PEMBAHASAN
Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut denganTilmidz jamaknya
adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang
mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya
adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang
mencari ilmu”. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
“Siapa yang menuntut ilmu dan mendapatkannya, maka Allah mencatat baginya dua
bagian”. )HR. Thabrani(
Namun secara definitif yang lebih detail para ahli telah menuliskan beberapa pengertian
tentang peserta didik. Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memilki
sejumlah potensi )kemampuan( dasar yang masih perlu dikembangkan.1
Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious )makhluk beragama( yang sejak
lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum )30(: 30
Allah berfirman :
َاِ ل لس َللسَل ال سِّينم كالَل سيّ مُ لولل سك نن َ ل ككَ ل لر الّن س علل كي لَا لَ َ ل كبِسي لَ سلَ كلل س
ِ ن لس النتسي فل ل
ط لر الّن ل
اِ ل سين لَّسيففا فس ك
ط لرَ ل ن فلَلِس كُ لوْك لََل سللِّ س
يل كْلل مموَل
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama )Allah(; )tetaplah di atas( fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. )Itulah( agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah
mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini
menyebabkannya selalu mencari realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam
bentuk sikap, cara berpikir dan bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga
sebagai homo educandum )makhluk yang dapat didik( dan homo education )makhluk
1
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press. 2002(, hlm. 25.
pendidik(, karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan
integritas kepribadian yang utuh.
Abu Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang
yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi
dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia,
sebagai warga Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu.2
Menurut pasal 1ayat 4 UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.3
Samsul Nizar, sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis mengklasifikasikan peserta didik
sebagai berikut:
1. Peserta didik bukanlah miniature orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
2. Peserta didik memiliki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.
3. Peserta didik adalah makhluk Allah SWT yang memiliki perbedaan individu baik
disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani
memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.
5. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.4
Dari definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah )potensi( dasar, baik secara fisik maupun
psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat
membutuhkan pendidikan dari pendidik.
Al Ghazali, menjelaskan kewajiban anak didik pada bagian khusus pada kitabnya “Ihya’
Ulumuddin” dan “Minhaj al -‘Amal yaitu :
2
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991(, hlm. 26
3
H.Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, )Jakarta: Kalam Mulia, 2013(, hlm. 133
4
H.Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,) Jakarta : Kalam Mulia, 2008(, hlm. 13
2. Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
3. Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang gurunnya.
1. Sebelum belajar, peserta didik mesti membersihkan hatinya karena menuntut ilmu
adalah ibadah.
2. Belajar diniatkan untuk mengisi jiwanya dengan fadhilah dan mendekatkan diri
kepada Allah, bukan untuk sombong.
3. Bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air serta pergi ke tempat jauh sekalipun
demi untuk mendatangi guru.
4. Jangan sering menukar guru, kecuali atas pertimbangan yang panjang/matang.
5. Menghormati guru karena Allah dan senantiasa menyenangkan hatinya.
6. Jangan melakukan aktivitas yang dapat menyusahkan guru kecuali ada izinnya.
7. Jangan membuka aib guru dan senantiasa memaafkannya jika ia salah.
8. Bersungguh-sungguh menuntut ilmu dan mendahulukan ilmu yang lebih penting.
9. Sesama peserta didik mesti menjalin ukhuwah yang penuh kasih sayang.
10. Bergaul dengan baik terhadap guru-gurunya, seperti terdahulu memberi salam.
11. Peserta didik hendaknya senantiasa mengulangi pelajarannya pada waktu-waktu yang
penuh berkat.
12. Bertekad untuk belajar sepanjang hayat dan menghargai setiap ilmu.
Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan. Dalam etika
peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh peserta didik.
Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta
didik, yaitu :
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqoruh kepada Allah SWT, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang
rendah dan watak yang tercela. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
5
Armai Arief, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,) Jakarta: Ciputat Pres, 2002(, hlm. 75.
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku )Ad-dzariat :56( Tiada sekutu
bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri )kepada Allah(” )Al-An’am :163(
2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi.
3. Bersikap tawadhu’ )rendah hati( dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi
untuk kepentingan pendidikannya.
4. Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran
5. Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
6. Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju
pelajaran yang sukar.
7. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya,
sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat
bermanfaat dalam kehidupan dinia akhirat.
11. Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.6
Sedangkan pada pasal 12 disebutkan bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan )SD, SMP, dan SMA( mempunyai hak:
1. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama.
2. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
3. Mendapatkan beasiswa peserta didik bagi yang berprestasi yang orangtuannya tidak
mampu membiayai pendidikannya.
4. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu
membiayai pendidikan.
5. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang yang setara.
6
Abd. Mujid dalam Ramayulis, Psikologi Agama, )Kalam Mulia, Jakarta, 2004(, hlm. 98.
7
Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, )Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012(, hlm. 130.
Dari beberapa pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa seorang peserta didik dalam
perspektif pendidikan Islam tidak hanya menuntut dan menguasai ilmu tertentu secara teoritis,
akan tetapi lebih dari itu ia harus berupaya untuk mensucikan dirinya sehingga ilmu yang
akan ia peroleh memberi manfaat baik di dunia maupun di akhirat.
Oleh karena itu, pendidikan Islam sangat mengutamakan akhlak seorang peserta didik.Akhlak
tersebut harus diawali dari niat peserta didik itu sendiri, dimana niat menuntut ilmu tersebut
haruslah semata-mata karena Allah SWT, bukan karena tujuan-tujuan yang bersifat duniawi
dijadikan prioritas utama. Selain itu, peserta didik harus menuntut ilmu berorientasi kepada
duniawi dan ukhrawi.
Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut ilmu, maka
peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilkinya, yaitu :
Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik
dalam menuntut ilmu, yaitu :
1. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia
menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati
yang bersih.
2. Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa
dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3. Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar
dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
8
H.Ramayulis, Op.cit, hlm. 119.
4. Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik,
berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang
baik.9
Kebutuhan peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik
untuk mendapat kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib dipenuhi atau
diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Menurut buku yang ditulis oleh Ramayulis,
ada delapan kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Kebutuhan Fisik
Fisik seorang didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Proses pertumbuhan
fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan :
peserta didik pada usia 0 – 7 tahun, pada masa ini peserta didik masih
mengalami masa kanak-kanak
peserta didik pada usia 7 – 14 tahun, pada usia ini biasanya peserta didik
tengah mengalami masa sekolah yang didukung dengan peraihan pendidikan
formal
peserta didik pada 14 – 21 tahun, pada masa ini peserta didik mulai mengalami
masa pubertas yang akan membawa kepada kedewasaan.10
Pada masa perkembangan ini lah seorang pendidik perlu memperhatikan perubahan dan
perkembangan seorang didik. Karena pada usia ini seorang peserta didik mengalami masa
yang penuh dengan pengalaman )terutama pada masa pubertas( yang secara tidak langsung
akan membentuk kepribadian peserta didik itu sendiri.
10
Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Cop.cit, hlm. 42.
2. Kebutuhan Sosial
Secara etimologi sosial adalah suatu lingkungan kehidupan. Pada hakekatnya kata sosial
selalu dikaitkan dengan lingkungan yang akan dilampaui oleh seorang peserta didik dalam
proses pendidikan.
Dengan demikian kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan lansung dengan
masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti
yang diterima teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang
lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpinnya. Kebutuhan ini
perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam
pendidikan.11
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sosial adalah digunakan untuk memberi
pengakuan pada seorang peserta didik yang pada hakekatnya adalah seorang individu yang
ingin diterima eksistensi atau keberadaannya dalam lingkungan masyarakat sesuai dengan
keberadaan dirinya itu sendiri.
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal )Q.S. Al-Hujarat, 49:13(.
Kebutuhan mendapatkan status adalah suatu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
mendapatkan tempat dalam suatu lingkungan. Hal ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik
terutama pada masa pubertas dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap kemandirian,
identitas serta menumbuhkan rasa kebanggaan diri dalam lingkungan masyarakat.
Dalam proses memperoleh kebutuhan ini biasanya seorang peserta didik ingin menjadi orang
yang dapat dibanggakan atau dapat menjadi seorang yang benar-benar berguna dan dapat
berbaur secara sempurna di dalam sebuah lingkungan masyarakat.
4. Kebutuhan Mandiri
Ketika seorang peserta didik telah melewati masa anak dan memasuki masa keremajaan,
maka seorang peserta perlu mendapat sikap pendidik yang memberikan kebebasan kepada
11
H.Ramayulis, Cop.cit, hlm. 78.
peserta didik untuk membentuk kepribadian berdasarkan pengalaman. Hal ini disebabkan
karena ketika peserta telah menjadi seorang remaja, dia akan memiliki ambisi atau cita-cita
yang mulai ditampakkan dan terfikir oleh peserta didik, inilah yang akan menuntun peserta
didik untuk dapat memilih langkah yang dipilihnya.
Untuk mendapatkan kebutuhan ini maka peserta didik harus mampu mendapatkan kebutuhan
mendapatkan status dan kebutuhan mandiri terlebih dahulu. Karena kedua hal tersebut sangat
erat kaitannya dengan kebutuhan berprestasi. Ketika peserta didik telah mendapatkan kedua
kebutuhan tersebut, maka secara langsung peserta didik akan mampu mendapatkan rasa
kepercayaan diri dan kemandirian, kedua hal ini lah yang akan menuntutnun langkah peserta
didik untuk mendapatkan prestasi.
Kebutuhan ini tergolong sangat penting bagi peserta didik, karena kebutuhan ini sangatlah
berpengaruh akan pembentukan mental dan prestasi dari seorang peserta didik. Dalam sebuah
penelitian membuktikan bahwa sikap kasih sayang dari orang tua akan sangat memberikan
mitivasi kepada peserta didik untuk mendapatkan prestasi, dibandingkan dengan dengan
sikap yang kaku dan pasif malah akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan
sikap mental peserta didik. Di dalam agama Islam, umat islam meyakini bahwa kasih sayang
paling indah adalah kasih sayang dari Allah. Oleh karena itu umat muslim selalu berlomba-
lomba untuk mendapatkan kasih sayang dan kenikmatan dari Allah. Sehingga manusia
tersebut mendapat jaminan hidup yang baik. Hal ini yang diharapkan para pakar pendidikan
akan pentingnya kasih sayang bagi peserta didik.
Pada hakekatnya seetiap manusia telah memiliki filsafat walaupun terkadang ia tidak
menyadarinya. Begitu juga dengan peserta didik ia memiliki ide, keindahan, pemikiran,
kehidupan, tuhan, rasa benar, salah, berani, takut. Perasaan itulah yang dimaksud dengan
filsafat hidup yang dimiliki manusia.
Karena terkadang seorang peseta didik tidak menyadari akan adanya ikatan filsafat pada
dirinya, maka terkadang seorang peserta didik tidak menyadari bagaimana dia bisa
mendapatkannya dan bagaimana caranya. Filsafat hidup sangat erat kaitannya dengan agama,
karena agama lah yang akan membimbing manuasia untuk mendapatkan dan mengetahui apa
sebenarnya tujuan dari filsafat hidup. Sehingga tidak seorangpun yang tidak membutuhkan
agama.
Agama adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan manusia, sehingga tatkala
seorang peserta didik mengalami masa kanak-kanak, ia telah memiliki rasa iman. Namun rasa
iman ini akan berubah seiring dengan perkembangan usia peserta didik. Ketika seorang
peserta didik keluar dari masa kanak-kanak, maka iman tersebut akan berkembang, ia mulai
berfikir siapa yang menciptakan saya, siapa yang dapat melindungi saya, siapa yang dapat
memberikan perlinfungan kepada saya. Namun iman ini dapat menurun tergantung
bagaimana ia beribadah.
Dan orang-orang yang diberi ilmu )ahli Kitab( berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu Itulah yang benar dan menunjuki )manusia( kepada jalan Tuhan
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji )Q.S. Saba 34:6(.
Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
membentuk diri, sikap, mental, sosial, budaya, dan kepribadian di masa yang akan datang
)kedewasaan(.
Widodo Supriyono, dalam bukunya yang berjudul Filsafat manusia dalam Islam, secara garis
besar membagi dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Dalam bukunya ia
menyatakan bahwa secara rohani manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak terhingga
banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu )Ulil Albab(,
dapat berfikir atau merenung, memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat,
atau mengambil pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat
menguasai tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir keduania dengan membawa
fitrah.13
Adapun ketujuh dimensi tersebut ialah : dimensi fisik, dimensi akal, dimensi
keberagamaannya, dimensi akhlak, dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi sosial.
Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan unsur abaiotik. Manusia sebagai
peserta didik memiliki proses penciptaan yang sama dengan makhluk lain seperti hewan.
Namun yang membedakan adalah manusia lebih sempurna dari hewan, hal ini dikarenakan
manuasia memiliki nafsu yang dibentengi oleh akal sedangkan hewan hanya memiliki nafsu
dan insthink bukanya akal.
12
Ramayulis, Op.cit, hlm. 81.
Widodo Supriono, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, )Pustaka
13
Antara manusia dan hewan jinak dilihat susunan penciptaan secara abiotik dan biotik manusia
dan hewan memiliki proses penciptaan dan struktur yang sama, yaitu tercipta dari inti sari
tanah, air,api, dan udara. Dari keempat elemen abiotik itu oleh Allah SWT diciptakanlah
makhluk yang didalamnya diberikan sebuah energi kehidupan yang berupa ruh.
Ramayulis, dalam bukunya ia mengambil pendapat Alghazali yang menyatakan bahwa daya
hidup yang berupa ruh ini merupakan vitalitas kehidupan yang sangat bergantung pada
konstruksi fisik seperti susunan sel, fungsi kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf, urat,
darah, daging, tulang sumsum, kulit, rambut, dan sebagainya.14
2. Dimensi Akal
Aql Al-Mathhu’ : yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT sebagai fitrah Illahi.
Aql al-masmu : yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan
oleh manusia.15 Akal ini tidak dapat dilepaskan dari diri manusia, karena digunakan untuk
menggerakkan akal mathhu untuk tetap berada di jalan Allah
14
H.Ramayulis, Op.cit, hlm. 83.
15
H.Ramayulis, Op.cit, hlm. 85.
Akal adalah daya ingat mengambil dari masa lampau untuk masa yang akan
dihadapi.16
Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan bantuan qolb )hati( agar
dapat memahai sesuatu yang bersifat ghoib seperti halnya ketuhanan, mu’jizat, wahyu dan
mempelajarinya lebih dalam. Akal yang seperti ini adalah potensi dasar manusia yang ada
pada diri manusia sejak lahir. Potensi ini perlu mendapatkan bimbingan serta didikan agar
tetap mampu berkembang kearah yang positif.
3. Dimensi Keberagaman
Manusia sejak lahir kedunia telah menerima kodrat sebagai homo divinous atau homo
religius yaitu makhluk yang percaya akan adanya tuhan atau makhluk yang beragama. Dalam
agama islam diyakini bahwa pada saat janin manusia berada dalam kandungan seorang ibu,
dan ketika ditiupkan nyawa kedalam janin tersebut oleh sang kholiq, maka janin mengatakan
bahwa aku akan beriman kepada-Mu )Allah(. Dari sinilah manusia mempunyai fitrah sebagai
makhluk yang memiliki kepercayaan akan adanya tuhan sejak lahir. Dalam Ayat Al-qur’an
ditegaskan :
Dan )ingatlah(, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka )seraya berfirman(: “Bukankah aku ini
Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul )Engkau Tuban kami(, Kami menjadi saksi”. )kami
lakukan yang demikian itu( agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
Kami )Bani Adam( adalah orang-orang yang lengah terhadap ini )keesaan Tuhan(” )Al –
A’raf : 172(
Berkaitan dengan adanya kepercayaan akan adanya tuhan, ilsam memiliki tiga implikasi
dasar pada diri manusia yang didasarkan dari adanya satu kesamaan dari jutaan perbedaan
yang terdapat diri manusia, yaitu :
impikasi yang berkaitan dengan pendidikan di masa depan, dimana fitrah dikembangkan
seoptimal mungkin dengan tidak mendikotomikan materi
tujuan )ultimate goal( pendidikan, yaitu insan kamil yang akan berhasil jika manusia
menjalankan tugasnya sebagi abdullah dan kholifah
16
Ibid, hlm. 86.
muatan materi dan metodologi pendidikan, diadakan spesialisasi dengan metode integralistik
dan disesuaikan dengan fitrah manusia.17
4. Dimensi Akhlak
Kata akhlak dalam pendidikan islam adalah seuatu yang sangat diutamakan. Dalam islam
akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga dikatakan bahwa akhlak
tidak dapat lepas dari pendidikan agama. Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu
hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari
situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada iman dan taqwa
dan mempunyai tujuan langsung yaitu keridhoan dari Allah SWT.
Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir kedunia, dengan tujuan untuk
membentuk manusia yang bermoral baik, berkemauan keras, bijaksana, sempurna, sopan dan
beradab, ikhlas, jujur, dan suci. Namun perlu disadari bahwasannya pendidikan akhlak akan
dapat terbentuk dari adanya pengalaman pada diri peserta didik.
Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi rohani dalah adalah dimensi yang sangat
penting dan harus ada pada peserta didik. Hal ini dikarenakan rohani )kejiwaan( harus dapat
mengendalikan keadaan manusia untuk hidu bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram.
Penciptaan manusia tidak akan sempurna debelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya.
Allah SWT berfirman :
17
H.Ramayulis,Op.cit, hlm. 88.
18
Ibid., hal 89 – 90
Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
)ciptaan(-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud )Al – hijr : 29(.
Menurut Al- Ghazali ruh terbagi menjadi dua bentuk, yaitu al – ruh dan al- nafs. Al-ruh
adalah daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri, tuhan, dan mencapai ilmu pengetahuan,
sehingga dapat menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi
motivator sekaligus penggerak bagi manusia untuk menjalankan perintah Allah. Al-nafs
adalah pembeda dengan makhluk lainnya dengan kata lain pembeda tingkatan manusia
dengan makhluk lain yang sama-sama memiliki al-nafs seperti halnya hewan dan
tumbuhan.19
Menurut pendapat Al-Syari’ati ruh adalah bersifat dinamis, sehingga dengan sifat yang
dinamis itu, memungkinkan manusia untuk mencapai derajat yang setinggi-tingginya. Atau
malah akan menjerumuskannya dari pada derajat yang serendah-rendahnya. Hal ini
dikarenakan manusia yang memiliki kebebasan untuk mendekatkan diri ke arah kutub rab nya
atau malah kearah kutub tanah. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa ruh
manusia dapat berkembang ketaraf yang lebih tinggi apabila bergerak kearah ruh illahinya.
Seni merupakan salah satu potensi rohani yang terdapat pada diri manusia. Sehingga senia
dalam diri manusia harus lah dikembangkan. seni dalam diri manusia merupakan sarana
untuk mencapai tujuan hidup. Namun tujuan utama seni pada diri manusia adalah untuk
beribadah kepada Allah dan menajalankan fungsi kekhalifahannya serta mendapatkan
kebahagiaan spiritual yang menjadi rahmat bagi sebagian alam dan keridhoan Allah SWT.
Dalam agama islam Allah telah menghadirkan dimensi seni ini didalam Al-Qur’an. Kitab
suci Al-qur’an memiliki kandungan nilai seni yang sangat mulia nan indah. Hal ini karena
A-lqur’an adalah ekspresi dari Allah SWT untuk memberikan kebijakan dan pengetahuan
kepada seluruh semesta Alam. Sehingga kesastraan yang terdapat di dalam Al-Qur’an benar-
benar menunjukkan kehadiran Illahi didalam mu’jizat yang bersifat universal ini. Allah SWT
berfirman :
Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali
ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan )QS. An-nahl : 6(
19
Al-Ghazali, Mi’raj as-Salikhin, Al-saqafat Al-islamiyat, )Kairo, 1994(, hlm. 16.
Keindahan selalu berkaitan dengan adanya keimanan pada diri manusia. Semakin tinggi iman
yang dimiliki oleh manusia maka dia akan makin dapat merasakan keindahan akan segala
sesuatu yang di ciptakan oleh tuhannya.
2. Dimensi Sosial
Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan, kelompok,
maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial adalah keluarga,
yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk kedewasaan. Didalam
islam dimensi sosial dimaksudkan agar manusia mengetahui bahwa tanggung jawab tidak
hanya diperuntukkan pada perbuatan yang bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat
umum.
Dalam dimensi sosial seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang dinamis
antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial yang kuat akan
mendorong setiap manusia untuk peduli akan orang lain, menolong sesama serta
menunjukkan cermin keimanan kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda :Demi allah tidak
beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, orang yang tidur kekenyangan,
sedangkan tangannya kelaparan, padahal ia mengetahuinya.