Anda di halaman 1dari 4

Bagaimana Menyentuh Hati

Oleh: Abbas As-Siisiy

Buku ini diperuntukkan bagi para pemuda yang merasa terpanggil oleh
seruan Allah (Q.S. Al-Imran:104), dimana terdapat segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar. Namun target seruan atau objek dakwah ini beragam dan
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, pendidikan, tradisi dan pola pikir.
Dan setiap kelompok mempunyai cara dan sarana tersendiri dalam merangkul
massa.Metode dakwah haruslah secara tadarruj (bertahap), sebagaimana firman
Allah swt.,

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (Asy-Syu'ara:


214)

"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. " (Al-Hijr:
94)

Jika kita telah faham bahawa syaitan juga membuat program untuk para
pengikutnya dengan langkah-langkah yang bertahap (sebagaimana firman Allah,
"Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan." (Al-Baqarah: 168), maka
sudah selayaknya seorang da'i juga membuat program dan langkah-langkah dalam
mengambil simpati mad'u. Sungguh sangat jauh berbeda antara tujuan syaitan
dengan tujuan orang-orang yang beriman.

Oleh kerananya, seorang da'i hendaklah memperhatikan celah-celah


kebaikan yang ada pada orang lain kemudian memupuknya, sehingga celah-celah
keburukan yang ada padanya tersingkir dan ia mahu bangkit berdiri melangkah di
jalan Islam.

Pendekatan terhadap mad’u harus dilakukan dengan lemah lembut. Kita


harus menyadari bahawa kita tidak diwajibkan untuk memastikan mereka semua
menerima ajakan kita, namun jika mereka semua menerima ajakan kita, itu adalah
rahmat dari Allah. Hanya Dialah yang berhak memberikan hidayah. Adapun da'i
yang menghabiskan waktunya hanya untuk satu orang dengan harapan agar orang
tersebut mahu menerima ajakannya adalah tidak benar.

Menghafal nama adalah hal yang penting, kerana dari sinilah terjadi
interaksi dan lahir sifat saling percaya sesama individu. Tabiat dakwah kita adalah
saling mengenal. Imam Hasan Al-Banna adalah da'i yang sangat gemar menghafal
nama.
Cara bertutur kata dan penampilan seorang da'i akan menarik perhatian
orang yang mendengar dan melihat-nya, karena pada dasarnya jiwa manusia
cenderung dan tertarik dengan penampilan yang indah dan baik. Orang Arab
mengatakan, "Kata-kata yang keluar dari mulut hendaknya penuh dengan
kemuliaan dan keindahan." Bahkan ada ungkapan populer di kalangan
masyarakat, "Ungkapan membawa kebahagiaan."

Dari sini kita bisa melihat bahwa yang dipilih sebagai personil-personil
pemasaran hasil produksi adalah orang-orang yang berpenampilan menarik, di
sampmg kualitas produk yang terbaik. Pada hakikatnya, dakwah adalah
menawarkan sebuah risalah dan landasan pola berpikir yang tercermin dalam
akhlak, kepribadian, dan penampilan. Penampilan dan akhlak yang baik akan
membuat orang yang baru saja memandang menjadi tertarik dan simpati. Maka
kita akan menjumpai ada sebagian orang yang menggantungkan kepercayaan
melalui pandangan matanya.

Pada zaman ini banyak orang menggunakan nama-nama aneh yang hanya
asal ucap saja. Lebih aneh lagi banyak orang merasa bangga jika menyandang
nama-nama itu, sehinggga jika ada orang yang memanggilnya dengan
menggunakan nama aslinya maka ia akan marah. Tatkala kita sudah menjadi umat
Muhammad saw., kita mempunyai kewajiban agar memanggil orang lain dengan
panggilan yang ia sukai, karena hal itu dapat mempererat hubungan kita dengan
orang tersebut.

Penampilan seorang da'i harus berseri-seri dan ceria dalam segala situasi
dan kondisi. Maka seorang da'i tidak boleh bermuka masam dan cemberut
sewaktu menghadapi seseorang, tetapi berwajah ceria ketika menghadapi yang
lain. Bahkan seharusnya ia selalu berlapang dada dan ceria. "Carilah kebaikan di
saat wajah sedang ceria", demikian kata pepatah. Sesungguh-nya dalam hati setiap
orang tersimpan potensi besar bagi dakwah, kerana hati seseorang secara fitrah
senang kepada semua yang menyambut dan melayaninya dengan baik.

Sebagian pemuda yang mengaku anggota jamaah islamiah, dalam berbagai


kesempatan masih sering tampak sikapnya yang bertentangan dengan adab lslami.
Masih suka merokok, bertengkar dengan teman, berpacaran, dan lain-lainnya. Hal
inilah yang membuat jamaah tersebut banyak dikritik sehingga merasa terbebani.
Memang, dalam kenyataannya masalah seperti ini banyak terjadi di kalangan
pemuda yang baru tersentuh dakwah. Mereka masih memerlukan penanganan dan
pembinaan. Ziarah dan pertemuan merupakan obat yang meng-gairahkan bagi
seorang teman, dapat membangkitkan semangat, dan meningkatkan kadar ruhani
serta menim-bulkan perasaan dihargai keberadaannya. Sehingga perasaannya
berkembang dan semangatnya semakin kuat. Bila kita benar-benar setia setiap
waktu dan dalam segala kondisi, bererti kita telah membangun rasa kasih sayang
dan membuat teman merasa bangga dan mantap. Jika kita memahami dan
menyadari secara mendalam, maka kita tidak akan membeda-bedakan satu
masalah dengan masalah lain.

Interaksi dakwah yang tidak memperhatikan kepe-kaan hati dan perasaan,


akan menghancurkan sendi-sendi bangunan yang telah ditata. Akibat yang lain
adalah akan menjauhkan hati dari kepekaan dan kepedulian. Islam sebagai agama
dakwah bagi seluruh manusia, tidak boleh melupakan sentuhan manis ini dalam
rangka menggaet hati seseorang.
Dakwah harus menggunakan sarana syar’i, seperti kata-kata dan penjelesan.
Saran dakwah harus bersumber dari nilai-nilai Islam. Dakwah, sebagai sarana
untuk menanamkan nilai-nilai hati, tidak boleh menggunakan sarana jahiliyah.
Berapa banyak pemuda yang bersemangat menempuh jalan dakwah fardiyah,
tetapi merasa tidak berhasil dan tidak mampu memahami metodenya. Diantara
kendala yang menonjol adalah masih terdapatnya da’i yang tidak memiliki
kapasitas ilmu dan pemahaman yang baik. Hendaknya dipahami bahwa metode
dakwah itu berbeda antara satu orang dengan orang lain. Sarana dakwah juga
tidak tetap, tergantung situasi dan kondisi.
Sarana dakwah lain misalnya melalui qudwah hasanah (keteladanan).
Qudwah hasanah adalah model dakwah yang tidak membutuhkan penjelasan dan
dialog. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik
bagimu.” (Al-Ahzab:21)
Banyak ativis dakwah mengukur keterlibatan orang lain dalam kancah
dakwah dengan standar standar yang sempit dan terbatas. Seseorang yang tidak
mau mencurahkan semua potensi, waktu, dan hartanya, dianggap sebagai cacat.
Padahal setiap kali seseorang memberikan dan mencurahkan potensinya,
seberapapun, itu akan menjadi simpanan dan persediaan kebaikannya. Dakwah
menuntut partisipasi setiap muslim sesuai dengan kadar yang tidak sampai
mempersulit kehidupannya. Bahkan yang wajib adalah sebaliknya. Memang ada
yang mencurahkan dan mengorbankan segalanya, sehingga siap menggganti
posisi yang lain dan bertahan dibarisan terdepan.
Agar dakwah berhasil maka seorang dai harus memilik dua sifat yaitu
cerdas dan bersih. Yang dimaksud adalah cerdas akalnya dan bersih hatinya.
Cukuplah apabila dapat memandang segala sesuatu secara proporsional, tidak
ditambah atau dikurangi. Sifat "bersih" menyangkut kondisi hati yang saya
kehendaki bukanlah seperti "bersihnya malaikat" tetapi hati yang dapat mencintai
dan menyayangi orang lain. Tidak bersuka ria di atas kesalahan dan penderitaan
orang lain. Bahkan, merasa sedih atas kesalahan mereka dan berharap agar mereka
mendapat jalan kebenaran. Seorang da'i yang tidak memiliki kecerdasan akal dan
kebersihan hati, akan membuat problem yang rumit di tengah perkembangan
Islam.
Sesungguhnya jalan menembus hati dalam dakwah tidak tergantung pada
ceramah, khotbah, atau pengajian saja. Tetapi dapat menggunakan cara-cara yang
menyenangkan hati, namun tidak menyimpang dari ketentuan syar'i. Cara inilah
yang seharusnya digunakan dalam menyampaikan risalah dakwah kepada semua
kalangan umat Islam yang beraneka ragam latar belakang, wawasan, dan
lingkungannya.
Rasulullah saw. telah memberi petunjuk dengan sabdanya, "Sayangilah
manusia dan bersabarlah bersama mereka." Sesungguhnya membentuk seseorang
seperti yang diharapkan Islam itu memerlukan manhaj dalam memproses dan
menyelami kepribadiannya. Sehingga tidak terjadi benturan secara langsung
dengan hambatan moral atau psikologi, fanatisme maupun pemikiran jahili.
Oleh kerana itu, pemuda aktivis dakwah harus sering konsultasi dengan da'i
(yang dijembatani) dalam meme-cahkan setiap masalah yang dihadapi.
Sebaliknya, da'i harus memberikan pengalaman-pengalamannya dalam mengatasi
hambatan-hambatan tersebut. Demikian juga bagi orang yang langsung
membmanya, yakni murabbi, dia harus tetap gigih dan sabar sampai Allah
membuka-kan hati mad'u (orang yang dibinanya) dan memberinya taufiq ke jalan
Islam.
Dakwah islamiah tidak dapat diperkiraan maka para da'i tidak perlu tergesa-
gesa, khuatir kehilangan kesempatan untuk meraih keuntungan segera, atau hasil
yang secepatnya dapat dipetik. Kerana itulah maka jalan dakwah islamiah
dibangun di atas langkah-langkah, tahapan-tahapan, dan strategi yang panjang;
didasarkan pada pembinaan peribadi muslim melalui tarbiyah lapangan yang
dapat mengadernya secara rabbani dalam berbagai aspek kehidupan, dan
selanjutnya dididik menjadi pendukung dan pengemban dakwah (Rajulud
Dakwah). "Di antara orang-orang mukmin itu ada beberapa pelopor rijal." Kerana
sesungguhnya di antara karakteristik dan target Islam yang terbesar adalah
pembentukan syakhsiyah (peribadi) muslim.

Anda mungkin juga menyukai