Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMIKIRAN SYEKH AL-ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN

A. Pendidik
Berkaitan dengan guru Syekh al-Zarnuji memposisikan guru pada banyak
posisi. Berikut penulis paparkan yang ada dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim:

1. ‫ابوك في الدين‬
Syekh al-Zarnuji memposisikan guru yang pertama setara dengan
bapak. Layaknya orangtua yang memberikan pengarahan, kasih sayang,
nasihat dan lain-lain. Begitu juga dengan guru memberikan pengarahan, kasih
sayang, nasihat, dan petuah-petuah, yang bahkan melebihi apa-apa yang telah
diberikan orangtua kandung. Maka sesungguhnya orang yang mengajari kamu

satu huruf yang kamu butuhkan dalam perkara agama, maka ia adalah ‫ابوك في‬

‫( الدين‬bapak dalam agama).


Sehubungan dengan hal di atas, menurut al-Ghazali;
“Hak guru lebih besar hak kedua orangtua, orangtua adalah sebab
lahirnya seseorang dalam kehidupan fana’, sedangkan guru menjadi
sebab seseorang dalam kehidupan abadi. Kalaulah tidak ada guru, apa
yang telah diterima seseorang dari bapaknya niscaya akan menjulur pada
kebinasaan. Guru adalah orang yang memberikan makna hidup di
akhirat.” (Dalam Kamaludin A. Marzuki: 1989: 117)

Terkait argumen tokoh tabi’in tersohor tersebut, menandakan begitu


hebat dan mulianya kedudukan guru. Menjadi sebuah keharusan bagi setiap
pembelajar tau posisi guru. Guru memiliki kesetaraan yang sama dengan
orang yang telah menafkahi dan melahirkan kita. Guru adalah orangtua
biologis yang harus diperlakukan sama seperti orangtua kandung. Nabi SAW
mengumpamakan orang alim atas orang ahli ibadah seperti utamanya beliau
atas sahabat yang paling bawah ilmunya. (Asy-Syakir, 2005: 16)

"‫"فضل العالم على العابد كفضلى على أدناكم‬


2. ‫مأدب‬

Kesuksesan murid terletak pada gurunya. Guru lebih tahu betul mana
ilmu yang cocok dengan watak atau kecenderungan muridnya, atau yang
dikenal dengan bakat. Maka seorang murid tidak patut memilih bidang ilmu
sendiri. Akan tetapi menyerahkannya secara penuh kepada sang guru. Syaikh
Burhanul Haqqi berkata, “Pada zaman dahulu para santri itu menyerahkan
agar persoalan mengajinya kepada guru mereka, sehingga mereka berhasil
meraih cita-citanya.” Lain hal dengan zaman sekarang para murid enggan
diarahkan sang guru, ia lebih memilih pengajiannya sendiri, akibatnya mereka
tidak berhasil meraih ilmu yang dicita-citakan. (al-Zarnuji, TT: 24)

Pendidik di anggap sebagai maslikul kabir yang mempunyai derajat


tinggi di sisi Allah, pada satu sisi di katakan pendidik mempunyai jasa lebih
di bandingkan kedua orang tuanya, telah dijelaskan bahwa pendidik
merupakan suatu yang mutlak bagi keberhasilan suatu proses pendidikan dan
pembelajaran. Sehingga Imam al-Ghazali merumuskan sifat-sifat yang harus
dimiliki pendidik diantaranya harus cerdas, sempurna akal, dan baik
akhlaknya; karena dengan kesempurnaan akal seorang guru dapat memiliki
ilmu pengetahuan secara mendalam dan dengan akhlak yang baik guru dapat
memberikan contoh dan teladan bagi muridnya.

Dikisahkan bahwa Muhammad bin Isma’il al-Bukhori memulai


mengaji dari bab shalat di hadapan sang guru yakni Muhammad bin al-Hasan.
Lalu gurunya berkata: “Pergilah dan belajarlah ilmu hadits.” Hal ini
dikarenakan sang guru mengetahui kalau tabiat atau bakat Muhammad bin
Isma’il al-Bukhori pada bidang hadits. Lalu ia pun menuntut ilmu hadits,
hingga akhirnya ia menjadi pelopor seluruh imam ahli hadits. (al-Zarnuji, TT:
24-25)
3. ‫سيد‬

Tuan menurut KBBI adalah orang tempat mengabdi, sebagai lawan


kata abdi, hamba, atau budak. Guru adalah orang yang diabdi oleh para
pelajar. Di tempat guru murid harus bertindak layaknya hamba kepada
tuannya. Apa yang disuruhnya harus segera dilaksanakan, melayaninya ketika
hendak makan, membasuhkan pakaiannya, merapikan tempat tidurnya, rela
diperlakukan apapun oleh sang guru. Seperti yang disampaikan sahabat Ali
bin Abi Tholib Ra:

‫أنا عبد من علمني حرفا واحدا و إن شاء باع وإن شاء أعتق وإن شاء إسترق‬

“Aku tetap menjadi budak orang yang mengajariku, meskipun hanya satu
kalimat. Kalau orang tersebut ingin menjualku, maka bolehlah. Jika ia
ingin membebaskan atau menetapkanku menjadi budaknya, aku tetap
mau.”

Imam Ali bin Abi Thalib rela jika dirinya dijual oleh gurunya, yang
artinya begitu hormatnya kedudukan guru. Imam Ali menempatkan guru
sebagai majikan, sedangkan murid sebagai budak.

Al-Qodhi Fahruddin (Imam daerah Marwa) berkata (al-Zarnuji, TT:


20) :

‫انما وجدت هذا المنصب بحرمة األستاذ فإنى كنت أخدم أستاذى القاضى أبا يزيد‬

‫الدبوسي و كنت أخدمه و أطبخ طعامه وال اكل منه‬.


“Aku mendapat kedudukan ini karena aku menghormati guruku, Abi
Yazid Addabusi. Aku selalu melayani beliau, memasak makanannya, dan
aku tak pernah ikut makan bersamanya.
B. Peserta Didik
Murid dalam pandangan al-Zarnuji adalah anak kecil yang membutuhkan
arahan dan bimbingan dari orang dewasa dalam hal ini lebih tinggi
intelektualnya. Ia tidak paham bagaimana harus melangkah ke depan, melalui
jalan mana yang perlu ia pilih, keterampilan yang cocok dengannya. Murid
layaknya buih dilautan, kemanapun angin berarah maka ia ikut bersamanya.
Karenanya sebagai murid tidak putut untuk berjalan sendiri (sombong), tidak
menginginkan guru.
Murid menurut sahabat Ali adalah budak, sedang guru adalah majikan.
Seorang budak tentu harus patuh terhadap majikannya begitu juga dengan murid
ia harus hormat terhadap gurunya. Syekh al-Zarnuji dalam prolog pasal
memuliakan ilmu dan ahlinya (guru) mengatakan secara tegas dengan dibarengi

tanda taukid berupa kalimat ‫ ِاّن‬yang bermakna sesungguhnya. Kalimat ini

digunakan sebagai penguat untuk lawan bicara agar percaya dengan pernyataan

yang berbicara, ‫مخطب‬ ‫توكيد متكلم الى‬.

‫اعلم بان الطالب العلم ال ينال العلم وال ينتفع به اال بتعظيم العلم و اهله و تعظيم‬

‫االستاذ و توقيره‬
“Ketahuilah, sesunggguhnya orang yang mencari ilmu (murid) tidak
akan mendapatkan ilmu dan manfaat kecuali dengan cara
memuliakan ilmu dan ahlinya atau gurunya.”

Murid adalah orang yang menuntut ilmu, sedang penuntut ilmu adalah
orang yang dihargai Allah, Allah akan jamin hidupnya. Sahabat Rasulullah SAW
berkata (al-Zarnuji, TT: 49):

)‫من تفقه في الدين اهلل كفاه اهلل همه و رزقه من حيث ال يحتسب (الحديث‬
“Barang siapa yang memperdalam ilmu agama Allah, maka Allah akan
cukupkan cita-cita dan rezekinya dari arah yang tak disangka-sangka. (al-
Hadits)”
KH. M. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya Adab al-Alim wa al-Muta’allim,
bahwa peserta didik atau murid dapat didudukkan sebagai subyek pendidikan.
Artinya, peluang-peluang untuk pengembangan daya kreasi dan intelek peserta
didik dapat dilakukan oleh peserta didik itu sendiri, di samping memang harus
adanya peranan guru yang memberi corak dalam pengembangan pengetahuannya.
C. Tujuan Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang amat penting, di mana pendidikan


merupakan aspek yang dapat memajukan pribadi khususnya dan bangsa
umumnya. Sudah barang tentu pendidikan harus memiliki tujuan yang ingin
dicapai. Dalam penyusunan kitab ta’lim al-muta’allim, syekh al-Zarnuji
berkeinginan agar para pencari ilmu bisa berhasil, dan bermanfaat ilmunya.
(al-Zarnuji, TT: 2) :

‫ أومن منافعه‬،‫فلما رأيت كثيرا من طالب العلم في زماننا اليجدون الى العلم واليصلون‬

‫وثمراته وهي العمل به والنشر يحرمون لما أنهم أخطؤا طرائقه وتركوا شرائطه وكل من‬

‫ والينال المقصود قل أوجل أردت وأحببت أن أبين لهم طريق التعلم‬،‫أخطأ الطريق ضل‬

‫على مارأيت في الكتب وسمعت من أساتيذى أولى العلم والحكم‬


Juga diharapkan para penuntut ilmu mampu menambah ketakwaan kepada
Allah SWT dan kerendah hatian, bahwa menjadi alim adalah kehendak Allah
SWT, bukan karna akal kita. Rasulullah SAW bersabda, pencapaian tertinggi
dalam pendidikan yakni mampu mengenal Tuhannya.

‫من عرف نفسه فقد عرف ربه فإذا عرف عجز نفسه عرف قدرة اهلل تعالى‬
1. Kesuksesan ilmu yang bermanfaat
Menurut Imam al-Ghozali (Al-Mutamakkin, 2003) ilmu yang
bermanfaat adalah ilmu yang bisa menambah dalam ketakutanmu kepada
Allah SWT, bisa menambah pengetahuan batinmu tentang cacatnya dirimu,
bisa menambah ma’rifatmu dalam beribadah kepada Tuhan, bisa mengurangi
rasa cintamu terhadap dunia, dan menambah rasa cinta pada akhirat, bisa
membuka mata hatimu untuk melihat bahayanya amal-amalmu sehingga
kamu bisa menjaga dari bahaya tersebut, bisa memperlihatkanmu terhadap
tipu daya setan, bisa memperlihatkanmu cara menyamarnya setan terhadap
ulama su’ yang menjadikan murka Allah SWT, yaitu ulama-ulama yang
memakan dunia dengan agamanya, mereka mengambil ilmu sebagai perantara
untuk mendapatkan harta dari raja, memakan harta wakaf, anak yatim dan
orang-orang miskin, dan mereka menggunakan waktu panjang siangnya untuk
mencari pangkat dan derajat di hati makhluk, yang menjadikan mereka jadi
pamer, adu domba, berlebihan dalam ucapan dan juga sombong.
Bersabda Nabi Saw :

‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم ِنْع َم الَعِط ِّيُة َو ِنْع َم الَه ِد َّيُة َك ِلَم ُة‬,‫عن ابن عباس‬

‫ِح ْك َم ٍة َتْسَم ُعَه ا َفَتْطِو ْى َعَلْيَه ا ُثَّم َتْح ِم ُلَه ا ِاَلى َأٍخ َلَك ُمْس ِلٍم ُتَعِّلُم ُه ِاَّياَه ا َتْع ِد ُل ِع َباَد َة‬

)‫ (رواه الطبران‬.‫َس َنٍة‬


"Sebaik-baik pemberian dan hadiah ialah kata-kata berhikmah. Engkau
dengar lalu engkau simpan baik-baik. Kemudian engkau bawakan kepada
saudaramu muslim. Engkau ajari dia. Perbuatan yang demikian,
menyamai 'ibadah setahun ". (HR. Ath-Thabrani) Hadits Dho’if

Ilmu yang bermanfaat akan tetap dikenang sekalipun orang yang


berilmu itu sudah meninggal, sebab ilmu yang bermanfaat akan abadi. Syaikh
Murghinan berkata: (al-Zarnuji, TT: 32) :

‫والعالمون و إن ماتوا فاحياء‬ # ‫الجاهلون فموتى قبل موتهم‬


“Orang bodoh hakikatnya mati sebelum mati, sedang orang berilmu
tetap hidup sekalipun sudah mati.”
Syaikh Burhanuddin mengarang sebuah syair sangat indah, untuk
memotivasi muslim agar giat mencari ilmu. Meninggalkan kebodohan yang
akan membuat sengsara dunia dan akhirat.

‫فأجسامهم قبل القبور قبور‬ # ‫و في الجهل قبل الموت موت ألهله‬


‫و ليس له حين النشور نشور‬ # ‫وإن امرأ لم يحي بالعلم ميت‬

‫و اوصاله تحت التراب رميم‬ # ‫أخو العلم حي خالد بعد موته‬

‫يظن من األحياء و هو عديم‬ # ‫وذو الجهل ميت و هو يمشى على الثرى‬


Syaikh Burhanuddin berkata, “Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi
melebihi ilmu. Golongan manusia yang paling tinggi derajatnya adalah
golongan manusia yang paling berilmu. Orang yang berilmu itu abadi
(panjang umur) karena dikenang orang. Sedangkan orang bodoh bila mati
tidak ada yang mengenang. Kedudukan orang berilmu jauh lebih tinggi dari
pada raja dan panglima. Aku akan menerangkan keunggulan ilmu kepada
kalian. Ketahuilah, ilmu itu laksana cahaya terang yang sempurna yang dapat
menerangi jalan orang bodoh disepanjang masa. Ilmu itu laksana puncak
gunung yang tinggi yang dapat menyelamatkan manusia dari bahaya banjir.”
2. Kemudahan menjalani hidup atau kesuksesan
Kesuksesan merupakan harapan setiap para pembelajar. Berharap agar
apa yang telah ia usahakan bisa menghidupi dan merubah kehidupannya
menuju lebih baik. Al-Qodhi Fahruddin adalah seorang imam di daerah
Marwa yang sangat dihormati oleh para pejabat negara. Beliau berkata: “Aku
mendapat kedudukan ini karena aku menghormati guruku, Abi Yazid ad-
Dabusi. Aku selalu melayani beliau, memasak makanannya, dan aku tak
pernah ikut makan bersamanya.

Sebagai pelajar harus bercita-cita tinggi, sebab tingginya derajat itu


karna ia bercita-cita tinggi. Cita-cita itu ibarat sayap burung yang
dipergunakan untuk terbang tinggi. Abi Thayib berkata: (al-Zarnuji, TT: 29) :

‫و تأتى على قدر الكريم المكارم‬ # ‫على قدر أهل العزم تأتى العزائم‬

‫وتصغر فى عين العظيم العظائم‬ # ‫و تعظم في عين الصغير صغارها‬


“Kedudukan seseorang itu tergantung menurut cita-citanya,dan
kemulian tergapai oleh seseorang kalau cita-citanya tinggi dan mulia.
Pangkat yang tinggi akan terasa berat meraihnya bagi orang yang
berjiwa kerdil (mental kecil). Tapi bagi orang yang berjiwa besar,
setinggi apapun sebuah kedudukan, dianggap kecil atau ringan.”

D. Materi Pendidikan
1. Hakikat, fikih dan keutamaan ilmu (Mahiyah al-Ilmu wa al-Fiqh wa
Fadhlihi)
Syekh al-Zarnuji menjelaskan urgensi memahami dan keutamaan
ilmu, untuk mendorong para penuntut ilmu agar bersungguh-sungguh
dalam mempelajarinya. Beliau menerangkan hakikat ilmu agar para
penuntut ilmu meremehkan hal-hal kecil yang memang harus dilakukan
penuntut ilmu, seperti halnya niat yang lurus dan lain-lain. Nabi Saw
bersabda bahwa “menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan
muslimat”.
Syekh al-Zarnuji memulai penulisannya dengan hadis Nabi karena
mengharapkan keberkahan. Maksudnya bahwa menuntut ilmu itu
hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan, khususnya
agama. Demikian pula bagi setiap muslim diwajibkan mempelajari ilmu
bermasyarakat, dan teori-teori dalam bekerja agar dapat terpelihara dari
larangan agama. Sebab siapa yang akan melakukan suatu pekerjaan, maka
ia diwajibkan untuk mengetahui ilmunya dan memelihara diri dari
larangan agama.

Beliau mengatakan ilmu itu sangat penting karena ia sebagai perantara


(sarana) untuk bertaqwa, dengan takwa inilah manusia menerima kedudukan
terhomat di sisi Allah, dan keuntungan abadi. Tidak ada seorangpun yang
meragukan akan pentingnya ilmu pengetahuan, karena itu khusus dimiliki
manusia. Adapun selain ilmu itu dimiliki manusia dan juga binatang. Dengan
ilmu pengetahuan, Allah SWT mengangkat derajat Nabi Adam AS di atas
para malaikat. (al-Zarnuji, TT: 3) :

‫و إنما شرف العلم لكونه و سيلة الى التقوى التي يستحق بها الكرامة عند اهلل تعالى‬
‫و السعادة األبدية‬.
2. Niat dalam mencari ilmu (al-Niyyah Hal al-Ta’allum)

Penuntut ilmu sebaiknya berniat dalam menuntut ilmu semata-mata


untuk mencari keridhaan Allah SWT, untuk memperoleh pahala di akhirat,
menghilangkan kebodohan pada dirinya, untuk menghidupkan agama dan
menegakkan agama Islam, karena Islam akan tetap lestari kalau pemeluknya
atau umatnya berilmu. Maka setelah sukses jangan sampai semata-mata untuk
memburu keduniaan yang begitu hina, sedikit, dan cepat sirna. (al-Zarnuji,
TT: 9) :

‫و من وجد لذت العلم و العمل به قلما يرغب فيما عند الناس‬


Penuntut ilmu sebaiknya mau berpikir dalam belajar, kesulitan apa
yang dihadapi dan kepayahan apa yang dihasilkan, sebab ia telah
menekuni, mempelajari ilmu dengan penuh kesungguhan. Penuntut ilmu
jangan sekali-kali mempunyai perasaan tamak yang tidak semestinya,
kecuali tamak untuk menghasilkan ilmu, maka tamak seperti ini
diperbolehkan, bahkan merupakan sasaran kemuliaan. Hendaklah penuntut
ilmu menjaga diri dari perkara yang dapat menjadikan hinanya ilmu dan
ahlinya, sebab memelihara perbuatan seperti ini merupakan keharusan agar
ia tidak tertimpa kehinaan ilmu dan ahlinya. Penuntut ilmu hendaknya
bersifat tawadhu, karena merupakan sifat antara sombong, rendah hati, dan
iffah.
3. Memilih Guru, teman, dan relasi yang baik dengannya (Ikhtiyar al-
Mu’allim wa al-Ustadz wa al-Syarik wa al-Tsabat Alaihi)
Syekh al-Zarnuji menganjurkan kepada penuntut ilmu untuk
memilih ilmu yang ada sejak dulu, yaitu ilmu Nabi Saw, ilmu para
sahabatnya, ilmu para tabi’in dan tabi’it tabi’in, dan bukan ilmu yang baru
yaitu yang belum ada pada zaman mereka tetapi dibicarakan sesudah
mereka dalam suatu abad, seperti ilmu logika, ilmu hikmah, dan ilmu
khilaf.
Adapun cara memilih guru carilah yang alim, yang bersifat wara’,
dan yang lebih tua. Mencari yang alim agar ilmu mampu menambah
wawasan keilmuan lebih mendalalam, sedang mencari yang tua agar bisa
lebih menghormatinya.

‫و اما اختيار االستاذ فينبغي أن يختار األعلم و األورع و األسن‬.

Penuntut ilmu juga harus memilih atau berteman dengan orang


yang tekun belajar, wara’, dan istiqamah serta suka memahami ayat-ayat
al-Qur’an dan hadits. Penting juga bagi penuntut ilmu menjauhi teman
yang malas, banyak bicara, suka merusak, dan suka memfitnah. (al-
Zarnuji, TT: 13) :
4. Mengagungkan ilmu dan orang berilmu (Ta’zim al-Ilmu wa Ahlihi)
Penuntut ilmu hendaknya memuliakan ilmu dan ulama (ahli ilmu)
serta menghormati guru. Tanpa demikian maka tidak akan diperoleh ilmu
yang bermanfaat. Sebagaimana dikatakan bahwa suksesnya seseorang
disebabkan mengagungkan ilmu, ulama, dan guru, serta memuliakan dan
menghormatinya (al-Zarnuji, TT: 18). Sebaliknya, kegagalan seseorang
dalam belajar itu karena tidak mau mengagungkan, memuliakan, dan
menghormatinya, bahkan meremehkannya. Menurutnya manusia tidak
akan pernah kufur dikarenakan berbuat kemaksiatan, tetapi manusia dapat
menjadi kufur karena tidak mau menghormati perintah Allah SWT, dan
larangannya dengan meremehkan dan menganggap ringan serta sepeleh.
5. Giat, tekun, dan bercita-cita (al-Jadd wa al-Muwazdabah wa al-Himmah)
Para penuntut ilmu harus bersungguh-sungguh dalam belajar, harus
tekun. Karena barangsiapa bersungguh-sungguh mencari sesuatu tentu
akan mendapatkannya, dan siapa saja yang mau mengetuk pintu, dan maju
terus, tentu bisa masuk. Hiasi dirinya dengan sifat wara’, dan menjauhi
banyak tidur, banyak makan dan tekun dalam belajar. Mengulang-ulang
pelajarannya pada awal malam dan akhir malam (waktu Isya dan Sahur) .
(al-Zarnuji, TT: 30)
Penuntut ilmu juga harus memiliki cita-cita yang tinggi, sebab
orang yang memiliki derajat yang tinggi karena ia memiliki posisi yang
tinggi. Cita-cita itu barat sayap burung yang dipergunakan terbang
setinggi-tingginya. Menjauhi sifat malas dan putus asa, kejar cita-cita
hingga tercapai.
6. Memulai mengaji, ukuran dan urutannya (Bidayah al-Sabaq wa Qadruhu
wa Tartibuhu)
Syekh al-Zarnuji mengemukakan sistematika pembelajaran sebagai
berikut: “orang yang baru mulai belajar sebaiknya membuat tingkatan-
tingkatan pelajaran kira-kira minimalnya mampu m engulang-ulangi sampai
dua kali (al-Zarnuji, TT: 37). Selanjutnya setiap hari ditambah satu kalimat
umpamanya, sehingga kalau pelajarannya sudah banyak ia tetap mampu
mengulangi dua kali dan seterusnya demikian. Setelah benar-benar hafal
dan mengerti, pelajar kemudian mencatatnya, karena hal itu banyak
manfaatnya dikemudian hari. Apabila pelajar belum mengerti tentang
suatu hal, maka jangan dulu dicatat, sebab akan menimbulkan kerancuan.
Penuntut ilmu hendaknya menambah pelajarannya secara perlahan-lahan
dan sedikit demi sedikit, dari yang mendasar hingga yang mendalam.
7. Tawakal (al-Tawakkul)

Selanjutnya penuntut ilmu perlu membesarkan sikap tawakkal


kepada Allah. Tidak perlu mencemaskan persoalan rizki, apalagi
menyibukkan memikirkan rizki. Abu Hanifah meriwayatkan hadits dari
Abdullah bin Hasan al-Zubaidi, sahabat Rasulullah berkata: “Barangsiapa
memperdalam ilmu agama maka ia dicukupi oleh Allah, dan dia pasti
diberi rizki oleh Allah dari jalan yang tidak disangka-sangka. (al-Zarnuji,
TT: 49)
8. Waktu hasil memperoleh ilmu (Waqt al-Tahsil)
Syekh al-Zarnuji menetapkan waktu yang baik untuk menuntut
ilmu menjelang waktu Shubuh dan antara waktu Maghrib dan Isya’.
Seorang penuntut ilmu harus menggunakan waktunya sebaik mungkin,
terlebih diusia yang masih muda. Hasan bin Ziyad tetap belajar ketika
berusia 80 tahun. Ia tidak pernah nyenyak tidur selama 40 tahun , dan 40
tahun berikutnya ia gunakan untuk berfatwa. (al-Zarnuji, TT: 52)
9. Simpati atau Empati dan Nasihat (al-Syafaqah wa al-Nasyihah)
Setiap penuntut ilmu harus menanamkan sifat kasih sayang, baik
teman sejawat atau di bawah usianya, dan pada yang lebih tua
menghormatinya. Setiap waktunya disibukkan dengan kebaikan, menjauhi
perdebatan yang akan menambah kerasnya hati dan permusuhan. Terlebih
lagi berbuat dzolim terhadap makhluk, hal ini sangat bertentangan dengan
fitrah penuntut ilmu. (al-Zarnuji, TT: 53)
10. Mengambil Manfaat (al-Istifadah)
Para penuntut ilmu harus menambah ilmu disetiap harinya agar
tambah futuh. Dalam belajarnya penuntut ilmu harus senantiasa membawa
alat tulis, agar ilmu baru yang didapat segera ditulis. Karena ilmu itu ibarat
binatang buas, dan mencatat itu adalah talinya. Kalau saja ilmu itu tidak
dicatat, tentu akan berakibat lupa. Seorang penuntut ilmu pula diseringkan
berkumpul bersama dengan para ulama, karena dengan begitu ada banyak
ilmu baru ia dapatkan. (al-Zarnuji, TT: 56)
11. Bersikap Wara Ketika Belajar (al-Wara fi hal al-Ta’allum)
Wara’ adalah satu sikap kehati-hatian yang patut ditanamkan pada
diri setiap penuntut ilmu. Seperti halnya menghindari rasa kenyang,
banyak tidur, dan banyak bicara yang tidak berguna serta
mengnyingkirkan orang yang suka berbuat kerusakan dan maksiat. (al-
Zarnuji, TT: 58)
12. Sesuatu yang Menyebabkan Hafal dan Lupa (fi ma Yuritsu al-Khifdz wa
ma Yuritsu al-Nisyan)
Menurut Syekh al-Zarnuji hal-hal yang dapat menguatkan hafalan
ialah tekun atau rajin belajar, mengurangi makan, sholat malam, dan
membaca al-Qur’an. Para penuntut ilmu juga berusaha mencegah hal-hal
yang dapat merusak hafalan, seperti banyak berbuat maksiat, banyak dosa,
banyak susah, memikirkan urusan harta, dan terlalu banyak kerja. (al-
Zarnuji, TT: 62)
13. Sesuatu yang Bisa Menarik dan Menolak Rizky, dan sesuatu yang Bisa
Memanjangkan dan Memendekkan Umur (fi ma Yajlibu al-Rizq wa man
Yamna uhu wa ma Yazid al-Umr wa ma Yunqishu)
Dalam sebuah bait awal disebutkan bahwa dalam mencari ilmu
dibutuhkan biaya. Maka seyogyanya penuntut ilmu perlu mengetahui hal-
hal yang dapat mendatangkan rizki dan menolak rizki. (al-Zarnuji, TT: 68)
Di antara hal-hal yang dapat mendatangkan rizki:
a. Sholat dengan khusyu’
b. Sholat dhuha
c. Membaca surat al-Waqi’ah, al-Mulk, al-Muzammil, al-Lail, al-
Insyiroh
d. Terus menerus dalam keadaan suci
e. Melakukan sholat sunnah fajar dan witir
f. Datang di masjid sebelum adzan
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan menolak rizki antara
lain:
a. Biasa melakukan perbuatan dosa
b. Biasa berdusta dan berbohong
c. Biasa tidur pagi hari
d. Banyak tidur malas berusaha
E. Metode Pendidikan
Dalam kitabnya ta’lim al-muta’allim al-Zarnuji menjelaskan bahwa
metode pembelajaran meliputi dua kategori. Pertama, metode yang bersifat etik
religi. Kedua, metode yang bersifat teknik strategi. Termasuk ke dalam kategori
pertama adalah pemikirannya yang mengharuskan para pelajar mempraktekkan
beberapa jenis amalan tertentu. Kategori ini dikatakan sebagai allogical, dalam
arti kita tidak dapat mendiskusikannya secara rasional. Sebagai contoh al-Zarnuji
mengatakan bahwa untuk dapat diberikan rezeki, hendaknya setiap belajar
dianjurkan untuk membaca Subhanallah wa bihamdih, Subhanallah al-‘adziim
sebanyak seratus kali. (Iqbal, 2015: 380)
Kedua, metode bersifat teknik strategis meliputi meluruskan niat, cara memilih
pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar.

1. Meluruskan niat; orang yang menuntut ilmu harus didasari dengan niat
yang baik, ikhlas, dan mencari ridho Allah. (al-Zarnuji, TT: 9)

‫ اذ النية هي األصل في جميع األحوال‬.‫ال بد له من النية في زمان تعلم العلم‬.

‫و ينبغي أن ينوي المتعلم بطلب العلم رضا اهلل تعالى والدار األخرة و إزالة الجهل‬

‫و إحياء الدين و إبقاء اإلسالم‬.


Setiap orang yang mencari ilmu harus menata niatnya ketika akan
belajar. Karna niat adalah pokok dari segala amal ibadah. Karna itu niat
seorang pelajar dalam menuntut ilmu harus ikhlas mengaharap ridho
Allah, mencari kebahagiaan di akhirat, menghilangkan kebodohan,
menghidupkan agama, dan melestarikan Islam.

2. Cara memilih pelajaran;

Bagi orang yang mencari ilmu sebaiknya mendahulukan memilih/


mempelajari ilmu yang dibutuhkan dalam urusan-urusan agamanya, seperti
ilmu tauhid dan ilmu fiqih. (al-Zarnuji, TT: 13)

‫ بل يفترض عليه طلب‬,‫إعلم بأنه ال يفترض على كل مسلم و مسلمة طلب كل علم‬

‫ افضل العلم علم الحال و افضل العمل حفظ الحال‬:‫علم الحال كما يقال‬.
Ketahuilah bahwa kewajiban menuntut ilmu bagi muslim dan muslimat ini
tidak sembarang menuntut ilmu, tapi diwajibkan pada ilmu agama dan
ilmu yang menerangkan tingkah laku atau bermuamalah dengan sesama
manusia. Seperti yang dikatakan: ilmu yang paling utama adalah ilmu hal,
dan perbuatan yang paling utama adalah menjaga perilaku.

Pada pasal berikutnya beliau menjelaskan bahwa para pelajar harus


memilih ilmu pengetahuan yang paling baik atau paling cocok dengan dirinya
(sesuai bakatnya). Pertama-tama yang pelu dipelajari oleh pelajar adalah ilmu
yang paling baik dan yang diperlukan dalam urusan agama pada saat itu.
Kemudian baru ilmu-ilmu yang diperlukan pada masa yang akan datang.
3. Cara memilih guru;

Adapun cara memilih guru carilah yang alim, yang bersifat wara’ dan
yang lebih tua. (al-Zarnuji, TT: 16)

‫و أما اختيار األستاذ فينبغى أن يختار األعلم و األورع و األسن‬


4. Cara memilih teman;

Seorang santri harus memilih atau berteman dengan orang yang tekun
belajar, bersifat wara’ dan berwatak istiqamah.Dan orang suka memahami
ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Dan ia harus menjauhi teman
yang malas, banyak bicara, suka merusak dan suka menfitnah. (al-Zarnuji,
TT: 17)
Seorang penyair berkata:

‫فإن القرين بالمقارن يقتدى‬ # ‫عن االمرء ال تسأل و أبصر قرينه‬

‫و إن كان ذا خير فقارنه تهتد‬ # ‫فإن كان ذا شر فجنبه سرعة‬


“Jangan bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa
temannya. Karena orang itu biasanya mengikuti temannya. Kalau
temanmu berbudi buruk, maka menjauhlah segera. Dan bila berlaku baik
maka bertemanlah dengannya, tentu kau akan mendapat petunjuk”.

Langkah-langkah dalam belajar; mengenai hal ini, termasuk juga tiga


aspek teknik pembelajaran, menurut Grunebaum dan Abel, terdapat enam hal
yang menjadi sorotan al-Zarnuji, yaitu (1)Kurikulum dan materi pelajaran (the
curiculum and subject matter), (2) Pilihan pengaturan dan guru (the choice of
setting and teacher), (3) Waktu untuk belajar (the time for study), (4) Teknik
untuk belajar dan cara belajar (techniquea for learning and manner of study), (5)
Dinamika pembelajaran (dynamics of learning), (6) Hubungan siswa untuk lain
(the student’s relationship to other). Dari pernyataan tersebut terlihat dengan jelas
bahwa al-Zarnuji telah berbicara tentang aspek-aspek pendidikan yang amat
penting.

Anda mungkin juga menyukai