Anda di halaman 1dari 10

AKHLAK PERGAULAN DALAM ISLAM

01.26 Diposting oleh Unknown

• Pengertian akhlak
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab
kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Akhlak adalah tabiat atau sifat
seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi.

Islam adalah agama yang sangat mementingkan Akhlak dari pada masalah-masalah lain.

Akhlak terbagi menjadi dua yaitu:

• Akhlaaqul mahmudah (akhlak yang terpuji )

Yang termasuk Akhlaaqul mahmudah : ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut kemurkaan Allah),Roja
(mengharapkan keridhaan Allah), jujur adil, amanah, tawadhu (merendahkan diri sesama muslim),
bersyukur.

• Akhlaaqul madzmuumah (akhlak tercela )

Yang termasuk Akhlaaqul madzmuumah adalah : tergesa-gesa, riya (melakukan sesuatu dengan tujuan
ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur (membesarkan diri), ujub (kagum
dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan pemarah.

 Ciri-ciri seseorang yg memiliki akhlak islami:

• Tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu.

• Akhlaknya mencakup semua aspek kehidupan.

• Berhubungan dengan nilai-nilai keimanannya, (sesuai surat Al-Maidah ayat 8 )

• Berhubungan dengan hari kiamat atau tafakur alam.

• Memandang segala sesuatu dengan fitrah yang benar.

 Pembentukan akhlak yang baik dapat dilakukan dengan:

• Ilmu=....

• Latihan ibadah, mengurangi maksiat, membentuk lingkungan yg baik,melatih amal atau kerja
kita,bergaul dengan orang soleh, mengambil hal positif dari lingkungan di sekitar kita.)

 beberapa alasan betapa pentingnya akhlak islam :

• Akhlak adalah faktor penentu derajat seseorang

• Akhlak merupakan buah ibadah,(seperti yng tercantum dalam surat al-ankaboot ayat 45)

• Keluhuran akhlak adalah amal terberat di akhirat

• Lambang kualitas masyarakat


• Untuk membentuk akhlak yg baik

• Pengertian Pergaulan
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan
orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap
manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat
langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia
membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.

Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda.
Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar
lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah,
maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan
sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai
wujud keagungan dan kekuasaan-Nya

• Etika Pergaulan Menurut Islam


Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya tidak hanya menjalin hubungan dengan Allah
semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan juga dengan manusia (habluuminannas).
Saling kasih sayang dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin hubungan yang
harmonis. Rasulullah ‘saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di antaramu, sehingga
kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu - menyayangi dirimu sendini”. (HR. Bukhari Miisllm)

Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah
menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak
ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan
sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci
utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus
kita lakukan dalam pergaulan.

 Ta’aruf.

Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling
menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan?
Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?

Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan
melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan
sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.

 Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita
bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia
sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat
memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi,
karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat
kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang
selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat
ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita
bersamanya.”

Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak
sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul
dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul
majmumah ).

 Ta’awun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh
sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta
pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling
menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk
umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.

Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi,
semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu
yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan
rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan
Allah dan seluruh makhluknya.

adalah berikut ini beberapa contoh bergaul sesama umat

A. Tata cara bergaul dengan orang tua atau guru

Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti dan akhlak
mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan segala sesuatu yang semestinya ditinggalkan
diatur dengan sangat rinci dalam ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang mengakui
(termasuk non-muslim) bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap dan sempurna
serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.

Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sehingga
setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling memahami,
menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah,
kepada sesama atau teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.

Rasulullah saw pernah bersabda:

‫ار َُم الُت َ ِم َُمِِ بُ ِعثْتُُ اِنَّ َما‬ ُِ َ‫ي َر َواهُُ( اْالَ ْخال‬
ِ ‫ق َم َك‬ ِ ‫)و ُم ْس ِلم اْلبُخ‬
ُْ ‫َار‬ َ
Artinya:

“Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari Muslim)

Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari adalah
memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun yang
dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu:

1. Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan
kita (ibu bapak).
2. Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan
dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan
disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan “mertua”.

3. Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami
pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah “guru” kita.

Dalam Al-Quran maupun hadits, dapat ditemukan banyak sekali keterangan yang
memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua. Sekalipun demikian, Islam tidak
menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik kepada kedua orangtua secara rinci, sebab berbuat baik
kepada kedua orang tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan rincian.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan kondisi,
kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.

Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut dengan “biruul
walidain”.

Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam bentuk kata
ihsan, ma’ruf, dan rahmah.

Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan


suatu dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orang
tua dan anaknya tidak akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk
ucapan, perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya
merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau “uff”, apalagi jika
sampai membentaknya.

Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita merendahkan diri
kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra
ayat 24:

Artinya:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24)

Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya dan
jangan sedikit pun melukai perasaan mereka, karena Allah tidak akan rida kepada
kita.Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua
dalam arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita tentang pengetahuan dan
kehidupan. Mereka adalah guru, ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang
muslim, kita juga diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka.

B. Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua

Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-
masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari kita. orang
yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. yaitu:

1. Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua,


2. Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya lebih
muda, dan

3. Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.

Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar dan
menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika mereka keliru
dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan
mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun
mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di antara kita bukan
umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas takwanya kepada Allah
Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:

ِ َّ ‫ىَلِا ُرُظْنَي ْنِكَلَو ْمُكِلاَو ْ َما ىَلِا َالَو ْمُكِباَس ْ َحا ىَ ِلإ َالَو ْمُكِرَوُص ىَ ِلإ ُرُظْنَ َيال ىَل َا َعت َهللا‬
‫نإ‬
‫)ىناربطلا هاور( ْمُكِلاَم ْ َعاَو ْمُ ِكب ْ ُو ُلق‬
Artinya:

“Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi
Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”. (HR. Thabrani)

C. Tata Cara Breagaul dengan yang Lebih Muda

Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang umatnya untuk membeda-bedakan


manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan status sosial lainnya.
akan tetapi yang terbaik adalah bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan
ajaran agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.

Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang umur
dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali dilarang untuk merendahkan dan
meremehkannya.

Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda
dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk
golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Beliau bersabda:

‫)ىناربطلا هاور( َ انَرْيِبَك ًّقَح ْفِرْعَي ْمَلَو اَنَرْيِغَص ْمَحْرَي ْمَل ْنَم َّانِم َسْيَل‬

Artinya:

‘Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil (lebih
muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa)”. (HR.
Thabrani)

Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan akhlaknya lebih
baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah berusia lanjut. Jadi,
umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya
semakin bertambah (bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya,
semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.

Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru sebaliknya. Ada
yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas
hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.

Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan bahwa terinasuk
orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:

‫ُ ُهلَمَع َءاَسَو ُهُرْمُع َلاَط ْنَم ِس َّانلا ُّرَشَو ُ ُهلَمَع َنُسَحَو ُهُرْمَع َلاَط ْنَم ِس َّانلا ُرْي َخ‬
(‫)دمحا هاور‬
Artinya:

“Sebaik-baik manusia adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan
sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya”
(HR.Ahmad)

Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah lebih dewasa
serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing, rnengarahkan dan mengajarkan kepada
mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi kehidupannya.

Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam, sehingga orang yang lebih tua
hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan pengalamannya, sedangkan orang yang lebih
mudah dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki orang yang lebih tua. Rasulüllah saw
bersabda:

‫)يراخبلا هاور( ِس َّانلِل ْم ُ ُهعَفْ َنأ ِس َّانلا ُرْي َخ‬


Artinya:

”Sebaik-baik diantara manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi sesamanya”. (HR.
Bukhari)

D. Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya

Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih saying. Kecenderungan untuk
saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya merupakan suatu hal yang diatur
dengan lengkap dalam ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup menyendiri,
termasuk melakukan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil, dnn jauh dari
peradaban manusia.

Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia bergaul dengan
sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari
keridaan Allah Swt.

Rasulullah saw hersabda:


‫خي ْي ًِّذلا ُنِمْؤُملا‬
ُ َ ‫خ َيال ى َِّذلا َنِمْؤُم ْلا َنِم ٌرْي َخ ْمُهاَ َذا ىَلَع ُرِبْصَيَو َس َّانلا ُطِلا‬
ُ َ ‫َس َّانلا ُطِلا‬
‫)يذيمرتلا هاور( ْمُهاَ َذا ىَلَع ُرِبْصَيَو‬
Artinya

“Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar (tahan uji) atas
segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan yang
lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. (HR. Tirmidi)

Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman,
dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang
tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman
yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.

Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik yang
kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya sekalipun
orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau
kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik disengaja
maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak, itu bukan urusan kita.
Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan memaafkan. Janganlah kita termasuk orang yang
sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam sabdanya:

‫ٍسْكَم ِبِحاَص ِ َةئْيِط َخ ُْلثِم ِهْيَلَع َناَك ُهْنِم ْلَبْقَي ْمَلَف ِمِلْسُم ْلا ِهْي ِ َخأ ىَلِا َرَ َذت ْعا ِنَم‬
(‫)هجام نبا هاور‬
Artinya:

“Barangsiapa yang meminta maaf kepada saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak mau
memaafkannya, maka ia mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu
Majah)

Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga masing-masing bisa


saling memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu
yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:

‫الث َقْوَف ُها ََخأ َرُجْهَي ْ َنأ ٍمِلْسُمِل ُّلِحَ َيال‬


َ ‫ث‬َ ِ ‫اَذَه ُضِرْ ُعيَو اَذَه ُضِرْ ُعيَف ِ َنايِ َقتْلَي ٍ َّم َايأ‬
‫)هيلع قفتم( ِ َمالَّسل ِاب ُ أَذْبَي ْي َِّذلا اَمُهُرْي َخَو‬

Artinya.

“Tidaklah halal bagi seorang muslmi mendiamkan (tidak mengajak bicara) sit van in yang
muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya bertemu, lalu ingin memalingkan muka, dan yang
lain pun demikian juga. Dan yang paling baik di antara keduanya adalah yang terlebili dahulu
mengucapkan salam”. (HR. Bukhari Muslim)

Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih sayang
dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang jika tidak menyayangi sesamaya. Dalam
salah satu hadis, .Rasulullah saw bersabda:
‫)هيلع قفتم( ُِ هللا ُهْمَحْرَي َال َس َّانلا ُمَحْرَي َال ْنَم‬
Artinya:

“Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi oleh
Allah”. (HR. Bukhari Muslim)

E. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis

Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan
berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat,
ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.

Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara
berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan
di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal.
Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai
hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.

Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan
yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik
kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka.
Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling
melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.

Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat)
yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang tidak
dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala
pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.

Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang
memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai
oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau
Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki.
Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.

Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang lain yang
bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu
berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran,
agar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:

Artinya: . ‘ -

‘jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zinaitu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)

Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan
perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta
dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan
dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh Allah. Hal
inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi:

‫خيْلَف ُها ََخأ ْمُكُد َ َحا َّب َ َحأ اَ ِذإ‬


ُ ْ ‫)ىديمرتلاو دوادوبا هاور( ْ ِرب‬
Artinya:

“Jika salah seorang di antara kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”.


(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling
menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah,
bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini
pernah diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan oleh Abu
Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda,

Yang artinya: “Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan nabi-nabi,
bukan pula para syuhada’,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah. Para sahabat bertanya:
“Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah”:Nabi saw menjawab: “itulah orang yang saling
mencintai (menyayangi), karena harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-sinar, tiada
merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan” (HR. Abu Daud).

Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:

‫الا‬ َ َ ‫حي ْمُ َهالَو ْمِهْيَلَع ٌفْو‬


َ َ ‫خال ِهللا َء َايِل ْ َوا َّنِا‬ َ ْ ‫َن ْ ُون َز‬
Artinya:

“Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak merasa
bersedih ‘. (Sumber. Khuluqul Muslim”, karangan Muhammad Al-Ghazali)

Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman seseorang Hasilnya
tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris sempurna
keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman,
yang kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah,
sebagaimana sabda Rasulullah saw:

َ ‫ث‬
‫الث‬ َ ٌ ‫الا َة َ َوالَح َدَجَو ِهْ ِيف َّنُك ْنَم‬ْ ِ ‫ِناَمْي‬: ‫ِهْ َيلِا َّب َ َحا ُ ُهلْوُسَرَو هللا َنْوُ َكي ْ َنأ‬
ُ ِ ‫اَهْيِف ُعَقَيَف ٌةَمْيِظَع ٌراَن ُدَق ْ ُوت ْ َناَو هللا ىِف َضَغْبَيَو ِهللا ىِف َّب‬
‫حي ْ َناَو اَمُهُهاَوَساَّمِم‬
‫سي ْ َنا ْنِم ِهْيَلِا َّب َ َحا‬ُ ْ ‫)ملسم هاور( ًا ِئيَس ِهللا ِاب َكِر‬
Artinya:

“Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan
merasakan lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang
lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke
dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”.
(HR. Muslim)

Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena
Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini,
Rasulullah saw pernah bersabda:
‫ُكَلَم ْلا َلاَق ِبْيَغْلا ِرْهَظِب ِهْيِخَِِال ُلُجَّرلا اَعَداَ ِذإ‬: ‫)ملسم هاور( َكِلاَذ ُْلثِم َكَلَو‬
Artinya:

“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka


berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)

Takaful (saling bertanggung jawab)

Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung jawabkan
bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan:
‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Rasulullah saw bersabda:

‫شي ِناَيْ ُنبْلاَك ِنِمْؤُم ْلا َنْيَب ُنِمْؤُمْ َلا‬


َ ُ‫)يراخبلا هاور( اًضْعَب ُهَضْعَب ُّد‬

Artinya:

“Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan, yang
bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)

TASAMUH (Saling Toleransi)

Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi pergaulan yang lebih
harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan masing-masing, sehingga tidak
ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti oleh teman bergaul lainnya.

Anda mungkin juga menyukai