PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling hormat menghormati,
saling menghargai satu sama lain, dalam menuntut ilmu sangatlah penting di tanamkan adab dan
tatakrama yang sopan terhadap guru.
Di zaman yang modern seperti sekarang ini telah banyak pergeseran tentang adab atau
prilaku sehingga menjurus kepada dekadensi moral, murid dengan guru sudah tidak bisa lagi
dibedakan baik dalam perkataan, perbuatan ataupun prilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan adanya makalah ini penyusun mencoba menjelaskan pandangan islam tentang
adab, tatakrama dan prilaku yang seharusnya dijunjung tinggi dan diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam bergaul satu sama lain ataupun dengan guru.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan beberapa masalah dibawah ini :
Bagaimana pengertian adab?
Bagaimanakah adab seorang anak terhadap guru?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi adab
Menurut bahasa Adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti,
akhlak. M. Sastra Praja menjelaskan bahwa, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau
kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah Adab adalah suatu ibarat tentang
pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah.
Pengertian bahwa adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya
seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa seseorang itu bisa
mulia dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki adab dan budi pekerti yang
baik.
Seseorang akan menjadi orang yang beradab dengan baik apabila ia mampu menempatkan
dirinya pada sifat kehambaan yang hakiki. Tidak merasa sombong dan tinggi hati dan selalu
ingat bahwa apa yang ada di dalam dirinya adalah pemberian dari Allah swt. Sifat-sifat tersebut
telah dimiliki Rasulullah saw. Secara utuh dan sempurna.
Menurut Imam al-Ghazali akhlak mulia adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan
Allah swt. yaitu para Nabi dan Rasul dan merupakan amal para shadiqin. Akhlak yang baik itu
merupakan sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-sungguh dari latihan yang
dilakukan oleh para ahli ibadah dan para mutaqin.
Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas mujahadah
(ketekunan) dan latihan jiwa. Mujahadah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan latihan
kejiwaan) menurut al-Ghazali ialah membebani jiwa dengan amal-amal perbuatan yang
ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau: Barangsiapa yang ingin dirinya
mempunyai akhlak pemurah, maka ia harus melatih diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan
pemurah, yakni dermawan, dan gemar bersedekah. Jika beramal bersedekah dilakukan secara
istiqamah, maka akan jadi kebiasaan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt :
Artinya :
“... dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik,,,.”
Konsepsi pendidikan modern saat ini sejalan dengan pandangan al-Ghazali tentang
pentingnya pembiasaan melakukan suatu perbuatan sebagai suatu metode pembentukan akhlak
yang utama. Pandangan al-Ghazali tersebut sesuai dengan pandangan ahli pendidikan Amerika
Serikat, John Dewey, yang dikutip oleh Ali Al Jumbulati menyatakan: Pendidikan moral
terbentuk dari proses pendidikan dalam kehidupan dan kegiatan yang dilakukan oleh murid
secara terus-menerus.
Sesungguhmya adab yang mulia adalah salah satu faktor penentu kebahagiaan dan
keberhasilan seseorang. Begitu juga sebaliknya, kurang adab atau tidak beradab
adalah alamat jurang kehancurannya. Tidaklah kebaikan dunia dan akhirat kecuali dapat diraih
dengan adab, dan tidaklah tercegah kebaikan dunia dan akhirat melainkan karena kurangnya
adab.
Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru. Demi
untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang
telah diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah memiliki akhlak atau etika yang
benar terhadap gurunya.
Di antara adab-adab yang telah disepakati adalah adab murid kepada syaikh atau gurunya.
Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama bersepakat, wajibnya memuliakan ahli al-Qur’an, ahli
Islam dan Nabi. Demikian pula wajib memuliakan kholifah, orang yang punya keutamaan dan
orang yang berilmu.”
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Ikhlas sebelum melangkah
Pertama kali sebelum melangkah untuk menuntut ilmu hendaknya kita berusaha selalu
mengikhlaskan niat. Sebagaimana telah jelas niat adalah faktor penentu diterimanya sebuah
amalan. Ilmu yang kita pelajari adalah ibadah, amalan yang mulia, maka sudah barang tentu
butuh niat yang ikhlas dalam menjalaninya. Belajar bukan karena ingin disebut sebagai pak
ustadz, ?rang alim atau ingin meraih ba-iian dunia yang menipu.
Dalil akan pentingnya ikhlas beramal di antaranya firman Allah:
حنَفَاء
ُ َ ين لَهُ الد
ِّين َ صِ َِو َما ُأ ِمرُوا ِإاَّل لِيَ ْعبُ ُدوا هَّللا َ ُم ْخل
Artinya :
“Padahal mereka tidak di suruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”.(QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“ Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membantah orang bodoh, atau berbangga di
hadapan ulama atau mencari perhatian manusia, maka dia masuk neraka.
Imam asy-Syaukani berkata: “Pertama kali yang wajib bagi seorang penuntut ilmu adalah
meluruskan niatnya. Hendaklah yang tergambar dari perkara yang ia kehendaki adalah syariat
Alloh, yang dengannya diturunkan para Rosul dan al-Kitab. Hendaklah penuntut ilmu
membersihkan dirinya dari tujuan-tujuan duniawi, atau karena ingin mencapai kemuliaan,
kepemimpinan dan Iain-lain. Ilmu ini mulia, tidak menerima selainnya.”
Apabila keikhlasan telah hilang ketika belajar, maka amalan ini (menuntut ilmu) akan
berpindah dari keutamaan yang paling utama menjadi kesalahan yang paling rendah