yang sempurna.
Ad-Darimy Abu Muhammad dalam kitab musnadnya juga meriwayatkan,
bahwasannya Al_Auza‟I menceritakan dari Al-Hasan, berkata : “Rasulullah
saw. pernah ditanya tentang dua orang dari Bani Isra‟il, yang satu („alim)
sedang shalat fardlu kemudian duduk dan mengajar kebaikan kepada
manusia, dan yang satunya sedang berpuasa di waktu siang dan bangun di
waktu malam (untuk beribadah), manakah yang lebih utama diantara
keduanya ? Rasulullah saw. bersabda : Keutamaan orang yang „alim
(berilmu) yang sedang shalat fardlu kemudian duduk mengajar kebaikan
kepada manusia atas „abid (ahli ibadah) yang sedang berpuasa di waktu siang
dan bangun di waktu malam (untuk beribadah) adalah seperti keutamaanku
atas orang yang paling rendah di antara kamu”.
Abu Umar menerangkan dalam kitab bayanul ilmi dari Abi sa‟id AlKhudzriy
berkata, bersabda Rasulullah saw.: Artinya : “Keutamaan orang yang „alim
(berilmu) atas „abid (ahli ibadah), itu seperti keutamaanku atas umatku”
Ibnu Abbas berkata : Artinya : “Jihad yang paling utama adalah jihadnya
orang yang membangun masjid kemudian digunakan untuk mengajarkan Al-
Qur‟an, fiqih dan sunnah”.11

11
Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari, (1965), Al-Jami‟ Li-ahkamil Qur‟an, Bairut
: Libanon, hlm. 1193 – 196.

24
KESIMPULAN

Belajar atau menuntut ilmu merupakan hal yang sangat penting untuk
mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tanpa ilmu, manusia tidak
dapat melakukan segala hal. Untuk mencari nafkah perlu ilmu, beribadah perlu
ilmu, bahkan makan dan minumpun perlu ilmu. Dengan demikian belajar
merupakan sebuah kemestian yang tidak dapat ditolak apalagi terkait dengan
kewajiban seorang sebagai hamba Allah swt.
Allah SWT menurunkan sesuatunya pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu
yang mungkin tidak semua orang mengetahuinya, seperti ayat satu ini
merupakan ayat yang mempunyai makna yang begitu dalam dan maksud tertentu
mengenai manfaat ilmu dan bagaimana cara kita mendapatkan pahala dengan
berbagai cara, seperti menuntut, mengajarkan, dan mengamalkan ilmu. Segala
macam bentuk ilmu pengetahuan yang kita umat muslim miliki merupakan
titipan dari Allah SWT, kita harus bias menjaga apa yang telah Allah SWT
titipkan kepada kita sebagai umat muslim. Disamping itu setelah Allah SWT
memberikan ilmu kepada kita, kita harus bisa memanfaatkannya sebaik
mungkin. Ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk
mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk keuntungan pribadi saja atau
menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan serta kesombongan diri
terhadap orang orang yang belum menerima pengetahuan. Orang-orang yang
memiliki ilmu pengetahuan akan menjadi pusat bagi umatnya. Ia bertanggung
jawab untuk menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain untuk
memiliki ilmu pengetahuan pula.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abi Abdillah Muhammad Bin Ahmad Al-Anshari, 1965, Al-Jami‟ Li-Ahkamil


Qur‟An, Bairut : Libanon
Ahmad Mustafa Al Maraghi, 1992, Terjemah Tafsir Al Maraghi Juz 10-11- 12,
Semarang : Toha Putra
Al Mahalli, 2000, Tafsir Jalalain Asbabun Nuzul Ayat, Bandung : Sinar Baru
Aglesindo
Ayatullah Sayyid Hasan Sadat Mustafawi, Peran Perguruan Tinggi Dalam
Meningkatkan Keberadapan Islam, 23 Mei 2007 10:01 Pm, [Tersedia]
Http://Multiply.Com [Online] Kamis, 3 September 2009.
Imam Suyuthi, 2017, Asbabub Nuzul : Sebab Sebab Turunnya Ayat Al Qur‟An,
Jakarta : Qisthi Press
Qs. Al-‘Alâq : 1-5.
Qs. Al-Baqarah : Ayat 269.
Qs. Al-Baqarah : Ayat 31-33.
Qs. Thâhâ : Ayat 114
Sm,Ismail,2008.Strategi Pembelajaran Islam Berbasis Paikem :
Semarang.Rasail Media Group
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin, Kitabul ‘Ilmi

26
27

Anda mungkin juga menyukai