ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah membahas tentang kewajiban menuntut ilmu. Hasil dan
pembahasan penelitian ini meliputi pandangan umum tentang kewajiban menuntut ilmu, adab
menuntut ilmu dan tafsir ayat tentang kewajiban menuntut ilmu. Menuntut ilmu juga dianggap
sebagai titik tolak dalam menumbuhkan kesadaran dalam bersikap. Menuntut ilmu itu wajib
hukumnya bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan. Ketika Allah telah
menurunkan perintah yang mewajibkan atas suatu hal, maka kita harus menaatinya.
PENDAHULUAN
Manusia dan Jin diperintahkan untuk beridah kepada Allah swt. dan tidak ada jalan dan
cara untuk beribadah kepada Allah swt. degan benar kecuali dengan ilmu syar’i, yang merupakan
tangga untuk menuju Allah swt. dan ia juga merupakan jalan menuju ridhaNya. Agama islam
tidak dapat tegak kecuali dengan ilmu. Islam beredar dan didakwahkan di tengah-tengah
masyarakat dengan ilmu, dan umat Islam adalah umat yang berilmu, karena semua aturan dan
ajaran yang terdapat di dalam agama Islam ini didasari dan dilandasi dengan ilmu. Alquran dari
awal sampai akhir adalah ilmu yang banyak mengandung pelajaran yang sangat penting dan
berharga kepada kita, dan tidak dibenarkan kita berbicara tentang agama ini kecuali dengan ilmu.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT.
Menuntut ilmu atau belajar merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia. Karena
dengan dengan belajar, seseorang bisa berubah dari tidak tahu menjadi tahu. Selain itu dengan
belajar, akhlak atau tingkah laku seseorang bisa berubah dari buruk menjadi baik (perubahan
tingkah laku). Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran. Seorang telah belajar kalau sudah
terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap manusia yang telah dimulai sejak dilahirkan
hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap manusia wajib untuk belajar baik melalui jalur
pendidikan formal, informal maupun non formal, karena belajar merupakan kunci untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa belajar maka tidak ada ilmu pengetahuan yang dapat
diperoleh. Semakin perlunya manusia akan ilmu pengetahuan, maka perkembangan sangat pesat
dari waktu ke waktu. Kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat kemajuan pengetahuan dan
teknologi karena semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa semakin maju taraf
hidup dan kesejahteraan penduduknya.
PEMBAHASAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan Ini adalah proses mengubah
sikap dan perilaku atau upaya untuk mendewasakan orang melalui kelompok Pendidikan
dan Pelatihan (Depdiknas, 2011). Menurut UU No. 20 Sistem Pendidikan Nasional 2003,
Pasal 1 (1) tentang Pendidikan diartikan sebagai usaha yang disengaja untuk menciptakan
suasana belajar, Sebuah proses pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berkembang
lebih jauh potensi diri aktif untuk kekuatan agama dan spiritual, pengendalian diri, budi
pekerti, kecerdasan, akhlak mulia, dll. Keterampilan yang diperlukan untuk diri sendiri,
masyarakat, bangsa serta negara (Anonim, 2012).
Pencarian pengetahuan adalah salah satu bagian terpenting dari menjadi manusia.
Kehidupan manusia tidak mungkin tanpa pengetahuan manusia. Mengembangkan pencarian
pengetahuan juga pengakuan sikap (Ramly, 2005). Korespondensi Diryakala buku
membangun pendidikan yang memberdayakan dan pendidikan, katanya proses belajar
sebuah proses yang membimbing kaum muda untuk berbuat lebih banyak lebih dewasa dan
manusiawi.
Sains adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis perilaku sosial, budaya,
seperti halnya fenomena alam yang dapat diukur atau diamati (Sarjuni, 2018). Karl Pearson
mengatakan dalam bukunya Grammar of Science: Sains adalah gambaran informasi,
lengkap dan konsisten dengan terminologi dan fakta empiris. Pencarian pengetahuan adalah
proses yang positif.
Pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan
bertujuan untuk menciptakan orang-orang dengan iman dan takwa. Dalam Islam proses
belajar mengajar dikenal dengan At-Ta'lim. Ini adalah proses menciptakan pengetahuan
agama. Kenali siswa dengan baik agar bisa melahirkan sikap positif. Sikap positif berarti
jujur, percaya diri, patuh, rela berkorban, ditentukan (Susanto, 2009).
Menurut Hamka, pendidikan dibagi menjadi dua bagian: pertama, pendidikan jasmani,
ilmu untuk pertumbuhan dan perkembangan kesempurnaan fisik, kekuatan mental,
kewarasan. Kedua, psikoformasi, artinya ilmu untuk kesempurnaan manusia dengan
pengalaman dan pengetahuan Ini berdasarkan agama. Kedua item ini biasanya tumbuh dan
kembangkan pengetahuan anda. Ada pendidikan dengan Sarana yang Tepat untuk
Menentukan Pembangunan pentingnya kajian Hamka dikutip dari kedua unsur tersebut
(Susanto, 2009).
Karya Susanto yang berjudul “Pemikiran Pendidikan Islam” agar manusia bisa hidup
berkelimpahan sains memungkinkan manusia untuk mengenal tuhannya, Saya mencoba
untuk meningkatkan moralitas mereka dan selalu mencari keridhaan Allah. Pendidikan
seperti itu melindungi orang diam.
Dari sudut pandang Islam, menuntut ilmu bukan hanya sekedar ajakan, namun, itu wajib
bagi semua muslim. Di dalam Al-Qur'an dan Hadist banyak dibicarakan tentang tuntutan
pentingnya ilmu, ilmu dan penguasaan segala sesuatu hal ini menyebabkan wajib belajar.
salah satu sifat yang mungkin Islam berbeda dari agama lain dalam hal itu pengetahuan. Al-
Qur'an dan Hadits mendorong umat Islam untuk mencari ilmu. Dari sudut pandang Islam,
pengetahuan adalah hak istimewa yang diakui Menjadikan manusia lebih unggul dari
makhluk lain memimpin khalifah. Disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadist Mengulangi
Posisi Muslim Berpengetahuan menempati posisi yang tinggi (Ulum, 2007).
Imam al-Ghazali mengklaim sains itu salah Kewajiban orang tua, pria dan wanita
remaja, dewasa dan anak-anak dengan cara yang benar dengan lingkungan, bakat dan
kemampuan. mencari ilmu Ini adalah kewajiban semua muslim dan semua muslim tanpa
membeda-bedakan gender. Dalilnya ada di dalam Al-Qur'an dan Hadist Nabi SAW. (Ali,
2010).1
{}اِ ْق َرْأ
َأوْ ِج ْد ْالقِ َرا َءة ُم ْبتَ ِدًئا
{}بِاس ِْم َربّك الَّ ِذي خلق
الخالئق
2
Wagiman Manik, Kewajiban Menuntut Ilmu, jurnal waraqat, Volume II, No. 2, Juli-Desember 2017, hal. 14-15
(Dia telah menciptakan manusia) atau jenis manusia (dari ‘alaq) lafal ‘Alaq bentuk
jamak dari lafal ‘Alaqah, artinya segumpal darah yang kental.
{}اِ ْق َرْأ
تَْأ ِكيد لَِأْل َّو ِل
{}و َربّك اَأْل ْك َرم
َ
ض ِمير فِي اِ ْق َرْأ
ِ الَّ ِذي اَل يُ َو
َّ ازيه َك ِريم َحال ِم ْن ال
(Bacalah) lafal ayat ini mengukuhkan makna lafal pertama yang sama (dan Rabbmulah
Yang Paling Pemurah)artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-
Nya. Lafal ayat ini sebagai Haal dari Dhamir yang terkandung di dalam lafal Iqra’.
(Yang mengajar) manusia menulis (dengan qalam) orang pertama yang menulis dengan
memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris a.s.
(Dia mengajarkan kepada manusia) atau jenis manusia (apa yang tidak diketahuinya)
yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya hidayah, menulis dan berkreasi serta hal-hal
lainnya.3
{ َ}َأفَاَل يَ ْنظُرُون
َأيْ ُكفَّار َم َّكة نَظَر اِ ْعتِبَار
{}إلى اإلبل كيف خلقت
3
Tafsir jalalain shohifah 266 baris 12- 8
(Dan langit, bagaimanakah ia ditinggikan)?
ِ ْوَِإلَى اَأْلر
ْ ض َك ْيفَ ُس ِط َح
ت
4
Tafsir jalalain shohifah 203 baris 4-5
ض فَا ْنفُ ُذوا اَل تَ ْنفُ ُذونَ ِإاَّل بِس ُْلطَا ٍن
ِ ْت َواَأْلر ِ َس ِإ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم َأ ْن تَ ْنفُ ُذوا ِم ْن َأ ْقط
ِ ار ال َّس َما َوا ِ يَا َم ْع َش َر ْال ِجنِّ َواِإْل ْن
(Yaa ma’syaraol jinni wal insi inistatho’tum an tanfudzuu min aqthooris samaawaati
wal ardhi fanfudzuu, laa tanfudzuuna illaa bisulthoon)
Artinya:
Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
ض فَا ْنفُ ُذوا اَل تَ ْنفُ ُذونَ ِإاَّل بِس ُْلطَا ٍن
ِ ْت َواَأْلر ِ َس ِإ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم َأ ْن تَ ْنفُ ُذوا ِم ْن َأ ْقط
ِ ار ال َّس َما َوا ِ يَا َم ْع َش َر ْال ِجنِّ َواِإْل ْن
Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
(QS. Ar Rahman: 33).
1. Seruan kepada jin dan manusia
Seruan Surat Ar Rahman ayat 33 ini ditujukan kepada jin dan manusia.
َ َوَأنَّا ُكنَّا نَ ْق ُع ُد ِم ْنهَا َمقَا ِع َد لِل َّس ْم ِع فَ َم ْن يَ ْستَ ِم ِع اَآْلنَ يَ ِج ْد لَهُ ِشهَابًا َر
صدًا
“dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk
mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba)
mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai
(untuk membakarnya).” (QS. Al Jin: 9).
2. Jika mampu melintasi penjuru langit
ِ ْت َواَأْلر
ض فَا ْنفُ ُذوا ِ َِإ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم َأ ْن تَ ْنفُ ُذوا ِم ْن َأ ْقط
ِ ار ال َّس َما َوا
jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah
Ada tiga pendapat mengenai ayat ini. Pertama, berkaitan dengan ketidakmampuan
manusia lari dari takdir Allah dan lari dari kekuasaan-Nya.
Ibnu Katsir menjelaskan, “Kalian tidak akan dapat melarikan diri dari perintah Allah
dan takdir-Nya, bahkan Dia meliputi kalian dan kalian tidak akan mampu melepaskan
diri dari hukum-Nya. Tidak pula membatalkan hukum-Nya terhadap kalian. Ke mana
pun kalian pergi selalu diliput.”
Kedua, berkaitan dengan keadaan pada hari kiamat nanti, terutama di yaumul mahsyar.
Manusia tidak akan mampu meloloskan diri di saat itu.
“Dan ini menceritakan keadaan di Yaumul Mahsyar; sedangkan semua malaikat
mengawasi semua makhluk sebanyak tujuh shaf dari semua penjuru, maka tiada seorang
pun yang dapat meloloskan diri,” kata Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Ketiga, berkaitan dengan kemampuan manusia menjelajah ruang angkasa. Bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala mempersilakan jika manusia hendak melintasi langit dan bumi.
Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan, “Di antara Rahman-Nya Allah
kepada manusia dan jin adalah kebebasan yang Dia berikan kepada kita untuk melintasi
alam ini dengan sepenuh tenaga yang ada pada kita, dengan segenap akal dan budi kita,
karena mendalamnya pengetahuan. Namun di akhir ayat, Allah mengingatkan bahwa
kekuatanmu itu tetap terbatas.”
Buya Hamka mencontohkan, di zamannya sudah ada Apollo yang mampu membawa
manusia ke bulan. Dan sejak saat itu dikembangkan usaha menuju tempat yang lebih
jauh seperti Venus.
Lantas, Buya Hamka mengajak kita berpikir. Kalaulah manusia bisa sampai ke Venus,
bisakah manusia mengetahui keadaan seluruh bintang. Padahal ada bintang yang
jaraknya 100.000 tahun cahaya. Bahkan ada bintang yang jaraknya 1.000.000 tahun
cahaya. Cahayanya masih terlihat saat ini tetapi bintangnya sendiri telah meninggalkan
tempatnya sejak sekian ratus tahun ribu yang lalu.
3. Tak bisa kecuali dengan sulthan
َ َو َما َكانَ ْال ُمْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا َكافَّةً ۚ فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِم ْنهُ ْم
طاِئفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّي ِن َولِيُ ْن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم ِإ َذا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم
َلَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون
(Wamaa kaanal mu’minuuna liyanfiruu kaaffah. Falaulaa nafaro min kulli firqotim
minhum thoo,ifatul liyatafaqqohuu fid diini waliyundziruu qoumahum idzaa roja’uu
ilaihim la’allahum yahdzaruun)
Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
5
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Secara khusus, ayat ini terkait dengan sariyah, yakni ekspedisi perang yang dikirim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab ketika ada perintah agar sebagian tinggal
untuk memperdalam agama di masa itu, maksudnya adalah belajar kepada Rasulullah.
Ad Dlahhak menjelaskan, jika perang itu adalah ghazwah (Rasulullah ikut dalam
peperangan), maka beliau tidak mengizinkan seorang pun dari kalangan kaum muslim
laki-laki untuk tidak ikut berangkat, kecuali orang-orang yang berhalangan (udzur
syar’i). Pada saat demikian, mereka yang berjihad itulah yang belajar agama dan akan
mengajarkan kepada kaumnya karena mereka berperang bersama Rasulullah dan
mendapat tarbiyah dari beliau. Ini pula pendapat yang dipilih Sayyid Qutb dalam Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an.
Namun apabila Rasulullah mengirimkan sariyah, beliau tidak membolehkan mereka
langsung berangkat tanpa seizinnya. Apabila mereka sudah berangkat, lalu turun ayat-
ayat Al Quran kepada Rasulullah, maka beliau membacakannya kepada sahabat-sahabat
yang tinggal bersamanya. Ketika pasukan sariyah itu kembali, maka sahabat yang
tinggal bersama Nabi mengajarkan ayat itu kepada mereka.
Qatadah juga mengatakan hal senada. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengirim pasukan, Allah memerintahkan kepada kaum muslimin agar pergi berperang
tetapi sebagian mereka harus tinggal bersama Rasulullah untuk memperdalam
pengetahuan agama. Sedangkan sebagian yang lain menyeru kaumnya dan
memperingatkan mereka dari azab Allah yang telah menimpa umat sebelumnya.
2. Tafaqquh fid Din
فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِم ْنهُ ْم طَاِئفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّي ِن
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya menuntut ilmu. Secara khusus adalah ilmu
agama. Tafaqquh fid din. Apabila terjadi peperangan atau jihad yang statusnya fardhu
kifayah, maka tidak sepatutnya semua orang pergi ke medan perang. Harus ada yang
konsentrasi menuntut ilmu, tafaqquh fiddin.
Dan ayat ini mengisyaratkan, tiap golongan atau kabilah harus ada wakil (representasi)
yang belajar ilmu agama sehingga penyebaran ilmu bisa merata.
Ibnu Katsir menjelaskan, mereka yang tidak berangkat berperang itu dimaksudkan agar
belajar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika pasukan telah kembali,
maka mereka yang belajar mengatakan: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat-
ayat Al Qur’an kepada Rasulullah dan telah kami pelajari.” Mereka kemudian mengajari
pasukan itu.
“Liyataqqahuu fiddiin maknanya, agar mereka mempelajari apa yang diturunkan Allah
kepada Nabi-Nya,” tulis Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Adhiim. “Selanjutnya
mereka akan mengajarkannya kepada Sariyah apabila telah kembali kepada mereka.”
Buya Hamka dalam Tafsir Az Azhar, Surat At Taubah ayat 122 ini menganjurkan
pembagian tugas. “Semua golongan harus berjihad, turut berjuang. Tetapi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam kelak membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang di
garis depan, ada yang di garis belakang. Sebab itu, kelompok kecil yang memperdalam
pengetahuannya tentang agama adalah bagian dari jihad juga.”
Lalu Buya Hamka membawakan dua buah hadits dalam menafsirkan ayat ini:
أقرب الناس من درجة النبوة أهل الجهاد وأهل العلم ألن أهل الجهاد يجاهدون على ما جاءت به الرسل وأما أهل
العلم فدلوا الناس على ما جاءت به األنبياء
“Manusia yang paling dekat kepada derajat nubuwwah adalah ahli ilmu dan ahli jihad.
Adapun ahli ilmu, merekalah yang menunjukkan kepada manusia apa yang dibawa para
Rasul. Adapun ahli jihad, maka mereka berjuang dengan pedang-pedang meraka,
membawa apa yang dibawa para Nabi.” (HR. Ad Dailami dari Ibnu Abbas)
“Pada hari kiamat, tinta para ulama akan ditimbang dengan darah para yuhada’” (HR.
Ibnu Abdil Bar dari Abu Darda’)
Dua hadits itu dhaif, tetapi dalam masalah fadha’ilul ‘amal (keutamaan amal), sebagian
ulama termasuk Imam An Nawawi memperbolehkan.
3. Misi Dakwah dan Tarbiyah
ََولِيُ ْن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم ِإ َذا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Inilah misi orang-orang yang tafaqquh fiddin. Mereka belajar agama untuk diajarkan
dan didakwahkan kepada kaumnya. Mereka bukan sekedar belajar untuk dirinya sendiri
namun memiliki misi dakwah dan tarbiyah. Memberi peringataan kepada kaumnya agar
mereka bisa menjaga diri.
“Ujung ayat ini memberikan ketegasan kewajiban ahli ilmu, yakni memberikan
peringatan kepada kaumnya bila mereka pulang kepada kaum itu, agar kaum itu berhati-
hati,” kata Buya Hamka.
Asbabun Nuzul
Ada dua pendapat mengenai asbabun nuzul Surat At Taubah ayat 120.
Pertama, kata Ibnu Katsir, ayat ini turun berkenaan dengan keberangkatan semua
kabilah bersama Rasulullah ke Perang Tabuk. Allah menjelaskan apa yang dikehendaki-
Nya dalam ayat ini.
Kedua, sebagaimana pendapat Mujahid, asbabun nuzul ayat ini berkenaan sejumlah
orang dari kalangan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang pergi ke daerah
pedalaman lalu mereka memperoleh kebajikan dari para penduduknya dan memperoleh
manfaat dari kesuburan daerah itu. Mereka berdakwah kepada orang yang mereka
jumpai. Namun ada yang mengatakan, “Tiada yang kami lihat melainkan kalian telah
meninggalkan teman kalian (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dan kalian datang
kepada kami.”
Mendengar komentar itu, mereka merasa berdosa. Kemudian mereka semua
meninggalkan pedalaman dan menghadap Rasulullah. Maka Allah menurunkan ayat
ini.6
KESIMPULAN
Pandangan tentang kewajiban menuntut ilmu bukan hanya sekedar ajakan namun, itu
wajib bagi semua umat muslim. Menuntut ilmu atau belajar merupakan suatu keharusan bagi
setiap manusia. Karena dengan belajar, seseorang bisa berubah dari tidak tahu manjadi tahu.
6
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir .
Selain itu dengan belajar, akhlak atau tingkah laku seseorang bisa berubah dari buruk menjadi
baik. Maka kita di wajibkan untuk menuntut ilmu .adapun adab tentang menuntut ilmu ialah niat
yang tulus dari Allah, bertujuan untuk menghilangkan kebodohan bersama dengan diri sendiri
dan orang lain, melindungi syariat, toleran terhadap kesalahan, amal berpengetahuan. Kewajiban
menuntut ilmu diterangkan dalam QS Al-alaq ayat 1-5, QS al-ghosiyah ayat 17-20, QS ar-
rahman ayat 33, QA at-taubah ayat122
DAFTAR PUSTAKA
Wikhdatun Khasanah, Kewajiban Menuntut Ilmu Dalam Islam, Jurnal Riset Agama, Volume 1,
Nomor 2 Agustus 2021.
Wagiman Manik, Kewajiban Menuntut Ilmu, jurnal waraqat, Volume II, No. 2, Juli-Desember
2017.
Tafsir jalalain shohifah 266 baris 12- 8
Tafsir jalalain shohifah 203 baris 4-5
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al
Misbah
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir.