Anda di halaman 1dari 31

LANGKAH-LANGKAH KONSELING/TERAPI

Dosen Pembimbing :
Drs. Said Nurdin, M.Si.
Jamilah Aini Nasution, S.Pd. M.Pd.
Zahra Nelissa, S.Pd. M.Ed.

Disusun Oleh :

Andhika Sing Wicaksana 1806104030036


Asmaul Husni 1806104030014
Nadia Putri 1806104030030
Siti Nazira 1806104030012
Susi Daryanti 1706104030039
Ulva Ikmah 1806104030011
Vernanda Erika Dani 1806104030044

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Banda Aceh, 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji serta syukur kepada Allah SWT. Yang telah
memberikan kekuatan, kesempatan dan juga kemudahan kepada kami untuk menyusun
makalah ini. Shalawat beserta salam kami curah dan limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Kepada keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya semoga di
Yaumil Akhir mendapatkan Syafa’at dari Beliau. Aamiin...

Terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini,
dan khususnya untuk dosen pembimbing Bapak Drs. Said Nurdin, M.Si., Bu Jamilah Aini
Nasution, S.Pd. M.Pd., serta Bu Zahra Nelissa, S.Pd. M.Ed. yang telah mengarahkan dan
memberikan masukan terhadap makalah yang kami tulis ini.

Alhamdulillah, walaupun banyak kendala yang kami dapati selama penyusunan


makalah ini, tetapi kami tetap bisa menyusunnya dengan baik. Makalah ini berisi materi yang
berkaitan dengan mata kuliah Bimbingan dan Konseling Belajar yaitu tentang “Langkah-
Langkah Konseling/Terapi”. Walaupun masih banyak kesalahan dalam tata penulisannya,
kami harap pembaca bisa memakluminya.

Demikian kata pengantar singkat dari kami, semoga makalah ini bisa bermanfaat
untuk para pembaca. Dan juga bisa menjadi Khazanah ilmu bagi kehidupan manusia di era
Milenial ini.

Darussalam, 24 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1

1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

2.1. Konseling Pada Anak .................................................................................................. 3

2.2. Konseling Pada Remaja ............................................................................................... 9

2.3. Konseling Pada Orang Dewasa ................................................................................. 13

2.4. Konseling pada Orang Lanjut Usia............................................................................ 20

BAB III .................................................................................................................................... 27

PENUTUP................................................................................................................................ 27

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 27

3.2 Saran .......................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Proses konseling merupakan proses bantuan yang diberikan oleh profesi konseling
kepada individu yang memiliki kesulitan dan dilakukan dengan cara face to face,
sehingga individu yang mendapatkan bantuan tersebut mendapatkan kebahagiaan.
Pemberian bantuan face to face dalam proses konseling tentu saja membutuhkan teknik
dan keterampilan tertentu yang harus dikuasai. Keterampilan yang dimaksud adalah
keterampilan konseling.
Hubungan membantu mempunyai tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan,
perkembangan dan kedewasaan juga peningkatan fungsi serta kemampuan untuk
menghadapi hidup yang lebih baik dari pihak yang lain itu. Maksudnya adalah
menyediakan kondisi untuk individu agar dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup yang
berarti, mempunyai rasa aman, kebutuhan untuk cinta dan respek, harga diri, dapat
membuat keputusan dan aktualisasi diri serta dapat menyediakan sarana dan
keterampilan yang dapat membuat individu dapat membantu dirinya sendiri.
Dalam memberikan konseling untuk anak berbeda metodenya dengan konseling
yang ditujukan kepada remaja ataupun orang dewasa. Kekhasan atau keunikan anak
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penggunaan metode pendekatan
konseling. Penguasaan metode yang ditunjang dengan pemahaman tentang dunia anak
dan dewasa sesungguhnya akan mempermudah kerja konselor dan tujuan diadakannya
konseling tersebut dapat tercapai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konseling pada Anak?
2. Bagaimana Konseling pada Remaja?
3. Bagaimana Konseling pada Orang Dewasa?
4. Bagaimana Konseling pada Orang Lanjut Usia?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Konseling pada Anak.
2. Mengetahui Konseling pada Remaja.
3. Mengetahui Konseling pada Orang Dewasa.
4. Mengetahui Konseling pada Orang Lanjut Usia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konseling Pada Anak
Pada masa lalu, masa kanak-kanak sering dianggap sebagai masa yang tidak
penting. Anak-anak dilihat sebagai penerima yang pasif dri budaya orang dewasa,
sebagai objek yang perlu diisi oleh bergam informasi dan nilai-nilai.Anak-anak juga
dianggap bukan individu yang perlu dipahami atau diberi dukungan karena masih
merupakan ‘milik’ dari orang dewasa. Karena itulah muncul pernyataan Children
should be seen and not heard- anak-anak hanya untuk dilihat, tidak usah didengar.
Perkembangan dalam konseling anak-anak juga mengikuti pandangan di
atas.Awalnya konseling dianggap tidak diperlukan karena anak-anak dianggap
belum memiliki masalah yang berarti. Karena itulah anak-anak merupakan
kelompok yang paling tidak diperhatikan kondisi mentalnya. Tetapi untunglah saat
ini sudah banyak perubahan yang terjadi sehingga anak-anak merupakan target
konseling yang cukup penting.
a. Sifat pada anak
Masa anak-anak merupakan masa yang unik, masa belajar yang amat
penting bagi perkembangan seorang individu.Yang dimaksud dengan belajar
disini tidak hanya mencakup keterampilan belajar praktis, melainkan juga
memperoleh perspektif yang lebih luas tentang belejar diseluruh area
perkembangan manusia. Konselor untuk anak yang baik haruslah memahami
perkembangan anak yang normal sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi
anak-anak yang bermasalah. Anak tidak dapat disamakan dengan dewasa.
Rousseau (dalam Baruth dan Robinson III, 1987) mengatakan bahwa orang
dewasa harus dipandang sebagai orang dewasa, dan anak sebagai anak, dan
jalan menuju kesejahteraan jiwa adalah memberi mereka tempatnya masing-
masing
Menurut Maslow (1968) ada 8 karakteristik umum dari anak sehat, yaitu:
1. Spontan, ingin berinteraksi dengan lingkungan dan mengekspresikan
keterampilan yang dimiliki
2. Sehat secara fisik, tidak dominasi rasa takut, dan merasa cukup aman untuk
mengambil resiko.

3
3. Pengalaman dengan lingkungan diperoleh secara kebutuhan atau dengan
bantuan orang dewasa.
4. Cukup aman dan percaya diri dalam melakukan interaksi dan menerima
berbagai konsekuensinya.
5. Akan mengulangin pengalaman-pengalaman yang sukses
6. Kemudian berkembang kea rah pengalaman yang lebih kompleks
7. Pengalaman-pengalamannya yang sukses akan meningkatkan self-esteem
dan perasaan mampu, memberi kekuatan, serta control diri.
8. Memilih untuk terus tumbuh dan maju.

b. Karakteristik Konseling Pada Anak


Dalam hal konseling pada anak, peran konselor sebagai konsultan dan agen
perubahan adalah yang utama, ia dapat melakukan hal berikut: (1) mencoba
mengubah anak sehingga lebih cocok bagi lingkungannya, (2) mencoba
megubah lingkungan agar anak dapat berfungsi dengan baik, (3) gabungan dari
kedua usaha tersebut.
Konseling pada anak haruslah memperhatikan pola pikir mereka yang
masih cenderung egosentris yaitu amat terpaku pada pola pikirnya
sendiri.Mereka juga lebih intuituf dan konkret dalam berpikir sehingga sulit
untuk memahami hal-hal yang abstrak.Pada anak-anak yang lebih kecil,
orientasi mereka adalah masa sekarang.Oleh karena itu pertemuan konseling
sedapat mungkin dilakukan minimal dua kali seminggu agar mereka
memperoleh manfaatnya. Proses konseling akan lebih bermakna bila anak
memperoleh kesempatan untuk melakukan eksplorasi secara konkret, misalnya
membuat sesuatu, bermain dengan sesuatu, main ayunan, dan lain-lain yang
memberi kesempatan untuk mengekplorasi secara konkret dunianya.
c. Konseling Anak Usia Dini (2-5 Tahun)
Bagi anak-anak usia dini, jarang sekali silakukan konseling secara
langsung. Yang lebih umum dilakukan adalah konsultasi, yaitu konselor
melakukan intervensi kepada orang dewasa yang delat dengan kehidupan anak
dan dapat membantu masalah yang dihadapi anak. Konsultasi bisa dilihat
sebagai suatu aktivitas dimana konselor bekerja dengan pihak ketiga untuk
membantu klien. Tujuan dari konsultasi adalah membantu secara tidak
langsung. Focus dari konsultasi terletak pada prevensi dan faktor-faktor

4
lingkungan. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara-cara dan taraf yang
berbeda. Tipe dasar dari konsultasi adalah sebagai berikut:
1) Konsultasi individual: konselor mengadakan konsultasi dengan orang-orang
dekat dengan klien. Misalnya: orangtua, guru, anggota keluarga lain.
2) Konsultasi kelompok: konselor melakukan konsultasi dengan sekelompok
individu yang dapat mempengaruhi populasi klien secara umum. Misalnya:
guru-guru yang ingin meningkatkan keterampilan di bidang hubungan
interpersonal, dan orangtua yang ingin meningkatkan pemahaman mereka
tentang perkembangan anak.
3) Konsultais organisasi: konselor menjadi konsultan dari suatu organisasi
atau institusi yang memberi jasa kepada populasi klien, misalnya: sekolah,
panti werdha dan lain-lain.
4) Konsultasi masyarakat: merupakan fokus terbesar dari konsultasi.

 Tahapan-tahapan konsultasi
Seperti halnya proses konseling, konsultasi juga melalui beberapa
tahapan, yaitu (Baruth & Robinson III, 1987):
1. Preentry. Mengklarifikasi nilai-nilai, kebutuhan dan asumsi-asumsi
konsultan tentang manusia dan organisasi, juga melakukan asesmen
terhadap kemampuan konsultan.
2. Entry. Mendifinisikan dan menetapkan hubungan konsultasi, aturan
permainan, juga pernyataan tentang problem.
3. Pengumpulan data. Mengumpulkan data untuk membantu klarifikasi
masalah.
4. Mendefinisikan masalah. Menggunakan informasi yang ada untuk
menentukan sasaran perubahan.
5. Menentukan solusi. Melakukan analisis dan sintesis dari informasi
untuk mecari solusi terbaik terhadap masalah.
6. Implementasi rencana.
7. Evaluasi. Pemantauan aktivitas (evaluasi proses) sampai ke hasil
(evaluasi hasil).

5
8. Terminasi. Menyetujui untuk menghentikan kontak langsung dengan
konsultan, dengan pemikiran bahwa efk konsultasi diharapkan akan
tetap lanjut.

 Karakteristik Hubungan Konsultasi (Baruth & Robinson III, 1987)


1. Merupakan suatu hubungan sukarela, yang awalnya bisa dicari oleh
konsultan ataupun konsulte (orang atau instansi yang akan menerima
konsultasi )]
2. Kedua belha pihak mempunyai hak untuk mundur dari hubungan ini
pada suatu saat
3. Difokuskan pada membantu konsulte memnuhi peranannta sebagai
mahasiswa, orangtua, guru, dan lain-lain dengan cara yang lebih
produktif yang akan memberi manfaat pada populasi klien
4. Merupakan hubungan yang sifatnya kooperatif, baik konsultan
maupun konsulte bekerja sama untuk menyelesaikan masa;ah atau
untuk mecapai sasaran
5. Merupakan sesuatu yang berorientasi pada proses, konsultan memberi
model tingkah laki efektif dan berusaha mengembankan konsulte
sehingga konsulte dapat lebih baik menanggulangi masalah yang
serupa di kemudian hari.

d. Konseling anak pada Middle Childhood (5-9 tahun)


Secara umum, anak-anak usia ini menghadapi masalah pada empat area
(Baruth & Robinson III, 1987):
1) Sekolah:
 Memahami guru dan dipahami guru
 Takut bertanya di kelas
 Menghadapi tugas-tugas yang terlalu sulit
 Ingin lebih baik pada mata pelajaran tertentu
 Tidak menyukai bidang tertentu
 Dibebani pekerjaan yang terlalu mudah
2) Keluarga:
 Ingin lebih dekat dengan orangtua
 Merasa orangtua terlalu ketat danberharap terlalu banyak

6
 Ingin punya relasi lebih baik dengan saudara sekandung
 Ingin mempunyai lebih banyak kebersamaan dengan orangtua
3) Hubungan dengan orang lain:
 Ingin punya lebih banyak teman
 Bahan ejekan teman
 Membuat teman yang disukai mau bermain dengannya
 Takut bicara dengan orang
 Belajar menyesuaikan dengan orang lain, untuk menjadi bagian dari
sesuatu dan diterima
4) Diri sendiri:
 Tidak bahagia
 Merasa tidak adekuat secara fisik, social dan pribadi
 Belajar bagaimana mengelola perasaan
 Belajar menangani perasaan malu atau perasaan sepi

Beberapa teknik konseling yang dapat digunakan dalam menangani masalah


anak usia 5-9 tahun yaitu:
1) Konseling Melalui Bermain
Menurut Baruth dan Robinson III (1987), salah satu bentuk konseling
yang sering digunakan untuk anak seusia sekolah ini adalah konseling
melalui bermain. Cara ini didasarkan pada fakta bahwa bermain merupakan
cara yang natural bagi anak untuk mnegekspresikan diri. Jadi melalui
bermain anak memperoleh kesempatan untuk play out perasaan-perasaan
dan masalahnya. Manfaatnya yaitu bisa dilihat bagaimana dia memandang
dirinya sendiri dan masalahnya.
2) Friendship group
Bruth & Robisnson III (1987) menyebutkan suatu cara lain, yaitu
dengan pelatihan friendship group. Tujuan dari pembentukan kelompok ini
adalah untuk menjajaki hubungan teman sebaya (peer) yang positif.
Krlompok yang dibentuk bersifat heterogen.
3) Eksplorasi dari isi mimpi
Eksplorasi dari mimpi anak dapat menjadi sarana yang bermanfaat
untuk masuk ke dalam pikiran dan perasaan yang mungkin tidak disadari

7
oleh anak, meskipun aliran yang dianut oleh terapis/konselor akan
berpengaruh pada pemaknaan mimpi.
4) Menggunakan board games dan aktivitas formal lainnya
Cara ini dikemukakan oleh barker (1990). Menggunakan board games
(seperti ular tangga, scrabble, halma, dan lain-lain) adalah salah satu cara
untuk menjalin kontak dengan anak-anak yang enggan bicara banyak
tentang dirinya sendiri dalan percakapan dan tidak dapat bermain dengan
bebas dengan mainan dan materi-materi bermain lainnya yang ada. Board
games yang dipilih hendaknya sederhana dan tidak memakan waktu lama.

e. Konseling Praremaja (9-12 Tahun)


Usia ini disebut sebagai usia laten. Anak-anak usia ini cenderung
berkelompok dengan teman sebaya dan jenis kelmin sama dan mempunyai ciri
“ada dalam keadaan tidak aktif”, danuntuk orang dewasa sering tampak seperti
ada dala dunianya sendiri. Pada masa ini laju perkembangan anak laki dan
perempuan tidak sama, anak perempuan berkembang sedikir lebih cepat dari
pada anak laki-laki. Yang menjadi fokus perhatian adalah hubungan
interpersonal. Di sekolah, “meneruskan berita”-yang ditulis secarik kertas
kecil-kecil menjadi pengisi waktu.Juga merupakan masa pencarian.
Bentuk konseling yang ianjurkan adalah konseling bermain dan konseling
dengan menggunakan media seperti seni, musik, drama, guided fantasy dan
literartur.
1) Media seni untuk konseling
Menurut Gumaer (dala Baruth & Robinson III, 1987) seni dapat
bermanfaat bagi anak dalam hal:
 Seni melibatkan anak untuk menggunakan pikiran dan panca
indranya. Seni menuntut anak untuk berpikir sebelumbertindak.
Mereka dilatih untuk menggabungkan berbagai input untuk menjadi
produk yang terintegrasi (misalnya, lukisan dan patung)
 Anak dapat mengekspresikan pikiran dan perasaannya yang
berhubungan dengan masa lalu, saat ini, maupun memproyeksikannya
ke dalamaktivitas di masa depan

8
 Seni memungkinkan anak untuk melakukan katarsis dari emosi-emosi
negative dalam bentuk yang dapat diterima lingkungannya
 Seni merupakan produk hasil inisiatif diri yang dikontrol oleh anak
sehingga meningkatkan perkembangan ego
 Media seni, proses artistic, dan hasil jadinya memberikan perasaan
telah berprestasi, kepuasan dalam diri
2) Bibliocounseling
Dalam konseling dengan praremaja dapat pula digunakan buku, puisi,
cerita rakyat, dan sebagainya. Beberapa manfaat bibliocounseling adalah:
 Memberi informasi yang diperlukan dalam pemecahan masalah
 Memberi intruksi dan petunjuk untuk pengembangan keterampilan
 Mengidentifikasi dan memuaskan minat pribadi
 Membantu membawa masalah yang depresi ke alam kesadaran
 Membantu pemahaman diri dan pemahaman tentang diri dalam
hubungan dengan orang lain
3) Talk therapy
Barker (1990) menyebutkan sebagai the talking intervice. Tidak
selamanya media perantara perlu digunakan dalam konseling.Sebagian
anak-anak yang usianya lebih tua, lebih suka bicara langsung kepada
konsleor daripada menggunakan media perantara.Anak-anak ini biasanya
mempunyai intelegensi rata-rata atau lebih dan mempunyai keterampilan
verbal yang baik.
f. Fungsi Konselor Anak:
 Melaksanakan Tes
 Menulis dan menyimpan berbagai cacatan
 Melakukan rujukan dan penempatan

2.2. Konseling Pada Remaja


Berbeda dengan masa kanak-kanak, individu pada masa ini tidak lagi
memandang orang dewasa sebagai ‘selalu benar’. Remaja memilki keinginan yang
kuat untuk mulai mandiri, tidak terikat dengan orangtua, tetapi juga masih merasa
bingung dalam menghadapi dunia barunya ini. Berdasarkan karakteristik-

9
karakteristik tersebut, Erikson berpendapat bahwa isu yang paling penting dan kritis
pada masa remaja adalah pencarian identitas diri.
a. Karakteristik Remaja
Masa remaja terbagi menjadi dua, masa remaja awal dan masa reaha akhir.
Masing-masing mempunyai ciri-cirinya sendiri. Secara umum, remaja yang
bearada pada tahap awal memilki karakteristik berikut ini (Baruth & Robinson
III, 1987):
1. Meragukan diri sendiri, sering kali mempunyai kompleks infeoritas dan
butuh dukungan
2. Pelupa
3. Sangat berorintasi pada trman sebaya dan butuh pengakua dari
kelompoknya
4. Sadar diri dan sangat memperhatikan perkembangan fisik
5. Gelisah, mempunyai banyak energy yang tidak terkendali
6. Bosan dengan rutinitas
7. Banyak lelucon yang menyakitkan

Sementara remaja pada tahap selanjutnya menunjukkan ciri-ciri:

1. Perpindahan keterikatan, dari keliarga kepada lingkungan social yang lebih


luas
2. Bertambahnya sumber alienasi dengan orangtua karena perubahan pada cara
berpakaian, penampilan, batas waktu malam dan sebagainya
3. Ada perubahan pandangan tentang diri sendiri yang tadinyta dianggap
sesuatu yang luar biasa, berubahh kea rah pemahaman tentang apa yang
sungguh-sungguh unik.
4. Mulai muncul kesadaran tentang pentingnya hubungan dengan lawan jenis.

b. Konseling dengan Remaja


Rabichiw & Sklansky (1980) memberikan pedoman untuk melakukan
koseling kepada remaja secara efektif:
1. Pertemuan pertama harus ditandai dengan ekspresi senang saat bertemu
remaja
2. Karena kebanyakan remaja merasa tidak dipahami oleh orang dewasa,
sasaran pertama haruslah membentuk hubungan yang dilandasi rasa
10
percaya dengan cara mendengarkan, menunjukkan respek dan kehangatan,
empati dan jujur
3. Sejak awal konselor harus dapat menyampaikan adanya harapan untuk
tercapainya kepuasan pada remaja
4. Pertyanyaan mengenai terapi harus dijawab secara langsungndan jujur
5. Jangan memberikan nasiht bila tidak diminta
6. Penekanan pada pengembangan konsep diri
7. Konfrontasi harus dilakukan secara positif, selalu memberi kesempatan
kepada remaja untuk “menyelamatkan muka”.

c. Berbagai Bentuk Konseling Kelompok


Banyak konselor yang lebih menyukai konseling kelompok dalam
membantu remaja mengatasi masalah-masalah mereka. Dalam lingkungan
reman sebayanya, remaja akan merasa lebih aman dan nyaman dalam
mengekspresikan diri. Beberapa teknik yang dapat digunakan adalah :
1. Bermain peran: tanpa latihan menampilkan suatu situasi, konflik atau
maslah antara dua remaja atau lebih.
2. Diskusi kelompok: percakan bebas mengenai informasi, ide dan sikap dari
seluruh anggota kelompok dan biasanya dipandu ole pemimpin kelompok
dan diarahkan kepada suatu topik.
3. Permainan: permainan dengan papan (board games) dan situasi bermain
dimana seluruh anggota kelompok melakukan berbagai permainan dengan
mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan.
4. Self-appraisal activities: pengisian inventori, skala konsep diri, penulisan
auto biografi, mengumpulkan foto-fot yang dapat membantu individu
untuk lebih memahami dirinya, sikap, nilai-nilai dan minat-minatnya.
5. Kelonpok aktivitas: aktivitas informal seperti seni, olahraga atau
kelompok-kelompok hobi yang lebih mendorong aktivitas spontan.
6. Buzz session: diskusi informas tentang topik apa saja yang muncul secara
spontan, biasanya dipandu oleh pemimpin kelompok.
7. AV activities: aktivitas yang dikembangkan untuk mendiskusikan film,
cuplikan film, rekaman musk, program TV, atau buku dengan tujuan
menstimulasi interaksi dalam kelompok.

11
8. Wawancara: wawancara proses tanya jawab antar anggota kelompok
mengenai topik tertentu.
9. Performa kreatif: drama-drama kecil, program TV, program radio,
sandiwara boneka, rekaman musik yang dibuat dan ditampilkan oleh
anggota kelompok yang difokuskan pada topik spesifik, minat, biasanya
dalam hubungan dengan suatu topik tertentu.
10. Brainstorming: mendikusikan cara-cara pemecahan sattu masalah yang
diberikan oleh pemimpin kelompok.
11. Debat: dua pandangan yang bertentangan mengenai suatu topik
dikembangakan dan dipresentasikan oleh para anggota kelompok.
12. Committee work: kelompok kecil yang bekerja dalam lingkup proyek
yang lebih besar.
13. Forum: suatu sesi dimana pertanyaan-pertanyaan diajukan oleh anggota
kelompok kepada satu panel pembicara atau satu pemimpin.
14. Diskusi panel: sejumlah anggota kelompok mengumpulkan informasi dan
mempersiapkan suatu diskusi tentang topik yang menarik minat seluruh
anggota kelompok.
15. Simulasi: aktivitas yang merupakan representasi dari situasi riil.
d. Program Fasilitator Teman Sebaya
Salah satu bentuk bantuan yang dapat dipikirkan oleh konselor yang
bekerja dengan remaja adalah membentuk program fasilitator teman
sebaya.Remaja sangat menghargai bantuan dari teman sebaya dan membentuk
kelompok teman sebaya yang dapat memberi bantuan dan akan membantu
konselor secara positif dalam beberapa cara :
1. Membentuk kelompok fasilisator teman sebaya dengan memberikan
latihan-latihan kepada mereka, sudah bersifat teurapetik.
2. Mempunyai dampak positif pada program konseling secara keseluruhan
3. Memberi model positif sehingga lingkungan juga menjadi lebih positif
untuk semua anggota
4. Remaja mungkin akan merasa lebih nyaman menyatakan adanya
kebutuhan untuk pertolongan ini kepada teman sebaya
e. Tes dan Observasi
Observasi dapat dibagi dalam 3 level (Gibson & Mitchel, 1981):

12
1. Observasi informal. Observasi yang tidak terstruktur dan tidak
direncanakan untuk memperoleh impresi kasual
2. Observasi terarah. Observasi yang direncanakan dan diarahkan untuk
tujuan khusus, sering melibatkan daftar cek atau skala
3. Observasi klinis. Obsrtvasi yang dilakukan banyak sekali dan dalam
jangka waktu lama, pada kondisi terkontrol

Untuk melakukan observasi terhadap klien, perhatikan hal-hal berikut:


1. Amati satu klien pada satu saat
2. Ada kriteria spesifik untuk mengamati
3. Observasi dilakukan untuk suatu jangka waktu tertentu
4. Klien diamati ndalam beberapa situasi berbeda dan dalam situasi alamiah
5. Amati klien dalam konteks situasi keseluruhan
6. Data observasi seharusnya diintegrasikan dengan data lain
7. Observasi dilakukan dalam kondisi situasi yang baik.
2.3. Konseling Pada Orang Dewasa
Konseling bagi orang dewasa didasarkan pada premis bahwa individu
memiliki kapasitas untuk terus berkembang pada bidang psikososial, pekerjaan,
emosional dan bidang- bidang lainya; bahwa transisi pada masa dewasa akan
berlanjut terus dan sering kali menimbulkan berbagai konflik intrapersonal dan
interpesonal yang dapat mengganggu proses adaptasi. kepribadian tidak berhenti
berkembang dengan berakhirnya masa remaja. setiap kali orang berpindah dari satu
tahapan kehidupan ke tahapan yang lain, ia ada dalam masa transisi, ia menhadapi
suatu krisis psikososial.
Berkaitan dengan kondisi tersebut, tugas konselor adalah memaksimalkan
pertumbuhan dan kemampuan coping pada klien dan membantu klien
mengeksplorasi berbagai area dalam kehidupan yang dirasakan tidak berfungsi
dengan baik.
Schlossberg (dalam Baruth & Robinson III, 1987 ), menemukan adanya 3
tema yang berulang dalam kehidupan orang dewasa. Meskipun penelitiannya sudah
lama berselang, tetapi masih tetap berlaku sampai sekarang. tema yang berulang
tersebut adalah: identitas, intimidasi dan generativitas.

13
 Identitas ( identity )
Pencarian identitas dari sudah dimulai sejak individu menginjak usia
remaja dan terus berlangsung sampai masa dewasa. Proses ini dipengaruhi oleh
sejumlah faktor seperti: situasi keluarga, perkembangan dan perubahan karier,
perubahan dalam fisik dan body image , dan persepsi tentang waktu. Pada suatu
saat pada masa dewasa, beberapa individu berubah dalam persepsi mereka
tentang waktu, tidak lagi melihat waktu dari berapa jauhnya sejak dilahirkan,
tetapi berapa banyak waktu yan dipunyai sampai kematiannya. hal ini
menyebabkan evaluasi kembali tentang “siapa saya ?”
 Intimitasi ( intimatacy )
Intimitasi memegang peranan penting dalam kehidupan orang dewasa. ada
upaya untuk membentuk hubungan-hubungan yang dekat seperti dalam
hubungan pacaran, suami- istri, teman, hubungan dangan anak serta teman kerja
dimana mereka dapat mengekpresikan dari secara bebas, membuka diri dan
saling bertukar afeksi. Kesuksesan dalam membentuk keintiman ini akan
mendukung perasaan sejahtera dalam kehidupan orang dewasa.
 Generativitas (generativity)
Generativitas adalah proses pencaharian jawaban pada orang dewasa
terhadap pertanyaan-pertanyaan: apa arti kehidupan saya? apa yang telah saya
sumbangkan kepada dunia? hal penting apa yang telah saya lakukan dalam
hidup saya?

Schossberg mengatakan bahwa dalam hal identitas, intimitas dan


generativitas, bila masalah dalam ketiga aspek tersebut telah terselesaikan tidak
berarti bahwa tidak akan muncul lagi. Contoh: masalah identitas akan muncul
kembali ketika individu mengalami transisi dalam kehidupan seperti misalnya
perceraian, perubahan karier, atau pemutusan hubungan kerja.

a. Tahapan Siklus Kehidupan Keluarga


Dalam kehidupan individu dewasa akan mengalami banyak transisi dan
perubahan. Sebagian di antaranya merupakan transisi yang normal, namun
ada pula yang hanya dialami oleh sebagian orang dewasa saja. dalam
literatur, dalam hal siklus kehidupan keluarga ini, terdapat perbedaan-
perbedaan dalam jumlah dan kapan suatu tahapan dimulai, tetapi cukup

14
banyak ahli (Barurt & Robinson III, 1987: Davidson & Moore, 1996) yang
mengutip tahapan yang dikemukakan oleh Carter dan Mcgoldrick (1980),
sebagai berikut :

Tabel 14.1

Duvall dan Miller (1985) membagi siklus kehidupan keluarga menjadi


delapan tahapan. Meskipun ada perbedaan dalam terminologi yang
dipergunakan dan banyaknya tahapan, tetapi para ahli keluarga sepakat
bahwa pada setiap tahapan, suatu keluarga harus menyelesaikan tugas-tugas
tertentu untuk dapatdengan sukses pindah ketahapan selanjutnya (Davidson
& Moore, 1996).

b. Bentuk dan Cara Konseling pada Orang Dewasa


Pada umumnya bentuk konseling adalah dengan menggunakan
komunikasi verbal langsung dalam kelompok atau secara individual hal ini
tidak berarti bahwa media komunikasi lain tidak cocok untuk orang dewasa
permainan atau aktivitas dapat mempunyai efek terapeutik. Penggunaan
seni, musik dan literature dapat bermanfaat pada konseling dengan orang
dewasa. Tetapi, standar yang umum adalah melalui bahasa, karena
perkembangan orang dewasa sudah sedemikian rupa sehingga bahasa
adalah sarana komunikasi yang efektif.
 Tujuan Konseling Orang Dewasa:
Orang dewasa datang untuk konseling karena ingin mendapatkan
bantuan dalam beberapa hal antara lain :
a) Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (masalah
perkawinan, keluarga, masalah dalam pekerjaan dan sebagainya).
b) Pertumbuhan yang maksimum (mengoptimalkan potensi yang
dimiliki, dan sebagainya).
c) Adaptasi terhadap perubahan (perceraian, usia tua, menurutnya
kemampuan, dan sebagainya ).
d) Hubungan interpersonal yang efektif (menjalin hubungan intim
dengan orang lain, dengan atasan, bawahan, sejawat, dan lain-
lain).

15
Orang dewasa sepanjang perjalanan hidupnya mengalami berbagai
macam perubahan dan peristiwa yang menimbulkan stres selain juga
dalam situasi sehari-hari ia juga menghadapi berbagai macam stresor.
Holmes dan Rahe (dalam Baruth & Robinson iii, 1987, Charlesworth &
Nathan, 1984, Davidson & Moore, 1996 ) mengidentifikasi dan
membuat ranking dari berbagai macam peristiwa hidup yang
menimbulkan stres bagi orang dewasa Social Readptment Rating Scale
(SRRS) yang dibuat oleh Holmes dan Rahe pada tahun 1967
merupakan sarana klasik untuk mengukur peristiwa-peristiwa stres
dalam kehidupan orang dewasa. Skor yang tinggi berkorelasi dengan
penyakit-penyakit fisik dan gangguan emosional (Davidson & Moore,
1996).

 Konseling Pasangan dan Keluarga


Transisi dalam keluarga dan usaha untuk menjalin hubungan yang
intim sering kali menjadi sumber masalah pada masa dewasa dalam
menghadapi masalah seperti ini, konselor tidak saja perlu memahami
tentang perkembangan orang dewasa, tetapi juga dinamika hubungan
pasangan dan keluarga idealnya konseling yang dilakukan tidak hanya
pertemuan individual saja, melainkan lebih difokuskan pada dinamika
dari masalah konsep tentang unit atau sistem keluarga merupakan
bagian sentral dari perkawinan dan keluarga.berikut ini adalah berbagai
unit penanganan yang dapat digunakan dalam menangani masalah
perkawinan dan keluarga (Baruth & Robinson III, 1987) :
 Terapi individual (individual therapy)
Individu dalam pasangan mempunyai terapis yang terpisah, terapis
bisa saling mendiskusikan klien atau mungkin pula tidak. Bentuk ini
paling cocok jika yang menjadi fokus adalah masalah individual dan
bukan masalah relasi. Cara ini juga dapat digunakan bila salah satu
individu sudah mengikuti terapi terlebih dahulu dan masalah
perkawinan baru muncul setelah terapi berjalan beberapa waktu. Dalam
hal ini, pasangan yang dating belakangan sering memandang situasi ini
sebagai mengandung bias, karena pasangannya sudah ada dulu di situ,
sehingga lebih baik bila terapi dilakukan terpisah dengan terapis

16
berbeda. Selain itu, paraterapis vang menganut pendekatan yang
berorientasi pada individu akan cenderung menggunakan cara ini.
 Concurrent therapy
Dalam tatanan (setting) ini, masing-masing pasangan menjalani
terapi individual dengan terapis yang sama kadang-kadang juga
dilakukan pertemuan dengan kedua pasangan. Bentuk terapi ini
biasanya dilakukan bila terdapat isu-isu yang lebih utama dibandingkan
masalah perkawinan misalnya salah satu pasangan menunjukkan ciri-
ciri tidak matang atau nerotik pertemuan secara terpisah juga
membantu paraterapis yang merasa kurang kompeten untuk melakukan
terapi pasangan.
 Conjoint therapy
Disini kedua pasangan melakukan terapi bersama. Cara ini paling
tepat bila masalah yang dikemukakan pasangan amat relevan terkait
dengan relasi mereka, bila masih ada komunikasi meskipun minimal di
antara pasangan, dan bila mereka memang memiliki motivasi untuk
mengatasi masalah perkawinan mereka. Conjoint therapy akan paling
berhasil bila kedua pasangan menyadari perlunya bantuan dari orang
lain, bukan karena salah satu dipaksa untuk mengikuti terapi. Cara ini
juga tidak cocok bila salah satu atau ingin mencari pembenaran untuk
meninggalkan perkawinan dan menghindari tanggungjawab pribadi
untuk terjadinya masalah dalam perkawinan tersebut, atau ingin
mencari pembenaran bahwa pasangannya adalah penyebab dari semua
kesulitan mereka.
 Koterapi (cotherapy)
Pasangan bertemu bersama dengan dua terapis. Cara ini sering kali
memberikan fleksibilitas yang besar dalam sesi terapi misalnya, salah
satu terapis melakukan konfrontasi, yang lainnya memainkan peran
yang lebih mendukung pasangan terapis laki-laki dan perempuan dapat
menjadi model bagi pasangan, baik sebagai model individual maupun
sebagai model kerjasama pasangan yang efektif. Di samping itu, untuk
terapis sendiri, hubungan yang saling mendukung dan juga saling
member masukan ini akan membantu dalam proses terapi penerapan.

17
Cara ini terutama direkomendasikan pada penanganan masalah seksual
pada pasangan.
 Terapi kelompok untuk pasangan (couples group therapy)
Beberapa pasangan menjalani terapi bersama-sama dengan satu
terapis atau lebih format terapi seperti ini sering digunakan sebagai
cara untuk mengurangi intensitas emosional dalam hubung an
perkawinan bila berada dalam kelompok dengan orang lain, pasangan
akan bertingkah laku lebih rasional dan juga dapat mengobservasi dan
mendengarkan orang lain secara lebih tepat. Bila di dalam kelompok
terdapat pasangan yang dapat menjadi model dalam cara mereka
melakukan adaptasi tatanan kelompok akan merupakan konteks sosial
yang bernilai di mana rasa percaya dapat berkembang dan dari mana
dapat diperoleh dukungan berbagai model relasi yang ditemui dalam
terapi kelompok dapat member perspektif yang lebih jelas kepada
pasangan-pasangan ini tentang masalah-masalah dalam perkawinan
mereka.
 Konseling keluarga (family counseling )
Keluarga dipandang sebagai sistem kontak sosial. Keluarga adalah
lebih dari sekedar sekelompok individu yang menempati lingkungan
fisik dan psikologis yang sama keluarga merupakan suatu sistem
dengan karakteristik yang unik. Dengan demikian terapis harus
melihat keluarga sebagai keseluruhan, terutama interaksi di antara para
anggotanya.

c. Konsultasi
Di Amerika Serikat banyak sekali topik-topik yang menjadi bahan
konsultasi dan program pendidikan yang dilakukan oleh organisasi-
organisasi kepada masyarakat luas, fungsi konselor adalah sebagai
konsultan, sehingga informasi dan program pendidikan dapat menjangkau
masyarakat yang lebih luas. Beberapa topik yang dibicarakan misalnya :
 alkohol dan adiksi
 penyesuaian remaja dalam keluarga
 penyalahgunaan zat oleh remaja

18
 penganiayaan anak
 anak-anak dari keluarga bercerai
 keterampilan komunikasi
 pelatihan bertingkah laku asertif
 depresi
 program-program bagi lanjut usia
 penyesuaian keluarga dengan penyakit kronis
 terapi kelompok
 penanganan dan pengelolaan stres.
Dasar pemikiran dari pendidikan semacam ini adalah bahwa orang
dapat mempelajari keterampilan dan sikap-sikap positif yang mereka
perlukan untuk membantu diri mereka sendiri kompetensi ini mempunyai
nilai preventif selain kuratif .

d. Asesmen dan evaluasi


 Biasanya dilakukan pada pusat kesehatan mental dan organisasi yang
menangani masalah-masalah pada orang dewasa
 Informasi yang digali biasanya mencakup masalah yang dihadapi,
sejarah dari masalah tersebut, sejarah psikososial (latar belakang
keluarga, peristiwa signifikan)
 Konselor diharapkan memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang
karena masalah pada orang dewasa bisa mencakup aspek perkawinan,
relasi, pekerjaan dan fisik.
 Diagnosis awal akan mempengaruhi proses konseling karena
menyangkut penggantian biaya oleh asuransi di indonesia,
kemungkinan penggantian biaya oleh asuransi belum ada, klien yang
datang untuk konseling harus membayar sendiri biayanya, atau kadang-
kadang mendapat penggantian dari perusahaan .

Bentuk lain konseling orang dewasa yaitu:

 Konseling di perguruan tinggi


Hampir semua perguruan tinggi di Indonesia menyediakan pusat-pusat
yang melayani mahasiswa yang mempunyai masalah baik masalah

19
pribadi maupun masalah akademis. Mahasiswa dapat dibantu untuk
menyelesaikan masalahnya sehingga dapat lebih efektif belajar untuk
menyelesaikan pendidikannya.
 Hot line service
Pelayanan hotline untuk membantu seseorang dalam keadaan darurat
sudah banyak pula ditemukan di Indonesia. Individu yang bermasalah
dapat berbicara dengan seseorang, yang dapat menampung
permasalahan mereka, sebelum mereka pergi ke seorang konselor yang
berwenang petugas hot line akan merujuk mereka. Petugas-petugas hot
line umumnya adalah para suka relawan yang mendapat pelatihan
untuk dapat menampung keluhan. Biasanya pelayanan hot line terkait
dengan pusat-pusat krisis, yang menangani kasus-kasus gawat, atau
pusat-pusat yang ingin membantu dengan pemberian informasi yang
diperlukan kepada masyarakat.
 Pusat-pusat krisis konseling di perusahaan
Masalah yang terjadi pada karyawan perusahaan dapat ditangani di
dalam perusahaan itu sendiri, atau perusahaan dapat mengirimkan ke
lembaga-lembaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
 Lembaga-lembaga pelayanan masyarakat, dan sebagainya

2.4. Konseling pada Orang Lanjut Usia


Masa lanjut usia sering dipandang sebagai masa penarikan diri dari pekerjaan
dan hubungan dengan lingkungan sosial. Pembahasan mengenai masa ini biasanya
menekankan pada aspek-aspek yang mengalami kemunduran. Dengan adanya hasil-
hasil penelitian yang baru, kini mulai disadari adanya potensi-potensi positif yang
dimiliki oleh mereka yang telah memasuki usia tua. Rogers (1980) berpendapat
bahwa manusia lanjut usia (manula) memang mengalami perubahan, tetapi
seseorang di dalam usia berapapun apakah ia berusia 35 atau 40 atau 60 atau 80, ia
tetap seseorang individu yang unik dalam banyak hal, di dalam dirinya tetap ada,
mereka tetap tumbuh, ingin memahami dan dapat menjalankan tugas-tugas dalam
kehidupan. Rogers (1980: hlm. 70) mempunyai pendapat bahwa seorang lansia
(lanjut usia) adalah seorang yang menjadi lebih tua tetapi tetap tumbuh. Penelitian
longitudinal yang berlangsung selama 23 tahun menyimpulkan bahwa banyak hasil

20
yang bertentangan dengan mitos-mitos selama ini yang menekankan bahwa manula
adalah hipokondriak dan terobsesi pada kemunduran fisik dan penyakit.Penelitian ini
menemukan bahwa penyesuaian diri cenderung stabil sepanjang kehidupan
seseorang. Sebagai konselor untuk lansia kiranya perlu untuk secara mendalam
memikirkan pendapat Rogers tersebut di atas, karena akan sangat mempengaruhi
sikap, tindakan dan pendekatannya kepada lansia.
a. Beberapa Perubahan Fisik Pada Manula
Menua secara biologis adalah proses yang sifatnya universal,
unidireksional dan multidimensional. Universal karena tejadi pada semua
organisme yang hidup, unidireksional karena hanya berarah satu, orang tidak
bisa tumbuh menjadi muda. Multidimensional karena terjadi dalam banyak
area, kulit jadi keriput, mata kabur, pandengaran berkurang, otot menjadi kaku
dan lainnya yang terkait dengan proses menjadi tua. Beberapa perubahan besar
dalam aspek fisik adalah sebagai berikut :
1. Kapasitas reserve
Lansia mempunyai potensi untuk melakukan tugas-tugas yang sama
dengan orang yang lebih muda seperti berlari, mengangkat barang berat
dan lain-lain. Bedanya terletak pada kapasitas reserve ini. Lansia butuh
waktu Iebih lama untuk kembali kepada keadaan “sebelum stres" baik
pada hal-hal fisik maupun emosional.
2. Sistem kardiovaskuler
Jantung orang yang lebih tua mungkin bekerja dengan lebih keras
untuk memompa jumlah darah yang sama, sehingga akibatnya mungkin
timbul peningkatan tekanan darah. Katup menjadi kurang lentur dan arteri
cenderung mengecil.
3. Sistem respiratori
Efisiensi respiratori menjadi berkurang.
4. Performa seksual
Memang ada perubahan fisik yang mempengnruhi fungsi seksual.
Tetapi perubahannya tidak sebesar yang dikira orang. Kekuatan budaya
dan sosial yang lebih berpengaruh daripada perubahan fisik Perempuan
dan laki-lakiusia 70 dan 80 tahun masih menikmati hubungan seksual,
termasuk intercourse. Keadaan hubungan seksual sebelumnya merupakan
penentu terbaik mengenai fungsi dan kepuasan seksual di usia lanjut.

21
5. Sistem auditori
Sebetulnya berkurangnya pendengaran sudah mulai di akhir usia 20-
an. Pada beberapa orang individu lebih mudah untuk terjadinya penurunan
pendengaran karena eksposur terhadap suara keras.
6. Sistem visual
Dengan menjadi makin tua, makin diperlukan cahaya untuk dapat
melihat dengan jelas. Membaca menjadi makin sulit, mungkin perlu lensa
korektif.
7. Kulit
Elastisitas berkurang dengan bertambalnya usia.
8. Keseimbangan
Puncak rasa keseimbangan adalah di usia 40-50 tahun. Setelah 50
tahun akan terjadi penurunan.
9. Rasa dan sentuhan (Taste and touch)
Di usia sekitar 50an terjadi peningkatan rasa untuk makanan-makanan
berbumbu, mungkin karna taste menjadi kurang sensitif. Pada saat
basamaan juga terjadi penurunan dalam sensitivitas terhadap sentuhan.
10. Inteligensi
Bahwa inteligensi menurun pada usia lanjut adalah bagian dari mitos
tentang orang lanjut usia. Memang ada fungsi yang menurun seperti
memori. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa perbendaharaan kata lebih
baik pada orang usia 70 daripada 30. Orang bisa belajar dan terus
berkembang sepanjang hayat.
11. Pola respons
Orang lanjut usia cenderung untuk bereaksi secara Iebih lambat dan
kapasitas untuk menilai kecepatan (speed) dan waktu (time) menjadi
menurun. Kecenderungan mereka untuk underestimate speed dan waktu
reaksi mereka yang melambat bisa mempengaruhi kebiasaan mereka
untuk menyetir. Waktu juga dinilai berjalan lebih cepat. Tetapi, suatu
penelitian menunjukkan bahwa orang lanjut usia lebih berprestasi bagus
pada tugas-tugas yang kompleks di mana kecepatan waktu tidak
dibutuhkan dibandingkan dengan mereka yang lebih muda.

22
b. Tugas Perkembangan Manula
1. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan.
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan penurunan pendapatan.
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan.
4. Memantapkan secara eksplisit bahwa ia ada pada kelompok usianya itu.
5. Mengadopsi dan mengadaptasi peran sosial secara fleksibel.
6. Menetapkan pengaturan kehidupan yang memuaskan.

Tugas-tugas adaptif
 Menyadari proses penuan dan keterbatasan dirinya.
 Definisi ulang dari lingkup kehidupan fisik dan social.
 Mencari alternative pemuasan kebutuhan.
 Asesmen ulang dari kriteria evaluasi diri.
 Integrasi ulang dari nilai-nilai dan tujuan.

c. Bekerja dengan Manula : Perhatikan


1. Tema utama : kesepian, isolasi sosial, kehilangan, kemiskinan, perasaan
ditolak, perjuangan menemukan makna hidup, kebergantungan, perasaan
tak berguna, tak berdaya dan putus asa, kemunduran fisik dan mental,
depresi, rasa penyesalan mengenai hal-hal yang lampau.
2. Manula jarang sekali memiliki keinginan untuk menjalani konseling ,
mereka lebih skeptic dan resistan terhadap efektivitas konseling.
3. Rentang perhatian lebih pendek, sehingga proses konseling berjalan lebih
lambat.
4. Obat-obatan dapat menurunkan konsentrasi, tidak sepenuhnya “waspada”
5. Karena faktor senilitas, kemungkinan lupa untuk hadir dalam konseling
cukup besar, ada gangguan orientasi terhadap realitas.
6. Sulit hadir secara rutin karena masalah kesehatan, lupa, ada janji dengan
profesionalsalah transportasi dan sebagainya.
7. Lebih membutuhkan dukungan dan pemberian semangat daripada
konfrontasi.
8. Manula memiki kebutuhan yang besar untuk didengar & dipahami.

23
d. Prevensi Primer
 Penanganan pada lanjut usia terutama dalam bentuk konseling preventif
yang membekali mereka dengan keterampilan coping yang dibutuhkan
untuk menjalani masa yang akan datang.
 Dalam kelompok tidak saja ditekankan penyesuaian gaya hidup dan
perubahan fisik, tapi juga pada cara untuk tetap berkembang. Factor usia
bukanlah penghalang bagi manula untuk tetap belajar keterampilan baru,
mengembankan hubungan bru, mengeksplorasi konsep baru. Harus
ditekankan older and growing bukan growing old.

e. Keprihatinan pada Usia Lanjut


Keprihatinan pada usia lanjut ini biasanya menyangkut :
a. Masalah pensiun : mereka yang identitas dirinya amat ditentukan oleh
pekerjaan akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan
masa pension.
b. Empty nest : keluarnya anak-anak dari keluarga (untuk melanjutkan
sekolah atau menikah) dapat menimbulkan kegoncangan dalam keluarga
dan krisis dalam hubungan perkawinan. Namun demikian dalam masa ini
pasangan manula juga memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan
evaluasi dan menikmati kebersamaan suami istri.
c. Kematian : kehilangan taman dekat, pasangan serta ketakutan akan
kematian diri dapat menjadi sumber kesedihan dan depresi pada manula.
d. Tinggal di institusi : keharusan untuk tinggal di institusi merupakan
sesuatu yang amat menyakitkan. Mereka merasa kehilangan privasi,
pilihan dan kebebasan.
f. Reminiscence dalam Konseling Manula
Reviu kehidupan dan reminiscence (mengenang kembali masa lalu)
dapat menjadi alat utama dalam konseling yang memberi efek terapeutik
(Baruth & Robinson III, 1987).
 Manula senang untuk “kembali” pada hal-hal di masa lalu; mereka merasa
dihargai karena ada orang yang berminat terhadap pengalamannya yang
lalu.

24
 Refleksi terhadap masa lalu dapat menstimulasi minat manula pada
kegiatan saat ini, misalnya dengan menanyakan perbedaan apa yang
terjadi saat mereka melakukannya dulu dengan sekarang.
 Penambahan arti kehidupan dapat dijumpai dengan cara merefleksikan
prestasi-prestasi dan juga kegagalan-kegagalan di masa lalu. Namun
pengalaman traumatis yang tidak relevan sebaiknya dihindari.
 Bila proses mengenang masa lalu merupakan bagian yang tak dapat
dihindari dari proses tua, maka harus diguna/kan sebaik mungkin untuk
menciptakan nilai lebih bagi pengalaman masa lalu.
 Dapat bermanfaat untuk interaksi sisial, dapat dipakai untuk membentuk
ikatan dengan kelompok orang-orang yang seusia, karena mereka
mempunyai ingatan yang sama tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.

g. Konsultasi
Fokus konsultasi untuk konselor manula ditujukan bagi orang-orang,
kelompok, instutusi yang mempengaruhi perkembangan dan kesehatan mental
para manula. Konselor dapat mengadakan pertemuan keluarga dari mereka
yag miemiliki orangtua lanjut usia nsehingga mereka dapat memperoleh
informasi dan keteramplan yang dibutuhkan dalam membantu manula.

Beberapa Aktivitas Untuk Membantu Lansia


Beberapa aktivitas untuk membantu lansia adalah sebagai berikut :
a) Project Love
Dalam program ini para manula diminta untuk bekerja sama dengan
anak-anak SD dalam hal berbagi keterampilan, hobi, membuat kerajinan
tangan bersama, membacakan buku atau bentuk bantuan lain. Degan
‘memasangkan’ manula dan anak-anak maka akan terbentuk hubungan
antargenerasi.
b) Peer Facilitation Training
Program ini bermanfaat untuk pembentukan keterampilan
kepemiimpinan dari manula serta keterampilan untuk saling membantu
dalam kelompok yang lebih positif, khususnya dalam instutusi.
c) Konsultasi Keluarga

25
Konselor sering kali dimintai pendapat oleh keluarga tentang cara-cara
khusus yang harus dilakukan untuk orangtua klien yang sudah berusia
lanjut. Dalam hal ini konselor harus pula mendalami situasi klien secara
spesifik sehingga dapat memberikan saran yang tepat.

26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia memiliki masa perkembangan yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, masa
dewasa dan masa lanjut usia. Setiap masa perkembangan berbeda-beda tahapannya.
Ada yang cepat, ada juga yang lambat. Namun tetap, semua tahap perkembangan
manusia akan sama dilaluinya. Begitu juga dalam penanganan konseling, tidak semua
layanan konseling bisa diberikan jika orangnya berbeda-beda dalam masa
perkembangannya. Sebut saja dalam masa kanak kanak, teknik konseling yang biasa
dilakukan adalah konseling yang menggunakan media seni karena lebih menarik
perhatian anak. Kemudian bibliocounseling yang berbentuk cerita dari seorang konselor
untuk konselinya yaitu anak-anak.

3.2 Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat dijadikan sebuah bahan dan
menambah khazanah ilmu yang bermanfaat bagi pembaca. Mudah-mudahan dengan
adanya pengetahuan dari makalah ini akan membantu kita memberikan informasi secara
jelas dan dapat diterima dengan baik oleh pembaca khususnya. Penulis juga
mengucapkan rasa maaf yang sebesar-besarnya jika ada penulisan yang tidak tepat serta
penjelasan yang belum rinci. Tidak lupa pula penulis meminta kritikan dan saran kepada
kawan-kawan semua terhadap makalah ini untuk penyempurnaan makaah selanjutnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Lesmana, Jeanette Murad. 2006. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: UI Press.


Baruth, L.G. & Robinson III, E.H. 1987. An introduction to the counseling profession.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Maslow, Abraham. 1968. Toward a psycology of being. New York: Van Nostrand.
Barker, P. 1990. Clinical interview with children and adolescents. New York: W. W. Norton
& Co.
Gibson, R. L. & Mitchell, M. H. 1981. Introduction to guidance. New York: Macmillan.
Rabichow, H. & Sklansky, M. 1980. Effective counseling of adolescents. Chicago: Follet.
Davidson, J. K. & Moore, N. B. 1996. Marriage and Family. Boston: Allyn and Bacon.
Rogers, Carl. 1971. On becoming a person. A therapist's views of psycotherapy. London:
Constable & Company, Ltd.

28

Anda mungkin juga menyukai