Disusun Oleh:
Kelompok 11
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam
yang atas segala karunia, rahmat, taufiq dan hidayah-Nya menyertai kami sehingga dapat
memperoleh semangat, kekuatan dan kesabaran untuk menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Akhlak Tercela Batiniah”. Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa umat ini dari zaman
kegelapan, menuju zaman terang benderang.
Dalam memenuhi tugas makalah ini, kami selaku pemakalah mohon maaf apabila
terdapat kesalahan di dalam menyusun makalah ini, kami menyadari masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk menyempurnakan makalah ini sehingga menjadi lebih baik.
Kesalahan dan kekhilafan hanya berasal dari kita sebagai makhluk, dan kesempurnaan
serta kebenaran hanya berasal dari Allah SWT. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Kelompok 11
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. AKHLAK BATHINIAH
1. Pengertian Akhlak
Secara istilah (lughatan) atau akhlak dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari khuluk
yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yaitu
menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), atau makhluk yang diciptakan dan akhalq
(penciptaan). Kesamaan kata diatas mengartikan bahwa dalam akhlak mencakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia).
Dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungan baru
mengandung nilai akhlaq yang hakiki mana kala tindakan atau perilakunya tersebut
didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan).
Jadi, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan/norma perilaku yang mengatur hubungan
antar sesama manusianya, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun agar tercipta kerukunan dan ketertiban.
Akhlaq atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa manusia, sehingga dia akan
muncul secara spontan apabila diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan
terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar/orang lain.1
Akhlak secara bahasa ialah tingkah laku seseorang yang di dorong oleh suatu keinginan
secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Seorang ulama mendefinisikan
akhlak sebagai berikut; sesunggahnya akhlak itu ialah kemauan yang kuat tentang suatu yang
dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi adat yang membudaya, yang mengarah pada
kebaikan atau keburukan. Terkadang adat nya itupun terjadi secara kebetulan tanpa disengaja
maupun dikehendaki. mengenai yang baik maupun yang buruk, hal tersebut tidak dinamakan
akhlak.2
Dari pengertian di atas ada terdapat kesamaan, yaitu akhlak merupakan perbuatan yang
berpangkal pada hati atau atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan pertimbangan dan tanpa
ada unsur pemaksaan, kemudian diwujudkan dalam perbuatan yang berulang-ulang sehingga
menjadi adat dan akhirnya menjadi sifat. Sifat itu ialah sebagian dari kepribadian. Sehingga
1
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 1999), 1-2.
2
Bambang Trim, Menginstal Akhlak Anak, (Jakarta: PT Grafindo,2008), 6
sulit di ubah, karena telah tertanam dalam kepribadiannya. Jika keadaan tersebut melahirkan
perbuatan terpuji menurut pandangan syariat Islam dan akal pikiran, sedangkan jika
perbuatan-perbuatan yang timbul tidak baik maka dinamakan akhlak tercela.3
Pada dasarnya manusia memiliki kedua akhlak, yaitu baik dan buruk. Sebagaimana dalam
Al-Quran;
وهدينا الذجدين
Artinya : “ Maka kami telah memberikan petunjuk kepada-Nya (manusia) dua jalan
mendaki (Baik dan buruk) ”. ( al-Balad: 10 ).
Pengertian akhlak menurut Ulil Amri Syafri dan Nashiruddin Abdullah berpendapat
menyatakan bahwa, secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlak terpuji, akhlak
yang baik dan benar menurut syariat Islam, dan akhlak tercela, akhlak yang tidak baik dan
tidak benar menurut syariat Islam. Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik
pula, demikian sebaliknya akhlak yang buruk terlahir dari sifat yang buruk.
Para ahli mengartikan akhlak dengan suatu keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan
terjadinya perbuatan-perbuatan seseorang dengan mudah. Dengan begitu, bila perbuatan,
sikap, dan pemikiran seseorang itu baik, niscaya jiwanya juga baik.
Sikap iri pada seseorang dapat muncul ketika ada suatu hal yang tidak dapat
dicapai oleh seseorang atau mungkin adanya suatu achievemen yang didapat oleh
3
Ahmad, Imam S, Tuntunan Akhlakul Karimah, Lekdis, Jakarta, 2005
seseorang dan orang lain tidak miliki. Seperti halnya dengan seorang siswa yang
masih berkecimuk di bidang pendidikan khususnya pada siswa sekolah menegah
atas yang kedepannya akan menentukan kemana mereka akan terjun, mungkin
dibidang pendidikan tinggi atau jenjang perkuliahan, atau pun mereka akan
memutuskan untuk langsung terjun ke dunia kerja.
Dalam dunia pendidikan sering kali siswa merasa iri dengan teman satu
angkatan maupun satu kelasnya karena mendapat prestasi atau nilai yang lebih
baik dari siswa itu sendiri. Meskipun iri dapat bertindak sebagai kekuatan positif
untuk meningkatkan dorongan, menumbuhkan persahabatan yang bersahabat di
antara rekan kerja, dan memotivasi perubahan, rasa iri paling sering dianggap
sebagai keadaan emosi negatif yang terkait dengan konsekuensi yang tidak
diinginkan.
Iri hati, yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar
kenikmatan dan kebahagiaan orang lain bias hilang. Sifat ini sangat merugikan
manusia dalam beragama dan bermasyarakat sebab dapat menjerumus pada sifat
rakus, egois, serakah, atau tamak, suka mengancam, pendendam, dan lain
sebagainya. Sesuai dengan firman Allah dalam surah an-Nisa’ [4] : 32;
ِ ض ۚ لِلرِّ َج
ال َ ْض لَ هَّللا ُ ِب هِ بَع
ٍ ْض ُك ْم َع ل َٰى بَع َّ ََو اَل تَت ََم َّن ْو ا َم ا ف
Artinya : ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan
bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan
4
Nurhikwa Tri Novela, “Kontekstualisasi Iri Hati dalam Al-qur’an”, Riau, hal. 13-14
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”5
2. Dengki
Hasad atau dengki adalah perasaan tidak senang terhadap orang lain yang
mendapatkan nikmat dari Allah. Orang yang memiliki sifat hasad selalu iri hati
jika melihat orang lain hidup senang. Hasad adalah sifat dengki tercela. Allah swt
dan Rasul-Nya melarang kita berbuat hasad atau dengki.
الحسداالفي^ اثنتين
Maksud dalam hadits ini adalah ghithbah. Hasad atau dengki adalah perasaan
tidak senang terhadap orang lain yang mendapatkan nikmat dari Allah. Orang
yang memiliki sifat hasad selalu iri hati jika melihat orang lain hidup senang.
Hasad adalah sifat dengki tercela. Allah swt dan Rasul-Nya melarang kita berbuat
hasad atau dengki.
5
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya, hal. 83
dan jadilah kamu semua hamba Allah seperti saudara, sebagaimana yang
diperintahkan Allah kepadamu.”
Hasad atau dengki adalah sifat dari iblis dan setan. Makhluk Allah yang
pertama kali memiliki sifat hasad atau dengki adalah iblis. Dengki kepada Nabi
Adam as. Karena Nabi Adam dicipta oleh Allah sebagai makhluk terhormat, iblis
iri hati melihat malaikat bersujud menghormati Nabi Adam. Karenasifat
dengkinya yang sudah melekat pada dirinya, iblis tidak mau mengormati Nabi
Adam, walaupun itu adalah perintah Allah. Oleh sebab itu, iblis dikutuk oleh
Allah Swt.6
Para ulama berkata bahwa orang yang hasud tidak berbahaya kecuali jika sifat
hasudnya telah berefek pada perbuatan dan perkataan. Hal ini jika sifat hasudnya
membuatnya berbuat jahat kepada orang yang dia hasudi. Hasud adalah dosa
maksiat kepada Allah pertama kali yang terjadi di bumi. Iblis hasud kepada Nabi
Adam dan Qabil hasud kepada Habil. Orang yang hasud sangat dibenci dan
dilaknat. Dari pembahasan di atas, Dengki adalah sifat yang tidak baik. Karena
itu, di perlukan sebuah pemahaman dan wawasan tentang ayat yang berkaitan
dengan iri hati. Agar terhindar dari segala perbuatan yang tidak di sukai oleh
Allah SWT.
3. Buruk Sangka
Berburuk sangka atau su'udzon itu merupakan perilaku yang tidak boleh
dilakukan kepada siapapun itu, sebaiknya perilaku berprasangka yang tidak baik
harus dapat kita hindari karena perilaku berburuk sangka itu dapat menjadikan
penyebab timbulnya iri hati. Buruk sangka atau Su'udzon itu termasuk tingkah
laku tercela sangat tidak patut dilakukan dan harus kita hindari. Biasanya orang
yang selalu berburuk sangka kepada orang lain akan terus memandang buruk
orang tersebut. Dan itu adalah sebuah dosa. Allah SWT telah melarang seluruh
insan untuk menjauhi sifat berparasangka terhadap siapapun, sebagaimana yang
telah dinyatakan dengan jelas di dalam Qur'an surat Al Hujurat ayat 12:
6
Masan Af, Pendidikan Agama Islam : Akidah Akhlak Untuk MTS Kelas VIII (Semarang: Pt. Karya Toha Putra,
2015). hal. 143
^ض^ ا^ل^ظَّ^ ِّن
^َ ^يَ^ا^ َأ ُّي^ هَ^ا^ ا^لَّ^ ِذ^ ي^ َ^ن^ آ^ َم^ نُ^و^ا^ ا^ ْ^ج^ تَ^نِ^ بُ^و^ا^ َك^ ثِ^ ي^ ً^ر^ ا^ ِم^ َ^ن^ ا^ل^ظَّ^ ِّن^ ِإ َّن^ بَ^ ْع
^ِإ ْث^ ٌم^ ۖ^ َ^و^ اَل تَ^ َج^ َّس^ ُس^ و^ا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah
dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain”. ( Q.S Al-Hujurat :
12).
Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka,
karena sebagian tindakan berprasangka merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini
juga terdapat larangan berbuat tajassus. Tajassus itu ialah mencari-cari kesalahan-
kesalahan atau kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari
prasangka yang buruk. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya: “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena
prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari
berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling
membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara”3 Amirul Mukminin Umar bin Khathab pun berkata, “Janganlah
engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang
mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu
membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik”.
Kemudian Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan
di dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib, beliau berkata: “Hati-hatilah kalian terhadap
perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian
salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap
saudaramu”.
Lalu Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata: “Apabila ada berita
tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah
mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya,
maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai
alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut” . Buruk sangka
biasanya berasal dari diri sendiri.
Hal itu sangat berbahaya karena akan mengganggu hubungan dengan orang
yang dituduh jelek, padahal belum tentu orang tersebut sejelek prasangka kita
itulah sebab dari berburuk sangka, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa
buruk sangka lebih bahaya daripada berbohong. Karena itu sudah seharusnya kita
menghindari sifat berburuk sangka, berbagai cara dapat kita lakukan untuk
menghindari sifat buruk Sangka diantaranya yaitu:
1. Berhati-hatilah dalam berbicara,menerima akan kebenaran informasi,
dan melakukan tindakan.
2. Menerapkan ajaran agama di dalam kehidupan.
3. Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4. Perbanyak introfeksi diri sendiri.
Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata, ”Orang yang berakal wajib mencari
keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan berperasangka dan
senantiasa harus sibuk cukup memikirkan kejelekan dirinya sendiri saja.
Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan
melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan
merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia
akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya.
Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan
melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa
letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya.”
Dan Abu Hatim Bin Hibban Al-busti berkata: “Tajassus itu adalah cabang dari
kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang
dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya,
dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan
selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat
dan membuatnya menderita”.7
4. Riya dan Sombong
a. Pengertian Riya
Dalam kamus besar bahasa Indonesia riya‟ (pamer) berarti menunjukkan
(mendemonstraksikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan
maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan
diri. Sedangkan menurut Al-ghazali dalam bukunya intisari ihya‟ ulumuddin
ia mengatakan bahwa riya‟ berasal dari kata Ar-ru‟yah ) melihat( sementara
7
Muhammad Rafli. “Tingkah Laku Tercela”, Jurnal Prodi Ilmu Hadits Ushuluddin dan Adab UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, hal. 3-5
sum‟ah berasal dari kata AsSima‟ )mendengar(. Pada dasarnya, riya‟ berarti
menginginkan agar orang-orang melihat untuk memperoleh kedudukan di sisi
mereka.32 Sedangkan Abu Ja’far mengartikan riya‟ ialah suka mendapat
pujian dari orang atas perbuatan baik yang ia lakukan.
Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya Al-fathul Arabbani beliau menjelaskan
tentang orang yang berbuat riya‟ adalah orang yang memakai pakaian bersih
tetapi hatinya kotor.
b. Hukum Riya
Dapat kalian ketahui bahawa Riya‟ itu haram dan pelakunya di murkai Allah
swt hal ini di isyaratkan oleh firmanNya;
a. Pengertian Sombong
8
Saida Farwati, Riya’ dalam perspektif al-Qur’an. Jurnal ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DALAM
TAFSIR AL-MISBAH. Hal. 32-39.
dengan mempunyai banyak kelebihan, menganggap orang lain banyak
kekurangan dan menganggap orang lain lebih rendah dari dirinya.
Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, kesombongan adalah seorang
yang memuji dirinya sendiri dan menyombongkan diri dengan nikmat dari
Allah, seperti nikmat (mempunyai) anak, harta, ilmu, kedudukan, kekuatan
jesmani atau yang serupa dengan itu. Yang penting bahwa makna sombong
adalah ketika ada seseorang yang memuji dirinya sendiri karena memiliki
banyak nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadanya dan
menyombongkan diri di depan orang lain.
Imam al-Ghazali mengatakan, sombong adalah tingkah laku dan sifat
yang cenderung memuji, mengagungkan, membesarbesarkan, dan memandang
diri sendiri lebih hebat dari pada orang lain. Ia menganggap orang lain rendah
dan tidak ada artinya sama sekali, ia merasa hebat sehingga tidak menutup
kemungkinan sering meghina orang lain. Sombong tidak menghargai dan tidak
mengakui kenikmatan dari Allah yang diberikan kepadanya. Karena sifat
sombongnya sehingga ia menganggap kekayaan dan hartanya dianggapnya
bukan karena karunia Tuhan, melainkan jerih payahnya sendiri.
Sombong merupakan berpuas diri atas apa yang telah ia raih untuk
ditunjukkan kepada orang lain. Sikap sombong tidak lain ialah bentuk
pengungkapan jiwa agar supaya ia diterima oleh orang lain. Sombong salah
satu sifat tercela. Maknanya seorang memandang dirinya berada di atas orang
lain, lalu muncul di dalam hatinya rasa lebih hebat, lebih kuat, lebih tinggi
dibanding orang lain, memandang mereka lebih hina, dan meninggi saat
berkumpul bersama mereka.8 Takabbur adalah sikap menyombongkan diri
karena merasa dirinya mempunyai banyak kelebihan dan memandang orang
lain banyak kekurangan.
Adapun secara umum sebab-sebab sombong itu antara lain
yaitu;karena ilmu pengetahuan yang dimiliki, ibadah dan amal soleh yang
dikerjakan, keturunan atau nasab, kecantikan dan kegantengan yang dimiliki,
kekuasaan yang dimiliki, dan karena kaum atau golongannya lebih banyak.9
9
Taufikurrahman,. Sombong dalam al-Qur’an. Artikel Jurnal. Hal.39-45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku atau akhlak tercela adalah sifat yang sangat merugikan diri sendiri maupun
orang lain, dalam ajaran Islam perbuatan tersebut sangat bertentangan. Perilaku
tercela ada 5 yaitu: ananiyah, gadab, hasad, gibah, dan namimah.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam,
1999), 1-2.
Bambang Trim, Menginstal Akhlak Anak, (Jakarta: PT Grafindo,2008), 6
Ahmad, Imam S, Tuntunan Akhlakul Karimah, Lekdis, Jakarta, 2005
Nurhikwa Tri Novela, “Kontekstualisasi Iri Hati dalam Al-qur’an”, Riau, hal. 13-14
Masan Af, Pendidikan Agama Islam : Akidah Akhlak Untuk MTS Kelas VIII (Semarang: Pt.
Karya Toha Putra, 2015). hal. 143
Muhammad Rafli. “Tingkah Laku Tercela”, Jurnal Prodi Ilmu Hadits Ushuluddin dan Adab
UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, hal. 3-5