Anda di halaman 1dari 19

Pentingnya Memilih Teman Bergaul

"Berteman jangan suka milih-milih." Kata-kata itu tepat untuk orang yang sombong yang hanya
mau bergaul dengan orang yang ia pikir selevel dengan dia. Tapi sejatinya kata-kata itu tidak
sepenuhnya benar. Kita juga harus menyeleksi teman bergaul. Hanya kriterianya yang harus
tepat. Jangan gunakan kriteria yang menjerumuskan kita menjadi orang yang sombong dan tidak
baik. Tapi gunakan kriteria yang akan membuat kita menjadi anak yang baik.
Sombong kalau kriteria teman kita adalah anak orang kaya saja (udah sombong, matre pula).
Sombong kalau kriteria teman kita itu yang ganteng atau cantik saja. Intinya, kalau kita
mengambil standar duniawi sebagai teman, maka kita bisa termasuk sombong. Dalam hadits,
Rasulullah mendefinisikan sombong sebagai merendahkan manusia. "Sombong adalah menolak
kebenaran dan meremehkan manusia." (HR. Muslim)
Memang pertemanan itu ada tingkatan-tingkatannya. Ada yang hanya kenalan. Ada yang teman
biasa seperti teman kelas, teman les. Ada juga teman yang lumayan dekat yang kita sering
berinteraksi dengannya, ini yang disebut teman bergaul. Dan ada juga yang lebih dekat lagi yang
kita sebut sebagai sahabat. Dalam berteman, jangan sampai kita merendahkan orang lain.
Janganlah kita hanya mau punya teman bergaul dari orang-orang yang kita pilih berlandaskan
keduniaan dan menghindari pergaulan dengan orang lain karena kita meremehkan orang
tersebut.
Bagaimana kriteria yang menjadikan kita anak yang baik? Pastinya, kriteria yang berdasarkan
pada kebaikan. Maksudnya, kita memilih teman bergaul yang kita sering berinteraksi dengan
mereka dari kalangan orang-orang yang berakhlak baik, sholeh, rajin belajar, gemar menabung,
suka menjahit dan memasak... Ups kebanyakan...
Pergaulan itu bisa menularkan perilaku seseorang kepada temannya. Tak sedikit anak baik-baik
yang terjerat narkoba hanya karena salah memilih pergaulan. Seorang anak dari keluarga yang
tidak merokok bisa jadi perokok karena bergaul dengan teman-teman perokok. Dan
sebagaimana watak buruk itu menular, watak baik pun bisa menyebar melalui pergaulan. Itulah
makanya Rasulullah berpesan untuk memperhatikan teman bergaul.
Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan
berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak
misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman
dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar,
minimal engkau dapat baunya yang tidak enak. (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)
Dalam menjelaskan hadits ini Imam An-Nawawi berkata, Hadits ini berbicara tentang keutamaan
bergaul dengan orang-orang yang soleh, pelaku kebaikan, tata krama, akhlak mulia, wara,
berilmu, dan mempunyai sopan santun. Sebaliknya, hadits ini melarang kita bergaul dengan
pelaku kejahatan, pembuat bidah, suka menggunjing, berbuat dosa, dan sikap tidak terpuji
lainnya.

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda: Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya.
Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian. (HR. Abu Daud no.
4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah)
Imam Al Ghozali rahimahullah mengatakan, Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang
pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang
zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang
akan mencontoh teman dekatnya. (Tuhfatul Ahwadzi, 7/42)
Kalau di sekolah ada ekstrakurikuler Rohani Islam, inilah kumpulan anak-anak sholeh yang
sangat direkomendasikan jadi teman bergaul kita. Banyak sifat baik di komunitas ini yang bisa
tertular pada kita.
Ali bin Abi Thalib ra berkata, Hati-hatilah kalian dalam memilih teman, sesungguhnya teman
adalah bekal di dunia dan akhirat.
sumber; islamedia

KEBERSIHAN HATI ADALAH DASAR DARI


PERILAKU YANG BERSIH
30 Januari 2011 pukul 21:07

Kita sudah familiar dengan sebuah Hadits Rasul tentang sepotong daging bernama 'hati' . qolb
(membalik) yang bilamana ia terpelihara kebersihannya akan membuat perilaku yang terpancar
akan penuh dengan segala kebaikan
Hal ini tiada lain karena orang yang memelihara kebersihan hati akan selalu merasakan manfaat
atau hikmah dari segala sesuatu yang dilihat dan diamatinya. Jika ia sudah merasakan manfaat
bersih bagi kehidupannya maka ia berupaya mempertahankan gaya hidupnya tetap dalam
keadaan bersih. Bagaimana cara mendapatkan hati yang bersih?
Tentunya dengan memelihara kebersihan batin, diantaranya dengan jalan : 1. Menjaga niat di
hati apabila hendak melakukan sesuatu, apapun bentuknya. 2. Tidak akan ada perilaku jahat
atau kriminal apabila niat yang dibangun sebelum melakukan sesuatu itu terjaga kebersihannya.
Adakah perilaku buruk yang dilandasi niat bersih? Tidak ada, kecuali mungkin jika ada kesalahan
penafsiran pada orang yang menilainya. Akan tetapi jika demikian maka yang kemudian perlu
diperhatikan lagi adalah apakah penyampaiannya juga dengan cara yg bersih, baik?3. Selain
menjaga niat, kebersihan hati juga bisa diperoleh dengan cara menjaga lintasan dan isi hati.
Manusiawi memang apabila kita memiliki lintasan hati yang tidak sesuai dengan keinginan nurani
kita atau lintasan hati yang kotor. Akan tetapi apakah kemudian ditindaklanjuti dengan perilaku
atau bahkan imajinasi lain atau tidak? Karena inilah yang akan menentukan terjaga tidaknya
kebersihan hati kita. 4. Menjaga perkataan atau lisan dari ghibah, naminah dan sebagainya.
Interaksi dengan banyak orang memungkinkan terjadinya secara sengaja atau tidak, ghibah atau

naminah. Kecuali kita sendiri yang menjaga agar terhindar dari situasi seperti itu dengan jalan
mengingatkan rekan-rekan kita, atau meninggalkan mereka.5. Menjaga mata dan telinga, tidak
cuma kebersihan lahirnya yang kita pelihara akan tetapi fungsinya sendiri yang juga ikut dijaga
sehingga pandangan dan pendengaran pun terpelihara.
6. Menjaga perut. Maksudnya adalah dengan menjaga makanan dan minuman yang masuk ke
dalam perut terpelihara kehalalannya. Karena seperti diriwayatkan dalam sebuah hadits jikalau
makan dan minum yang haram maka ibadah kita akan tertolak selama 40 hari.Wallahu'alam

Kebersihan Hati: Jalan menuju Allah


4 JUNE 2011 BY KAE
1
Rate This

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang

Jika kalian bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepada
kalian furqan (pembeda antara yang hak dan yang batil, atau pertolongan. QS.
Al Baqarah : 282.

Dan barang siapa dihinakan Allah, maka tidak seorang pun dapat
memuliakannya. QS. Al Hajj : 18.

Dan Dia menjadikan untuk kalian cahaya yang dengannya kalian dapat
berjalan. QS. Al Hadiid : 28.

Membaca sejarah hidup (kehidupan dan praktek amal ibadah) orang-orang arifin,
saya senantiasa bertanya dalam hati, bisakah saya juga mencapai tingkat
ketinggian amal ibadah demi merasakan manisnya iman Islam?

Pertanyaan ini sudah tentu bukan hanya milik saya pribadi, tapi pasti menjadi
milik semua orang yang meyakini dan mengikuti kebenaran ajaran dari kerasulan
Muhammad SAW.

Keyakinan diri bahwa kita mampu meraih derajat taqwa yg sesungguhnya, harus
terpatri erat di hati. Dan bukan hanya sekedar keinginan yang jauh dari upaya
mendapatkannya. Sebab janji Allah adalah pasti, akan menolong hambahambaNYA yang belajar dengan sungguh-sungguh untuk mengenalNYA.

Semalam, dalam ruang perpustakaan sempit di rumah saya, saya membaca


sebuah buku Haqaaiq at Tashawuf karangan Syaikh Abdul Qadir Isa. Pada
buku itu, saya merasa, bahwa ada beberapa bagian penting (dari keseluruhan isi
buku yang penting), untuk saya bagikan kepada keluarga, saudara, sahabat, dan
orang lain.

Mengikuti pendapat kaum arifin dan alim ulama, saya memahami bahwa semua
amal ibadah yang diserap dari Al Quran dan Sunnah Rasul, seperti shuhbah,
zikir, khalwat, dan lain-lain. Dilihat dari tempat dan bentuknya, amalan-amalan
ini tergolong amalan badaniah. Tapi bila dilihat dari esensi jiwanya adalah
tergolong sebagai amalan batiniah.

Semua amalan itu yang telah lebih dulu dilalui dengan ibadah-ibadah wajib
(sholat, zakat, haji) adalah ditujukan dengan maksud untuk sampai kepada
Allah. Olehnya, maksud sampai kepada Allah mestinya dipahami sebagai,
pemahaman pengetahuan yang sesungguhnya mengenai Allah.

Dan kunci dari semua amal ibadah kepada Allah adalah kebersihan hati dan
kehalusan budi pekerti.

Inilah bagian-bagian isi buku itu yang saya nilai sangat penting untuk diketahui
kaum muslimin, yang sebagian saya bahasakan dalam bahasa saya:

1. TOBAT

Tobat merupakan prinsip pokok dalam kegiatan spiritual mencapai derajat Ihsan.
Tobat adalah kesadaran untuk kembali (meninggalkan) sesuatu yang tercela
dalam pandangan syariat.

Ada tiga syarat tobat yang harus dipenuhi oleh orang yang mau bertobat:

Harus menghentikan maksiatnya


Harus menyesali perbuatan yang terlanjur dilakukannya
Harus berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatannya itu
kembali.
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang
semurni-murninya. QS. At Tahriim : 8.

Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. QS. An Nuur : 31.

Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.
Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. QS.
At Taubah : 118.

Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada Allah dan mohonlah


ampunan-NYA. Sesungguhnya aku bertobat kepada-NYA dalam sehari semalam
sebanyak seratus kali. HR. Bukhari.

2. MUHAASABAH (Introspeksi Diri)

Muhaasabah berarti menanamkan larangan-larangan agama dalam jiwa,


kemudian mendidiknya untuk menumbuhkan perasaan rendah diri yang menjadi
kendala untuk mencapai ketulusan hati, mahabbah dan keikhlasan.

Setiap orang yang selalu mengoreksi kehidupan dirinya, berarti dia akan selalu
hati-hati untuk tidak terjerumus dalam perbuatan yang batil. Dan ia akan selalu
mengenal derajat perbuatan baiknya. Dia akan takut berbuat kebatilan karena
kecintaannya yang tulus kepada Allah.

Dalam kitab Al Burhan al Muayyad Ahmad Rifai berkata, Rasa takut


melahirkan muhaasabah. Muhaasabah akan melahirkan muraaqabah (merasa
selalu diawasi Allah). Dan muraaqabah akan melahirkan sikap selalu
menyibukkan diri untuk Allah.

Orang yang Muhaasabah, hatinya akan selalu memancarkan keinginan untuk


kembali kepada Allah dengan sebenar-benarnya tobat. Dia akan meninggalkan
segala pemikiran dan perbuatan yang menyebabkannya jauh dan lupa kepada
Allah. Hingga dia hanya melarikan dirinya kepada rahmat dan kasih sayang
Allah.

Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang


pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. QS. Adz Dzaariyat : 50.

Orang pintar adalah orang yang selalu mencela hawa nafsunya dan beramal
untuk bekal sesudah mati. Dan orang yang lemah adalah orang yang selalu
menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah. HR. Tirmidzi.

3. KHAUF (Perasaan Takut)

Imam al Ghazali berkata, ketahuilah bahwa hakikat dari khauf adalah kepedihan
dan terbakarnya hati karena memperkirakan akan tertimpa sesuatu yg tidak
menyenangkan di masa yang akan datang.

Khauf kepada Allah kadang timbul karena perbuatan dosa. Dan kadang juga
seseorang mengetahui sifat-sifat Allah, yang mengharuskannya taku kepada
Allah.

Barang siapa mengenal Allah, maka dia akan takut kepada-NYA.

Ahmad Zaruq dalam kitab Qawaaid at Tashawwuf berkata, Di antara yang


memotivasi sifat amal adalah rasa taku, yakni pengagungan yang disertai
keseganan. Dan khauf adalah bergetarnya hati karena Allah.

Khauf bisa saja terwujud dalam sedu sedan tangisan dari orang yang bisa
mengukur akibat dari perbuatannya (khilaf dan salah), sehingga dia termotivasi
untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya kepada Allah.

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah


ulama (orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah).
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. QS. Faathir : 28.

Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti


(kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu
benar-benar orang yang beriman. QS. Ali Imran : 175.

4. RAJAA (Pengharapan)

Ahmad Zaruq mengartikan rajaa sebagai kepercayaan atas karunia Allah yang
dibuktikan dengan amal. Kalau bukan demikian adalah keterperdayaan diri.

Allah Tuhan Sekalian Alam menganjurkan manusia untuk selalu mengharapkan


kurnia-NYA, dan melarang manusia untuk berputus asa dari rahmat-NYA.

Makna rajaa berbeda dengan tamamnii (berangan-angan). Sebab orang yang


berharap adalah orang yang mengerjakan sebab, seraya mengharapkan
keridhaan dan pengabulan dari Allah.

Orang yang mengharap dan menvari rahmat Allah harus selalu berusaha
sungguh-sungguh dan ber-ijtihad (pencurahan segenap kemampuan untuk
mendapatkan sesuatu) dengan penuh ketulusan dan keikhlasan sampai dia
memperoleh apa yang dicita-citakannya.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan


berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. QS Al Baqarah : 218.

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia


mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya. QS. Al Kahfi : 110.

Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-NYA, seandainya kalian tidak berbuat
dosa, niscaya Allah melenyapkan kalian dan mendatangkan kaum yang berbuat
dosa, lalu mereka memohon ampun kepada Allah, dan Allah pun memberi
ampun kepada mereka. HR. Muslim.

Dan orang yang lemah adalah orang yang selalu menurutkan hawa nafsunya
dan berangan-angan terhadap Allah. HR. Tirmidzi.

5. SHIDDIIQ (Jujur)

Di dalam sifat shiddiiq terdapat sifat tulus, ikhlas, dan sabar. Bila ketiga sifat itu
tidak ada, maka seseorang belum bisa mengatakan dirinya atau disebut sebagai
orang yang jujur. Ketiga sifat ini juga menjadi basis utama seseorang melakukan
amal ibadahnya kepada Allah.

Imam Al Ghazali mengatakan, bahwa sifat shiddiig memiliki enam makna:

Shiddiiq dalam perkataan


Shiddiiq dalam niat dan kehendak
Shiddiiq dalam tekad
Shiddiiq mewujudkan tekad
Shiddiiq dalam amal
Shiddiid dalam mewujudkan maqam-maqam (kedudukan/tingkatan
pemahaman) agama
Dalam kitab Ar Risaalah al Qusyairiyyah Abu Qasim al Qusyairiyyah
menyebutkan, bahwa kata shiddiiq memiliki tiga tempat. Shiddiiq adalah hukum
yang sesuai dengan fakta yang ada, dan tempatnya adalah lisan, hati, dan
perbuatan

Shiddiiq lisan adalah mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan


Shiddiiq hati adalah tekad yang kuat
Shiddiid perbuatan adalah melakukan sesuatu dengan penuh semangat dan
rasa cinta.

Dalam kitab Syarh Riyaadh ash Shaalihiin Muhammad ibn Allan ash Shiddiqi
menyebutkan, kata shiddiiq artinya keselarasan antara yang tersembunyi dan
yang tampak, atau keselarasan antara yang lahir dan yang batin. Artinya
seorang hamba tidak mendustakan perbuatannya, dan perbuatannya tidak
mendustakan ahwal (keadaan).

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiiqiin , orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. QS. An Nisaa : 69.

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan
di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah
(janjinya). QS. Al Ahzaab : 23.

Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka).
Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau
mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik
bagi mereka. QS. Muhammad : 21.

Sesungguhnya ketulusan akan mengantarkan kepada kebajikan, dan kebajikan


akan mengantarkan kepada surga. Seseorang yang secara terus menerus
berlaku tulus akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang shiddiiq.
Sesungguhnya kebohongan itu akan mengantarkan kepada perbuatan dosa, dan
perbuatan dosa akan mengantarkan kepada neraka.Seseorang yang secara terus
menerus berlaku bohong akan dicatat di sisi Allah aebagai pembohong. HR.
Bukhari dan Muslim.

6. IKHLAS

Abu Qasim al Qusairiyyah dalam risalahnya berkata, Ikhlas adalah meng-Esakan Allah dalam mengerjakan ketaatan dengan sengaja. yaitu melakukan
ketaatan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa tendensi lain.
Bisa juga dikatakan sebagai memurnikan perbuatan dari pandangan makhluk.

Junaid dalam kitab Ar Risaalah al Qusyairiyyah berkata, Ikhlas adalah rahasia


antara Allah dan hamba yang tidak diketahui oleh malaikat sehingga dia tidak

dapat mencatatnya, tidak diketahui oleh setah sehingga dia tidak dapat
merusaknya, dan tidak pula diketahui oleh hawa nafsu sehingga dia tidak dapat
memalingkannya.

Fudhail ibn Iyadh dalam risalah Qusairiyyah berkata, Meninggalkan amal karena
manusia adalah riyaa (melihat selain Allah), dan mengerjakan amal karena
manusia adalah syirik (menyekutukan Allah). Sedangkan ikhlas adalah jika
engkau dijaga oleh Allah dari keduanya (riyaa dan syirik).

Pentingnya sikap ikhlas dalam melakukan amal ibadah, hingga Rasulullah SAW
telah menamakan sikap pamer mempertunjukan amal ibadah dengan tujuan
menyombongkan diri kepada sesama manusi sebagai syirik kecil atau syirik
hati.

Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah


dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. QS. Az
Zumar : 11.

Katakanlah: Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku. QS. Az Zumar : 14.

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia


mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya. QS. Al Kahfi : 110.

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, kecuali jika dikerjakan dengan
ikhlas semata-mata untuk-NYA dan mencari ridha-NYA. HR. Abu Daud dan Nasai.

Sesungguhnya Allah tidak akan melihat jasad dan bentuk tubuh kalian. Akan
tetapi, Allah akan melihat hati (keikhlasan niat) kalian. HR. Muslim.

Dari Syadad ibn Aus RA bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW berkata,
Barang siapa berpuasa karena pamer, maka dia telah berbuat syirik.
Barangsiapa shalat karena pamer, maka dia telah berbuat syirik. Barang siapa
berzakat karena pamer, maka dia telah berbuat syirik. HR. Baihaqi.

7. SABAR

Menurut Dzunnun al Misri dalam kitab Syarh Riyaadh ash Shaalihiin, Sabar
adalah menghindarkan diri dari hal-hal yang menyimpang, tetap tenag sewaktu
tertimpa suatu ujian dan menampakkan kekayaan (kebahagiaan) di kala ditimpa
kefakiran (kesedihan) dalam kehidupan.

Dalam kitab yang sama, Raghib al Ashfahani mengatakan, Sabar adalah


menahan diri berdasarkan apa yang diharuskan oleh akal dan syariat. Atau
menahan diri dari apa yang diharuskan oleh keduanya untuk ditahan.

Sedangkan Al Jurjani dalam kita tersebut juga mengatakan, sabar adalah


meninggalkan keluh kesah kepada selain Allah tentang pedihnya suatu cobaan.

Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah adalah istiqomah (tetap berada
di atas jalan kebenaran yang lurus) dalam menjalankan syariat Allah,
membiasakan diri untuk menjalankan segala ibadah (baik yang berkaitan dengan
hati, jasmani, dan harta) sesuai kemampuan, melakukan amar maruf nahi
munkar, dan bersabar terhadap aneka macam cobaab yang menimpa.

Sabar terhadap maksiat adalah dengan melakukan perjuangan melawan hawa


nafsu, memerangi penyelewengan jiwa, meluruskan kebengkokannya dan
mengekang pendorong-pendorongnya kejahatan dan kerusakan yang dibisikkan
oleh setan dari dalam. Semua itu sudah tentu ditujukan untuk mencapai hidayah
Allah.

Dalam sabar, terdapat empat hal yang harus diwujudkan dengannya:

Iman
Amal saleh
Nasehat menasehati dalam kebaikan, dan
Bersabar dalam melakukan semua itu.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap

apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah). QS. Luqman : 17.

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali


orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran. QS. Al Ashr : 1 3.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun.
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan
mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. Al
Baqarah : 155 157.

Tiada yang menimpa seorang muslim dari penderitaan dan penyakit,


kegelisahan dan kesedihan, gangguan dan duka, bahkan duri yang menusuknya,
melainkan dengannya Allah akan mengampuni sebagian dari kesalahankesalahannya. HR. Bukhari dan Muslim.

Apabila disegerakan bagi seorang hamba suatu kedudukan dari Allah yang tidak
diperolehnya karena amalnya, niscaya Allah akan mengujinya dalam dirinya,
keluarganya dan hartanya, lalu Allah menjadikannya bersabar atas ujian itu,
sehingga dia memperoleh kedudukan yang disegerakan baginya itu dari Allah.
HR. Abu Daud.

8. WARA (Menjaga diri dari perbuatan dosa)

Al Jurjani mengartikan wara sebagai menghindari hal-hal yang syubhat (samar)


karena takut terjerumus ke dalam hal-hal yang haram.

Dalam kitab Daliil al Faaliihiin Syarh Riyadh ash Shaalihiin, Muhammad ibn
Allan ash Shidiqi mengatakan, Wara adalah meninggalkan apa-apa yang boleh
(syubhat) untuk menghindarkan apa-apa yang tidak boleh.

Sedangkan Ibnu Ujaibah mengartikan wara sebagai menahan diri dari berbuat
sesuatu yang dampaknya makruh (Suatu ketentuan larangan yang lebih baik
tidak dikerjakan dari pada dilakukan).

Dalam kebanyakan pengertian, wara adalah meninggalkan segala hal yang


syubhat, sehingga tidak terjerumus ke dalam dosa. Tingkatan pengertian wara
yang lebih tinggi adalah meninggalkan apa-apa yang mengotori hati dan
membuatnya selalu dalam kekwatiran dan kekacauan. Sedangkan pengertian
wara adalam tingkat tertinggi, adalah menolak segala ketergantungan kepada
selain Allah dan menutup pintu harapan kepada segala sesuatu selain Dia.

Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan diantara
keduanya terdapat hal-hal yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan
orang. Barang siapa meninggalkan hal-hal tersebut, maka dia telah memelihara
agama dan kehormatannya. Dan barang siapa jatuh ke dalamnya, maka dia akan
jatuh ke dalam hal-hal yang haram HR. Bukhari.

Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu menuju apa-apa yang tidak


meragukanmu. HR. Tirmidzi.

Seseorang tidak akan mencapai derajat muttaqin (orang yang bertaqwa)


sampai dia meninggalkan apa-apa yang boleh demi menghindari apa-apa yang
tidak boleh. HR. Tirmidzi.

Keutamaan ilmu adalah lebih baik dari keutamaan ibadah. Dan sebaik-baiknya
keber-agama-an adalah sifat wara. HR. Thabarani.

9. ZUHUD (Meninggalkan hal keduniawian)

Dalam risalah al Qusairiyyah, Ibnu Jalla mengatakan, Zuhud adalah memandang


dunia dengan memincingkan mata, supaya dia menjadi kecil dalam
pandanganmu. Dengan begitu engkau akan mudah berpaling darinya.

Junaid berkata, Zuhud adalah menganggap dunia kecil dan menghilangkan


semua pengaruhnya dari hati.

Dalam kitab Ar Riyaadh al Wahbiyyah bi Syarh al Arbaiin an Nawawiyyah yang


ditulis Asy Syabarkhaiti, Ibrahim ibn Adham berkata, Zuhud adalah kekosongan
hati dan bukan kekosongan tangan. Yaitu zuhud dari apa-apa selain Allah baik itu
dunia, surga, maupun lainnya. Zahid (orang yang zuhud) pada tingkat ini hanya
menginginkan sampai kepada Allah dan dekat dengan-NYA.

Zuhud bukan berarti harus meninggalkan semua urusan keduniawian. Tapi


pemaknaan zuhud adalah mengosongkan hati dari cinta kepada dunia dan
keindahannya secara sempit. Apabila hati telah terlepas dari ketergantungan
terhada perhiasan dunia dan kesibukannya, maka ia akan menambah cinta
kepada Allah dalam melakukan urusan-urusan keduniawian.

Al Quran telah mengabarkan secara jelas peringatan dari Allah bahwa


kehidupan dunia itu kenikmatan yang bisa membohongi manusia, dan bila
manusia tidak menikmatinya dengan diniatkan sebagai bentuk ibadah kepada
Allah, maka hanya akan mendatang kehancuran bagi manusia sendiri.

Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah
kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang
pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. QS. Faathir : 5.

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui. QS. Al Ankabuut : 64.

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan


yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih
baik untuk menjadi harapan. QS. Al Kahfi : 46.

Berzuhudlah engkau kepada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. dan


berzuhudlah engkau terhadap yang ada di manusia, niscaya mereka akan
mencintaimu. HR Ibnu Majah.

Sesungguhnya dunia itu sangatlah indah dan hijau. Dan sesungguhnya Allah
menjadikan kalian sebagai khalifah (pemimpin) di dalamnya, supaya Dia lihat
bagaimana kalian mempergunakannya. Maka berhati-hatilah terhadap dunia dan
berhati-hatilah terhadap wanita. HR. Muslim.

Zuhud terhadap dunia bukanlah mengharamkan yang halal dam menyianyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah, engkau lebih percaya
pada apa-apa yang ada di sisi Allah daripada apa-apa yang ada di tanganmu dan
pahala musibah yang menimpamu membuatmu lebih suka seandainya dia terus
menimpamu. HR. Tirmidzi. Hadist ini ghariib (hadits yang hanya diriwayatkan
oleh seorang perawi secara sendiri).

10. RIDHA (Menerima dengan sepenuh hati)

Para ulama mengartikan ridha dengan bermacam-macam. Adapun Sayid dalam


kitab Miraaj at Tasyawwuf ilaa Haqaaiq at Tashawwuf sebagai, Sikap
lapangnya hati ketika menerima pahitnya ketetapan Allah.

Ibnu Athailah as Sakandari dalam risalah al Qusyairiyyah mengatakan, Ridha


adalah pandangan hati terhadap pilihan Allah Yang Kekal untuk hamba-NYA. Yaitu
menjauhkan diri dari kemarahan.

Dalam kitab As Siirah an Nabawiyyah Al Muhasibi berkata, Ridha adalah


tenangnya hati di bawah ketetapan-ketetapan Allah yang berlaku.

Ridha adalah sebuah kondisi hati. Bila seorang mukmin dapat merealisasiknnya
di dalam kehidupannya, maka dia mampu menerima semua kejadian yang
menimpanya dan berbagai macam bencana di dunia dengan iman yang mantap,
jiwa yang tenteram dan hati yang tenang.

Ridha adalah kondisi hati (iman) yang lebih tinggi dibanding sabar. Sebab ridha
merupakan kepasrahan jiwa yang membawa seorang mukmin untuk mencintai
segala yang diridhai Allah.

Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia
tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia
meridhai bagimu kesyukuranmu itu. QS. Az Zumar : 7.

Salah satu kebahagiaan anak Adam adalah ridha-NYA atas apa yang telah
ditakdirkan Allah kepadanya. Dan salah satu kesengsaraan anak Adam adalah

meninggalkan istikharah (memohon kepada Allah agar memilihkan dan


menetukan yang terbaik serta memudahkannya) kepada Allah dan kebenciannya
terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah kepadanya. HR. Tirmidzi (hadist
ghariib).

Barang siapa mengucapkan di waktu pagi dan sore hari, kami ridha kepada
Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul,
sungguh Allah akan meridhainya. HR. Abu Daud dan Tirmidzi.

11. TAWAKAL (Berserah diri dan berpegang teguh kepada Allah)

Sayid dalam kitabnya Tariifaat as Sayyid berkata, Tawakal adalah percaya


sepenuh hati terhadap apa-apa yang ada pada Allah, dan putus asa terhadap
apa-apa yang ada pada manusia.

Ahmad ibn Ujaibah dalam kitabnya menyatakan, Tawakal adalah kepercayaan


hati kepada Allah, sampai dia tidak bergantung kepada sesuatu selain-NYA.
Tawakal adalah bergantung dan bertumpu kepada Allah dalam segala sesuatu,
berdasarkan pengetahuan bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Tawakal
juga menuntut diri untuk melebihkan semua yang ada dalam kekuasaan Allah
lebih dipercaya daripada yang ada pada diri.

Muhammad ibn Allan ash Shiddiqi mengatakan, Tawakal adalah engkau


mencukupkan diri dengan pengetahuan Allah tentang dirimu, dari
ketergantungan hatimu kepada selain Dia, dan engkau mengembalikan sesuatu
hanya kepada Allah.

Abu Said al Kharraz dalam kitabnya Ath Thariiq illaah mengatakan, Tawakal
adalah percaya kepada Allah, bergantung kepada-Nya dan tenteram terhadapNya dalam menerima segala ketentuan-Nya, serta menghilangkan kegelisahan
dari dalam hati terhadap perkara duniawi, rezeki, dan semua urusan yang
penentuannya adalah Allah.

Tidak ada pertentangan antara tawakal kepada Allah dengan bekerja dan
berusaha. Tempat tawakal adalah hati (niat) dan tempat bekerja dan berusaha
adalah anggota badan lain. Berusaha dan bekerja secara sungguh-sungguh
dengan niat ibadah kepada Allah adalah sesungguhnya makna tawakal dalam
Islam. dan bukan hanya tawakal tanpa berusaha dan bekerja.

Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar
orang yang beriman. QS. Al Maaidah : 23.

Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.


QS. Ibrahim : 11.

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah


kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. QS. Ali Imran : 159.

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan


mencukupkan (keperluan)nya. QS. At Thalaaq : 3.

Sekiranya kalian bertawawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya


Dia akan memberi kalian rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki
kepada burung. Di pagi hari dia pergi dengan perut kosong, dan di sore hari dia
pulang dengan perut berisi. HR. Tirmidzi dan Hakim.

12. SYUKUR (Berterima kasih)

Para ulama sepakat untuk memberi arti syukur adalah Kesinambungan hati
untuk mencintai Allah Sang Pemberi nikmat, kesinambungan anggota badan
untuk menaati-Nya, dan kesinambungan lisan untuk mengingat dan memujiNya.

Ibnu Ujaibah dalam kitabnya mengatakan, Syukur adalah kebahagiaan hati atas
nikmat yang diperoleh, dibarengi dengan pengerahan seluruh anggota tubuh
supaya taat kepada Sang Pemberi nikmat, dan pengakuan atas segala nikmat
yang diberi-Nya dengan rendah hati.

Tidak hanya syukur kepada nikmat kepemilikan ilmu dan harta saja, kepemilikan
anggota-anggota badan pun harus disyukuri sesuai tujuan penciptaannya.
Sedangkan syukur tertinggi harus diberikan kepada Allah atas nikmat iman dan
Islam yang telah dimiliki.

Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian,
niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS. An
Nuur : 21.

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan
bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu
meminta pertolongan. QS. An Nahl : 53.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur. QS. An Nahl : 78.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu


bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. QS.
Ibrahim : 7.

Barang siapa berkata di pagi hari, Ya Allah, nikmat apa saja yang aku terima
pada pagi ini atau siapa saja dari makhluk-Mu, maka semua itu berasal dari-Mu.
Bagi-Mu segala pujian dan syukur, maka dia telah bersyukur pada hari itu. Dan
barang siapa yang berkata seperti itu di sore hari, maka dia telah bersyukur
pada malam harinya. HR. Abu Daud dan Nasai.

Orang yang mendapat nikmat dan bersyukur sama kedudukannya dengan


orang yang berpuasa dan bersabar. HR. Tirmidzi.

Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada
manusia. HR. Abu Daud (dalam Maaalim as Sunan).

Orang yang paling awal dipanggil masuk ke surga adalah orang-orang yang
memuji Allah di waktu senang dan susah. HR. Hakim (Hakim mengatakan hadist
ini sahih berdasarkan syarat Muslim, dan adz Dzahabi menyepakatinya).

Akhirnya, moga hal ini bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Allah meridhai usaha-usaha Syaikh Abdul Qadir Isa dan merahmatinya.
Semoga Allah merahmati dan meridhai orang-orang mukmin yang telah
menekankan kelurusan amal ibadah kepada-Nya dengan menjaga kebersihan
hati dan kehalusan budi pekerti.

Sumber gambar: http://welove-allah.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai