Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH BIMBINGAN KONSELING PADA KLIEN LANSIA, RAWAT

INAP/ POST OPERASI

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 10
SRI WAHYUNI P17325123484
SUSI PURWATI P17325123485
TRISIANA MARINI P17325123486
VERDINA RUSDIANI P17325123491

PROGRAM ALIH JENJANG D4 KESEHATAN GIGI


POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan MAKALAH
“BIMBINGAN KONSELING PADA KLIEN LANSIA, RAWAT INAP/ POST
OPERASI”.
Tak lupa pula Sholawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga ke zaman yang penuh
dengan ilmu. Berkat ridho Allah SWT dan doa kedua orang tua yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini. kami menyadari bahwa dalam
proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun
cara penulisannya. Namun, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk masyarakat,
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung 26 Januari 2024


DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan .............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A. Pengertian Bimbingan Dan Konseling .............................................. 3
B. Masa Lanjut Usia ............................................................................. 5
C. Layanan Bimbingan Konseling Bagi Lanjut Usia ............................. 8
D. Hambatan-Hambatan Bimbingan Konseling Lansia ......................... 13
E. Cara Mengatasi Hambatan Bimbingan Konseling Lansia ................. 14
F. Peran Tgm Dalam Bimbingan Konseling ......................................... 15
G. Klien Rawat Inap / Post Operasi ...................................................... 15
H. Bimbingan Konseling Kalien Rawat Inap/Post Operasi ................... 21
I. Peran Tgm Dalam Bimbingan Konseling ........................................ 23
BAB III PENUTUPAN .............................................................................. 25
A. Kesimpulan ..................................................................................... 25
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mencoba memberikan pelayanan yang tepat untuk lansia adalah salah satu
cara untuk membantu lansia agar dapat menerima keadaanya yang
sesungguhnya ia jalani, dengan begitu jika lansia dapat memahami dirinya
maka ia akan berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi fisik,
sosial, dan psikologis dengan tepat. Dengan memperlakukan lansia sesuai
keinginannya hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa lansia perlahan-lahan
akan lebih dapat menerima diri.
Keadaan yang ada pada lansia cenderung berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan secara khusus, baik
kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa. Oleh karena itu diperlukan penyuluhan
kepada lansia agar dapat menerima keadaan dengan mencari sisi positif dari
kemampuan dan pengalaman yang ada pada lansia, agar ia berfikir bahwa ia
masih berguna dan dibutuhkan orang lain.
Namun pada kenyataanya, dengan kulit keriput, fisik renta, sakit-sakitan,
langkah gontai, pakaian kusut, bahkan kadang cacat fisik, orang lanjut usia itu
mengharap belas kasih orang lain bahkan kadang dieksploitasi oleh pihak
tertentu. Sementara dirmah mewah dijumpai lansia yang merasa sudah tidak
berguna, diacuhkan oleh keluarganya, kehilangan kekuasaan, dan sakit-
sakitan.
Oleh karena itu pelayanan BK pada lansia tidak dapat dilakukan sendiri
oleh konselor. Konselor perlu bekerja sama dengan berbagai pihak dan adanya
asas keterpaduan, terutama peran yang sangat besar dari anggota keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Bimbingan dan Konseling ?
2. Apa yang dimaksud dengan Masa Lanjut Usia ?
3. Bagaimana Bimbingan konseling bagi Lansia ?
4. Apa pengertian klien rawat inap /post operasi?
5. Bagaimanakah bimbingan konseling pada klien rawat inap/ post operasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari Bimbingan dan konseling
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud masa usia lanjut

1
3. Untuk mengetahui bagaimana bimbingan konseling pada lansia.
4. Untuk mengetahui klien rawat inap/ post operasi
5. Untuk mengetahui bimbingan konseling pada klien rawat inap/post operasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu
“bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diambil dari
kata “counseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu
kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang
integral. Secara etimologi menurut Winkel dalam Tohirin istilah “bimbingan”
merupakan terjemahan dari kata “guidance”. Kata “guidance”yang kata dasarnya
“guide”memiliki beberapa arti :
1. Menunjukkan jalan (showing the way),
2. Memimpin (leading),
3. Memberikan petunjuk (giving instruction),
4. Mengatur (regulating),
5. Mengarahkan (governing), dan
6. memberi nasihat (giving advice).
Secara terminology bimbingan di kemukakan oleh beberapa para ahli
diantaranya yaitu:
1. Miller dalam Surya, menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses
bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan
diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum
kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga, dan masyarakat.
2. Selanjutnya Surya mengutip pendapat Crow & Crow menyatakan bahwa
bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik laki-laki
maupun perempuan yang memiliki pribadi baik dan pendidikan yang
memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya
mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan
memikul bebannya sendiri.
3. Menurut Stoops mengemukakan bimbingan adalah suatu proses terus –
menerus dalam hal membantu individu dalam perkembangannya untuk
mencapai kemampuansecara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang
sebesar – besarnya bagi dirinya maupun masyarakatnya’.
4. Djumhur dan M. Surya memberikan batasan tentang bimbingan, yaitu suatu
proses pemberian bantuan terus menerus dan sistematis kepada individu
dalam memecahkan masalah yang di hadapinya, agar tercapai kemampuan
untuk memahami dirinya sendiri (self understanding), kemampuan untuk
menerima dirinya sendiri (self accaptance), kemampuan untuk mengarahkan

3
diri sendiri (self direction) dan kemampuan untuk merealisir diri sendiri
(realization), sesuai dengan potensi dan kemampuan dalam mencapai
penyesuaian diri dengan lingkungan.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa Bimbingan berarti : bantuan yang
diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing
mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui
interaksi, dan pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan dan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Secara etimologi istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris
“counseling” di dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki
beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan
pembicaraan (to take counsel). Berdasarkan arti di atas, konseling secara
etimologis berarti pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar
pikiran.
Secara Terminologi konseling menurut ahli yaitu:
1. Mortensen menyatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan
antarpribadi d mana orang yang satu membantu yang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
2. James Adam mengemukakan bahwa konseling adalah suatu pertalian timbal
balik antara dua orang individu di mana seorang Counselor membantu
Counsele supaya ia lebih baik memahami dirinya dalam hubungan dengan
masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan waktu yang akan
datang.
3. Rogers (1982) mengemukakan bahwa konseling adalah serangkaian
kegiatan hubungan langsung antar individu, dengan tujuan memberika
bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
4. Mortensen dan Schmuller dalam bukunya berjudul Guidance in today’s
school (1964) mengemukakan konseling adalah suatu proses hubungan
seseorang dengan seseorang di mana yang seseorang di bantu oleh yang
lainnya untuk meningkatan pengertian dan kemampuan dalam menghadapi
masalahnya.
5. Wren dalam bukunya yang berjudul student person al work in college,
berpendapat bahwa konseling adalah pertalian pribadi yang dinamis antara
dua orang yang berusaha memecahkan masalah dengan mempertimbangkan
bersama sama, sehingga akhirnya orang yang lebih muda atau orang yang
mempunyai kesulitan yang lebih banyak di antara keduanya di bantu oleh
orang lain untuk memecahkan masalahnya berdasarkan penentuan diri
sendiri.

4
6. Williamson dan Foley dalam bukunya Counseling and
Dicipline mengemukakan bahwa konseling adalah suatu situasi pertemuan
langsung di mana yang seorang terlibat dalam situasi itu karena latihan dan
keterampilan yang dimilikinya atau karena mendapat kepercayaan dari yang
lain, berusaha menolong yang kedua dalam menghadapi, menjelaskan,
memecahkan, dan menanggulangi masalah penyesuaian diri.
7. Sedangkan menurut American Personnel and Guidance Association
(APGA) mendefinisikan konseling sebagai suatu hubungan antara seorang
yang terlatih secara profesional dan individu yang memerlukan bantuan
yang berkaitan dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan
keputusan.
Kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengertian Konseling
adalah kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dan
klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam
suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk
tujuan yang berguna bagi klien (siswa).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
Bimbingan dan Konseling (BK) adalah proses bantuan atau pertolongan yang
diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui
pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar
konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan
masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.

B. Masa Lanjut usia


1. Pengertian lanjut Usia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara
biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta system organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia dipandang
sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang
sampai beranggapan kehidupan masa tua seringkali dipersepsikan secara negatif
sebagai beban keluarga dan masyarakat. Memasuki usia tua berarti mengalami

5
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figure tubuh yang tidak
proporsional.
Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua:
a. Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi
menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh
puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga
akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74
tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan
orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang
lebih muda.
b. Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan
tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang
barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang
lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas,
dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut.
Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur
lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia
dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
c. Menurut Bernice Neugarten(1968)James C. Chalhoun(1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
d. Badan kesehatan dunia (WHO)menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang
telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah
kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia
pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,
Lanjut usia tua (old) 75 - 90 tahun dan Usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun.

2. Karakteristik masa lanjut usia


Setiap individu di masa tuanya mempunyai karakteristik yang berbeda. Namun,
ada beberapa ciri umum lansia yang wajib diperhatikan, di antaranya:
a. Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor
fisik dan psikologis.

6
b. Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini
sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang menganggapnya sebagai
hukuman.
c. Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua
tidaklah menyenangkan.
d. Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang
berusia lanjut tidak begit dibutuhkan katena energinya sudah melemah.
Tetapi, ada juga masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia
lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar.
e. Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif
tentang usia lanjut.
f. Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok
yang lebih muda.
g. Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif
yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.
h. Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk
memperlambat penuaan.

3. Kelebihan dan kekurangan dan tantangan Lansia


a. Kelebihan
Pengalaman dan pengetahuan yang kayaLansia adalah kelompok usia yang
sudah melalui berbagai macam pengalaman dan memiliki pengetahuan yang
bermanfaat bagi masyarakat. Mereka dapat menjadi mentor atau pengajar
bagi generasi muda.2. Peningkatan partisipasi sosialLansia yang sehat dapat
berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan membantu meningkatkan kualitas
hidup masyarakat. Hal ini dapat membuat mereka merasa bermanfaat dan
berguna.3. Meningkatkan kesejahteraan ekonomiDalam beberapa kasus,
lansia dapat menjadi pilar ekonomi keluarga. Mereka dapat membuka bisnis
kecil atau menjadi pekerja lepas untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

b. Kekurangan
Keterbatasan fisik dan Kesehatan Seiring bertambahnya usia, lansia
mengalami penurunan fisik dan kesehatan. Hal ini dapat menghambat
produktivitas dan partisipasi mereka dalam kegiatan sosial.2. Keterbatasan
mobilitasLansia yang tidak memiliki akses transportasi yang memadai akan
sulit berpartisipasi dalam kegiatan di luar rumah. Hal ini dapat
meningkatkan risiko sosial dan membuat mereka merasa terisolasi.3. Risiko
penipuan dan kekerasanLansia rentan menjadi korban kekerasan dan

7
penipuan. Hal ini disebabkan karena tingkat kewaspadaan dan kemampuan
fisik mereka yang menurun.

c. Tantangan
Kondisi kesehatan dan kesejahteraan lansia seringkali terabaikan atau
kurang diperhatikan. Beberapa tantangan yang dihadapi oleh lansia
adalah:1. Tantangan kesehatan, seperti penyakit kronis, kehilangan fungsi
fisik dan mental, serta rawan mengalami kecelakaan.2. Tantangan ekonomi,
seperti keterbatasan dana pensiun, biaya kesehatan, dan transportasi yang
mahal.3. Tantangan sosial, seperti kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan
sosial dan ketergantungan pada orang lain.

C. Layanan Bimbingan Konseling Bagi Lanjut Usia


Pelayanan BK secara professional pada usia lanjut belum banyak dilakukan.
Berbagai pelayanan terhadap lansia, baik oleh anak-anaknya, lembaga
keagamaan. LSM, umumnya dilakukan tidak secara utuh, yang kadangkala
kurang memahami permasalahan lansia secara menyeluruh. Di lembaga
keagamaan misalnya lebih menekankan aspek spiritual, di pusat-pusat rehabilitasi
sosial khususnya di panti wreda sudah diupayakan pelayanan secara optimal,
namun penekanannya masih dalam aspek fisik kesehatan. Kesulitan dalam
pelayanan BK bagi lansia juga diakui oleh George dan Cristiani (1981), dan
menuntut program pelatihan khusus bagi konselor yang melayani usia lanjut.
1. Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling
“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang dipanjangkun umurnya dan semakin
bagus amal perbuatannya (Al Hadist). Wahai jiwa yang tenang, kembalilah
kepada Tuhanmu dengan penuh ridlo dan diridloi, maka masuklah dalam
golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah dalam surga-Ku (Al Fajr: 27-30).
Betapa bahagianya menjadi lansia yang amalnya bagus, bermanfaat bagi diri
dan masyarakat, memiliki jiwa yang tenang, kembali kepada Tuhan dengan penuh
keridloan, kedamaian, keikhlasan, dan diridloi Tuhan, memasuki kelompok
hamba yang dikasihi, memasuki syurga ... Kondisi seperti itu yang menjadi tugas
konselor lansia dalam mendampingi, membantu para lansia.
Secara umum tujuan layanan bimbingan dan konseling pada lansia adalah
membantu lansia untuk dapat mengatasi masalah-masalahnya, dapat menerima
diri, mengembangkan diri, mengaktualisasikan diri sehingga dapat merasakan
kebahagiaan hidup di usia senja. Secara khusus tujuan layanan BK pada lansia
sejalan dengan masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang dihadapi oleh
lansia.

8
Lansia akan merasa bahagia apabila kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi, atau
mereka dapat melaksanakan tugas perkembangan secara baik. Dalam kajian
psikologi, yang diwarnai budaya Amerika, Havinghurst mengemukakan tugas-
tugas perkembangan usia lanjut, yaitu :
a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income
(penghasilan) keluarga.
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.[6]
Dalam budaya tertentu tugas perkembangan usia lanjut lebih luas lagi,
misalnya dalam masyarakat muslim para usia lanjut harus lebih intensif
mempersiapkan diri menghadapi kematian, dan kehidupan sesudah mati. Bagi
lansia yang mampu menjalankan tugas-tugas perkembangan dengan baik seperti
di atas, maka dapat dipastikan lansia akan merasakan kebahagiaan.
Hurlock mengetengahkan tanda umum penyesuaian yang baik pada lansia
yaitu: (1) minat yang kuat dan beragama, (2) kemandirian dalam hal ekonomi,
yaug memungkinkan untuk dapat hidup mandiri, (3) melakukan banyak hubungan
sosial dengan segala umur, (4) kenikmatan kerja yang menyenangkan dan
bermanfaat tetapi tidak memerlukan banyak biaya, (5) berpartisipasi dalam
organisasi kemasyarakatan, (6) kemampuan untuk memelihara rumah yang
menyenangkan, (7) kemampuan untuk menikmati kegiatan masa kini tanpa
menyesali masa lalu, (8) mengurangi kecemasan terhadap diri sendiri maupun
orang lain, (9) menikmati aktivitas dari hari ke hari, (10) menghindari kritik dari
orang lain, (1l) menghindari kesalahan-kesalahan, khususnya tentang kondisi
tempat tinggal dan perlakuan dari orang lain.
Keberhasilan penyesuaian diri lansia tersebut dipengaruhi beberapa faktor,
yaitu : persiapan untuk hari tua, pengalaman masa lampau, kepuasan dan
kebutuhan, kenangan akan persahabatan lama, anak-anak yang telah dewasa,
sikap sosial, sikap pribadi, metode penyesuaian diri, kondisi fisik, kondisi tempat
tinggal, kondisi ekonomi.
Mengenai kebahagiaan yang menjadi tujuan akhir layanan BK bagi lansia,
Hurlock mengetengahkan tiga komponen kebahagiaan, yaitu Acceplance,
affection, dan achievement. Acceptance menunjukkan lansia dapat menerima dan
memahami diri sendiri dan akhirnya diterima orang lain. Affection menunjukkan
lansia memiliki rasa cinta kasih pada lansia. Achievement menunjukkan lansia
masih mampu berprestasi, dan merasa bangga dengan prestasi yang dicapai, serta

9
orang lain menghargai prestasinya. Kebahagiaan lansia tersebut sifatnya relatif,
temporal, spasial dan setiap budaya memiliki sumber kebahagiaan yang berbeda-
beda. Setiap lansia dalam budaya apapun, latar belakang sosial ekonomi yang
berbeda memiliki dan dapat merasakan kebahagiaan, dan sumber kebahagiaan
setiap lansia dapat berbeda-beda. Ada lansia yang merasa sangat bahagia melihat
anak-anak dan cucu-cucunya rukun, ada lansia yang sangat bahagia dapat
berkarya yang bermanfaat, ada lansia yang merasa sangat bahagia karena di usia
senja mereka dapat beribadah dan mendekat kepada Tuhan dengan sedekat-
dekatnya, dan sebagainya.
Dalam melihat kebahagiaan lansia, Monks mengetengahkan dua teori, yaitu :
d. Teori pelepasan (disengegement)
Kebahagiaan lansia terwujud karena lansia melepaskan berbagai beban dan
kewajiban sosial. Pelepasan tersebut dapat berasal dari lansia sendiri, yaitu
dengan, sengaja makin melepaskan dirinya dari berbagai ikatan, dan dari luar
lansia, yaitu lansia dilepaskan oleh kehidupan bersama karena kondisi yang tidak
memungkinkan. Teori tersebut dikritik oleh berbagai fihak, karena dengan
pelepasannya itu lansia justru mengalami kesepian dan terisolasi.
e. Teori aktivitas
Dengan tetap melakukan aktivitas, pala lansia akan memperoleh kepuasan
dan kebahagiaan, mereka merasa bermanfaat bagi orang lain, masih punya harga
diri. layanan. Dalam hal ini Lombada menekankan dua bentuk pelayanan kepada
lansia yaitu remidial dan prevention. Metode pelayanan dapat berbentuk layanan
langsung, pelatihan dan melalui media.
Kegiatan pelayanan BK pada lansia dapat berbentuk layanan orientasi,
layanan informasi, layanan penempatan/penyaluran, layanan pembelajaran,
konseling individual, konseling kelompok, dan bimbingan kelompok. Teknik
pelayanan BK dapat menggunakan berbagai model bimbingan dan konseling.
Diantara metode bimbingan seperti ceramah, sosiodrama, karyawisata,
psikodrama, home room dan sebagainya. Diantara model konseling seperti client
centered, konseling eksistensial humanistik (terutama logoterapi), konseling
behavioral dan sebagainya. Dari berbagai metode dalam layanan BK pada lansia,
ada dua metode yang populer yaitu BK kelompok sebaya lansia, dan konseling
keluarga.
Dilihat dari bidang pelayanan, maka pelayanan BK pada lansia dapat memacu
pada pelayanan BK pada umumnya, yaitu bidang pribadi, bidang sosial, bidang
karir, dan bidang belajar. Keempat bidang tersebut saling terkait.
a. Pelayanan bidang pribadi

10
Pelayanan bidang pribadi membantu lansia agar memiliki keimanan dan
ketaqwaan, kesehatan mental psikologis, dan kesehatan fisik.
1. Bimbingan konseling kehidupan keagamaan/spiritual
Kehampaan, kehilangan makna hidup, penyesalan, ketakutan akan
kematian dan sebagainya sering dirasakan lansia. Kondisi tersebut berkaitan
dengan kehidupan spiritual keagamaan. Layanan bidang ini bukan untuk
mengubah keimanan lansia terhadap agama, tetapi lebih pada membangkitkan
kekuatan spiritualnya dalam menghadapi kehidupan, sehingga para lansia,
memiliki kecerdasan spiritual (spiritual intelligent).
Para lansia dibimbing dikembangkan komitmen, penghayatan dan
pengamalan keagamaan, melalui berbagai kegiatan, misalnya melalui
perkumpulan (jamaah) sesama lansia yang diisi ceramah misalnya tentang
perjalanan kehidupan, praktek keagamaan (dalam lslam misalnya melakukan
dzikir) dan sebagainya. Bimbingan agama hendaklah lebih menekankan pada
sentuhan emosional/ perasaan bukan aspek rasional, menekankan aspek
hakekat/makrifat bukan syariat. Dengan demikian diharapkan para lansia dapat
mengisi usia senjanya dengan kehidupan yang lebih bermakna, sehingga rasa
kehampaan, kesepian, ketidakbermaknaan, penyesalan semakin berkurang, dan
diganti dengan kehidupan yang penuh pengharapan, optimisme, sabar dan
kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lansia dapat merasakan makna
dalam derita (meaning in suffering), dan hikmah dalam musibah (blessing in
disquise).
Dalarn hal penghayatan keagamaan pada lansia ini, Dadang Hawari (1996)
mencatat betapa besarnya pengaruh komitmen agama pada lansia terhadap
kesehatan fisik dan mental, yaitu :
a. Lanjut usia yang non religius angka kematiannya dua kali lebih besar
daripada yang religius.
b. Lansia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat daripada yang
non religius.
c. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan lebih tenang menghadapi operasi.
d. Lansia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres daripada yang
kurang religius, sehingga gangguan mental emosionalnya lebih kecil.
e. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir
(kematian) daripada yang kurang religius.
2. Bimbingan konseling kesehatan mental dan psikologis
Diantara problem psikologis lansia yang pokok adalah rasa inferiority
(rendah diri), atau rasa harga diri yang kurang, sehubungan dengan proses
penuaan dan keuzuran. Problem tersebut akan berkembang menjadi problem

11
yang lain. Oleh karena itu konselor lansia harus berusaha untuk membantu
lansia mengatasi problem tersebut.
Dadang Hawari mengutip teori Heinz Kohut akan pentingnya aspek
“narcissisme” (kecintaan pada diri sendiri) pada lansia. Para lansia hendaknya
tetap memiliki harga diri, mampu mengatasi cidera narcistiknya akibat proses
penuaan, terlebih manakala kehilangan dukungan dari orang-orang
sekitarnya. Untuk tetap memelihara rasa harga diri pada lansia, beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah :
a. Adanya jaminan sosial-ekonomi yang cukup memadai untuk hidup di usia
lanjut.
b. Adanya dukungan dari orang-orang yang melindungi dirinya dari isolasi
sosial dan memperoleh kepuasan dari kebutuhan ketergantungannya pada
pihak lain.
c. Kesehatan jiwa agar mampu beradaptasi dengan
perubahan perkembangan pada tahap lanjut usia.
d. Kesehatan fisik agar mampu menjalankan berbagai aktivitas secara
produktif dan menyenangkan.
e. Kebutuhan spiritual agar diperoleh ketenangan batiniah.
Rasa inferioritas dan harga diri yang rendah tersebut karena para lansia
umumnya kehilangan otoritas dalam segala hal, demikian pula
ketergantungannya kepada pihak lain. Oleh karena itu tugas konselor adalah
mengusahakan agar para lansia tetap memiliki otoritas, otonomi diri, dan punya
kemandirian dalam hal- hal tertentu. Kondisi tersebut akan terwujud jika
lingkungan mendukungnya, terutama peran anggota keluarga lansia.
Dalam menghadapi permasalahan psikologis, Kartini Kartono dan Jenny
Andari (1989) memberi saran kepada lansia, yaitu “pada usia maghribi para
mantan harus lebih sabar, sareh, sumarah, sumeleh hati, dan tidak lagi
bermimpi dan berfantasi ngayawara, yang bukan-bukan”.
3. Layanan BK kesehatan fisik
Kesehatan fisik merupakan masalah umum para lansia. Upaya mengatasi
masalah tersebut menjadi kewenangan dokter atau ahli kesehatan. Yang
terpenting bagi konselor, terutama bagi anggota keluarga lansia adalah
memberikan dukungan, support, dan lingkungan yang menunjang agar para
lansia dapat menerima dan dapat menyesuaikan dengan kondisi kemunduran
fisik secara positif dan konstruktif.
4. Bimbingan bidang sosial
Mengacu pada teori pelepasan (disengagement), maka para lansia perlu
dikurangi tanggung jawab dan beban sosialnya, lansia tinggal menikmati masa

12
tuanya di rumah. Namun banyak lansia yang mengalami kesepian, kesendirian,
terisolasi dengan adanya pelepasan tanggung jawab tersebut. Jika demikian
maka lansia perlu dilibatkan dalam aktivitas sosial yang cocok dengan
kondisinya, misalnya lansia dijadikan sesepuh dalam suatu kegiatan,
menyampaikan doa, nasehat dan sebagainya. Dengan aktivitas tersebut lansia
merasa masih bermanfaat, punya kebanggaan.
Bimbingan dan Konseling lansia sebaya perlu diselenggarakan melalui
perkumpulan lansia, sebagai wahana bertukar wawasan, berbagi rasa, supaya
merasa tidak sendirian. Bagi anggota keluarga lansia (anak dan cucu), perlu
memberikan dukungan kepada lansia, menciptakan suasana kehangatan dan
atensi yang cukup. Jika keluarga lansia tidak ada waktu memberikan
kehangatan, atensi dan dukungan mungkin panti wreda akan memberikan
suasana persahabatan dan kehangatan. Budaya timur umumnya kurang
menerima kalau lansia ditempatkan di panti wreda.
5. Bimbingan karir
Kemiskinan, pengangguran, atau kerja berat umumnya menjadi masalah
para lansia. Para lansia jelas memerlukan aktivitas dalam bentuk berkarya.
Dengan bekerja, di samping memiliki nilai ekonomi, juga memberikan nilai
tambah bidang sosial dan psikologis, sehingga mereka akan memiliki harga
diri, kemandirian. Mengingat berbagai kondisi fisik, psikologis dan budaya,
tentu lansia meniti karir yang sesuai dengan kondisinya, misalnya bekerja yang
tidak menuntut kekuatan dan kecepatan, otot. Beberapa bentuk karir lansia
seperti beternak, bertanam, menulis, berdakwah, meneruskan usaha
sebelumnya dengan mengurangi perannya.
6. Bimbingan bidang belajar
Para lansia perlu terus diberikan pelayanan yang sifatnya pembelajaran,
agar mereka lebih mampu menjalankan tugas perkembangannya. Para lansia
diberi kesempatan untuk mengikuti perkembangan informasi melalui media
massa, buku-buku, pelatihan, ceramah dan sebagainya.

D. HAMBATAN-HAMBATAN BIMBINGAN KONSELING LANSIA


1. Masalah fisik
Pada saat melaksanakan bimbingan konseling, karena masalah kesehatan
fisik dan penurunan kecerdasan dari lansia, maupun penyakit yang diidap
misalkan Demensia sehingga kemampuan dari lansia tersebut dalam bimbingan
konseling menjadi berkurang atau bahkan terganggu .
2. Gangguan psikologis

13
Perasaan semakin kurang berguna, dan perasaan terisolasi, depresi, ansietas
(kecemasan), psikosis (kegilaan) karena akan ada suatu periode dimana
seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Bila
seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang terdahulu, ia
sering melihat masa lalunya, biasanya dengan penuh penyesalan, dan
cenderung ingin hidup pada masa sekarang, mencoba mengabaikan masa depan
secepat mungkin.
3. Masalah ekonomi dan finansial
Masalah ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan,
perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang
menurun menyebabkan mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang
produktif sedangkan disisi lain mereka dituntut untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhan seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit
ketuaan dan kebutuhan rekreasi. Sehingga tidak memiliki dana untuk melakukan
bimbingan konseling
4. Masalah Keluarga
Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua
atau ditinggal berpisah karena kematian oleh pasangan hidup
5. Masalah penyebaran penduduk
Urbanisasi penduduk usia muda yang menyebabkan lanjut usia terlantar
sehingga tidak ada yang dapat mendampingi atau mengajak untuk melakukan
bimbingan konseling

E. CARA MENGATASI HAMBATAN BIMBINGAN KONSELING LANSIA


1. Faktor internal
a. Dengan menjaga kemampuan fisik seperti tetap rajin berolah raga dari
sejak dini, sehingga menghasilkan masa lanjut usia yang berkualitas bebas
dari penyakit
b. Dengan menjaga kestabilan psikis , banyak mendekatkan diri dengan
Tuhan, memberi kekuatan psikologis sedari dini jauh sebelum memasuki
masa lanjut usia
c. Membimbing anak anak sedari dini dalam bersiap menghadapi terhadap
orang tua yang nantinya akan masuk ke tahap lanjut usia.

14
2. Faktor external
a. Masyarakat ikut serta membersamai kehidupan lansia
b. Lembaga pemerintahan memberikan program maupun akses bimbingan
konseling yang berkesinambungan
c. Komunitas bergabung dengan komunitas sesama lansia agar dapat
menguatkan kepercayaan diri.

F. PERAN TGM DALAM BIMBINGAN KONSELING


TGM menggunakan pengetahuan dan komunikasi yang bersifat professional
ini adalah sebagai peran penting TGM dalam kesuksesan bimbingan konseling
dengan menambah pengetahuan lansia mengenai kesehatan gigi dan
perawatannya , serta menambah dan meningkatkan keahlian dalam pemeliharaan
Kesehatan gigi lansia. secara nyata dapat mewujudkan lansia yang bisa
mendapatkan kualitas hidup yang baik dan terus meningkat, beriringan dengan
pertambahan usia dari lansia itu sendiri.
Selain itu kesehatan gigi dan mulut yang baik pula dapat membantu
mengurangi penurunan kemampuan baik secara fisik karena masih dapat
mengkonsumsi makanan yang bergizi yang di butuhkan oleh tubuh dari lansia ini
secara baik.
Kemudian secara psikologis dari lansia itu sendiri, sehingga lansia memiliki
rasa percaya diri terhadap penampilan wajah nya, kemudian adanya “Transaksi
Teurapeutik” sehingga lansia bebas dari rasa sakit, inilah yang dapat
meningkatkan kualitas hidup lansia,

G. KLIEN RAWAT INAP / POST OPERASI


1. Definisi
Pasien yang masuk ke rumah sakit dengan menggunakan tempat tidur untuk
keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan penunjang
medik lainnya . klien Post Operasi adalah pasien masa setelah dilakukan
pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Tahap pasca-
operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit
pascaoperasi dan berakhir saat pasien pulang.

2. Jenis Jenis Operasi


a. Menurut fungsinya(tujuannya) Potter dan Perry (2006) membagi
menjadi:
1) Diagnostik: biopsi, laparotomi eksplorasi..

15
2) Kuratif (ablatif): tumor, appendiktom.
3) Reparatif: memperbaiki luka multiple.
4) Rekonstruktif: mamoplasti, perbaikan wajah..
5) Paliatif: menghilangkan nyeri,
6) Transplantasi: penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ
atau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

b. Menurut Luas atau Tingkat Resiko:


1) Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat
resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
2) Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko
komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor. Operasi
maksilofasial adalah pembedahan yang dilaksanakan untuk mengatasi
kelainan dan kondisi jaringan lunak dan keras rongga mulut dan rahang.

3. Komplikasi Post Operasi


Menurut Baradero (2008) komplikasi post operasi yang akan muncul
antara lain yaitu hipotensi dan hipertensi. Hipotensi didefinisikan sebagai
tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari
nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hypovolemia yang
diakibatkan oleh perdarahan dan overdosis obat anestetika. Hipertensi
disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit
hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat. Sedangkan
menurut Majid, (2011) komplikasi post operasi adalah perdarahan dengan
manifestasi klinis yaitu gelisah, gundah, terus, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir
dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

4. Nyeri
Pasien yang telah mengalami operasi seringkali merasa nyeri. Nyeri
merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang menimbulkan
respon tidak menyenangkan dan nyeri dapat memberikan suatu pengalaman
alam rasa (Judha, 2012). Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang
mengalami nyeri yang sama. Perawat perlu mencari pendekatan yang paling
efektif dalam upaya pengontrolan nyeri (Potter & Perry, 2006). Nyeri dapat

16
disebabkan oleh berbagai stimulus seperti mekanik, termal, kimia, atau
elektrik pada ujung-ujung saraf. Perawat dapat
mengetahui adanya nyeri dari keluhan pasien dan tanda umum atau respon
fisiologis tubuh pasien terhadap nyeri. Sewaktu nyeri biasanya pasien akan
tampak meringis, kesakitan, nadi meningkat, berkeringat, napas lebih cepat,
pucat, berteriak, menangis, dan tekanan darah meningkat (Lukas, 2004 cit
Wahyuningsih, 2014).

5. Klasifikasi Nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008) ada beberapa klasifikasi nyeri
yaitu:
a. Nyeri Perifer .Nyeri ini ada tiga macam yaitu:
1) Nyeri superfisial
Nyeri superfisial adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
kulit dan mukosa. Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi.
Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam.
Contoh penyebab nyeri superfisial adalah jarum suntik dan luka
potong kecil/ laserasi (Potter & Perry, 2006).
2) Nyeri viseral
Nyeri viseral adalah nyeri yang muncul akibat stimulus dari reseptor
nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks. Nyeri bersifat difus
dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi
biasanya berlangsung lebih lama daripada nyeri superfisial. Nyeri
dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung organ yang terlibat
(Potter & Perry, 2006).
3) Nyeri Alih(referred)
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh
dari penyebab nyeri. Contoh dari penyebab nyeri alih adalah infark
miokard yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri dan
bahu kiri (Potter & Perry, 2006).
b. Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang
otak dan thalamus
c. Nyeri Psikogenik
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual
atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian

17
rupa. Gejala yang terjadi tiba – tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
(NANDA, 2015).
2) Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa. Gejala yang terjadi yaitu timbul secara tiba – tiba atau lambat
dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi secara konstan
atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung >3 bulan (NANDA, 2015).

6. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Potter dan Perry (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nyeri seseorang yaitu :
a. Usia
Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak – anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan
diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia
bereaksi terhadap nyeri.
b. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam berespon terhadap nyeri.
Tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor– faktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis
kelamin.
c. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada nyeri mempengaruhi
persepsi nyeri, perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu yang perawat terapkan
sebagai terapi untuk menghilangkan nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi
terbimbing dan massase. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi
klien pada stimulus yang lain, maka perawat dapat menempatka nyeri pada
kesadaran perifer.
d. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri, individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.

18
Cara individu mengekspresikan nyeri merupakan sifat kebudayaan. Beberapa
kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah.
Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan
demikian, hal ini mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiate endogen dan
sehingga terjadilah persepsi nyeri.
e. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beadaptasi terhadap nyeri. Individu akan
mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan.
Misalnya, seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri
berbeda dengan seorang Wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena
pukulan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan
dengan makna nyeri.

7. Gangguan Psikologis Klien Post Operasi


a. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak
mendapat perhatian didalam suatu lingkungan berteknologi tinggi,
misalnya unit perawatan intensif maka rasa cemas tersebut dapat
menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius nyeri
yang tidak kunjung hilang seringkali menyebabkan psikosis dan
gangguan kepribadian.
b. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahka
dapat terasa lebih berat. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu
mengalami suatu periode tidur yang lelap di banding pada akhir hari yang
melelahkan
c. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu
tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan
datang. Apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang berulang-
ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan
lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri.
Perawat harus melakukan upaya untuk mempersiapkan klien dengan

19
menerangkan secara jelas tentang jenis nyeri yang akan dialami dan
metode yang mengurangi nyeri tersebut
d. Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, bagian sebagian atau
keseluruhan. Klien seringkali menemukan berbagai cara untuk
mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. penting
untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia mengalami
nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluaraga
pendukung, melakukan latihan atau menyanyi dapat digunakan dalam
rencana asuhan keperawatan dalam Upaya mendukung klien dan
mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu
e. Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau
perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang
dicintai klien akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan. Apabila
tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat
klien semakin tertekan. Kehadiran orangtua sangat penting terutama bagi
anak-anak yang sedang mengalami nyeri.

Gangguan psikologis pasien post operasi berkaitan dengan Respon


psikologis. Respon ini berkaitan dengan pemahaman seseorang terhadap nyeri
yang terjadi. Klien yang mengartikan nyeri sebagai suatu yang negatif akan
menimbulkan suasana hati sedih, berduka, tidak berdaya, marah, dan frustasi. Hal
ini berbalik dengan klien yang menganggap nyeri sebagai pengalaman yang
positif karena mereka akan menerima rasa nyeri yang dialami (Tamsuri, 2007).
Efek perilaku seseorang terhadap nyeri digambarkan dalam tiga fase:
1). Fase antisipasi
Fase antisipasi merupakan fase yang paling penting dan fase ini
memungkinkan seseorang untuk memahami nyeri yang dirasakan. Klien
belajar untuk mengendalikan emosi (kecemasan) sebelum nyeri muncul dan
klien juga diajarkan untuk mengatasi nyeri jika terapi yang dilakukan kurang
efektif (Tamsuri, 2007).
2). Fase sensasi
Sensasi nyeri akan terjadi ketika seseorang merasakan nyeri. Banyak
perilaku yang ditunjukkan individu ketika mengalami nyeri seperti menangis,
menjerit, meringis, meringkukkan badan, dan bahkan berlari-lari (Tamsuri,
2007).

20
3). Pasca nyeri (Fase Akibat)
Fase ini terjadi ketika kurang atau berhentinya rasa nyeri. Jika seseorang
merasakan nyeri yang berulang maka respon akibat akan menjadi masalah.
Perawat diharapkan dapat membantu klien untuk mengontrol rasa nyeri dan
mengurangi rasa takut apabila nyeri menyerang (Tamsuri, 2007).

H. BIMBINGAN KONSELING KALIEN RAWAT INAP/POST OPERASI


1. Bimbingan konseling klien rawat inap/ post operasi Menurut Majid, (2011)
peran perawat dalam merawat pasien post operasi adalah:
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage,
tube/selang, dan komplikasi.
b. Manajemen luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami perdarahan abnormal. Mobilisasi dini
c. Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM (range of motion),
nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan
kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada
klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan
sehubungan dengan kondisi/penyakitnya pasca-operasi.
2. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri atau tindakan keperawatan untuk mengurangi nyeri
yaitu terdiri dari penatalaksanaan non – farmakologi dan farmakologi.
a. Penatalaksanaan non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi menurut Bangun dan Nur’aeni (2013),
merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara
mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam
pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri.
Banyak pasien dan anggota tim Kesehatan cenderung untuk memandang
obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun
banyak aktifitas keperawatan non farmakologi yang dapat membantu
menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki
resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan

21
pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008). Salah satu tanggung
jawab perawat paling dasar adalah melindungi klien/pasien dari bahaya.
Ada sejumlah terapi nonfarmakologi yang mengurangi resepsi dan
persepsi nyeri yang dapat digunakan pada keadaan perawatan akut,
perawatan tersier dan pada keadaan perawatan restorasi (Potter d& Perry,
2006).
Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari intervensi perilaku kognitif
yang meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing,
hypnosis dan sentuhan terapeutik (massage) (Tamsuri, 2007).
Menurut Nursing Intervention and Classification/NIC (2013) peran
perawat dalam penatalaksanaan nyeri adalah:
1) Mengkaji nyeri seperti lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi
nyeri, kualitas nyeri, intensitas nyeri dan factor penyebab nyeri.
2) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3) Menanyakan pengetahuan pasien tentang nyeri.
4) Mengkaji pengaruh nyeri yang dialami pasien pada tidur, selera makan,
aktivitas, perasaan, hubungan, peran pada pekerjaan dan pola
tanggungjawab.
5) Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur.
6) Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
7) Melakukan penanganan non-farmakologi seperti relaksasi, terapi
music, guided imagery, terapi akupresur, terapi aktivitas dan massage.
8) Mengajarkan prinsip dari manajemen nyeri.
9) Menggunakan teknik pengontrolan nyeri/ antisipasi sebelum nyeri
berubah menjadi berat.
10) Melakukan penanganan farmakologi yaitu pemberian analgesi.
Menurut Susanti (2012) perawat mengkaji nyeri pasien untuk
merencanakan tindakan apa yang harus diberikan selanjutnya
3. Hambatan bimbingan konseling klien rawat inap/post operasi
a. Pasien
Klien atau pasien hendaklah memiliki pemahaman yang sama mengenai
bimbingan dan konseling. Dengan adanya pemahaman yang sama maka
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh
konselor dapat berjalan dengan baik. Namun dalam banyak penelitian
ditemukan adanya kesalahan pemahaman terkait dengan peran konselor

22
dan juga layanan bimbingan konseling. Klien atau pasien sering kali
memiliki persepsi negatif terhadap layanan bimbingan dan konseling
(Pratiwi & Muis, 2013). Kondisi pasien yang tidak siap dalam melaksakan
bimbingan koseling juga hal yang perlu di perhatikan, misalnya Ketika pasien
merasa kesakitan tentu bekum dapat dilakukan bimbingan konseling.
Bagaimana dengan pemahaman pasien terhadap fungsi bimbingan
konseling Berdasarkan penelitian Ika Dini Kartika (Kartika, 2018)
menemukan bahwa konselor memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang tugas konselor, akan tetapi dalam pelaksanaan konselor
tidak melaksanakan apa yang mereka pahami.
b. Konselor
Profesionalisme dari konselor dalam menyampaikan bimbingan , maupun
membaca kebutuhan konseling bagi pasien juga di perlukan, sehingga
yang di sampaikan pada saat bimbingan konseling dapat menjawab seluruh
pertanyaan atau kebutuhan dari pasien itu sendiri.
c. Sarana dan prasarana
Sarana prasarana pada saat bimbingan konseling adalah satu hal yang tidak
dapat diabaikan, karena ikut mendorong kesuksekan dari bimbingan
konseling sehingga isi dari bimbingan koseling tersebut dapat
tersampaikan kepada pasien secara baik, misalnya disediakan nya tempat
duduk, dan ruangan khusus, waktu khusus, suasana yang kondusif dan
nyaman, bukan suasana yang bising, semua hal tersebut akan ikut
menetukan keberhasilan bimbangan koseling.

I. Peran TGM dalam bimbingan konseling klien rawat inap/ post operasi
1. Memantau
Melakukan pemantauan pada pasien terhadap kondisi terkini pasien
misalnya nyeri atau memerlukan sesuatu yang lain, dengan memberi perhatian
seperti itu pasien akan dengan mudah bersimpati dan mendengarakan serta
menyimak dengan bai kapa yang disampaikan saat bimbingan konseling.
2. Menyampaiakan
Menyampaiakan bimbingan koseling secara professional sebagai profesi
pemberi asuhan.
3. Melakukan evaluasi
Memastikan pasien telah mengerti dan memahami sepenuhnya isi
bimbingan koseling yang telah diberikan kepada pasien dan mengulangnya
Kembali apabila pasien belum memamahi secara sepenuhnya , serta

23
melakukan evaluasi ulang apakah mbimbingan koseling yang telah diulang
tersebut telah dimengerti sepenuhya oleh pasien .
4. Sifat yang perlu dimiliki oleh TGM saat bimbingan koseling:
a. Professional
b. Pandai
c. Empati
d. Simpati
e. Sabar
f. Tanggap
g. Mampu membaca situasi pasien
h. Ramah dan tulus

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Individu usia lanjut umumnya memiliki sikap yang lemah, baik lemah terhdapa
kondisi fisik maupun lemah menyesuaikan dengan lingkungannya. Yang perlu
digaris bawahi adalah meraih usia panjang tidak hanya persoalan untuk menjaga
fisik pada lansia, tetapi yang lebih penting adalah mental seseorang dalam
menyikapi rentang hidupnya. Seperti halnya usia lanjut disini mereka harus mampu
menyikapi rentang hidupnya dengan berusaha memahami keadaan yang ada pada
dirinya.
Pelayanan BK secara professional pada usia lanjut belum banyak dilakukan.
Berbagai pelayanan terhadap lansia, baik oleh anak-anaknya, lembaga keagamaan.
LSM, umumnya dilakukan tidak secara utuh, yang kadangkala kurang memahami
permasalahan lansia secara menyeluruh. Di lembaga keagamaan misalnya lebih
menekankan aspek spiritual, di pusat-pusat rehabilitasi sosial khususnya di panti
wreda sudah diupayakan pelayanan secara optimal, namun penekanannya masih
dalam aspek fisik kesehatan.
Bimbingan koseling terhapap pasien rawat inap ini sangan penting untuk
keberhasilan perawatan post operasi, sehingga tidak mengalami infeksi lanjutan ,
rasa nyeri , dll dan dalam hal ini peran TGM yang dinilai yang tinggi pula dalam
menentukan keberhasilan dalam bimbingan konseling .

25
DAFTAR PUSTAKA

Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis


Integrasi) Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis
Integrasi) Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (edisi kelima) di terjemahkan oleh Istiwidayanti Jakarta: Erlangga,
1996.
Monks F.J, Konoers A.M.P, dan Siti Rahayu Haditono, Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 1994.
Jalaluddin, Pslkologi Agama Memahami Perilaku Dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi Jakarta: Rajawali Pers, 2002
Andarmoyo (2013) Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. 1st edn. Edited by

Rose KR. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.


Bahrudin, Mochamad , Patofisiologi nyeri (pain) ,2017.
Fitriani,Erda ,dkk, Journal of Education & Pedagogy, 2022.

26

Anda mungkin juga menyukai