Universitas Mataraam
Cendra Irawan
Pemandu Ideal KAMMI
Murobbi berasal dari bahasa arab yaitu robba yurobbu yang artinya mendidik, mengarahkan,
memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara.
Misi keberadaan kita di dunia ini tiada lain kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. Allah
Subhanahu Wa ta’ala berfirman, artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. 21 : 107). Rahmat adalah menebarkan kasih sayang
dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat. Melakukan misi mulia tersebut
mengharuskan kita untuk terjun dalam ranah dakwah. Ya, dakwah. Kenapa.? karena hanya jalan
dakwah –sesuai tuntunan dan contoh nabi tentunya – kasih sayang dan manfaat yang sebesar-
besarnya bisa sampai dan didirasakan oleh manusia bahkan alam semesta.
Itulah sebabnya Allah Subhanahu Wa ta’ala menjadikan jalan orang-orang yang berdakwah,
menyeru kepada kebaikan (ma’ruf) dan mencegah dari kemungkaran sebagai jalan yang terbaik
nan mulia sepanjang masa. Bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri?” (QS. 41 : 33).
Dalam sebuah halaqah, murobbi beraksi sebagai qiyadah (pemimpin), ustadz (guru), walid
(orang tua), dan shahabah (sahabat) bagi mad’unya. Peran yang multifungi itu mengharuskan
seorang murobbi memiliki berbagai kompetensi, antara lain kompetensi untuk memimpin,
mengajar, membimbing, dan bergaul. Karena itulah peran murobbi berbeda dengan peran ustadz,
muballigh atau penceramah pada tataran dakwah ‘ammah. Jika peran muballigh titik tekannya
pada penyampaian materi-materi Islam secara menarik dan menyentuh hati, maka murobbi
memiliki peran yang lebih kompleks dari itu. Murobbi perlu melakukan hubungan yang intensif
dengan mad’unya. Ia perlu mengenal “luar dalam” mad’unya melalui hubungan yang dekat dan
akrab. Ia juga memiliki tanggung jawab untuk membantu permasalahan mad’unya sekaligus
bertindak sebagai pembina mental, spritual, dan (bahkan) jasmani mad’unya. Peran ini relatif
tidak ada pada diri seorang muballigh. Karena itulah, mencetak murobbi sukses lebih sulit
daripada mencetak muballigh sukses.
Dalam skala makro, keberadaan murobbi sangat penting bagi keberlangsungan perjuangan Islam.
Dari tangan murobbilah lahir kader-kader dakwah yang tangguh dan handal memperjuangkan
Islam. Urgensi murobbi dalam perjuangan Islam bukan hanya sebatas retorika atau tataran teori
belaka, tapi sudah dibuktikan dalam perjalanan sejarah panjang umat Islam. Dimulai oleh Nabi
Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam sendiri ketika beliau menjadi murobbi bagi para
sahabatnya di Darul Arqam. Kemudian dilanjutkan oleh para ulama terdahulu salaf (terdahulu)
yang shalih, sampai akhirnya dipraktekkan oleh berbagai harakah (gerakan) Islam di seluruh
belahan dunia hingga saat ini. Tongkat esatafet perjuangan Islam tersebut dilakukan oleh para
murobbi yang sukses membina kader-kader dakwah yang tangguh.
Dalam point lembut dalam berdakwah ini ada sebuah ungkapan yang diucapkan oleh Ibnu
Alqayyim Radhiallahu anhu: “Yang paling ajaib adalah anda mengenal Allah tapi anda tidak
mencintainya, anda mendengar penyeru kepada kebaikan lalu anda terlambat meresponnya.
Anda tahu besarnya keuntungan berinteraksi denganNya tapi anda berinteraksi dengan selain
Dia. Anda tahu besarnya kemurkaanNya tapi anda justru mempersiapkan diri untuk
dimurkaiNya, anda merasakan sakitnya terisolir karena bermaksiat kepadaNya kemudian anda
tidak berusaha mendekat kepadaNya dengan jalan taat. Anda merasakan getahnya hati ketika
membicarakan selain Dia lalu anda tidak tertarik untuk lapang dada dengan dzikir dan
bermunajat kepadaNya, anda merasakan siksa ketika hati lengket dengan selain Dia tapi anda
tidak lari sedikitpun menuju kenikmatan menghadap dan kembali kepadaNya. Lebih aneh lagi,
anda tahu bahwa anda harus mendapatkan apa saja dariNya dan sangat membutuhkanNya, tapi
anda berpaling dariNya dan senang dengan apa saja yang menjauhkan anda dari-Nya” itu
sangat aneh.
Masalah kejenuhan dalam menjalani dakwah itu juga pernah terjadi pada masa lalu. Murid-murid
Ibnu Mas’ud pernah memberikan ucapan bahwa mereka ingin diajari oleh gurunya (Ibnu
Mas’ud) setiap hari. Akan tetapi dengan sarat sang guru menjawab “Aku tidak bisa memenuhi
kalian, sebab aku tidak ingin membuat kalian jenuh. Aku mencari waktu yang tepat untuk
memberi nasihat kepada kalian, sebagaimana rasulullah memilih waktu yang pas untuk
memberi nasihat kepada kami karena khawatir kami mengalami kejenuhan.
Cobaan terjadi agar pelaku jalan dakwah tegar berada di jalan dakwah, setelah itu mereka
tidak boleh berleha-leha, apapun kondisinya “Sayyid Quthb”
Contoh lembut terhadap orang bodoh adalah ketika ada seorang arab dusun kencing di sudut
masjid, lalu para sahabat membentaknya, namun rasulullah dengan kelembutannya melarang
sahabat membentaknya, selesai kencing, para sahabat diminta untuk menyiramkan air ke tempat
kecing tadi. Sementara orang arab dusun tadi melakukan perilakunya karena kebodohannya.
Biografi Penulis
Buku ini mungkin terlihat kecil, namun sarat dengan pelajaran-pelajaran yang sangat luar biasa.
Bagus dibaca untuk para da’i, muda ataupun tua. Ringkasnya, buku ini menyampaikan bahwa
secara general, seorang da’i hendaklah: 1. Memiliki keteladanan yang baik, 2. Lembut, 3. Hobi
mengokohkan hati dan 4. Merasakan kesertaan Allah selalu
Kategori buku ini merupakan buku motivasi, teruntuk para murabbi agar halaqah menjadi lebih
bernutrisi, yang kaya akan nuansa rabbaniyah tetapi tidak membosankan, sehingga para
mutarabbi menjadi betah dalam setiap mengikuti materi-materi halaqahnya.