Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MENTORING

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Hanifah Hindra Putri

1401174480

MB-41-08
Materi pertemuan ke-1

Niat, Syukur, Ikhlas

 Niat

Niat itu merupakan pilar utama dalam ilmu ikhlas. Allah berfirman di dalam kitabnya, “Dan
janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru kepada Tuhannya di pagi hari dan di
petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya”. Niat adalah
kecendrungan/kemauan kuat yang merupakan motivator bagi kekuatan. Jika suatu amal
perbuatan dapat terealisasikan dengan dorongan niat, maka niat dan amal tersebut
merupakan ibadah yang sempurna. Sebagai contoh, tujuan berzakat itu bukan untuk
menghilangkan hak milik, melainkan untuk memusnahkan sifat kikir, yakni memotong sifat
ketergantungan kita terhadap harta benda. Tujuan dari menyembelih hewan qurban
bukanlah untuk daging dan darahnya, tetapi rasa ketakwaan hati dengan mengagungkan dan
membesarkan syiar-syiar Allah SWT. Dari Umar bin Khattab ra, dia berkata : Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda ; “sesungguhnya segala pekerjaan itu (diterima/tidaknya di sisi
Allah SWT) hanyalah tergantung niatnya. Dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa
yang diniatkannya. Maka barang siapa hijrahnya kepada Allah SWT dan rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah SWT dan rasul-Nya, dan barang siapa hijrahnya untuk mendapatkan
dunia atau wanita yang akan dia menikah dengannya, maka hijrahnya kepada apa yang
diniatkan” [HR. Muttafaq’ Alaih]. Jika disimpulkan, niat adalah dasar dari segala perbuatan.
Oleh karena itu, setiap perbuatan manusia diterima tidaknya disisi Allah SWT hanya sebatas
niatnya, maka jika kita mengerjakan sesuatu dengan niatan murni karena Allah dan
mengharapkan ridha-Nya insyaallah amal ibadah kita diterima. tetapi jika niatnya untuk
selain Allah, maka pekerjaannya itu dapat menjadi bencana baginya.

Ada beberapa tips agar niat menjadi ikhlas dalam beramal, yaitu :

- Sungguh-sungguh
- Sunnah sesuai denyan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
- Memperbanyak amalan-amalan rahasia, yaitu suatu amalan yang hanya diketahui oleh
diri sendiri dan Allah Swt
- Menghindari atau mengurangi saling memuji
- Berdoa dengan tujuan semoga selalu diberikan niat yang ikhlas dan dijauhi dari syirik,
dan semoga kita termasuk ke dalam manusia yang salu ikhlas dalam melaksanakan suatu
amalan

 Syukur

Syukur. Allah SWT berfirman, “Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari nikmatku”. Menurut Imam Al-Ghazali, syukur itu memiliki kedudukan yang
tinggi. Kedudukan syukur lebih tinggi dari sabar, khauf, zuhud, dan maqam-maqam lainnya.
Sebab, maqam-maqam lainnya tidak ditujukan untuk diri sendiri, melainkan untuk orang
lain. Sabar misalnya, ditujukan untuk mengalahkan hawa nafsu. Khauf, ditujukan sebagai
cambuk bagi orang-orang yang takut dan menggiringnya menuju maqam-maqam yang
terpuji, dan zuhud merupakan sikap yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan hubungan yang
bisa melupakan Allah SWT. Sedangkan syukur itu dimaksudkan untuk diri sendiri, karenanya
ia tidak terputus di dalam surga. Sedangkan maqam-maqam lainnya, tidak ada lagi di surga,
karena telah habis masa berlakunya. Sedang syukur kekal di dalam surga. Itulah mengapa
Allah berfirman ; “Dan penutup doa mereka (penghuni surga) ialah, ‘Al-hamdlillahirab al-
Alamin’ (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)” [QS Yunus:10]. Imam Ghazali berkata,
setiap orang akan mengetahui hal tersebut, jika telah memahami hakikat tentang syukur.

Ada beberapa cara bersyukur, yakni :

- Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah


- Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya
- Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai
dengan tujuan penganugerahannya

 Ikhlas

Ikhlas. Menurut Imam Al-Ghazali, ikhlas itu memiliki prinsip, hakikat, dan kesempurnaan.
Prinsip ikhlas, adalah niat. Karena sesungguhnya di dalam niat itu terdapat keikhlasan.
Sedangkan hakikat ikhlas adalah kemurnian niat. Dan kesempurnaan dari ikhlas adalah
kejujuran. Di dalam surah Al-Bayyinah ayat 5 disebutkan, “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dengan lurus”. Ikhlas
merupakan sifat yang sangat agung. Suatu rahasia dari rahasia-rahasia yang dititipkan hanya
di qalbu para hamba yang dicintai-Nya. Ikhlas adalah tingkat ihsan, yang meyakini sekalipun
dirinya tidak dapat melihat Allah, tetapi Allah dapat melihat segala yang ia kerjakan. Ia
meyakini Allah selalu bersamanya dimanapun ia berada. Ikhlas itu tidak pernah memandang,
menghitung-hitung apa-apa saja yang telah ia perbuat, tidak mengharapkan
imbalan/balasan, tidak membutuhkan pengakuan atas dirinya, hawa nafsunya, apalagi orang
lain. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan kekayaan kalian, tetapi
Allah melihat kepada qalbu dan amalan-amalan kalian.” (HR. Imam Muslim)

Memunculkan niat yang ikhlas dalam setiap amalan itu memang tidak mudah, tetapi
sebenarnya terdapat cara dalam berniat yang ikhlas itu, yaitu sebagai berikut :

- Mengetahui arti dari keikhlasan itu sendiri


- Menambah pengetahuan tentang Allah Swt
- Banyak membaca Al-Qur’an, untuk penyembuh penyakit yang ada di dalam dada
(penyakit hati).
Materi pertemuan terakhir

Pergaulan Dalam Islam

 Etika Pergaulan Islami

Islam adalah agama yang mulia dan mengatur segala aspek kehidupan termasuk pergaulan.
Dalam islam ada beberapa etika yang harus dipenuhi dan hal ini disebut dengan etika islam.
Secara bahasa kata etika berasal dari kata ethokos (Yunani) atau ethos yang memiliki arti
karakter, kebiasaan, kecenderungan dan penggunaan.

Kata etika itu sendiri juga cenderung identik dengan kata dalam bahasa latin mos yang
artinya adat atau tata cara kehidupan. Dengan kata lain etika islami adalah sistem atau tata
cara yang mengatur tingkah laku seseorang terutama dalam masyarakat. Etika islam adalah
etika yang dilandasi oleh hukum islam dan mutlak mengikat semua umat muslim terutama
dalam pergaulan. Pokok dasar etika islam tercantum dalam alqur’an seperti firman Allah
dalam Al qur’an surat Al qalam ayat 4 dan Ali Imran ayat 104 yang bunyinya

”Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”. (Al Qalam ; 4)

”Hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebaikan (al-khair)
menyerukan kepada ma’ruf (yang baik) dan melarang dari perbuatan munkar dan itulah
orangorang yang bahagia” (Q.S. Ali-Imran: 104)

 Sistem Pergaulan dalam Islam

Dalam agama islam ada beberapa aspek atau hal menyangkut pergaulan yang harus
diketahui diantaranya adalah dengan siapa kita bergaul dan bagaimana cara bergaul dengan
orang lain. Untuk lebih jelasnya simak penjelasan berikut ini mengenai pergaulan dalam
islam .

1. Pergaulan dengan sebaya

Teman sebaya atau karib adalah orang-orang atau teman yang usianya tidak terpaut jauh
dengan kita baik sama maupun lebih muda. Adapun dalam bergaul dengan teman sebaya
kita harus senantiasa berbuat baik dan mengutamakan akhlak yang mulia (baca cara
meningkatkan akhlak terpuji). Hal-hal yang perlu diperhatika dalam pergaulan dengan teman
sebaya antara lain

- Mengucapkan salam setiap bertemu dengan teman sebaya dan sesama muslim. Jika
perlu kita bisa berjabat tangan tentunya jika orang tersebut berjenis kelamin sama
ataupun mahram kita.
- Mengucapkan salam hukumnya sunnah bagi umat islam dan menjawab salam hukumnya
wajib.
- Senantiasa menyambung tali silaturahmi dengan saling berkunjung dan berkumpul
untuk hal-hal yang baik maupun belajar bersama (baca keutamaan menyambung tali
silaturahmi). Hal ini akan semakin memperkuat ukhuwah islamiyah diantara para
pemuda pada umumnya (baca pengertian ukhuwah islamiyah, ihsaniyah dan
wathoniyah)
- Saling mengerti serta memahami kebaikan dan kekurangan masing-masing dan
menghindari segala macam jenis perselisihan
- Teman sebaya hendaknya saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan menolong
teman sebaya yang sedang dalam kesusahan tentunya sangat dicintai Allah SWT
misalnya dengan cara bersedekah (baca keutamaan bersedekah)
- Mengasihi dan memberi perhatian satu sama lain terutama jika ada teman yang sedang
kesusahan atau ditimpa suatu masalah, kita sebagai teman wajib mendukung dan bila
perlu memberi pertolongan
- Senantiasa menjaga teman dari pengaruh buruk atau gangguan orang lain
- Memberikan nasihat kebaikan satu sama lain
- Mendamaikan teman jika ada yang berselisih
- Mendoakan teman agar mereka senantiasa berada dalam kebaikan
- Menjenguknya jika ia sakit, datang jika diberi undangan serta mengantarkannya ke
makam jika ia meninggal sesuai dengan hadits berikut ini

2. Pergaulan dengan orang yang lebih tua

Adapun islam senantiasa mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua dan orang
yang lebih tua dari kita, menghormati dan menghargainya. Beberapa hal yang dapat
diperhatikan dalam bergaul dengan orang yang lebih tua adalah

- Menghormati mereka dengan sepenuh hati dan senantiasa mengikuti nasihat mereka
dalam kebaikan
- Mencontoh tingkah laku mereka yang baik dan menjadikannya pelajaran
- Memberi salam setiap kali bertemu dan senantiasa bertutur kata dengan lemah lembut
dan menjaga sopan santun
- Tidak berkata kasar pada mereka dan menjaga perasaannya walaupun ia berkata tidak
baik, janganlah kita membalasnya dengan perkataan yang tidak baik juga untuk
menghidari konflik terutama konflik dalam keluarga
- Senantiasa mendoakan terutama jika mereka adalah orangtua atau saudara kita

3. Pergaulan dengan lawan jenis

Hal yang perlu diperhatikan dan tak kalah penting dalam pergaulan islam adalah tata cara
bergaul dengan lawan jenis. Islam sendiri mengatur pola hubungan antara pria dan wanita
serta memisahkan keduanya sesuai dengan syariat yang berlaku. Adapun hal-hal yang perlu
kita ketahui dan pegang dengan teguh mencakup hal-hal berikut ini :

- Menghindari berkhalwat atau berdua-duaan seperti halnya dalam pacaran


(baca pacaran dalam islam) apalagi jika sampai memiliki hubungan pacaran beda
agama. Dikhawatirkan jika berkhalwat tersebut dapat menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan seperti zina dan lain sebagainya.
“Jauhilah berkhalwat dengan perempuan. Demi (Allah) yang diriku berada dalam
genggaman-Nya, tidaklah berkhalwat seorang laki-laki dengan seorang perempuan kecuali
syetan akan masuk di antara keduanya.” (HR. al- Thabarani).

- Tidak memandang lawan jenis dengan syahwat atau pandangan nafsu. Hindari
memandang lawan jenis kecuali jika benar-benar diperlukan
- Hindari berjabat tangan dengan lawan jenis kecuali mahram (baca pengertian
mahram dan muhrim dalam islam) maupun jabat tangan antara suami dan istri
- Menutup aurat jika bertemu dengan lawan jenis

Anda mungkin juga menyukai