ISLAM)
28 03 2007
Metode Penyampaian
Ø Ceramah Dialogis
Maroji’
Ø Al Qur’an
Ø Al hadits
Ø Ushul Al Adab
URAIAN
Rasulullah mengajar kita tentang Al Qur’an dan Sunnah, agar kita dapat beribadah bukan
hanya ibadah yang khusus saja, namun juga ibadah yang umum, yang mencakup adab-
adab pribadi maupun masyarakat. Marilah kita laksanakan adab-adab tersebut sebagai
tanda cinta dan ridha kita pada Allah dan Rasul. Semoga kita diberi kekuatan dan
barokah dalam melaksanakannya. Amiin.
Adab Berpakaian
- menutup aurat (seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan bagi wanita, dan selalu
menutupi antara pusat dan lutut bagi pria)
8. Berniat untuk menutup aurat, bukan untuk pamer dan menyombongkan diri.
Bismillaahil ladzii laa illaa huwa, artinya : Dengan menyebut nama Allah yang tiada
tuhan selain Dia.
5. Menghindari dosa yang tampak dan tidak tampak (keinginan-keinginan dalam hati
yang dapat merusak iman).
Adab Berpergian
3 Membawa gunting, siwak, tempat celak, tempat air wudhu dan cebok (jika
dikhawatirkan tidak ada fasilitas) atau debu yang suci untuk tayamum.
6 Mengangkat pimpinan rombongan, yang paling luas ilmunya dan baik akhlaqnya
(rombongan = 3 orang atau lebih). Bermusyawarah dan shalat istikharah bila perlu
sebelum berangkat.
1 Apabila bertemu dengan orang muslim, ucapkan salah, kecuali jika ia sedang berbicara
di forum atau ia sangat sibuk (sholat, dll).
2 Jawablah lusan atau dengan tulisan (dalam surat) tidak dengan isyarat.
3 Wajin menyampaikan salah (jika telah berjanji) dan jika mendapat kiriman dari
saudaramu, jawablah dengan yang sama/lebih baik.
4 Sebelum masuk ke rumah/ruang orang lain, mintalah izin setelah mengucapkan salah
dan tunggulah izin mereka, baru kemudian masuk.
5 Jangan mengganti salah dengan bahasa lain karena itu termasuk bid’ah.
1 Berilah salah kepada hadirin di Majelis. Namun jika sedang ada yang berbicara
tahanlah dulu, carilah tempat duduk dan tanpa mengalihkan perhatian yang lainnya.
Ucapkan salah jika ada kesempatan yang tenang.
2 Duduk pada tempat yang tersedia, tidak mengusir seseorang dari tempat duduknya.
4 Bergeser untuk menyediakan tempat untuk yang baru datang, karena menyediakan
tempat untuk saudaramu sangat dicintai Rasul.
5 Minta izin bila ada keperluan dan segera bubar setelah selesai.
Allahumma ahyiini maa kaanatil hayatu khairol lii wa tawaffani idzaa kanatil. Artinya :
Ya Allah panjangkanlah hidupku jika ia membawa kebaikan dan wafatkanlah aku jika ia
lebih baik bagiku.
Jika orang yang menghadapi kematian sudah mengucapkan laa ilaa ha illallaah sekali
jangan diulang lagi menuntunnya, kecuali jika ia sudah berbicara dengan perkataan lain.
2. Berbaring atas pinggan kanan, letakkan tangan di bawah pipi atau terlentang dengan
meletakkan satu kaki di atas yang lain dan berdo’a.
3. Berdo’a ketika bangun
Adab Makan/Minum
1 Berdo’a di awal dan di akhir, jika lupa bacalah Bismillaahi awwalahu wa akhirahu.
3 Disunnahkan dengan 3 jari, tidak boleh mencela makanan, makruh makan sambil
bersandar, dan haram memakai bejana emas/perak.
4 Tidak meminum dalam 1 teguk dan jangan bernafas sambil minum, makruh meniup
minuman (jika panas).
6 Sunnat yang memberi minum dalam majils, dialah yang terakhir minum.
Pergaulan dalam istilah bahasa Indonesia berarti kehidupan bersama, yakni kehidupan
antar sesama manusia. Salah satu bentuk pergaulan antar sesama manusia adalah
pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Terkadang bentuk pergaulan tersebut bisa
berupa persahabatan yang terjalin antara mereka dengan saling mengutarakan isi hati
(tempat curhat).
Sebuah persahabatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan bisa dilatarbelakangi
oleh kesamaan ide, gagasan, gaya hidup, minat, kebutuhan-kebutuhan, cara berpikir dan
harapan-harapan. Dari situ muncullah simpati dan selanjutnya akan ada keterbukaan, jika
sudah saling terbuka, maka dilanjutkan dengan sikap curhat. Dalam nuansa religiusnya
biasanya dipakai kata ’ukhuwah’. Namun ukhuwah ini didasari dengan keimanan,
keikhlasan dan muroqobatullah.
Kedudukan sahabat begitu khusus dalam hati seseorang, sehingga persahabatan
yang terjadi antara lawan jenis non mahrom perlu dipertanyakan, apakah mereka
memang murni sebagai seorang sahabat ? Sebab tidak tertutup kemungkinan di hati
mereka atau salah seorang dari mereka ada perasaaan memiliki dan penuh harap. Curhat
yang terjalin diantara merekapun sebenarnya bukanlah untuk mencarikan sebuah solusi
namun tidak jarang hanya untuk pengaduan dan minta perhatian.
Secara fitrah, antara laki-laki dan perempuan memiliki saling ketertarikan seperti positif
dan negatif, sehingga tidak ada hubungan persahabata yang bebar-benar tulus diantara
mereka. Hal ini perlu menjadi perhatian baik bagi ikhwan maupun akhwat, sebab
fenomena ini yang berkembang akhir-akhir ini telah terjadi ’kelonggaran’ dalam
pergaulan, apakah memang zamannya saudah berubah atau karena ruang lingkup dakwah
sudah meluas, pergaulan sudah heterogen, bahkan dengan masyarakat secara umum.
Sehingga perlu evaluasi kembali terhadap lawan njenis, kendati apa yang dilakuakn
semata-mata demi berkembangnya dakwah.
Islam sebagai Dinullah telah mengatur kehidupan antar sesama manusia dengan rincinya.
Islam sangat menjaga agar hubungan kerja sama antara laki-laki dan perempuan
(ikhwan dan akhwat) hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat
bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara mereka
yang bukan mahrom atau jalan-jalan bersama. Kerjasama antara keduanya
bertujuan agar mereka melaksanakan apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya.
Interaksi diantara mereka mestinya tidak mengarah pada hubungan yang bersifat
nafsu syahwat, artinya interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata
(amal jama’i) dalam menggapai berbagai kemaslahatan dakwah dan dalam
melakukan berbagai macam aktivitas yang bermanfaat, tanpa diwarnai oleh
’kepentingan individu lainnya’.
Pergaulan ikhwan dan akhwat hendaknya menjadikan aspek ruhani sebagai landasan
hukum dan syariat sebagai tolok ukur yang didalamnya terdapat hukum yang mampu
menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur.
Dalam menjaga hubungan dengan lawan jenis, rambu yang telah ditentukan Islam
hendaknya dijadikan pedoman sekalipun hubungan tersebut dalam kerangka dakwah.
Larangan dalam persoalan ini demikian tegas. Atas dasar itu, Islam menetapkan sifat
menjaga kehormatan sebagai suatu kewajiban. Diantara ketentuan hukum yang berkenaan
dengan hubungan terhadap lawan jenis antara lain adalah :
Apapun agen da dakwah yang hendak kita lukan, pandangan terhadap lawan jenis tetap
harus dijaga, bukan berarti kita tidak melihat lawan jenis sama sekali, namun menjaga
mata agar tidak saling menatap, sebab tatapan mata yang berlama-lama dapat
mempengaruhi perasaan sehingga syaitan sangat leluasa menggoda. Rukhshoh hanya
diberikan kepada mereka yang terlibat dalam proses belajar mengajar, transaksi jual beli,
memberikan kesaksian, berobat dan saat khitbah.
Oleh sebab itu, bagaimanapun bentuk dan model pakaian asalakan dapat menutup aurat
dengan memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan syariat, sesuai dengan kondisi
iklim dan pada sisi lain memudahkan wanita bergerak, maka dapat diterima oleh syar’i.
Kriteria dan persyaratan itu antara lain menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua
telapan dan punggung tangan, longgar, tidak ketat dan tidak transparan, serta serasi dan
tidak mencolok.
Ketiga, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali
wanita itu disertai mahramnya. Rasulullah Saw bersabda : Tidak dibolehkan seorang pria
dan wanita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya.
Keempat, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus hendaknya jamaah
(komunitas) kaum wanita terpisah dari jamaah kaum pria; begitu juga didalam
masjid, sekolah, dan lain sebagainya. Paling tidak jangan sampai terjadi pembauran
(ikhtilat), sekalipun dalam urusan dakwah. Pengaturan dan penjagaan shaf ikhwan dan
akhwat baik dalam berdemo atau kegiatan lainnya perlu di tata kembali. Ikhtilat ini
sangat banyak terjadi dalam kehidupan bermasyarakat seperti di dalam kendaraan umum,
di pasar, dllnya. Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan hal seperti ini dikategorikan sebagai
bentuk dhorurat, selama kita memang belum mampu mengubahnya, namun apabila kita
bisa mengaturnya, maka hukum dhorurat tidak berlaku lagi.
Demikian antara lain sebagian kecil dari sekian banyak rambu-rambu yang telah diatur
Islam dalam pergaulan. Dakwah sudah menyebar, pergaulan sudah semakin luas, nemun
kita sebagai kader dakwah hendaknya tetap menjaga asholah dakwah dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai Islam.